Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus dan Telaah Kritisi Jurnal Terapi

Morbus Hansen Tipe BB dengan Reaksi


Tipe I

Oleh:
Ichsan (1507101030225)
Maulida Rahmi (1507301010211)

Pembimbing:
Sulamsih Sri Budini

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesempatan dan kesehatan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas laporan
kasus ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah
SAW yang telah menerangi alam semesta dengan ilmu pengetahuan.
Tugas laporan kasus ini membahas mengenai Morbus Hansen Tipe BB
dengan Reaksi Tipe I dan merupakan salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala/Rumah Sakit Umum Daerah
dr.Zainoel Abidin Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada dr. Sulamsih Sri Budini, Sp.KK selaku pembimbing. Penulis menyadari
penuh bahwa pada laporan kasus ini masih terdapat banyak kekurangan baik dalam
hal penyajian, penulisan maupun materi. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapakan saran dan kritik yang membangun demi evaluasi dan pengembangan
dalam bidang penulisan dan ilmu pengetahuan.

Banda Aceh,Juni2016

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
ii
DAFTAR ISI
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
v

PENDAHULUAN....................................................................
1

LAPORAN KASUS
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
2
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
Identitas Pasien
2
Anamnesis
2
Pemeriksaan Fisik
3
DiagnosisBanding
5
Pemeriksaan Penunjang
5
Resume
5
Diagnosis Klinis
6
Tatalaksana
6
Edukasi
6
Prognosis
7
ANALISA KASUS....................................................................
8
DAFTAR PUSTAKA
15

JURNAL
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
17
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
Resume Jurnal
17
Kritisi Jurnal
22
Kesimpulan
24

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel3.1.Diagnosa Banding Morbus Hansen
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
10
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Morbus Hansen Tipe MB
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
10
Gambar 2. Eritema Nodosum.
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
11
Gambar 3. Sarcoidosis.
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
11
Gambar 4. Sistemik Lupus Eritematus
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
12
PENDAHULUAN
Morbus Hansen atau hansens disease merupakan penyakit infeksi kronik
pada kulit dan jaringan saraf perifer yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
Leprae. Penyakit Morbus Hansen adalah penyakit yang pertama kali diidentifikasi
pada abad ke-19 oleh Gerhard Henrik Armauer Hansen yaitu seorang dokter yang
berkebangsaan Newrogia. Terdapat tiga cardinal sign pada penyakit Morbus Hansen
yaitu bercak hipopigmentasi atau hiperpigmentasi yang kurang atau mati rasa
(hipoestesi atau anastesi), pembesaran saraf perifer dan pemeriksaan BTA (Basil
Tahan Asam) yang positif.(1)Beberapa faktor risiko dapat menjadi pencetus bagi
seseorang untuk terkena Morbus Hansen, diantaranya adalah lahir dan tinggal di
tempat yang endemik dengan kasus Morbus Hansen, salah seorang anggota keluarga
menderita Morbus Hansen.
Secara global, jumlah kasus kusta telah menurun dari 752.417 pada tahun
2000 menjadi 180.618 pada tahun 2013, dengan mayoritas kasus pada 2013 terjadi
pada kelompok berpenghasilan rendah dan menengah 71% , Asia, 15,5% , Amerika,
8,8% di Afrika, 3,3% di Pasifik Barat, dan 1,2% di Mediterania Timu .(2) World
Health Organization (WHO) melaporkan jumlah kasus Morbus Hansen di dunia
pada tahun 2009 mencapai 244.796 kasus baru. Berdasarkan data tersebut Asia
Tenggara merupakan kawasan yang memiliki kasus tertinggi, yaitu mencapai
166.115 kasus baru. Pada tahun 2010 kasus Morbus Hansen di dunia menurun
menjadi 211.903 kasus.(1)
Morbus Hansen masih menjadi penyakit yang menimbulkan stigma negatif
bagi masyarakat yang dapat menghambat strategi dalam hal pengontrolan kasus dan
juga pengobatan, sehingga masih menjadi permasalahan dalam dunia kesehatan bagi
beberapa negara di dunia.(3) Diagnosis yang lebih awal dan ketepatan terapi menjadi
prioritas untuk mengontrol kasus, memutuskan transmisi penularan dan
menghilangkan beban berupa stigma sosial pada pasien penyakit Morbus Hansen.(4)
Keterlambatan dalam hal diagnosis dan pengobatan merupakan kasus yang paling
sering menyebabkan gangguan saraf hingga keadaan disabilitas yang permanen pada
pasien.(5)
Reaksi lepra merupakan suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit
lepra yang disebabkan karena sistem kekebalan tubuh yang menyerang kuman M.
Leprae. Penderita lepra dapat mengalami reaksi sebelum pengobatan, saat
pengobatan ditegakkan, selama pengobatan maupun setelah pengobatan selesai. Pada
penderita MB reaksi dapat timbul setiap saat selama pengobatan bahkan sampai
dengan beberapa tahun setelah pengobatan. Reaksi Lepra dapat digolongkan menjadi
2 kategori yaitu reaki tipe I disebabkan peningkatan aktivitas sistem kekebalan tubuh
dalam melawan m. Leprae atau sisa basil yang mati, peningkatan aktivitas ini
menyebabkan terjadi peradangan setiap terdapat basil lepra pada tubuh terutama kulit
dan saraf. Reaksi tipe II atau reaksi Erythema Nodusum Leprosum (ENL) terjadi
apabila basil leprae dalam jumlah besar terbunuh dan secara bertahap pecah. Reaksi
tipe 2 akan mengenai seluruh tubuh dan menyebabkan gejala sistemik.(Rooks)
LAPORAN KASUS POLI
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Aceh
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Pango Dayah
Tanggal Pemeriksaan : 15 Juni 2016
Jaminan : JKN
Nomor CM : 1-07-32-35

