A. PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Malang merupakan salah satu kota besar yang memiliki intensitas kesibukan yang cukup
tinggi. Hal itu dibuktikan dengan adanya banyak mahasiswa yang datang dari luar kota. Bukan hanya
aktivitas akademik saja, melainkan juga aktivitas-aktivitas lain yang menunjang ekonomi di Malang.
Untuk mendukung aktivitas tersebut dibutuhkan transportasi umum, terutama bagi masyarakat yang
Kota Malang, pemerintah menyediakan salah satu transportasi umum yaitu angkutan. Seperti yang
tertera dalam Peraturan Walikota Kota Malang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan
Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Bermotor Umum yang berbunyi Jaringan Transportasi
Jalan adalah serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang dihubungkan oleh ruang lalu
lintas sehingga membentuk satu kesatuan sistem jaringan untuk keperluan penyelenggaraan lalu-
lintas dan angkutan jalan. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan. Lalu Lintas
adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan. Kendaraan Umum adalah setiap
kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran baik
1[1] Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang
di Jalan dengan Kendaraan Bermotor Umum
Salah satu kebijakan pemerintah Kota Malang dalam menentukan kendaraan umum adalah
mengenai tarif angkutan. Untuk menindaklanjuti hasil rapat Forum Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan
Kota Malang dan perwakilan pemilik angkutan kota tanggal 23 Januari 2015 dalam rangka membahas
penyesuaian tarip angkutan kota berdasarkan perubahan harga bahan bakar minyak, menyesuaikan
Peraturan Walikota Malang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tarip Angkutan Dalam Peraturan Walikota
Malang Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Malang Nomor 24 Tahun
Seperti yang terdapat dalam pasal 1 yang berbunyi bahwa beberapa ketentuan dalam
Peraturan Walikota Malang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tarif Angkutan, diubah sebagai berikut:
Tarip Angkutan Kota di Daerah untuk jenis kendaraan angkutan kota dan untuk semua jalur trayek
dengan ketentuan harga premium Rp. 6.000 (enam ribu rupiah) sampai dengan Rp. 8.000 (delapan
ribu rupiah) ditetapkan sebagai berikut; (a) antar Terminal dan atau jauh dekat bagi penumpang bukan
mahasiswa atau pelajar sebesar Rp. 3.500,00 (tiga ribu lima ratus rupiah); (b) antar Terminal dan atau
jauh dekat bagi penumpang pelajar berseragam atau mahasiswa sebesar Rp. 2.000,00 (dua ribu
rupiah).2[2]
Namun dalam praktik di lapangan, banyak sekali ditemui praktik-praktik tidak sesuai dengan
peraturan tersebut yang dilakukan oleh sebagian besar sopir. Banyak di antara mereka yang
menaikkan harga angkutan secara sepihak. Banyak masyarakat yang tidak mengetahui akan adanya
hal itu. Biasanya oknum ini beraksi ketika terdapat mahasiswa atau orang yang baru pertama kali
datang ke Malang. Banyak sopir angkutan yang sengaja memeras mereka. Selain menaikkan harga
angkot secara sepihak, mereka juga terkadang memaksa dengan harga sekian. Sebagian besar sopir
angkot mengatakan tidak ada uang , bahkan ada yang mengatakan harga 3500,- sangat murah dan
Dari paparan di atas, akan dibahas mengenai maraknya sopir angkot yang berbuat curang dan
tidak menaati peraturan dari Peraturan Walikota Malang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tarip
2[2] Peraturan Walikota Malang Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota
Malang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Tarip Angkutan
Angkutan Dalam Peraturan Walikota Malang Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan
2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana implementasi dari Peraturan Walikota Malang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tarip
Angkutan Dalam Peraturan Walikota Malang Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan
2013 tentang Tarip Angkutan Dalam Peraturan Walikota Malang Nomor 6 Tahun 2015 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Walikota Malang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Tarip Angkutan
B. KAJIAN PUSTAKA
1. Teori Implementasi Hukum
Menurut Lawrence M. Friedman, ada tiga unsur dalam sistem hukum, yaitu: 3[3] Pertama,
sistem hukum mempunyai struktur. Sistem hukum terus berubah, namun bagian-bagian sistem itu
berubah dalam kecepatan yang berbeda, dan setiap bagian berubah tidak secepat bagian tertentu
lainnya. Struktur sistem hukum terdiri dari unsur berikut ini: jumlah dan ukuran pengadilan,
yurisdiksinya (yaitu, jenis perkara yang diperiksa, dan bagaimana serta mengapa) dan cara naik
Aspek lain sistem hukum adalah substansinya. Yaitu aturan, norma, dan pola prilaku nyata
manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang
yang berada dalam sistem hukum itu atau suatu keputusan yang dikeluarkan. Penekannya di sini
terletak pada hukum hukum yang hidup (Living law) , bukan hanya pada aturan dalam kitab hukum
(law books).
