Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus
membutuhkan orang lain disekitarnya. Salah satu
kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk melakukan
interaksi sesama manusia. Kebutuhan sosial yang dimaksud
adalah rasa dimiliki oleh orang lain, pengakuan dari
orang lain, penghargaaan orang lain, serta pernyataan
diri. Interaksi yang dilakukan tidak selamanya memberikan
hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh
individu sehingga mungkin terjadi suatu gangguan terhadap
kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain.
Untuk mengatasi gangguan interaksi pada klien jiwa,
therapi aktivitas kelompok sering diperlukan dalam
praktek keperawatan kesehatan jiwa karena merupakan
keterampilan therapeutik. Therapi aktivitas kelompok
merupakan bagian dari therapi modalitas yang berupaya
meningkatkan psikotherapi dengan sejumlah klien dalam
waktu yang bersamaan.
Ada dua tujuan umum dari terapi aktivitas kelompok
ini yaitu tujuan terapeutik dan tujuan rehabilitatif.
Tujuan terapeutik meliputi : 1) Menggunakan kegiatan
untuk memfasilitasi interaksi, 2) Mendorong sosialisasi
dengan lingkungan (hubungan dengan luar diri klien),
3)Meningkatkan stimulus realitas dan respon individu, 4)
Memotivasi dan mendorong fungsi kognitif dan afektif, 5)
Meningkatkan rasa dimiliki, 6) Meningkatkan rasa percaya
diri, 7)Belajar cara baru dalam menyelesaikan masalah,
Sedangkan tujuan rehabilitatif meliputi 1) Meningkatkan
kemampuan untuk ekpresi diri, 2) Meningkatkan kemampuan
empati, 3) Meningkatkan keterampilan sosial, 4)
Meningkatkan pola penyelesaian masalah.
Beberapa aspek dari klien yang harus diperhatikan
dalam penjaringan klien yang akan diberikan aktivitas
kelompok adalah :
1.Aspek emosi
Gelisah, curiga, merasa tidak berguna, tidak
dicintai, tidak dihargai, tidak diperhatikan, merasa
disisihkan, merasa terpencil, klien merasakan takut
dan cemas, menyendiri, menghindar dari orang lain
2.Aspek intelektual
Klien tidak ada inisiatif untuk memulai pembicaraan,
jika ditanya klien menjawab seperlunya, jawaban klien
sesuai dengan pertanyaan perawat
3.Aspek sosial
Klien sudah dapat membina hubungan saling percaya
dengan perawat, klien mengatakan bersedia mengikuti
therapi aktivitas, klien mau berinteraksi minimal
dengan satu perawat lain ke satu klien lain
Therapi aktivitas kelompok sosialisasi dan
stimulasi persepsi merupakan sebagian dari terapi
aktifitas kelompok yang bisa dilaksanakan dalam praktek
keperawatan jiwa. Terapi ini diharapkan dapat memacu
klien untuk melakukan hubungan interpersonal yang adekuat
dan mengidentifikasi secara benar stimulus persepsi
eksternal.

B. TUJUAN:
1. Tujuan Umum:
Klien mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar
anggota kelompok dan memotivasi proses pikir dan afektif
2. Tujuan Khusus:
a. Klien mampu berespon terhadap klien lain
dengan mendengarkan klien lain yang sedang
berbicara.
b. Klien mampu memberikan tanggapan pada
pertanyaan yang diajukan.
c. Klien mampu menterjemahkan perintah sesuai
dengan permainan.
d. Klien mampu mengikuti aturan main yang telah
ditetapkan.
e. Klien mampu memilih topic (cara mengendalikan
marah, ) yang dibicarakan.
f. Klien mampu mengemukakan pendapat mengenai
therapi aktivitas kelompok yang dilakukan.

C. Manfaat
a. Meningkatkan kemampuan interaksi antara klien-
perawat
b. Sebagai evaluasi keberhasilan pemberian asuhan
keperawatan.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. KONSEP KELOMPOK
Individu sebagai makhluk sosial tidak bisa dihindarkan
dengan interaksi sosial dan bentuk-bentuk interaksi sosial
yang dijalin. Dilain pihak individu juga tidak dapat lepas
dari situasi tempat ia berada dan situasi ini sangat
berpengaruh terhadap kelompok yang terbentuk akibat situasi
tersebut. Dalam hubungan dengan kelompok akan diuraikan
berikut ini.
1. Pengertian Kelompok
Kelompok adalah kumpulan orang-orang yang
merupakan kesatuan sosial yang mengadakan interaksi yang
intensif dan mempunyai tujuan bersama. Menurut W.H.Y
Sprott mendefinisikan kelompok sebagai beberapa orang
yang bergaul satu dengan yang lain. Kurt Lewin
berpendapat the essence of a group is not the
similarity or dissimilarity of its members but their
interdependence . Sedangkan H.Smith menguraikan bahwa
kelompok adlah suatu unit yang terdapat beberapa
individu, yang mempunyai kemampuan untuk berbuat dengan
kesatuannya melalui cara dan dasar kesatuan persepsi.
Interaksi antar angggota kelompok dapat menimbulkan
kerja ama apabila masing-masing anggota kelompok :
a. Mengerti akan tujuan yang dibebankan di dalam
kelompok tersebut
b. Adanya saling menghormati diantara anggota-
anggotanya
c. Adanya saling menghargai pendapat anggota lain
d. Adanya saling keterbukaan, toleransi dan
kejujuran di antara anggota kelompok
2. Kelompok dan Pengukurannya
Indivudu sebagai insan yang berbudaya menyandang
fungsi ganda, yaitu sebagai makhluk individu (biologis)
dan sebagai makhluk sosial (social beings). Sebagai
makhluk individu, ia sesring diliput oleh kecenderungan-
kecenderungan (keinginan-keinginan). Sebagai mkhluk
sosial, ia cenderung berkelompok dua orang atau lebih
yang mempunyai obyek perhatian yang sama, saling
pengaruh-mempengaruhi, memupuk kepercayaan dan loyalitas
serta berpartisipasi dalam kegiatan yang sama untuk
memenuhi kebutuhannya. Ia menagadakan interaksi dengan
individu lainya. Mereka mengembangkan ieolodi kelompok
yang mengatur dan mengarahkan sikap dan tindakannya,
saling pengaruh mempengaruhi alam memenuhi keputusannya.
Konsep tentang kelompok mengandung interprestasi yang
berlainan. Sherif dan Burgoon (1978) memberikan batasan
kelompok sebagai suatu unit sosial dan organisme hidup
yang menyerupai individu. Kelompok adalah unit sosial
yang terdiri dari sejumlah individu yang mempunyai
huvungan saling tergantung satu sama lain sesuai dengan
status dan peranannya.
Secara tertulis atau tidak, mereka telah
mengadakan norma yang mengatur tingkah laku anggota
kelompoknya.
3. Kelompok Sebagai Organisme Hidup
Kelompok sebagai organisme hidup senantiasa memacu
dirinya mencapai tujuan kelompoknya. Kelompok memiliki
karakteristik seperti individu. Dalam kelompok sering
terjadi frustasi, agresi, kemunduran, diintegrasi,
kekacauan, dan lain-lain. Seperti halnya individu,
kelompok mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Dalam
mengkoordinasi aktivitas anggota, kelompok tidak jarang
menemukan sejumlah hambatan dan kesulitan, karena arah
dan tujuan kelompok tidak jelas. Suatu kelompok yang
sedang dalam proses on becoming acapkali terjadi
benturanbenturan (conflik). Cara berfikir dan bertindak
telah matang atau dewasa. Anggota-anggotanya ingin bebas
dan independent. Kelompok yang matang yaitu mampu
menciptakan keterpaduan yang sehat dalam kelompok,
mengetahui apa yang ingin di perbuat dalam kelompoknya,
bertanggungjawab atas memecahkan masalahnya secara
objektif, mengadakan pembagian tugas yang sesuai dengan
kemampuan anggotanya, menyusun dan membuat langkah-
langkah kegiatan sesuai dengan situasi yang berkembang,
dan perhatiannya mengutamakan groups concerns dari
pada personal concerns
4. Jenis-Jenis Kelompok
Dalam memahami jenis-jenis kelompok, dapat dilihat
dari segi struktur, fungsi dan interaksi serta dari segi
frekuensi interaksinya. Berdasarkan struktur, kelompok
dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu kelompok formal
dan kelompok in formal (Rogers,1960). Ciri dari kelompok
formal adalah dibentuk melalui prosedur resmi, berstatus
resmi dan didukung dengan peraturan-peraturan tertulis,
struktur dan norma-norma kelompok dirumuskan secara
tegas, tujuannya dijabarkan secara tertulis, interaksi
antar anggota kelompok lebih bersifat resmi, bukan
kekeluargaan.Sedangkan kelompok informal adalah
sebaliknya, yang dicirikan dengan, pembentukan tidak
perlu memlalui prosedur resmi, anggotanya mempunyai
ikatan emosional yang yang kuat, dirumuskan secara tegas
dan interaksi para anggota lebih bersifat kekeluargaan.
Berdasarkan atas fungsinya, kelompok dapat dibagi
dua jenis yaitu kelompok tugas dan kelompok sosial
(Soedijanto, 1980). Kelompok tugas adalah kelompok yang
fungsi utamanya untuk melaksanakan dan menyelesaikan
tugas-tugas tertentu. Sedangkan kelompok sosial adalah
kelompok yang fungsi utamanya untuk mencapai
kesejahteraan soaial dan menghasilkan keputusan bagi
anggotanya. Timbul kelompok sosial ini didasarkan atas
rasa senang dan kesukarelaan.
Berdasarkan atas pola interaksi, kelompok dapat
dibedakan atas tiga jenis, yaitu kelompok interaksi,
kelompok koaksi dan kelompok kounteraksi (Soedijanto,
1980). Menurut Cooley dilihat dari frekuensinya,
kelompok dapat digolongkan atas dua jenis yaitu kelompok
primer dan kelompok sekunder.
5. Aspek-Aspek Dinamika dalam Kelompok
Memahami dinamika suatu kelompok berarti memahami
kekuatan-kekuatan yang timbul dari berbagai sisi yang
terjadi di dalam kelompok. Lewin (1951), Cartwright
(1968) dan Schen (1969) mengatakan bahwa kekuatan-
kekuatan kelompok tersebut meliputi :
a. Tujuan Kelompok
Tujuan Kelompok merupakan alah satu aspek dinamika.
Tujuan kelompok merupakan gambaran tentang sesuatu
hasil yang diharapkan tercapai oleh kelompok. Proses
untuk mencapai tujuan tersebut memerlukan berbagai
usaha meskipun masih sering terlambat, karena
kebutuhan dan tujuan setiap anggota berlainan satu
sama lain, kebutuhan dan tujuan yang terucapkan
sering berbeda dengan yang terasa dan tujuan yang
diharapkan tidak selamanya sama