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Demam
Keluhan Tambahan
Bercak kemerahan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan bercak kemerahan pada dagu yang timbul 7 hari
yang lalu terasa nyeri dan terasa panas pada daerah dagu, kemudian bercak
dirasakan semakin lama semakin menebal dan semakin luas. Pada saat ini, bercak
sudah terdapat pada lengan atas kiri, punggung tangan kanan dan kiri, tungai bawah
kiri, dan punggung kaki kanan dan kiri. Pasien juga merasakan bercak pada kulit
tersebut cenderung kering dan tidak berkeringat. Pasien mengatakan nyeri berkurang
dengan menggunakan obat, dan memberat jika pasien tidak minum obat.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Tetapi
sekarang menderita Morbus Hansen.
Riwayat Penggunaan Obat
Pasien sudah menerima Multidrug Therapi (MDT) MB selama 5 bulan,
ranitidine tablet 150 mg , Desoximetasone ointment15 gr , Neurodex tab, Natrium
Diklofenak tablet 50mg.

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti
pasien.
Riwayat kebiasaan sosial:
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dengan sosioekonomi menengah
kebawah, pasien tinggal pada lingkungan dengan hygine yang buruk.

PEMERIKSAAN FISIK

A. Vital Sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nada : 120 kali permenit
Pernafasan : 24 kali permenit
Suhu : 36,7 C
B. Status Generalisata
Wajah : facies lionine (-), madarosis (-)
Mata : lagofthalmus (-)
Telinga: Penebalan cuping telinga (-)
Hidung: hidung pelana (-)
Mulut : Karies (+), mukosa hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax :
Inspeksi : Tampak simetris pada saat statis dan dinamis, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Fremitus kanan = fremitus kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Vesikuler(+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I>BJ II, tidak ada bising patologis.
Abdomen
Inspeksi : Bentuk normal, Pelebaran vena (-)
Palpasi : Soepel, hepar/lien/ginjal tidak teraba
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : bisingusus 3-4 kali/menit, kesan normal.
Ekstremitas : kulit kering (+),ulnar claw (-), drop foot (-).

Status Dermatologis
Pemeriksaan tanggal 15 Juni 2016

Deskripsi Lesi :
Regio : Facialis , Tampak adanya adanya nodul eritematous berbatas tegas
irreguler disertai edema ukuran numular dan patch berbatas tegas susunan
tersebar regional.