Komponen ketiga dari sistem hukum adalah budaya hukum. Yaitu sikap manusia terhadap
hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Dengan kata lain budaya
hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan social yang menentukan bagaimana hukum
digunakan, dihindari atau disalah gunakan. Tanpa budaya hukum, sistem hukum itu sendiri tidak akan
berdaya seperti ikan yang mati terkapar di keranjang, bukan seperti ikan hidup yang berenang di
3[3] Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction Second Edition (Hukum Amerika Sebuah
Pengantar) Penerjemah Wishnu Basuki, Penerbit PT. Tatanusa, Jakarta, 2001, hal 7
lautnya. Friedman mengibaratkan sistem hukum itu seperti struktur hukum seperti mesin.
Substansi adalah apa yang dihasilkan atau dikerjakan oleh mesin itu. Budaya hukum adalah apa saja
atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu serta memutuskan
Sistem penerapan tarif adalah cara pengenaan tarif pada penumpang. Cara yang dipakai akan
memegang peranan penting dalam pengolahan angkutan umum agar nilai tarif yang sudah ditetapkan
dapat memberikan keadilan bagi semua pengguna dan dapat menggerakkan lalu lintas dengan lancar.
Secara umum, menjelaskan tarif angkutan adalah suatu daftar yang memuat harga-harga untuk
pemakai jasa angkutan yang disusun secara teratur dan dihitung menurut kemampuan angkutan. Tarif
operasional ialah tarif angkutan dimana terdapat perbedaan tarif menurut jarak kecepatan, atau sifat
khusus dari muatan yang diangkut, sedangkan dalam melakukan penetapan besar nilai tarif didasari
a) Sistem flat atau rata, yaitu sistem yang menetapkan tarif untuk seluruh penumpang dan semua jarak.
b) Sistem mileage basis atau berdasarkan jarak, yaitu sistem menetapkan tarif yang berbeda-beda untuk
tarif tidak proforsional dengan perubahan jarak. Semakin jauh jarak perjalanan, maka pertambahan
tarif akan kecil. Sistem ini sangat tepat digunakan untuk perjalanan jarak jauh dengan banyak transit
dengan kata lain diberikan harga khusus untuk perjalanan langsung dan menerus.
5[5] Kiky Rizky Ananda, Pemberlakuan Tarif Angkutan Umum Perdesaan Bagi Pengguna Jasa Angkutan
Umum Menurut Peraturan Daerah No. 27 Tahun 2013 dan Maslahah Mursalah, (Malang: UIN Malang, 2016)
h. 37
e) Sistem tarif berdasarkan status penumpang dalam hal ini tarif dibedakan sesuai dengan status
penumpang, sehingga ada kelompok penumpang dengan tariff berbeda. Pembagian kelompok ini
dapat berdasarkan usia, status dan lain-lain, misalnya pelajar dan non pelajar.
Sistem pembedaan tarif sesuai dengan waktu, yaitu pembedaan berdasarkan jumlah
penumpang pada waktu bersangkutan. Keberhasilan pembadan tariff sistem ini sangat bergantung
dari elastisitas perjalanan yaitu perubahan jumlah penumpang jika ada perubahan tarif atau ada
perubahan biaya total. Elastisitas dan keberhasilan penetapan tarif dengan pembedaan ini sangat
berhak mengajukan usul rancangan undang-undang dapat berasal dari DPR, Pemerintah, dan DPD.
b) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD dan Kepala Pemerintah yang membentuk peraturan
eksekutif dan legeslatif. Oleh karena itu, pejabat berwenang dari lembaga/instansi eksekutif dan
legislative lah yang berhak untuk mengajukan rancangan peraturan dimaksud dengan menggunakan
pintu masing-masing.8[8]
7[7] Nukila Evanti dan Nurul Ghufron, Paham Peraturan Daerah (PERDA) Berperspektif HAM (Hak
Asasi Manusia, (Jakarta: Raja Grafindo, 2014) h. 29
8[8] Nukila Evanti dan Nurul Ghufron, Paham Peraturan Daerah (PERDA), h. 29
1. Kepala Daerah menetapkan Perda dengan Persetujuan DPRD
2. Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi, tugas penbantuan dan penjabaran lebih lanjut
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah yuridis empiris yang dengan kata lain adalah
jenis penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula dengan penelitian lapangan, yaitu
mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di masyarakat.
Atau suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi
di masyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang
dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi
Disebut penelitian Empiris, karena hendak mengetahui alasan bahwa mengapa sebagian
besar sopir angkot tidak menaati Peraturan Walikota Malang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tarip
Angkutan Dalam Peraturan Walikota Malang Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Walikota Malang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Tarip Angkutan. Untuk mengetahui pandangan
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini menggunakan pendekataan kualitatif.
Pendekatan kualitatif ialah prosedur penelitian yang menghasilkan data yang deskriptif, yang
9[9] Nimatul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, (Bandung: Nusa Media, 2010) h. 205
10[10] Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h.15
bersumber dari tulisan atau ungkapan dan tingkah laku yang dapat di observasi oleh manusia.
Menggunakan pendekatan kualitatif karena data-data yang akan didapatkan oleh peneliti bersumber
dari ungkapan yang dapat diobservasi dari informan yaitu pembuat peraturan tarif angkot Kota
Mengenai tingkah laku mereka, peneliti akan mendapatkan data-data dari ungkapan infroman
di atas melalui wawancara mengapa mereka menetapkan tarif angkutan yang tidak sesuai dengan
peraturan yang ada. Sesuai dengan landasan pada pendekatan kualitatif yaitu lebih menekankan
pada pola tingkah laku manusia, yang dilihat dari frame of referencesi pelaku itu sendiri, jadi
individu sebagai actor sentral perlu dipahami dan merupakan satuan analis serta menempatkannya
3. Analisis
Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deskriptif yaitu memaparkan permasalahan
yang dihadapi atau penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai individu atau
kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi. 12[12] Dalam hal ini mengolah bahan
hukum dengan melakukan telaah bahan kepustakaan bahan hukum sekunder yang meliputi bahan
hukum primer13[13] dan bahan hukum sekunder14[14] yang berkaitan dengan analisis yuridis
normative terkait implementasi perwali Malang. Peneliti menyajikan secara Deskriptif, yakni dengan
menggambarkan suatu keadaan yang terkait dengan implementasi peraturan mengenai tariff angkot
11[11] Burhan Ashshofa, Metode penelitian hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 15
13[13] Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011) h. 47
digunakan. Manfaat dari transportasi ini tentu sangat banyak. Di antaranya guna membantu aktivitas-
aktivitas di Kota Malang, baik aktivitas akademik, ekonomi dan sosial. Angkutan umum ini menjadi
mengenai tarif angkutan. Berdasarkan pasal 2 ayat (1) dalam peraturan tersebut yang berbunyi,
Tarip Angkutan Kota di Daerah untuk jenis kendaraan angkutan kota dan untuk semua jalur
trayek dengan ketentuan harga premium Rp. 6.000 (enam ribu rupiah) sampai dengan Rp. 8.000
(delapan ribu rupiah) ditetapkan sebagai berikut; (a) antar Terminal dan atau jauh dekat bagi
penumpang bukan mahasiswa atau pelajar sebesar Rp. 3.500,00 (tiga ribu lima ratus rupiah); (b) antar
Terminal dan atau jauh dekat bagi penumpang pelajar berseragam atau mahasiswa sebesar Rp.