1. Kebutuhan Dasar Individu


Maslow yang terkenal dengan konsep Dynamic of
Human Motivication berpendapat bahwa motivation
and its resultan behavior bersumber dari dalam
untuk merespon kebutuhan manusia bervariasi dan
tersusun secara hirarhis. Kebutuhan yang lebih
tinggi hanya akan ada sebagai motivator dan tidak
dapat terwujud bila kebutuhan jenjang di bawahnya
belum terpenuhi. Perwujudan diri itulah yang
merupakan kebutuhan manusia yang paling
fundamental dan yang terpenting.
2. Minat Kelompok
Konsep kebutuhan dan minat sering dipakai secara
simultan. Kebutuhan sifatnya lebih mendasar dan
bertalian erat dengan motivasi manusia, sedangkan
minat lebih dominan dan lebih konkrit. Minat
bersumber dari pengalaman hidup seseorang.
Pengalaman menunjukan bahwa kelompok-kelompok
yang lebih homogen minat dan nilai-nilainya lebih
cepat berpartisipasi dari pada yang heterogen,
karena yang homogen biasanya memiliki sikap-sikap
yang sama.
3. Nilai-Nilai
Agar tujuan-tujuan yang ingin dicapai relevan
dengan kepentingan anggota, maka kebutuhan dan
tujuan hendaknya diseleksi menurut prioritas
kebutuhan. Untuk menentukan dan menetapkan
kebutuhan dan tujuan yang mosturgent, Rath dan
kawankawan (Ingalls, 1973) mengajukan tujuh
kriteria dalam mengadakan penilaiannya, yaitu :
a. Memilih secara bebas
b. Memilih dari sejumlah alternatif
c. Memilih setelah mempertimbangkan secara
teliti mengenai konsekuensi alternatif
d. Menghargai dan menjunjung tinggi apa
yang telah di putuskan atau dipilih.
e. Memperkuat dan mensahkan, artinya kita
harus bangga terhadap apa yang telah dipilih
f. Melaksanakan apa yang telah ditetapkan
g. Mengulangi, artinya menerapkan kembali
kriteria ini dalam situasi kehidupan yang sama
dan dialami oleh anggota kelompok
b. Peran Fungsional Anggota Kelompok
Anggota kelompok memegang peranan dan fungsi
yang berlainan. Pada kelompok yang sedang tumbuh,
anggota ingin mengetahui peran fungsional. Dalam
kelompok sering terjadi ketegangan-ketegangan
(tensions). Anggota kelompok mengadakan gerakan-
gerakan (movement). Ada yang ingin menjadi leader,
harmonizer, compromisers, dan yang lainnya hanya
ingin mengacau dan membuat konflik dengan mengadakan
reaksi logis. Selama issues ini masih berkembang
maka tidak akan tercipta freedom dan flexibility.
Pada kelompok yang berstruktur terdapat bentuk
hubungan individu yang disesuaikan dengan posisi dan
peranan masing-masing anggota. Kelompok yang
berstuktur biasanya telah memiliki pola hubungan
yang stabil anatara anggota kelompok. Dalam kelompok
terdapat bentuk interaksi kelompok untuk mengatur
dirinya sendiri dalam mencapaitujuannya. Bentuk
hubungan interaksi itu bertalian dengan :
1. Pengambilan keputusan
2. Pembagian tugas pekerjaan
3. Komunikasi antar sesama anggota
c. Suasana Kelompok
Suasana kelompok sebagai salah satu faktor
dinamika kelompok memegang peranan penting dalam
menimbulkan reaksi anggota dalam kelompoknya.
Kelompok yang menarik adalah kelompok yang dimana
anggotanya merasa saling diterima dan dihargai serta
penuh persaudaraan.
Suasana kelompok itu mengandung nilai-nilai
moralitas, sikap dan perasaan-perasaan yang pada
umumnya terdapat dalam kelompok. Suasana kelompok
itu ada yang positif dan ada yang negatif, ada ynag
menggairahkan dan ada pula yang mengekang. Baik
buruknya suasana kelompok tergantung pada :
1. Hubungan antar anggota
Dengan menumbuhkan suasana yang
menyenangkan, anggota dapt bekerja dengan penuh
tanggung jawab. Kebebasan berkreasi dalam
kelompok hendaknya dibina dan diarahkan sehingga
kelompok bisa berkembang. Ada lima macam perilaku
kreatif yang bisa membangkitkan kemampuan
berkreasi, antara lain :
a. Kelancaran, yaitu kemempuan mengemukakan
ide-ide serupa untuk memecahkan suatu masalah.
b. Keluwesan, yaitu kemampuan menemukan
atau menghasilkan berbagai macam ide untuk
memecahkan suatu masalah di luar kategori
biasa.
c. Keaslian (originality), yaitu kemampuan
memberikan respon unik.
d. Ketelitian (elaboration), yaitu
kemampuan mengarahkan ide secara teliti untuk
mewujudkan ide menjadi kenyataan.
e. Kepekaan, yaitu kepekaan menangkap dan
membangkitkan masalah sebagai tanggapan
terhadap suatu situasi.
2. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik yang menyenangkan akan
merangsang dan mengarahkan, sehingga semangat
kerja kelompok menjadi besar. Kelompok akan
menjadi dinamis.
3. Kekompakan Kelompok
Kekompakan kelompok adalah derajat rasa
untuk menetap di dalam kelompok. Anggota kelompok
yang kompak akan lebih memperhatikan
kesejahteraan anggotanya, tujuannya, dan
mendorong anggotanya untuk berparisipasi dalam
kegiatan kelompoknya. Kekompakan kelompok
mempengaruhi perilaku kelompok. Kerjasama,
persaudaraan dan solidaritas antar sesama anggota
semakin tampak pada kelompok yang kohesif. Pada
kelompok yang kurang kohesif kelihatannnya masing
menggantungkan diri, kurang kepedulian kepada
anggotanya.
4. Pembinaan Kelompok
Kesadaraan anggota untuk tetap tinggal dalam
kelompok akan menatap jika ada pembinaan. Menurut
Margono, pembinaan kelompok akan berhasil
apabila:
a. Semua anggota berpartisipasi
b. Fasilitas memadai
c. Kegiatan kelompok intensitas terus menarik
d. Kesempatan mendapatkan anggota baru.
Semakin terbuka mendapatkan anggota baru,
semakin berhasil usaha memperhatikan kehidupan
kelompok.
d. Tekanan kelompokTekanan kelompok adalah segala
sesuatu yang menimbulkan dorongan berbuat sesuatu
untuk tercapainya tujuan kelompok. Sistem penguatan dan
hukuman yang diberikan kepada anggota kelompok
merupakan salah satu bentuk tekanan kelompok. Tekanan
kelompok diberikan kepada anggota dengan maksud untik
memperkecil perbedaanperbedaan yang timbul dalam
kelompok karena perbedaan keinginan anggota dan
dilakukan oleh orang-orang tertentu yang lebih dominan.
e. Keefektifan kelompok
Keefektifan kelompok merupakan salah satu faktor
dinamika kelompok. Menurut Krech kelompok yang kreatif,
efektif dan menjalankan fungsinya secara sehat, biasanya
:
1. Memiliki suasana yang informal, confortable
dan relaxed.
2. Anggota kelompok selalu berpartisipasi dalam
setiap kegiatan diskusi untuk kepentingan tugas
kelompo.
3. Tugas dan tujuan kelompok saling memperhatikan
satu sama lain.
4. Anggota-anggota kelompok saling memperhatikan
satu sama lain
5. Berani mengemukakan pendapat walaupun
suasananya genting.
6. Tidak suka menaruh rahasia yang konfrontatif
7. Sebagian besar keputusan diperoleh dengan
hasil konsensus.
8. Terbuka terhadap kritikan, keterusterangan dan
relatif menyenangkan.
9. Anggota kelompok bebas mengemukakan pendapat
untuk kelangsungan hidup kelompok.
10. Pembagian tugas-tugas bagi anggota cukup jelas
11. Ketua kelompok tidak mendominasi kelompok,
pergantian ketua kelompok disesuaikan dengan
situasi.
12. Lebih menekankan pada prinsip how to get the
job done
13. Anggota sadar sendiri akan tugas-tugasnya.