Regio : Bracii, Dorsum manus dextra et sinistra, Cruris sinistra, dan Dorsum
Pedis Tampak adanya Pacth eritematous berbatas tegas irreguler ukuran plakat
distribusi Regional.

Pem riksaan Pembesaran Saraf


Hasil:
- N. Aurikularis magnus dextra/sinistra : (-/-)
- N. Ulnaris dextra/sinistra : (-/-)

- N. Peroneus communis dextra/sinistra : (-/-)

- N. Tibialis posterior dextra/sinistra : (-/-), nyeri tekan (-)

Pemeriksaan Sensitibilitas
Hasil:
Ekstremitas atas : Tidak dijumpai Hipoestasi

Ekstremitas bawah : Tidak dijumpai Hipoestasi

Pemeriksaan Kekuatan Otot


Jari kelingking : Kuat

- Konfrontasi : Kuat

- Ibu jari : Kuat

- Pergelangan tangan : Feksi dan Ekstensi Kuat

- Kaki : Kanan dan kiri Kuat

DIAGNOSIS BANDING
1. Morbus Hansen tipe BB + Reaksi Tipe I
2. Eritema Nodosum
3. Sarcoidosis
4. Sistemik Lupus eritematous

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pewarnaan Zihl Nelhsen didapatkan BI +1 ,MI 50%

RESUME
Telah diperiksa perempuan usia 22 tahun yang datang ke klinik pasien datang
dengan keluhan bercak kemerahan pada dagu yang timbul 4 bulan yang lalu terasa
nyeri dan terasa panas pada daerah dagu, kemudian bercak dirasakan semakin lama
semakin menebal dan semakin luas. Pada saat ini, bercak sudah terdapat pada lengan
atas kiri, punggung tangan kanan dan kiri, tungai bawah kiri, dan punggung kaki
kanan dan kiri. Pasien juga merasakan bercak pada kulit tersebut cenderung kering
dan tidak berkeringat. Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan menggunakan
obat, dan memberat jika pasien tidak minum obat. Pasien juga pernah diperiksa
pewarnaan Zhiel Neelson pada kulit lobus telinga pada tanggal 16 maret 2016
dengan hasil BI+1 dengan MI 50%. Dari Hasil pemeriksaan fisik didapatkan Pada
daerah dagu tampak adanya nodul eritematous berbatas tegas irreguler disertai
edema ukuran numular jumlah multiple susunan tersebar distribusi regional, pada
daerah lengan atas, punggung tangan kanan dan kiri,punggung kaki kanan dan kiri,
dan lutut, tampak adanya Patch eritematous berbatas tegas irreguler ukuran plakat
jumlah multiple susunan tersebar distribusi regional.

DIAGNOSIS KLINIS
Morbus Hansen tipe BB dengan Reaksi Tipe I

TATALAKSANA
a. Terapi MDT MB selama 12 bulan
Pengobatan bulanan: hari pertama
- Rifampisin 600 mg/bulan
- Lamprene 300 mg/bulan
- Dapsone 100 mg/bulan
Pengobatan harian : hari ke 2-28
- Lamprene 50 mg/hari
Pengobatan harian : hari ke 2-28
- DDS 100 mg/hari

EDUKASI
- Menjelaskan tentang penyakit Morbus Hansen yang disebabkan oleh bakteri
dan dapat ditularkan melalu saluran pernafasan atas dan kontak lama dengan
penderita yang tidak mendapatkan terapi.
- Menjelaskan bahwa penyakit Morbus Hansen dapat menyebabkan kerusakan
saraf perifer.
- Menjelaskan tata cara minum obat MDT MB dengan benar.
- Menjelaskan tentang efek samping obat MDT yang berupa kencing berwarna
kemerahan, ikterik dan kulit menjadi kehitaman.
- Menjelaskan bahwa pasien harus menggunakan pelindung pada tangan dan
kaki saat beraktivitas untuk menghindari cedera akibat dari kurang sensasi
pada kulit.

PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia ad malam
Quo ad sanactionam : Dubia ad malam
ANALISA KASUS

Pasien perempuan usia 22 tahun yang datang ke klinik pasien datang dengan
keluhan bercak kemerahan pada dagu yang timbul 4 Bulan yang lalu terasa nyeri
dan terasa panas pada daerah dagu, kemudian bercak dirasakan semakin lama
semakin menebal dan semakin luas. Pada saat ini, bercak sudah terdapat pada lengan
atas kiri, punggung tangan kanan dan kiri, tungai bawah kiri, dan punggung kaki
kanan dan kiri. Pasien juga merasakan bercak pada kulit tersebut cenderung kering
dan tidak berkeringat. Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan menggunakan
obat, dan memberat jika pasien tidak minum obat. Pasien juga pernah diperiksa
pewarnaan Zhil Nelhson pada kulit lobus telinga pada tanggal 16 maret 2016
dengan hasil BI+1 dengan MI 50%. Dari Hasil pemeriksaan fisik didapatkan Pada
daerah dagu tampak adanya nodul eritematous berbatas tegas irreguler disertai
edema ukuran numular dan berbatas tegas susunan tersebar regional, pada daerah
lengan atas, punggung tangankanan dan kiri,punggung kaki kanan dan kiri, dan lutut,
tampak adanya Patch eritematous berbatas tegas irreguler ukuran plakat distribusi
Regional.

