Anda di halaman 1dari 5

Antibiotik Profilaksis pada Bedah Saraf

James Geraghty, F.R.C.S.I., dan Micheal Feely, M.Ch., F.R.C.S.I.

Sebuah uji klinis acak terkontrol dilakukan untuk mendukung pendapat bahwa
antibiotik profilaksis dapat mengurangi kejadian infeksi luka operasi bedah saraf.
Penelitian ini menerapkan sebuah regimen pengobatan yang diajukan oleh Malis.
Vankomisin dan gentamisin diberikan secara sistemik sesaat sebelum operasi dan
streptomisin ditambahkan pada cairan irigasi. Pasien dibagi menjadi dua kelompok
secara acak: kelompok kontrol dan kelompok pengobatan antibiotik. Tingkat kejadian
infeksi pada kelompok kontrol adalah 3,5% dan pada kelompok pengobatan sekitar
0,5%.
Kata kunci: luka infeksi, antibiotik, gentamisin, vankomisin, profilaksis.

Meskipun infeksi luka pasca-operasi berada di bagian bawah pada urutan


penyebab mortalitas dan morbiditas operasi bedah saraf, namun kejadian dari
komplikasi pembedahan yang dapat dicegah ini terus-menerus menimbulkan frustrasi.
Rata-rata tingkat kejadian infeksi pada kasus operasi bedah saraf yang bersih adalah
sekitar 3% sampai 4%.1,3 Pada departemen bedah saraf kami, angka infeksi selama 10
tahun sebelum penelitian ini dilakukan adalah 3,8%. Malis2 menyatakan bahwa infeksi
luka operasi dapat dieliminasi dengan menggunakan agen antibiotik intraoperatif.
Meskipun beberapa penelitian lain juga mendukung temuan Malis,1,3 telah ditegaskan
agar hati-hati dalam menggunakan antibiotik intraoperatif secara luas tanpa adanya uji
klinis acak.1 Kami melakukan uji klinis untuk menyelidiki masalah ini secara lebih
dalam.

Bahan dan Metode Klinis


Populasi pasien
Beberapa pasien dipilih secara acak dengan memilih kasus secara bergantian
selang-seling menjadi Kelompok Kontrol dan Kelompok Penelitian dari daftar operasi
rutin. Ahli bedah yang menyusun jadwal operasi tidak mengetahui urutan ini, sehingga
ia tidak mengetahui pasien tersebut merupakan bagian dari kelompok yang mana. Kasus
gawat darurat tidak dilibatkan disini karena ketidakpastian dalam randomisasi dan
kesulitan memberikan antibiotik pada saat yang seharusnya, serta staf perawat dan
anestesi yang familiar dengan regimen Malis tidak selalu ada.
Berikut ini merupakan kriteria eksklusi: 1) kasus dengan kemungkinan
kontaminasi tidak dilibatkan. 2) Karena efek penghambat ganglion oleh agen
aminoglikosida, terutama pada anak kecil,5 pasien berusia dibawah 2 tahun
dieksklusikan berdasarkan permintaan sejawat anestesi. 3) Pasien yang menjalani
operasi ulangan tidak dilibatkan. 4) Pasien dengan prosedur shunt tidak dilibatkan. Pada
awal penelitian, tampaknya tingkat infeksi shunt yang relatif rendah telah dicapai dan
sejak regimen antibiotik berbeda telah dilibatkan dalam kasus tersebut, tidaklah
bijaksana untuk mengubah kriteria eksklusi ini.
Hasil dari randomisasi ditunjukkan pada tabel 1, meliputi faktor yang
mempengaruhi tingkat infeksi luka operasi, seperti lama waktu rawatan pre operatif dan
durasi operasi.

Pemberian Antibiotik
Regimen yang dijelaskan oleh Malis diterapkan dalam penelitian ini.2
Gentamisin 80 mg diberikan secara intramuskular, sesaat setelah induksi anestesi.
Vankomisin 1g dicampur dengan larutan dekstrosa 250 ml, diberikan secara intravena
setelah 1 jam induksi anestesi dimulai. Streptomisin 50 mg ditambahkan pada tiap liter
cairan irigasi. Sampel acak untuk kadar antibiotik dalam darah diambil pada kelompok
pengobatan pada interval 4 jam setelah pemberian antibiotik. Kami tidak menggunakan
tobramisin, seperti yang dilakukan pada beberapa kasus Malis.