B. PENGERTIAN NARKOBA
1. Pengertian NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari narkotika,
psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, meliputi zat
alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan
perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan
ketergantungan (BNN, 2004).
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau
fungsi beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya.
Manfaat maupun risiko penggunaan NAPZA bergantung pada
seberapa banyak, seberapa sering, cara menggunakannya,
dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang
dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010).
2. JenisJenis NAPZA
NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika,
psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Tiap jenis
dibagi-bagi lagi ke dalam beberapa kelompok.
a. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun bukan
sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran dan hilangnya rasa. Zat ini dapat
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang
sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleran
(penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan) yang
sangat tinggi. Ketiga sifat narkotika inilah yang
menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat lepas dari
cengkraman-nya.
Berdasarkan Undang-Undang No.35 Tahun 2009,
jenis narkotika dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu
narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III.
1) Narkotika golongan I adalah : narkotika yang
paling berbahaya. Daya adiktifnya sangat tinggi.
Golongan ini tidak boleh digunakan untuk
kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau
ilmu pengetahuan. Contohnya ganja, heroin, kokain,
morfin, opium, dan lain-lain.
2) Narkotika golongan II adalah : narkotika yang
memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk
pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah petidin
dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-
lain.
3) Narkotika golongan III adalah : narkotika yang
memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat
untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
kodein dan turunannya.
b. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan
narkotika, baik alamiah maupun sintetis, yang memiliki
khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika
adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati
gangguan jiwa (psyche).
Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997,
psikotropika dapat dikelompokkan ke dalam 4 golongan,
yaitu :
1) Golongan I adalah : psikotropika dengan daya
adiktif yang sangat kuat, belum diketahui
manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti
khasiatnya. Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD,
dan STP.
2) Golongan II adalah : psikotropika dengan daya
adiktif kuat serta berguna untuk pengobatan dan
penelitian. Contohnya adalah amfetamin,
metamfetamin, metakualon, dan sebagainya.
3) Golongan III adalah : psikotropika dengan daya
adiksi sedang serta berguna untuk pengobatan dan
penelitian. Contohnya adalah lumibal,
buprenorsina, fleenitrazepam, dan sebagainya.
4) Golongan IV adalah : psikotropika yang
memiliki daya adiktif ringan serta berguna untuk
pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
nitrazepam (BK, mogadon, dumolid), diazepam, dan
lain-lain.
c. Bahan Adiktif Lainnya
Golongan adiktif lainnya adalah zat-zat selain
narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan
ketergantungan. Contohnya :
1) Rokok
2) Kelompok alkohol dan minuman lain yang
memabukkan dan menimbulkan ketagihan.
3) Thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu,
penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bila
dihisap, dihirup, dan dicium, dapat memabukkan.
Jadi, alkohol, rokok, serta zat-zat lain yang
memabukkan dan menimbulkan ketagihan juga tergolong
NAPZA (Partodiharjo, 2008).
3. Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang
bersifat patologis, paling sedikit telah berlangsung
satu bulan lamanya sehingga menimbulkan gangguan dalam
pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya NAPZA banyak
dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya
menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi
karena efeknya enak bagi pemakai, maka NAPZA kemudian
dipakai secara salah, yaitu bukan untuk pengobatan
tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat. Penyalahgunaan
NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna merasa
ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan
kerusakan fisik ( Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009
Ketergantungan adalah kondisi yang ditandai oleh
dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-
menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan
efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi
dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala
fisik dan psikis yang khas.
Ketergantungan terhadap NAPZA dibagi menjadi 2,
yaitu (Sumiati, 2009):
a. Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang
mengurangi atau menghentikan penggunaan NAPZA tertentu
yang biasa ia gunakan, ia akan mengalami gejala putus
zat. Selain ditandai dengan gejala putus zat,
ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya
toleransi.
b. Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila
berhenti menggunakan NAPZA tertentu, seseorang akan
mengalami kerinduan yang sangat kuat untuk menggunakan
NAPZA tersebut walaupun ia tidak mengalami gejala
fisik.
4. Tahapan Pemakaian NAPZA
Ada beberapa tahapan pemakaian NAPZA yaitu sebagai
berikut :
a. Tahap pemakaian coba-coba (eksperimental)
Karena pengaruh kelompok sebaya sangat besar,
remaja ingin tahu atau coba-coba. Biasanya mencoba
mengisap rokok, ganja, atau minum-minuman beralkohol.
Jarang yang langsung mencoba memakai putaw atau minum
pil ekstasi.
b. Tahap pemakaian sosial
Tahap pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul
atau pada acara tertentu), ingin diakui/diterima
kelompoknya. Mula-mula NAPZA diperoleh secara gratis
atau dibeli dengan murah. Ia belum secara aktif
mencari NAPZA.
c. Tahap pemakaian situasional
Tahap pemakaian karena situasi tertentu,
misalnya kesepian atau stres. Pemakaian NAPZA sebagai
cara mengatasi masalah. Pada tahap ini pemakai
berusaha memperoleh NAPZA secara aktif.
d. Tahap habituasi (kebiasaan)
Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap
pemakaian teratur (sering), disebut juga
penyalahgunaan NAPZA, terjadi perubahan pada faal
tubuh dan gaya hidup. Teman lama berganti dengan teman
pecandu. Ia menjadi sensitif, mudah tersinggung,
pemarah, dan sulit tidur atau berkonsentrasi, sebab
narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupannya. Minat
dan cita-citanya semula hilang. Ia sering membolos dan
prestasi sekolahnya merosot. Ia lebih suka menyendiri
daripada berkumpul bersama keluarga.
e. Tahap ketergantungan
Ia berusaha agar selalu memperoleh NAPZA dengan
berbagai cara. Berbohong, menipu, atau mencuri menjadi
kebiasaannya. Ia sudah tidak dapat mengendalikan
penggunaannya. NAPZA telah menjadi pusat kehidupannya.
Hubungan dengan keluarga dan teman-teman rusak.
Pada ketergantungan, tubuh memerlukan sejumlah
takaran zat yang dipakai, agar ia dapat berfungsi
normal. Selama pasokan NAPZA cukup, ia tampak sehat,
meskipun sebenarnya sakit. Akan tetapi, jika
pemakaiannya dikurangi atau dihentikan, timbul gejala
sakit. Hal ini disebut gejala putus zat (sakaw).
Gejalanya bergantung pada jenis zat yang digunakan.
Orang pun mencoba mencampur berbagai jenis NAPZA
agar dapat merasakan pengaruh zat yang diinginkan,
dengan risiko meningkatnya kerusakan organ-organ
tubuh.
Gejala lain ketergantungan adalah toleransi,
suatu keadaan di mana jumlah NAPZA yang dikonsumsi
tidak lagi cukup untuk menghasilkan pengaruh yang sama
seperti yang dialami sebelumnya. Oleh karena itu,
jumlah yang diperlukan meningkat. Jika jumlah NAPZA
yang dipakai berlebihan (overdosis), dapat terjadi
kematian (Harlina, 2008).

5. Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA


Menurut Soetjiningsih (2004), faktor risiko yang
menyebabkan penyalahgunaan NAPZA antara lain faktor
genetik, lingkungan keluarga, pergaulan (teman sebaya),
dan karakteristik individu.
a. Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil
penelitian bahwa remaja dari orang tua kandung
alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai peminum
alkohol dibandingkan remaja dari orang tua angkat
alkoholik. Penelitian lain membuktikan remaja kembar
monozigot mempunyai risiko alkoholik lebih besar
dibandingkan remaja kembar dizigot.
b. Lingkungan Keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar
pengaruhnya terhadap penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh
orang tua yang demokratis dan terbuka mempunyai
risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah dibandingkan
dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang
ketat.
Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga
mampu menciptakan kebahagiaan bagi semua anggotanya.
Banyak keluarga mengalami problem-problem tertentu.
Salah satunya ketidakharmonisan hubungan keluarga.
Banyak keluarga berantakan yang ditandai oleh relasi
orangtua yang tidak harmonis dan matinya komunikasi
antara mereka.
Ketidakharmonisan yang terus berlanjut sering
berakibat perceraian. Kalau pun keluarga ini tetap
dipertahankan, maka yang ada sebetulnya adalah sebuah
rumah tangga yang tidak akrab dimana anggota keluarga
tidak merasa betah. Orangtua sering minggat dari
rumah atau pergi pagi dan pulang hingga larut malam.
Ke mana anak harus berpaling? Kebanyakan diantara
penyalahguna NAPZA mempunyai hubungan yang biasa-
biasa saja dengan orang tuanya. Mereka jarang
menghabiskan waktu luang dan bercanda dengan orang
tuanya (Jehani, dkk, 2006).
c. Pergaulan (Teman Sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan
NAPZA, teman kelompok sebaya (peer group) mempunyai
pengaruh yang dapat mendorong atau mencetuskan
penyalahgunaan NAPZA pada diri seseorang. Menurut
Hawari (2006) perkenalan pertama dengan NAPZA justru
datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman
kelompok ini dapat menciptakan keterikatan dan
kebersamaan, sehingga yang bersangkutan sukar
melepaskan diri. Pengaruh teman kelompok ini tidak
hanya pada saat perkenalan pertama dengan NAPZA,
melainkan juga menyebabkan seseorang tetap
menyalahgunakan NAPZA, dan yang menyebabkan
kekambuhan (relapse).
Bila hubungan orangtua dan anak tidak baik,
maka anak akan terlepas ikatan psikologisnya dengan
orangtua dan anak akan mudah jatuh dalam pengaruh
teman kelompok. Berbagai cara teman kelompok ini
memengaruhi si anak, misalnya dengan cara membujuk,
ditawari bahkan sampai dijebak dan seterusnya
sehingga anak turut menyalahgunakan NAPZA dan sukar
melepaskan diri dari teman kelompoknya.
Marlatt dan Gordon (1980) dalam penelitiannya
terhadap para penyalahguna NAPZA yang kambuh,
menyatakan bahwa mereka kembali kambuh karena
ditawari oleh teman-temannya yang masih menggunakan
NAPZA (mereka kembali bertemu dan bergaul). Kondisi
pergaulan sosial dalam lingkungan yang seperti ini
merupakan kondisi yang dapat menimbulkan kekambuhan.
Proporsi pengaruh teman kelompok sebagai penyebab
kekambuhan dalam penelitian tersebut mencapai 34%.
d. Karakteristik Individu
1) Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan
penyalahguna NAPZA adalah mereka yang termasuk
kelompok remaja. Pada umur ini secara kejiwaan
masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh
lingkungan, dan sedang mencari identitas diri serta
senang memasuki kehidupan kelompok. Hasil temuan
Tim Kelompok Kerja Pemberantasan Penyalahgunaan
Narkoba Departemen Pendidikan Nasional menyatakan
sebanyak 70% penyalahguna NAPZA di Indonesia adalah
anak usia sekolah (Jehani, dkk, 2006).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar
(2004) proporsi penyalahguna NAPZA tertinggi pada
kelompok umur 17-19 tahun (54%).
2) Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil
penelitian yang menyatakan apakah pendidikan
mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA. Akan tetapi,
pendidikan ada kaitannya dengan cara berfikir,
kepemimpinan, pola asuh, komunikasi, serta
pengambilan keputusan dalam keluarga.
Hasil penelitian Prasetyaningsih (2003)
menunjukkan bahwa pendidikan penyalahguna NAPZA
sebagian besar termasuk kategori tingkat pendidikan
dasar (50,7%). Asumsi umum bahwa semakin tinggi
pendidikan, semakin mempunyai wawasan/pengalaman
yang luas dan cara berpikir serta bertindak yang
lebih baik. Pendidikan yang rendah memengaruhi
tingkat pemahaman terhadap informasi yang sangat
penting tentang NAPZA dan segala dampak negatif
yang dapat ditimbulkannya, karena pendidikan rendah
berakibat sulit untuk berkembang menerima informasi
baru serta mempunyai pola pikir yang sempit.
3) Pekerjaan
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian
Kesehatan Universitas Indonesia tahun 2009 di
kalangan pekerja di Indonesia diperoleh data bahwa
penyalahguna NAPZA tertinggi pada karyawan swasta
dengan prevalensi 68%, PNS/TNI/POLRI dengan
prevalensi 13%, dan karyawan BUMN dengan prevalensi
11% (BNN, 2010).
6. Dampak Penyalahgunaan NAPZA
a. Terhadap kondisi fisik
1. Akibat zat itu sendiri
Termasuk di sini gangguan mental organik
akibat zat, misalnya intoksikasi yaitu suatu
perubahan mental yang terjadi karena dosis berlebih
yang memang diharapkan oleh pemakaiannya.
Sebaliknya bila pemakaiannya terputus akan terjadi
kondisi putus zat. Contohnya :
a) Ganja : pemakaian lama menurunkan daya tahan
sehingga mudah terserang infeksi. Ganja juga
memperburuk aliran darah koroner.
b) Kokain : bisa terjadi aritmia jantung, ulkus
atau perforasi sekat hidung, jangka panjang
terjadi anemia dan turunnya berat badan.
c) Alkohol : menimbulkan banyak komplikasi,
misalnya : gangguan lambung, kanker usus,
gangguan hati, gangguan pada otot jantung dan
saraf, gangguan metabolisme, cacat janin dan
gangguan seksual.
2. Akibat bahan campuran/pelarut : bahaya yang
mungkin timbul : infeksi, emboli.
3. Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril
Akan terjadi infeksi, berjangkitnya AIDS atau
hepatitis.
4. Akibat pertolongan yang keliru. Misalnya dalam
keadaan tidak sadar diberi minum.
5. Akibat tidak langsung
Misalnya terjadi stroke pada pemakaian alkohol atau
malnutrisi karena gangguan absorbsi pada pemakaian
alkohol.
6. Akibat cara hidup pasien
Terjadi kurang gizi, penyakit kulit, kerusakan gigi
dan penyakit kelamin.
b. Terhadap kehidupan mental emosional
Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik
menimbulkan perubahan pada kehidupan mental emosional
yang bermanifestasi pada gangguan perilaku tidak
wajar. Pemakaian ganja yang berat dan lama
menimbulkan sindrom amotivasional. Putus obat
golongan amfetamin dapat menimbulkan depresi sampai
bunuh diri.
c. Terhadap kehidupan sosial
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan
obat akan mengganggu fungsinya sebagai anggota
masyarakat, bekerja atau sekolah. Pada umumnya
prestasi akan menurun, lalu dipecat/dikeluarkan yang
berakibat makin kuatnya dorongan untuk
menyalahgunakan obat.
Dalam posisi demikian hubungan anggota keluarga
dan kawan dekat pada umumnya terganggu. Pemakaian
yang lama akan menimbulkan toleransi, kebutuhan akan
zat bertambah. Akibat selanjutnya akan memungkinkan
terjadinya tindak kriminal, keretakan rumah tangga
sampai perceraian. Semua pelanggaran, baik norma
sosial maupun hukumnya terjadi karena kebutuhan akan
zat yang mendesak dan pada keadaan intoksikasi yang
bersangkutan bersifat agresif dan impulsif (Alatas,
dkk, 2006).
7. Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA
Pencegahan penyalahgunaan NAPZA, meliputi (BNN,
2004) :
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang
ditujukan kepada mereka, individu, keluarga, kelompok
atau komunitas yang memiliki risiko tinggi terhadap
penyalahgunaan NAPZA, untuk melakukan intervensi agar
individu, kelompok, dan masyarakat waspada serta
memiliki ketahanan agar tidak menggunakan NAPZA.
Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia
dini, agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh
kembang anak dapat diatasi dengan baik.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok
atau komunitas yang sudah menyalahgunakan NAPZA.
Dilakukan pengobatan agar mereka tidak menggunakan
NAPZA lagi.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang
sudah pernah menjadi penyalahguna NAPZA dan telah
mengikuti program terapi dan rehabilitasi untuk
menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan pencegahan
terhadap penyalahguna yang kambuh kembali adalah
dengan melakukan pendampingan yang dapat membantunya
untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya,
detoksifikasi, maupun dengan melakukan rehabilitasi
kembali.
8. Terapi dan Rehabilitasi
a. Terapi
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya
dengan detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk
mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan
dua cara yaitu:
1) Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang
berhenti menggunakan zat yang mengalami gajala
putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan
gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan
saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti
sendiri.
2) Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan
memberikan jenis opiat misalnya kodein,
bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti
ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi
adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap
sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian
substitusi dapat juga diberikan obat yang
menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat
penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur
atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat
putus zat tersebut (Purba, 2008).
b. Rehabilitasi
Yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah upaya
memulihkan dan mengembalikan kondisi para mantan
penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti sehat
fisik, psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan
kondisi sehat tersebut diharapkan mereka akan mampu
kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya
sehari-hari.
Menurut Hawari (2006) jenis-jenis rehabilitasi
antara lain :
1) Rehabilitasi Medik
Dengan rehabilitasi medik ini dimaksudkan
agar mantan penyalahguna NAPZA benar-benar sehat
secara fisik. Termasuk dalam program rehabilitasi
medik ini ialah memulihkan kondisi fisik yang
lemah, tidak cukup diberikan gizi makanan yang
bernilai tinggi, tetapi juga kegiatan olahraga yang
teratur disesuaikan dengan kemampuan masing-masing
yang bersangkutan.
2) Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar
peserta rehabilitasi yang semula bersikap dan
bertindak antisosial dapat dihilangkan, sehingga
mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan
sesama rekannya maupun personil yang membimbing
atau mengasuhnya.
Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah
psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap
sebagai rehabilitasi keluarga terutama bagi
keluarga-keluarga broken home. Konsultasi keluarga
ini penting dilakukan agar keluarga dapat memahami
aspek-aspek kepribadian anaknya yang terlibat
penyalahgunaan NAPZA, bagaimana cara menyikapinya
bila kelak ia telah kembali ke rumah dan upaya
pencegahan agar tidak kambuh.
3) Rehabilitasi Psikososial
Dengan rehabilitasi psikososial ini
dimaksudkan agar peserta rehabilitasi dapat kembali
adaptif bersosialisasi dalam lingkungan sosialnya,
yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di tempat
kerja. Program ini merupakan persiapan untuk
kembali ke masyarakat. Oleh karena itu, mereka
perlu dibekali dengan pendidikan dan keterampilan
misalnya berbagai kursus ataupun balai latihan
kerja yang dapat diadakan di pusat rehabilitasi.
Dengan demikian diharapkan bila mereka telah
selesai menjalani program rehabilitasi dapat
melanjutkan kembali ke sekolah/kuliah atau bekerja.
4) Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan
penting. Unsur agama dalam rehabilitasi bagi para
pasien penyalahguna NAPZA mempunyai arti penting
dalam mencapai penyembuhan. Unsur agama yang mereka
terima akan memulihkan dam memperkuat rasa percaya
diri, harapan dan keimanan. Pendalaman, penghayatan
dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini akan
menumbuhkan kekuatan kerohanian pada diri seseorang
sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin
terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA.
5) Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan
(pasca rehabilitasi) yaitu program atau kegiatan
yang dapat diikuti oleh mantan penyalahguna NAPZA
(yang telah selesai menjalani tahapan rehabilitasi)
dan keluarganya. Tujuan yang hendak dicapai dalam
forum silaturahmi ini adalah untuk memantapkan
terwujudnya rumah tangga/keluarga sakinah yaitu
keluarga yang harmonis dan religius, sehingga dapat
memperkecil kekambuhan penyalahgunaan NAPZA.
6) Program Terminal
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari
mereka sesudah menjalani program rehabilitasi dan
kemudian mengikuti forum silaturahmi, mengalami
kebingungan untuk program selanjutnya. Khususnya
bagi pelajar dan mahasiswa yang karena
keterlibatannya pada penyalahgunaan NAPZA di masa
lalu terpaksa putus sekolah menjadi pengangguran;
perlu menjalani program khusus yang dinamakan
program terminal (re-entry program), yaitu program
persiapan untuk kembali melanjutkan sekolah/kuliah
atau bekerja.
C.Terapi aktivitas kelompok
1. Pengertian
Menurut Direktorat kesehatan jiwa terapi kelompok
adalah psikoterapi yang dilakukan pada sekelompok klien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain
dipiampin oleh seorang terapis atau petugas kesehatan
jiwa yang terlatih.
2. Tujuan
a. Tujuan umum
o Meningkatkan kemampuan uji realitas
o Membentuk sosialisasi
o Meningkatkan fungsi psikiososial kesadaran
tentang hubungan antara reaksi emosional dengan
perilaku defensive
o Membangkitkan motivasi bagi kemampuan fungsi
kognitif dan afektif
b. Tujuan khusus
o Meningkatkan identitas diri
o Menyalurkan emosi
o Keterampilan hubungan social
c. Tujuan rehabilitatif
o Meningkatkan kemampuan hidup mandiri
o Sosialisasi ditengah masyarakat
o Empati
o Meningkatkan pengetahuan problema hidup dan
penyelesaian.
3. Jenis-jenis TAK
Terapi aktivitas kelompok berdasarkan masalah
keperawatan jiwa yang paling banyak ditemukan
dikelompokkan sebagai berikut:
a. TAK sosialisasi(untuk klien dengan menarik
diri yang sudah sampai pada tahap mampu
berintraksi dalam kelompok kecil dan sehat secara
fisik)
b. TAK stimulus persepsi sensori (untuk klien
yang yang mengalami gangguan sensori)
c. TAK orientasi realita (untuk klien halusinasi
yang telah dapat mengontrol halusinasinya, klien
waham yang telah dapat berorientasi kepada
realita dan sehat secara fisik)
d. TAK stimulus persepsi: halusinasi (untuk klien
dengan halusinasi)
e. TAK peningkatan harga diri (untuk klien dengan
harga diri rendah)
f. TAK penyaluran energi (untuk klien perilaku
kekerasan yang telah dapat mengekspresikan
marahnya konstruktif, klien menark diri yang
telah dapat berhubungan dengan orang lain secara
bertahap)