Pasien perempuan usia 22 tahun Berdasarkan teori, Morbus Hansen merupakan


penyakit yang endemik di negara berikilim tropis, terutama pada negara berkembang
dan negara dengan status sosioekonomi masyarakatnya di bawah rata-rata.Dari 105
negara yang merupakan negara yang termasuk negara endemik Morbus Hansen, Asia
Tenggara, Afrika dan Mediteania barat merupakan negara yang memiliki kasus
terbesar. Pada tahun 2011 kasus Morbus Hansen di seluruh dunia adalah sekitar
219.075 kasus dan pada awal 2012 berkurang menjadi 181.941 kasus. Angka
tersebut diperkirakan merupakan 34% kasus dari 10.000 penduduk.(7lastoria)
Morbus Hansen dapat terjadi pada semua umur. Pada daerah endemik, Morbus
Hansen lebih sering ditemukan pada pasien yang berusia dibawah 35 tahun.(8james
WD)
Penularan penyakit Morbus Hansen dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu
melalui bentuk droplet yang berasal dari pasien yang telah terinfeksi sebelumnya,
kontak langsung dengan anggota keluarga atau pasien yang terinfeksi Morbus
Hansen dalam waktu yang lama, genetik dan tinggal pada daerah atau lingkungan
yang endemik dengan Morbus Hansen.(9)
Pasien mengeluhkan timbul bercak kemerahan dan terasa nyeri dan panas
dimana gejala tersebut merupakan interupsi dengan episode akut pada perjalanan
penyakit ini sesuai dengan teori bahwa reaksi dapat timbul pada Morbus Hansen
Tipe BB seperti pada kasus ini.
Jumlah lesi yang terdapat pada pada pasien adalah sebanyak enam lesi.World
Health Organization (WHO) telah mengklasifikasikan Morbus Hansen menjadi dua
kelompok berdasarkan bakterial indeks (BI), yaitu tipe Paucibacillary apabila
jumlah BI kurang dari 2 dan Multibacillary apabila jumlah BI lebih atau sama
dengan 2. Kelompok Paucibacillary merupakan tipe Morbus Hansen dengan jumlah
lesi yang tampak berjumlah kurang dari sama dengan 5 lesi, sedangkan
Multibacillary adalah tipe Morbus Hansen dengan lesi yang tampak berjumlah lebih
dari 5 lesi.(7lastoria)(11margoles)
Ridley-Jopling mengklasifikasi Morbus Hansen berdasarkan gejala klinis dan
status imunologi pasien.Terdapat beberapa bentuk kalsifikasi Morbus Hansen, yaitu
tipe tuberculoid (TT) yang mrupakan bentuk yang memiliki resistensi yang paling
tinggi dan bentuk lepromatous leprosy (LL) merupakan bentuk dengan resistensi
paling rendah. Kemudian juga terdapat tipe borderline yang terdiri dari Borderline
Tuberculoid (BT), Borderline-Borderline (BB) dan Borderline Lepromatous (BL).(1)
(7)(11) Tipe Morbus Hansen yang termasuk ke dalam Paucibacillary adalah TT dan
BT, sedangkan yang termasuk ke dalam tipe MB adalah, BB, BL dan LL.(7)(11)
Pada Morbus Hansen dengan tipe lesi tuberculoid leprosy (TT), lesi yang
terjadi berupa lesi tunggal atau berjumlah minimal dikarenakan sistem imun yang
masih baik.Selain itu, gambaran lesi yang terjadi juga bersifat asimetris.Lesi dapat
berupa plak eritema dengan peninggian pada pinggir lesi dan disertai dengan
hipokromik pada pusat lesi. Lesi dapat menunjukan manifestasi berupa alopesia dan
anhidrosis.(2)Borderline Tuberculoid (BT) menunjukan lesi yang hampir sama
dengan tuberculoid leprosy (TT) .Lesi pada BT berupa plak dan juga papul dengan
konfigurasi yang berbentuk anular dan memiliki pinggir yang tegas. Perbedaan Lesi
antara Morbus Hansen tipe TT dan BT adalah pada BT ditemukan lesi yang lebih
kecil, lesi lebih banyak dan bisa disertai adanya konfigurasi berupa lesi satelit
disamping numular.(8)(2)
Morbus Hansen dengan tipe lesi Borderline-Borderline (BB) merupakan
midpoint type dari penyakit Morbus Hansen dan bersifat sangat tidak stabil.Pada
Morbus Hansen dengan lesi tipe BB menunjukan gambaran berupa plak berwarna
kemerahan yang asimetris dengan jumlah yang multipel. Lesi memiliki pinggir
dalam dan luar dengan batas yang tegas dan terdapat kulit normal di tengah-
tengahnya sehingga memberikan gambaran Swiss cheese appearance.(2)Selain itu
juga disertai dengan adanya pembengkakan kelenjar getah bening. Pasien biasanya
mengeluhkan keluhan mati rasa dengan tingkat sedang. Morbus Hansen dengan tipe
lesi BB dapat memberikan keluhan yang menetap, berubah menjadi bentuk yang
lebih ringan atau bahkan menjadi bentuk yang lebih parah.(12)
BL merupakan tipe Morbus Hansen yang terjadi dengan jenis lesi yang tampak
dapat berupa makula, papul, plak hingga nodul. Lesi pada BL berjumlah banyak dan
lesi terletak asimetris apabila berupa plak dan papul, sedangkan pada lesi berupa
nodul bersifat simetris.(2)(8) Lesi berbentuk anular dengan batas yang tidak tegas
pada sebelah luar dan berbatas tegas pada sebelah dalam, oleh karena itu Morbus
Hansen dengan tipe BL disebut juga dengan dismorphic leprosy. Lesi dapat
menunjukan manifestasi berupa hipoestesi dan anastesi, tetapi tidak harus selalu ada.
(2) Selain itu, terdapat referensi lain yang menyatakan lesi pada Morbus Hansen tipe
BL memiliki sensasi dan hidrasi yang normal.(8)
Pada Morbus Hansen tipe LL, manifestasi yang tampak dapat berupa
pembesaran lobus telinga, pelebaran cuping hidung (hidung pelana kuda),
pembesaran jari dan kulit melipat ke arah dalam.Lesi berupa nodul pada Morbus
Hansen Morbus Hansen tipe LL adalah tampilan yang paling umum.Nodul yang
tampak memiliki ukuran diameter sekitar dua sentimeter dan terletak simetris.
Gambaran lesi yang sedemikian rupa pada pasien Morbus Hansen tipe LL (terutama
pada bagian wajah) memberikan tampilan yang dikenal dengan sebutan Leonine
Face.(2)
Pada pasien ditemukan bentuk lesi berupa nodul dan patch eritematous
berbatas tegas dengan tepi irreguler ukuran nummular sampai plakat jumlah multiple
susunan tersebar regional Gambaran lesi pada pasien menunjukkan bahwa jenis
Morbus Hansen pada pasien adalah Multibaciller(MB) dengan tipe Borderline
Leprosy(BB).
Hasil pemeriksaan pewarnaan Zhiel Neelson didapatkan BI+1dengan MI 50%
Pemeriksaan ziehl neelsen digunakan untuk menentukan Mofological Index (MI) dan
Bacterial Index(BI) basil tahan asam (BTA) dengan menggunakan
mikroskop.Sampel diambil dari lobus telinga dan lesi pada kulit. Mofological Index
(MI) ditentukan untuk melihat apakah kuman Mycobacterium Lepraemasih viable
atau tidak. BTA yang berbentuk basil utuh merupakan kuman yang masih hidup atau
viable dan didapat pada kasus Morbus Hansen sebelum masa pengobatan dan kasus
kambuh. BTA yang berbentuk fragmen atau granular merupakan BTA yang dianggap
sudah mati atau yang sudah tidak viable lagi.Pemeriksaan BI digunakan untuk
menentukan jumlah BTA secara kuantitatif dengan skala 0 sampai dengan
6.Pemeriksaan BTA mudah didapatkan hasil positif pada kasus MB sehingga dapat
membantu diagnosis. Sementara pada kasus PB pemeriksaan BTA biasanya
didapatkan hasil negatif.(13) Pada pasien ini tidak dilakukan, pemeriksaan
penunjang karena pada pasien sudah ditemukan satu dari tiga Cardinal Sign sehingga
diagnosa Morbus Hansen sudah dapat ditegakkan.

Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah terapi farmakologi sistemik
yaitu berupa MDT yang terdiri dari rifampisin, lamprene dan dapson.Pemberian
terapi ini sesuai dengan rekomendasi dari WHO yaitu terdapat tiga obat standar lini
pertama untuk pengobatan Morbus Hansen, rifampisin, clofazimin dan dapson yang
tersedia dalam bentuk rejimen multidrug therapy(MDT).Pemberian terapi harus
didasarkan pada tipe Morbus Hansen. Untuk Morbus Hansen tipe MB pada dewasa
diberikan rifampisin 600 mg/bulan, dapson 100 mg/hari, clofazimine 300 mg/bulan
dan 50 mg/hari. Pengobatan berlangsung selama 12 bulan.(14)
Rifampisin merupakan satunya-satunya obat yang terkandung dalam MDT
yang mempunyai efek bakterisidal terhadap M leprae, mekanisme kerja rifampisin
ialah dengan cara menghambat DNA-dependent RNA poyimerasesehingga
menghambat sintesis RNA. Rifampisin dapat menembus membran sel sehingga
sangat efektif dalam membunuh mikroorganisme intraseluler.Clofazimine
mempunyai efek bakteriostatik dan antiinflamasi. Mekanisme kerja clofazimine
belum sepenuhnya dipahami, namun diduga obat ini bekerja dengan cara
menghalangi fungsi template DNA, dengan meningkatkan sintesis enzim lisosom
dan meningkatkankan kapasitas fagositosis makrofag. Dapson memiliki sifat
bakteriostatik yang bekerjasecara kompetitif dalam menghambat enzim
dihydrofolate synthetasedan dihidrofolat reduktase, enzim ini merupakan enzim yang
sangat berperan penting dalam biosintesis asam folat bakteri M. Leprae. Basil akan
mati dalam waktu 3 sampai 6 hari, dan penyembuhan total lesi biasanya terjadi
sekitar 2 sampai 3 tahun.(18) Prognosis pasien ini adalah buruk. Sesuai dengan
teori, pasien yang sudah mengalami gangguan fungsi saraf cenderung bersifat
irreversible.(19)

Terdapat beberapa diagnosa banding dari Morbus Hansen antara lain, pitiriasis
versikolor, vitiligo dan pitiriasis alba. Gambaran klinis dari diagnosa banding
Morbus Hansen dapat dilihat pada tabel 3.1.
No Diagnosis Deskripsi Lesi Gambar
1 Morbus Hansen Patch eritematous berbatas
tegas irreguler ukuran
plakat jumlah multiple
susunan tersebar distribusi
regional .(2)