Pemeriksaan Luka Operasi


Jika salah satu dari kriteria dibawah ini ditemukan, maka dapat didiagnosis
sebagai infeksi luka operasi: 1) drainase pada luka menunjukkan kultur positif; 2)
meningitis bakterial; dan 3) meningismus dengan leukositosis cairan serebrospinal dan
inflamasi pada luka. Luka diinspeksi setiap hari saat pasien di rawat inap dan paling
tidak satu kali pada saat rawat jalan, minimal 6 minggu setelah operasi. Ahli bedah yang
mendiagnosis infeksi luka operasi tidak mengetahui apakah pasien tersebut termasuk
dalam Kelompok Kontrol atau Kelompok Penelitian.
Ringkasan Kasus
Penelitian ini awalnya melibatkan 407 pasien, 204 orang dalam Kelompok
Kontrol dan 203 orang dalam Kelompok Penelitian. Lima orang pasien menerima terapi
antibiotik pada periode pasca operatif, dan pasien tersebut dieliminasi dari penelitian
ini. Kelima pasien tersebut berasal dari Kelompok Kontrol. Satu orang pasien
mendapatkan pengobatan infeksi saluran kemih dan empat orang lainnya diberikan
antibiotik oleh staf junior yang belum berpengalaman karena luka operasi tampak
kemerahan, meskipun belum memenuhi kriteria infeksi. Hasilnya, terdapat 199 pasien
pada Kelompok Kontrol dan 203 pasien pada Kelompok Penelitian.
Terdapat tujuh kasus infeksi luka operasi pada Kelompok Kontrol, dengan angka
infeksi sebesar 3,5% dan satu kasus pada Kelompok Penelitian dengan angka infeksi
sebesar 0,5%. Seluruh infeksi didiagnosis berdasarkan drainase luka dan kultur positif.
Infeksi tunggal pada Kelompok Penelitian adalah pasien dengan pembedahan spinal,
dan kultur Staphylococcus aureus. Infeksi pada Kelompok Kontrol ditemukan pada dua
kasus pembedahan spinal (S. aureus dikultur pada kedua kasus), dan lima kasus
kraniotomi (kultur S. aureus pada empat kasus, S. aureus dan Escherichia coli pada
satu kasus).
Hasil tersebut tidak mungkin terjadi secara kebetulan: digunakan uji Fisher one-
tailed untuk menilai signifikansi, p <0,05. Sampel darah acak menunjukkan bahwa
kadar gentamisin serum bervariasi dari 1,4 sampai 5,4 g/ml, dan kadar vankomisin
serum bervariasi dari 37 sampai 97 g/ml. Semua kadar ini berada di atas konsentrasi
hambat minimum.
Empat orang pasien mengalami ruam kulit generalisata sesaat setelah pemberian
vankomisin. Komplikasi telah ini dilaporkan sebelumnya pada pemberian vankomisin,
dan hilang segera setelah pemberian obat dihentikan. Satu pasien mengeluhkan tuli
unilateral pada periode pre operatif dan merasa bahwa ketulian tersebut semakin parah
saat pasca operatif. Hasil konsultasi telinga, hidung, dan tenggorokan menunjukkan
adanya otitis media kronik. Aminoglikosida kemungkinan dapat memperberat patologi
yang telah ada sebelumnya. Tidak ditemukan adanya komplikasi lain.
Diskusi
Sebuah tinjauan melaporkan bahwa rata-rata tingkat infeksi di departemen kami
selama 10 tahun terakhir adalah sekitar 3,8%. Hal ini serupa dengan tingkat infeksi
sebesar 3,5% pada Kelompok Kontrol di penelitian ini.
Meskipun hasil pengobatannya tidak sebaik yang dilaporkan oleh Malis, sebuah
kebetulan mungkin berkontribusi terhadap penurunan infeksi luka pasca operasi dalam
penelitian Malis yang melibatkan lebih dari 1.700 kasus. Tidak ada regimen antibiotik
yang dapat menjamin tidak terjadinya infeksi pasca operasi. Namun, angka infeksi yang