2.000,00 (dua ribu rupiah).15[15]
Namun dalam praktik di lapangan, banyak sekali ditemui praktik-praktik yang tidak sesuai
dengan Peraturan Walikota tersebut. Banyak sekali pelanggaran yang terjadi di lapangan, di antaranya
sopir angkutan umum yang menaikkan harga angkutan secara sepihak, memaksa dengan pembayaran
seperti yang sudah dipaparkan di atas, ada tiga unsur dalam sistem hukum, yaitu: struktur , substansi ,
dan budaya hukum. Struktur berhubungan dengan jenis perkara yang diperiksa, dan bagaimana serta
mengapa) dan cara naik banding dari satu pengadilan ke pengadilan lain. Aspek lainnya adalah
substansi yang berkenaan dengan aturan, norma, dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam
system, sedangkan dari aspek budaya berkenaan dengan sikap manusia terhadap hukum dan sistem
hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Agar implementasi hukum dapat
berada dalam sistem, tentu saja hal ini telah melanggar Peraturan Walikota Malang Nomor 6 Tahun
2015 Tentang Tarip Angkutan. Pelanggaran terhadap pasal ini pun sangat beragam. Di antaranya
15[15] Peraturan Walikota Malang Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota
Malang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Tarip Angkutan
adalah banyak di antara mereka yang menaikkan harga angkutan secara sepihak. Begitupun banyak
adalah tidak adanya sosialisasi mengenai harga tarif angkutan, juga banyaknya sopir angkutan yang
sengaja memaksa untuk membayar dengan harga sekian. Bahkan ada pula yang sengaja tidak
mengikuti jalur angkutan yang telah ditentukan, setelah itu sopir angkot menetapkan harga sesuai
dengan kemauan sopir angkot. Biasanya, karena ketidaktahuan masyarakat inilah yang sengaja
angkutan. Namun sayangnya banyak sekali dijumpai beberapa angkutan yang menghapus tarif
tersebut. Yang awalnya hanya harga Rp 2000 bagi pelajar, dan Rp 3500 bagi umum, kemudian
dihapus oleh sopir angkutan umum. Bahkan ada yang menghapus tariff tersebut secara menyeluruh
sehingga tidak ada jejak mengenai peraturan yang diberikan oleh Dinas Perhubungan Kota Malang.
Selain itu banyak juga oknum sopir angkutan yang sengaja memaksa penumpang untuk
membayar sekian. Terutama pada salah satu kode angkot yang mengaku jarak dan waktu yang lama
tidak sebanding dengan harga di perwali tersebut. Biasanya oknum ini beraksi ketika terdapat
mahasiswa atau orang yang baru pertama kali datang ke Malang. Banyak sopir angkutan yang sengaja
memeras mereka. Dari tarif umum yang hanya berkisar 3500 rupiah, mereka rata-rata mengambil
harga sekitar 5000 rupiah. Bahkan pada malam hari, juga banyak ditemukan pembayaran yang tidak
wajar. Dari tarif yang bisa dikatakan paling rendah, yakni sekitar 7500 rupiah hingga 15000 rupiah.
Bahkan juga terkadang apabila dalam keadaan sepi, sopir angkot ada yang menggunakan tarif paling
pengguna angkutan umu. Nia mahasiswa UIN Malang, selaku pengguna angkutan mengaku tidak tahu
tentang peraturan tersebut. Dalam wawancara tersebut, Nia mengatakan, Saya tidak tahu jika
peraturan asli dari Dinas Perhubungan Kota Malang adalah 3500. Selama ini saya membayar dengan
harga 4000,- bahkan saya pernah dipaksa membayar 5000,- ketika naik AL. Alasannya karena tidak
ada kembalian.16[16] Namun Qolbi, salah satu mahasiswa Universitas Negeri Malang yang juga
sering menggunakan angkutan umum, mengaku bahwa ia lebih sering membayar angkot sesuai
3500,-. Itupun harus dilihat-lihat dulu bapak sopirnya. Kalau enakan, biasanya bayar segitu. Kalo
enggak, terpaksa bayar 4000,-. Sebagian besar sopir angkot tidak mempermasalahkan itu. 17[17]
Menelisik secara lebih lanjut mengenai teori Lawrence M Friedman, aspek kedua dari teori
tersebut adalah structural. Pada aspek kedua ini berhubungan dengan struktur sistem hukum yang
terdiri dari unsur berikut; jumlah dan ukuran pengadilan, yurisdiksinya (yaitu, jenis perkara yang
diperiksa, dan bagaimana serta mengapa) dan cara naik banding dari satu pengadilan ke pengadilan
lain. Namun dalam kasus pelanggaran ini, struktur hukum ini hanya melibatkan Dinas Perhubungan
Kota Malang selaku penyusun dan pelaksana kebijakan daerah di bidang perhubungan.