B. Indikasi dan kontra indikasi


1. Indikasi
a. Klien dengan masalah menarik diri
b. Klien dengan kondisi fisik sehat.
2. Kontra indikas
a. Waham
b. Hal yang tidak terkontrol
c. Depresi berat
d. Sosio/psikopat
e. Sedang menjalani terapi lain
f. Tidak ada harapan sembuh
g. pembosan

C.Terapi aktivitas kelompok sosialisasi


1. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi TAKS adalah upaya
memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien
dengan masalah hubungan social.
2. Tujuan TAKS
a. Tujuan Umum yaitu klien dapat meningkatkan
hubungan social dalam kelompok secara bertahap.
b. Tujuan khususnya yaitu :
Klien mampu memperkenalkan diri
Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota
kelompok
Klien mampu menyampaikan dan membicarakan
topic percakapan
Klien mampu menyampaikan dan membicarakan
masalah pribadi pada orang lain
Klien mampu bekerja sama dalam permainan
sosialisasi kelompok
Klien mampu menyampaikan pendapat tentang
manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan
3. Criteria dan Indikasi
Aktivitas TAKS dilakukan 3 sesi yang melatih
kemampuan sosialisasi klien. Klien yang mempunyai
indikasi TAKS adalah klien dengan gangguan hubungan
social sebagai berikut:
a. Klien menarik diri yang telah melakukan
interaksi interpersonal
b. Klien kerusakan komunikasi verbal yang telah
berespon sesuai dengan stimulus
4. Pengorganisasian
a. Pelaksanaan
Jenis TAK Ses Hari Tangga Wakt Tempat
i l u
Sosialisasi menarik 1 Juma 11 09.0 Ruang Walet
diri t oktobe 0 Dahlia RSJ
r 2013 dr. Radjiman
Wediodiningr
at

b. Pengorganisasian
Jenis TAK Sesi Leader Co Leader Fasilitator Observer operator
Sosialisas 1
i menarik
diri

c. Persiapan lingkungan
Ventilasi baik
Penerangan cukup
Suasanan tenang
Pengaturan posisi tempat duduk

5. Peran dan fungsi terapis


a. Leader
Pemimpin jalannya therapy aktifitas kelompok
Merencanakan, mengontrol dan mengatur jalannya
therapy
Menyampaikan materi sesuai tujuan TAk
Memimpin diskusi kelompok
b. Co. leader
Tugas
Membuka acara
Mendampingi leader
Mengambil alih posisi leader jika leader
bloking
Menyerahkan kembali posisi kepada leader
Menutup acara diskusi

c. Fasilitator
Tugas
Ikut serta dalam kegiatan kelompok
Memberikan stimulasi dan motivator pada
anggota kelompok untuk aktif mengikuti jalannya
therapy
d. Observer
Tugas
Mencatat serta mengamati respon klien (dicatat
pada format yang tersedia)
Mengawasi jalannya aktifitas kelompok dari
mulai persiapan, proses, hingga penutupan.
D.Setting

O
K
K
K
K
F
F
K

K
K

Co
L
Keterangan :
L : Leader
opr
Co : Co Leader
F : Fasilitator
O : Observer
K : Klien
Opr : operator
Petunjuk
Klien duduk melingkar bersama perawat
BAB III
PROSES PELAKSANAAN TAKS

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) :


NARKOBA(Fase I)
1. Jenis kegiatan : Merubut kursi saat music berhenti
2. Kriteria klien :
a. Menarik diri yang sudah sampai pada tahap
mampu berinteraksi dalam kelompok kecil
b. Sehat secara fisik
3. Tim Terapis
a. Leader : Alfisyahrin Patahabby
B. Co-leader : Neng Euis Sugiarti
C. Fasilitator : Ardriyatman
Ni Nengah Suwarni
D. Observer : Novian Arfiandinata

4. Alat/media :
a. Tape recorder
b. Kaset
c. kursi
Fase Orientasi
1. Salam terapeutik
2. Kontrak :
- Waktu : 20 menit
- Tempat : Ruang NAPZA, RSJ Dr. Radjiman
Widiodiningrat
- Topik : apa itu narkoba.
3. Tujuan aktivitas : klien dapat menyebutkan cara
mengendalikan emosi atau marahnya secara baik dan
benar.

4. Aturan main :
a. Setiap peserta harus mengikuti permainan dari
awal sampai dengan akhir
b. Bila ingin ke kamar kecil harus seijin
pemimpin TAK.

Fase Kerja
1. Hidupkan kaset pada tape recorder
2. Semua pasien dan perawat ikut menari bersama
3. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok harus
merubut kursi yang telah disiapkan oleh perawat dan
bagi anggota kelompok yang tidak memdapatkan kursi
harus menyebutkan : salam, nama lengkap, nama panggilan
yang disenangi, asal, dan hobi.
4. Kemudian Minta klien menyebutkan tentang apa itu
narkoba menurut meraka secara benar .
5. Ulangi lagi kegiatan diatas sampai semua anggota
mendapat giliran
6. Beri pujian untuk setiap keberhasilan klien dengan
memberi tepuk tangan.

Fase Terminasi
1. Evaluasi :
a. Leader TAK mengeksplorasikan perasaan anggota
kelompok setelah memperkenalkan diri. Contoh :
Bagaimana perasaannya setelah mengikuti kegiatan hari
ini?
b. Leader TAK memberikan umpan balik positif pada
anggota kelompok
c. Leader TAK meminta anggota kelompok untuk mencoba
mengenalkan diri pada orang lain dalam kehidupan sehari
harinya.

2. Kontrak yang akan datang :


- Waktu : 20 menit
- Tempat : Ruang NAPZA RSJ Dr. Radjiman
Widiodiningrat
- Topik/kegiatan : memperkenalkan diri
3. Hasil yang diharapkan :
75 % anggota kelompok mampu mempekenalkan diri : salam,
nama lengkap,nama panggilan, asal dan hobi.
No Waktu Kegiatan Kegiatan peserta
1 Pembukaan 5 1. Mengucapkan salam 1. Membalas salam
menit dan memperkenalkan
diri.
2. Menjelaskan latar
belakang diberika TAK. 2. Mendengarkan
penjelasan
2 Permaian 10 1. Menjelaskan alur 1. Mendengarkan
menit dari permaian aatu TAK penjelasan
2. Memulai permaian
dengan menari saat 2. Mengikuti jalan nya
musik di maiankan permaian
3. Saat musik di
matikan semua anggota 3. Mengikuti jalan nya
kelompok mulai merubut permaian
kursi yang ada
4. Bagi anggota
kelompok yang tidak
mendapatkan kursi, 4. Mendengarkan
maka ia harus penjelasan
menjelaskan tentang
narkoba yang benar
5. Diskusi / Tanya
jawab

5. Mendengarkan
penjelasan

3 Penutup 1. Menyampaikan 1. Mendengarkan


5 menit kesimpulan dan penjelasan.
menyarankan.
2. Mengucakan salam 2. Membalas salam.
penutup.