sangat rendah dicapai oleh Kelompok Penelitian kami (0,5%) sesuai dengan hasil
penelitian Malis. Randomisasi pasien dalam penelitian kami telah mengatasi
kekurangan penting dalam penelitian terbaru lainnya, yang bertujuan untuk
menunjukkan manfaat antibiotik profilaksis pada kasus bedah saraf. 1-3
Penggunaan agen antibiotik profilaksis di cabang ilmu bedah lainnya baru-baru
ini telah ditinjau oleh Sandusky.4 Ketika tampaknya obat antibiotik dapat mengurangi
tingkat kejadian infeksi pasca operasi pada jenis pembedahan lainnya, tingkat kejadian
infeksi yang secara umum lebih tinggi untuk kasus pembedahan bersih, selain bidang
bedah saraf, membuat penerapan hasil penelitian dalam operasi bedah saraf menjadi
sulit.
Terlepas dari hasil yang mengesankan dari regimen pengobatan ini, kami tidak
merekomendasikan penggunaan rutin. Penting untuk diingat bahwa penelitian ini
dilakukan pada satu departemen bedah saraf dan dalam periode yang singkat (kurang
dari 1 tahun). Pada awal penelitian, sebagian besar organisme yang diisolasi di rumah
sakit kami merupakan organisme yang sensitif terhadap agen antibiotik yang kami
gunakan. Hal ini mungkin tidak dapat berlaku di semua tempat, dan bahkan jika
memang berlaku, mungkin tidak akan bertahan seperti itu lagi, terutama jika antibiotik
ini digunakan secara luas sebagai profilaksis.
Situasi yang paling serius dan mengkhawatirkan terjadi ketika serangkaian
pasien terinfeksi organisme virulen di satu departemen rumah sakit dalam waktu
singkat. Epidemi semacam itu tidak terjadi selama periode penelitian kami. Infeksi
tampaknya telah menyebar cukup merata selama durasi penelitian. Akibatnya, kami
tidak tahu apakah regimen antibiotik akan tetap efektif dalam mengatasi situasi ini atau
tidak.
Kesimpulan
Penelitian ini mendukung apa yang telah dijelaskan oleh peneliti lain; yaitu,
antibiotik profilaksis intraoperatif dapat mengurangi tingkat kejadian infeksi pada kasus
bedah saraf yang bersih. Pemahaman tentang konsekuensi jangka panjang dari
penggunaan obat antibiotik profilaksis secara luas, bagaimanapun, membatasi kami
untuk merekomendasikan penggunaan rutin regimen pengobatan ini. Kami bermaksud
untuk menyediakan regimen ini untuk kasus-kasus spesifik tertentu dengan peningkatan
risiko infeksi, seperti kemungkinan kontaminasi tidak disengaja pada luka bersih atau
epidemi infeksi pasca operasi. Meskipun penelitian kami tidak secara khusus berfokus
pada situasi ini, namun hasil penelitian Malis menunjukkan bahwa regimen tersebut
dapat bermanfaat.
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai pencegahan infeksi luka pasca
operasi pada kasus operasi bedah saraf. Bagaimana kita dapat mengurangi atau
menghilangkan tingkat kejadian infeksi dalam kasus operasi bersih tanpa antibiotik
yang dapat berisiko memperburuk keadaan dalam jangka panjang? Bagaimana
seharusnya kita menangani kasus berisiko tinggi seperti luka yang terkontaminasi atau
luka bersih terkontaminasi untuk meminimalkan tingkat kejadian infeksi? Bagaimana
seharusnya kita menangani epidemi infeksi? Pertanyaan tersebut masih menjadi
masalah yang menyulitkan bagi para ahli bedah saraf untuk dipecahkan.

Diterjemahkan dari:
Geraghty, J., & Feely, M. Antibiotic prophylaxis in neurosurgery: A randomized
controlled trial. Journal of neurosurgery. 1984; 60(4): 724-726.

Anda mungkin juga menyukai