Dinas Perhubungan kota Malang selaku bagian dari struktur hukum memiliki banyak fungsi
demi tegaknya hukum yang ada, tugas dan fungsi Dishub Malang dalam bidang angkutan sendiri di
antaranya; Perumusan dan pelaksanaan kebijakan teknis di bidang perhubungan; Penyusunan dan
pelaksanaan Rencana Strategis dan Rencana Kerja di bidang perhubungan; Penyusunan dan penetapan
rencana teknis jaringan transportasi; Pemantauan dan pengawasan transportasi jalan dan
perhubungan mengaku telah mengetahui adanya praktik-praktik yang tidak sesuai dengan perwali.
Penulis berhasil wawancara Cahyo Budi Santoso, selaku petugas lapangan di Bidang Angkutan
Umum Dinas Perhubungan Malang, Selaku petugas pelayan publik, kami mengacu pada peraturan
yang ada seperti yang ada di perda ini. Tapi kenyataan yang ada di lapangan, angkutan kota selaku
usaha milik pribadi, kalau ada kejadian seperti itu adalah oknum. Kami tidak bisa memeriksa setiap
angkot. Selama ini juga banyak pengaduan dari masyarakat, tetapi kenyataannya pelaksanaan itu
kurang maksimal. Karena pelaksanaannya di jalan dan dalam keadaan bergerak. 19[19]
Melihat kembali teori tersebut dari aspek kedua yakni struktur hukum, Dinas Perhubungan
kota Malang diberi wewenang untuk menerapkan hukum serta lembaga yang diberi wewenang untuk
dengan Cahyo Budi Santoso mengatakan, Hukuman bagi mereka yang melanggar tentu ada.
Sebelum menginjak ke hukuman, pelapor harus benar-benar tahu persis pelaku pelanggaran.
Contohnya catat saja nomor angkot tersebut. Nanti pasti ada tindak lanjut. Lapor saja ke Kantor Dinas
Perhubungan Malang di bidang angkutan. Setelah itu petugas mencari nomor mikrolet yang sudah
diadukan, selama di jalan setelah diserahkan ke bidang angkutan, turun diposisikan bidang penerbitan,
penegakkan sistem hukum adalah budaya hukum. Budaya hukum ini menyangkut sikap manusia
terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Dengan kata
lain budaya hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan social yang menentukan bagaimana
hukum digunakan, dihindari atau disalah gunakan. 20[20] Setiap kelompok masyarakat memiliki
budaya hukum, mereka memiliki pandangan yang tidak sama terhadap hukum, yang dipengaruhi oleh
sub culture (SARA, usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan bahkan oleh kepentingan-
kepentingan)21[21]
Dalam mengimplementasikan teori di atas, dapat dikatakan bahwa budaya hukum yang
terdapat kasus ini adalah sikap manusia yang mengindikasikan rendahnya kesadaran dan kepatuhan
hukum yang ada. Banyaknya pelanggaran-pelanggaran sopir angkot dinilai sebagai rendahnya
kesadaran hukum. Untuk mengubah budaya hukum yang ada pada masyarakat perlu memahami
adanya nilai-nilai, tradisi, kebiasaan, dan segala sikap dominan. Pemahaman arti hukum dan peraturan
masyarakat. Sebagian besar masyarakat pengguna angkutan umum ini telah mengetahui mengenai
peraturan ini. Akibat dari kebiasaan mengiyakan realitas yang ada, akhirnya mendorong para
oknum melanggar peraturan yang ada. Sehingga kesadaran hukum yang ada di masyarakat rendah
21[21] Abdul Fickar Hadjar dkk, Analisis komparatif Budaya Hukum Profesional Hukum Indonesia,
http://www.reformasihukum.org/ID/file/anggota/Analisis%20komparatif%20Budaya%20Hukum
%20Profesional.pdf diakses pada tanggal 12 Desember 2016
Dalam pembahasan kali ini penulis tidak terlepas dengan masalah budaya hukum. Di mana di
Indonesia sendiri kesadaran hukum masih dirasa sangat rendah. Pelanggaran sudah dianggap hal biasa
orang sebagian besar masyarakat di Indonesia. Padahal budaya hukum inilah aspek yang paling
penting. Karena tanpa adanya budaya hukum, maka system hukum pun akan tumpang.