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) :


NARKOBA (Fase II)

1. Jenis kegiatan : Merubut Kursi saat music di


hentikan
2. Kriteria klien :
a. Menarik diri yang sudah sampai pada tahap mampu
berinteraksi dalam kelompok kecil
b. Sehat secara fisik
3. Alat/media :
a. Tape recorder
b. Kaset
c. Kursi
4. Tim Terapis
a. Leader : Neng Euis Sugiarti
b. Co-Leader : Andriyatman
c. Fasilitator : Ni Nengah Suwarni
Novian Arfiandinata
d. Observer : Alfisyahrin Patahabby

Fase Orientasi
1. Salam terapeutik
2. Kontrak :
- Waktu : 20 menit
- Tempat : Ruang NAPZA, RSJ Dr. Radjiman
Widiodiningrat
3. Topik : apa saja tanda- tanda dari marah
4. Tujuan aktivitas : klien dapat mengtahui apa saja
tanda-tanda dari pecandu narkoba
5. Aturan main :
a. Setiap peserta harus mengikuti permainan dari awal
sampai dengan akhir
b. Bila ingin ke kamar kecil harus seijin pemimpin
TAK.

Fase Kerja
1. Hidupkan kaset pada tape recorder
2. Semua pasien dan perawat ikut menari bersama
3. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok harus
merubut kursi yang telah disiapkan oleh perawat dan
bagi anggota kelompok yang tidak memdapatkan kursi
harus menyebutkan : salam, nama lengkap, nama panggilan
yang disenangi, asal, dan hobi.
4. Kemudian Minta klien menyebutkan tentang tanda
tanda dari pencadu narkoba menurut meraka secara benar
.
5. Ulangi lagi kegiatan diatas sampai semua anggota
mendapat giliran
6. Beri pujian untuk setiap keberhasilan klien dengan
memberi tepuk tangan.

Fase Terminasi
1. Evaluasi :
a.Leader TAK mengeksplorasikan perasaan anggota
kelompok setelah memperkenalkan diri. Contoh :
Bagaimana perasaannya setelah mengikuti kegiatan
hari ini?
b.Leader TAK memberikan umpan balik positif pada
anggota kelompok
c.Leader TAK meminta anggota kelompok untuk mencoba
mengenalkan diri pada orang lain dalam kehidupan
sehari harinya.
2. Kontrak yang akan datang :
- Waktu : 20 Menit
- Tempat : Ruang NAPZA, RSJ Dr. Radjiman
Widiodiningrat
- Topik/kegiatan : mengetahui tanda-tanda dari marah
4. Hasil yang diharapkan :
75 % anggota kelompok mampu :
a.Anggota kelompok mampu mengikuti jalannya Proses
TAK dengan baik .
b.Mengenal tanda-tanda dari marah yang benar dari
anggota kelompok yang lain.

No Waktu Kegiatan Kegiatan peserta


1 Pembukaan 1. Mengucapkan 1.Membalas salam
5 menit salam dan
memperkenalkan
diri. 2.Mendengarkan
2. Menjelaskan
penjelasan
latar belakang
diberika TAK.
2 Permaian 3. Menjelaskan 1. Mendengarkan
10 menit alur dari permaian penjelasan
aatu TAK
2. Mengikuti jalan
4. Memulai
nya permaian
permaian dengan
menari saat musik
3. Mengikuti jalan
di maiankan
5. Saat musik di nya permaian
matikan semua
anggota kelompok
mulai merubut
kursi yang ada
6. Bagi anggota 4. Mendengarkan
kelompok yang penjelasan
tidak mendapatkan
kursi, maka ia
harus menjelaskan
tentang tanda-
tanda dari
pencadu narkoba 5. Mendengarkan
7. Diskusi / penjelasan
Tanya jawab
3 Penutup 1. Menyampaikan 1. Mendengarkan
5 menit kesimpulan dan penjelasan.
2. Membalas salam.
menyarankan.
2. Mengucakan
salam penutup.
Lampiran 3.
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) :
NARKOBA (Fase III)

1. Jenis kegiatan : Mengoperkan balon


2. Kriteria klien :
a. Menarik diri yang sudah sampai pada tahap mampu
berinteraksi dalam kelompok kecil
b. Sehat secara fisik
3. Alat/media :
a. Tape recorder
b. Kaset
c.
4. Tim Terapis
a. Leader : Neng Euis Sugiarti
b. Co-leader : Ardriyatman
c. Fasilitator : Nnengah Suwarni
Novian Arfindinata
d. Observer : Alfisyahrin Patahabby

Fase Orientasi
1. Salam terapeutik
2. Kontrak :
- Waktu : 20 menit
- Tempat : Ruang NAPZA, RSJ Dr. Radjiman
Widiodiningrat
- Topik : bagaiman cara menghindarkan diri dari
narkoba
1. Tujuan aktivitas :
Klien dapat menyampaikan dan membicarakan topik tertentu :
a. Memilih topik yang ingin dibicarakan
b. Menyampaikan topik yang ingin dibicarakan
c. Memberi pendapat tentang topik yang dipilih
2. Aturan main :
a. Setiap peserta harus mengikuti permainan dari awal
sampai dengan akhir
b. Bila ingin ke kamar kecil harus seijin pemimpin
TAK.

Fase Kerja
1. Hidupkan kaset pada tape recorder
2. Semua pasien dan perawat ikut menari bersama
3. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok harus
merubut kursi yang telah disiapkan oleh perawat dan
bagi anggota kelompok yang tidak memdapatkan kursi
harus menyebutkan : salam, nama lengkap, nama panggilan
yang disenangi, asal, dan hobi.
4. Kemudian Minta klien menyebutkan tentang bagimana
cara melepaskan diri dari narkoba menurut meraka secara
benar .
5. Ulangi lagi kegiatan diatas sampai semua anggota
mendapat giliran
6. Beri pujian untuk setiap keberhasilan klien dengan
memberi tepuk tangan.

Fase Terminasi
1. Evaluasi :
a. Pemimpin TAK mengeksplorasikan perasaan anggota
kelompok setelah memperkenalkan diri. Contoh : Bagaimana
perasaannya setelah mengikuti kegiatan hari ini?
b. Pemimpin TAK memberikan umpan balik positif pada
anggota kelompok
c. Pemimpin TAK meminta anggota kelompok untuk mencoba
bercakap cakap tentang topik tertentu dengan orang lain
dalam kehidupan sehari harinya.
2. Hasil yang diharapkan :
75 % anggota kelompok mampu :
a. Memilih topik yang akan dibicarakan
b. Memberi pendapat atas topik yang dipilih.

No Waktu Kegiatan Kegiatan peserta


1 Pembukaan 1. Mengucapkan salam 1.Membalas salam
5 menit dan memperkenalkan
diri.
2. Menjelaskan latar
2.Mendengarkan
belakang diberika TAK.
penjelasan
2 Permaian 1 Menjelaskan alur 1.Mendengarkan
10 menit dari permaian aatu TAK penjelasan
2 Memulai permaian
dengan menari saat
2.Mengikuti jalan
musik di maiankan
nya permaian
3 Saat musik di
matikan semua anggota
kelompok mulai merubut
3.Mengikuti jalan
kursi yang ada
nya permaian
4 Bagi anggota
kelompok yang tidak
4.Mendengarkan
mendapatkan kursi, maka
Penjelasan
ia harus menjelaskan
tentang cara melepaskan
diri dari kencadu
narkoba
5 Diskusi / Tanya
5.Mendengarkan
jawab
penjelasan

3 Penutup 1.Menyampaikan kesimpulan 3. Mendengarkan


5 menit dan menyarankan. penjelasan.
4. Membalas
2.Mengucakan salam
salam.
penutup.

Lampiran 4.
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) :
SOSIALISASI (Fase 4)

1. Jenis kegiatan : merubut


kursi saat music di matikan.
2. Kriteria klien :
a. Menarik diri yang sudah sampai pada tahap
mampu berinteraksi dalam kelompok kecil
b. Sehat secara fisik
3. Alat/media :
a. Tape recorder
b. Kaset
c. Kursi
4. Tim Terapis
a. Leader :
b. Co-leader :
c. Fasilitator :

d. Observer :

Fase Orientasi
3. Salam terapeutik
4. Kontrak :
- Waktu : 20 menit
- Tempat : Ruang NAPZA, RSJ Dr. Radjiman
Widiodiningrat
- Topik : apa saja dampak buruk dari pemakian
narkoba
3. Tujuan aktivitas :
Klien dapat menyampaikan dan membicarakan topik tertentu :
a. Memilih topik yang ingin dibicarakan
b. Menyampaikan topik yang ingin dibicarakan
c. Memberi pendapat tentang topik yang dipilih
4. Aturan main :
a. Setiap peserta harus mengikuti permainan dari awal
sampai dengan akhir
b. Bila ingin ke kamar kecil harus seijin pemimpin
TAK.

Fase Kerja
1. Hidupkan kaset pada tape recorder
2. Semua pasien dan perawat ikut menari
bersama
3. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok harus
merubut kursi yang telah disiapkan oleh perawat dan bagi
anggota kelompok yang tidak memdapatkan kursi harus
menyebutkan : salam, nama lengkap, nama panggilan yang
disenangi, asal, dan hobi.
4. Kemudian Minta klien menyebutkan tentang bagimana
cara melepaskan diri dari narkoba menurut meraka secara
benar
5. Ulangi lagi kegiatan diatas sampai semua anggota
mendapat giliran
6. Beri pujian untuk setiap keberhasilan klien dengan
memberi tepuk tangan.
Fase Terminasi
3. Evaluasi :
a. Pemimpin TAK mengeksplorasikan perasaan anggota
kelompok setelah memperkenalkan diri. Contoh :
Bagaimana perasaannya setelah mengikuti kegiatan hari
ini?
b. Pemimpin TAK memberikan umpan balik positif pada
anggota kelompok
c. Pemimpin TAK meminta anggota kelompok untuk mencoba
bercakap cakap tentang topik tertentu dengan orang
lain dalam kehidupan sehari harinya.
4. Hasil yang diharapkan :
75 % anggota kelompok mampu :
c. Memilih topik yang akan dibicarakan
d. Memberi pendapat atas topik yang dipilih.

No Waktu Kegiatan Kegiatan peserta


1 Pembukaan 1. Mengucapkan salam 1.Membalas salam
5 menit dan memperkenalkan
diri.
2. Menjelaskan latar
2.Mendengarkan
belakang diberika TAK.
penjelasan
2 Permaian 1.Menjelaskan alur dari 1.Mendengarkan
10 menit permaian aatu TAK penjelasan
2.Memulai permaian 2.Mengikuti jalan
dengan menari saat nya permaian
musik di maiankan
3.Saat musik di matikan
3.Mengikuti jalan
semua anggota kelompok
nya permaian
mulai merubut kursi
yang ada
4.Bagi anggota kelompok
4.Mendengarkan
yang tidak mendapatkan
Penjelasan
kursi, maka ia harus
menjelaskan tentang
tanda- tanda dari
pencadu narkoba
5.Diskusi / Tanya jawab 5.Mendengarkan
penjelasan

Lampiran 5.
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) :
NARKOBA (Fase 5)

1. Jenis kegiatan : merubut


kursi saat music di matikan.
2. Kriteria klien :
a. Menarik diri yang sudah sampai pada tahap
mampu berinteraksi dalam kelompok kecil
b. Sehat secara fisik
3. Alat/media :
b. Tape recorder
c. Kaset
d. Kursi

1. Tim Terapis
a. Leader :
b. Co-leader :
c. Fasilitator:

d. Observer :
Fase Orientasi
3. Salam terapeutik
4. Kontrak :
- Waktu : 20 menit
- Tempat : Ruang NAPZA, RSJ Dr. Radjiman
Widiodiningrat
- Topik : apa saja dampak buruk dari pemakian
narkoba
5. Tujuan aktivitas :
Klien dapat menyampaikan dan membicarakan topik tertentu :
a. Memilih topik yang ingin dibicarakan
b. Menyampaikan topik yang ingin dibicarakan
c. Memberi pendapat tentang topik yang dipilih
6. Aturan main :
a. Setiap peserta harus mengikuti permainan dari awal
sampai dengan akhir
b. Bila ingin ke kamar kecil harus seijin pemimpin
TAK.

Fase Kerja
1. Hidupkan kaset pada tape recorder
2. Semua pasien dan perawat ikut menari
bersama
3. Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok harus
merubut kursi yang telah disiapkan oleh perawat dan bagi
anggota kelompok yang tidak memdapatkan kursi harus
menyebutkan : salam, nama lengkap, nama panggilan yang
disenangi, asal, dan hobi.
4. Kemudian Minta klien menyebutkan tentang pengalaman
buruk saat sebagai pecandu narkoba.
5. Ulangi lagi kegiatan diatas sampai semua anggota
mendapat giliran
7. Beri pujian untuk setiap keberhasilan klien dengan
memberi tepuk tangan.
Fase Terminasi
5. Evaluasi :
d. Pemimpin TAK mengeksplorasikan perasaan anggota
kelompok setelah memperkenalkan diri. Contoh :
Bagaimana perasaannya setelah mengikuti kegiatan hari
ini?
e. Pemimpin TAK memberikan umpan balik positif pada
anggota kelompok
f. Pemimpin TAK meminta anggota kelompok untuk mencoba
bercakap cakap tentang topik tertentu dengan orang
lain dalam kehidupan sehari harinya.
6. Hasil yang diharapkan :
75 % anggota kelompok mampu :
e. Memilih topik yang akan dibicarakan
f. Memberi pendapat atas topik yang dipilih.

No Waktu Kegiatan Kegiatan peserta


1 Pembukaan 1. Mengucapkan salam 1.Membalas salam
5 menit dan memperkenalkan
diri. 2.Mendengarkan
2. Menjelaskan latar
penjelasan
belakang diberika TAK.
2 Permaian 1.Menjelaskan alur dari 1.Mendengarkan
10 menit permaian aatu TAK penjelasan
2.Memulai permaian 2.Mengikuti jalan
dengan menari saat nya permaian
musik di maiankan
3.Saat musik di matikan
semua anggota kelompok 3.Mengikuti jalan
mulai merubut kursi nya permaian
yang ada
4.Bagi anggota kelompok
yang tidak mendapatkan 4.Mendengarkan
kursi, maka ia harus Penjelasan
menjelaskan tentang
pengalaman buruk saat
sebagai pecandu
narkoba. 5.Mendengarkan
5.Diskusi / Tanya jawab penjelasan

BAB IV

EVALUASI DAN DOKOMENTASI

A. Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung,


khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah
kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK
stimulasi persepsi tentang bahaya dan buruknya narkoba.
Setiap sesi dari sesi 1-5, kemampuan klien yang
diharapkan adalah klien dapat melepaskan diri dari
narkoba.

Formulir evaluasi sebagai berikut.


No Nama klien Prilaku selama kegiatan Kemampuan berceritadan
TAK berlangsung perasaan selama kegiatan
TAK berlangsung
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom
nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan
mempraktikkan dua kegiatan ibadah saat TAK. Beri tanda
jika klien mampu dan beri tanda jika klien tidak
mampu.

B. Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat


TAK pada catatan proses keperawatan tiap klien. Selama
klien mengikuti Sesi dari sesi 1-5 ,TAK stimulasi
persepsi perilaku tentang narkoba.

Anda mungkin juga menyukai