Ada beberapa alasan mengapa sebagian besar sopir angkot menerapkan tariff angkot yang
tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Penulis berhasil mewawancarai Habib, salah satu sopir
angkot yang mengatakan bahwa, Kebijakan walikota itu tidak adil. Harusnya kenaikan premium,
harus dilihat dari presentase. BBM naiknya berapa, maka kenaikan juga harus sesuai dengan
presentasi. Dengar-dengar,apabila BBM turun 500,- maka tariff angkot juga turun 500,- nah kalau
seandainya BBM turun 6000,- terus 3000,- itu habis. Mengenai penarikan angkot lain saya tidak tahu.
Coba disurvey dengan angkotan lain bahkan ada yang mengambil harga Rp. 10000.
Selain itu penulis juga melaksanakan wawancara dengan salah satu sopir angkot yang tidak
menyebut namanya, Saya tahu peraturan itu, tapi memang kita sengaja bulatkan menjadi 4000,-
karena tidak ada uang receh. Saya sendiri mengikuti peraturan yang ada, hanya saja memang
penegak hukum. Telaah yang pernah dilakukan oleh Soerjono Soekanto tentang Kesadaran dan
Kepatuhan Hukum di tahun 1982, membuka pintu kajian semakin jelas akan pentingnya keterlibatan
masyarakat dalam mematuhi secara sadar konsepsi hukum yang telah disahkan dan dilaksanakan
secara konsekuen dalam hubungan bermasyarakat. 22[22] Dengan adanya pelanggaran sopir angkot
yang sudah dianggap biasa oleh masyarakat, tentu saja keterlibatan masyarakat pengguna angkot
dalam melaporkan pelanggaran ini tentu sangat berpengaruh dengan penegakkan hukum di Indonesia,
utamanya di Kota Malang. Dengan kerja sama masyarakat dalam pengaduan masyarakat maka turut
Dari paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi dari Peraturan Walikota
mengenai tariff angkutan masih terjadi banyak pelanggaran. Peraturan ini sudah dilaksanakan oleh
Dinas Perhubungan kota Malang selaku pelaksana kebijakan di bidang perhubungan. Hanya saja
22[22] Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2010) h. 105
dalam implementasinya banyak ditemukan pelanggaran yang dilakukan oleh sopir angkot.
Hal itu disinyalir karena sebagian masyarakat menerima begitu saja pelanggaran yang ada.
Kurangnya pengaduan dari masyarakat inilah yang menjadikan sopir angkot terbiasa dengan pola
pelanggaran seperti yang telah dipaparkan di atas. Dari sinilah pentingnya kesadaran hukum bagi
seluruh aspek kehidupan masyarakat agar terciptanya system hukum yang sempurna dan tidak terjadi
ketimpangan
D. DAFTAR PUSTAKA
Ananda, Kiky Rizky. Pemberlakuan Tarif Angkutan Umum Perdesaan Bagi Pengguna Jasa Angkutan Umum
Menurut Peraturan Daerah No. 27 Tahun 2013 dan Maslahah Mursalah, Malang: UIN Malang,
2016.
Evanti, Nukila dan Nurul Ghufron, Paham Peraturan Daerah (PERDA) Berperspektif HAM (Hak Asasi
Manusia). Jakarta: Raja Grafindo, 2014
Friedman, Lawrence M. American Law An Introduction Second Edition (Hukum Amerika Sebuah Pengantar)
Penerjemah Wishnu Basuki, Jakarta: PT. Tatanusa, 2001
Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika, 2002.
Hadjar, Abdul Fickar dkk. Analisis komparatif Budaya Hukum Profesional Hukum Indonesia.
http://www.reformasihukum.org/ID/file/anggota/Analisis%20komparatif%20Budaya%20Hukum
%20Profesional.pdf
Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di
Jalan dengan Kendaraan Bermotor Umum
Peraturan Walikota Malang Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Walikota Malang
Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Tarip Angkutan