Gambar 1. Morbus Hansen


Tipe BB
2 Eritema Nodosum Lesi berupa nodul
eritematous , yang lunak
dan hangat bisa juga
berupa plak. Pedileksi
pada bagian anterior dan
lateral tungkai bawah dan
pergelangan kaki. Namun
dapat juga ditemukan juga
ditemukan pada lengan Gambar 2. Eritema Nodosum
bawah, paha dan jarang
ditemukan pada wajah
(Craft)
3 Sarcoidosis Lesi spesifik berupa macula,
papula, patch, plak ataupun
nodul. Nodul ukuran 2-5
mm eritomatou-
hiperpigmentasi predileksi
kepala dan leher. Lesi tidak
spesifik berupa eritema
nodosum disertai adenopi,
arthralgia dan demam. Gambar 3. Sarcoidosis
(Marchel)
4 Sistemik Lupus lesi kulit berbentuk bulat
Eritematus dan timbul. Rush kemerahan
dengan bagian tengah
biasanya lebih cerah dari
pada bagian tepinya,
Biasanya tidak terdapat
gatal atau nyeri yang
berhubungan dengan lesi.
Biasanya terjadi di wajah,
Gambar 4. Sistemik Lupus
telinga, leher, dahi, dada,
Eritematous
punggung, dan lengan

Tabel 3.1 Diagnosa Banding Morbus Hansen


DAFTAR PUSTAKA
X1. Eichelmann K, Gonzlez SEG. Leprosy . An Update: Definition,
Pathogenesis, Classification, Diagnosis and Treatment. 2013;104(7):55463.

2. Lee DJ, Rea TH, Modlin RL. Leprosy. In: Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. McGraw-Hill Medical; 2012. p. 225363.

3. World Health Organization. Leprosy (Hansen disease). 2010;43(3):417.

4. Hsiang MS, Greenhouse B, Rosenthal PJ. Delayed Diagnosis, Leprosy


Reactions and Nerve Injury Among Individuals with Hansens Disease seen at
a U.S. Clinic. 2014;12.

5. Da Silva SC, Bacha JT. Delayed diagnosis of leprosy and the potential role of
educational activities in Brazil . Lepr Rev . 2003;74 (0305-7518):24958.

6. Zhang F, Chen S, Sun Y, Chu T. Healthcare seeking behaviour and delay in


diagnosis of leprosy in a low endemic area of China. Lepr Rev. 2009;80:416
23.

7. Lastria JC. Leprosy: Review of Epidemiological, Clinical and


Etiopathogenic aspects Part 1. 2014;89(2):20518.

8. James WD, Berger TG, Elston DM. Hansens Disease. In: Andrews Diseases
of the Skin Clinical Dermatology. 7th ed. Saunders Elsevier; 2011. p. 34252.

9. Yadav V, Shefali S, Pushplata. An Overview of Leprosy: A Public


HealthProblem. 2015;1(4):7982.

10. Alodeani EA, Izhari MA, Arshad M. Recent Developments in Leprosy. 2015;
(1).

11. Margoles L, Rio C, Franco-paredes C. Leprosy: A Modern Assessment of An


Ancient Neglected Disease. 2011;68(2):1106.

12. A. Saonere J. Leprosy: An overview. 2011;3(14)(14):23343.

13. Lastria JC. Leprosy: a review of laboratory and therapeutic aspects - Part 2.
2014;89(3):389401.

14. World Health Organization. WHO Expert Committee on Leprosy. 2012.

15. Schieke SM, Gar A. Superficial Fungal Infection. In: Fitzpatricks


Dermatology in General Medicine. McGraw-Hill Medical; 2012.p.230610.

16. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Vitiligo. In: Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. McGraw-Hill Medical; 2012. p. 792803.
17.Lapeere H, Bone B, Schepper S De, Verhaeghe E, Gele M Van, Ongenae K, et al.
Hypomelanoses and Hypermelanoses. In: Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine. McGraw-Hill Medical; 2012. p. 80413.

18. Hemanta KK and Ruchi G. Treatment Of Leprosy. Elsevier.2015;33.p.55-57

19. Angelo S, Giuseppe L, Luisa C. Prognosis of Neurological Disease. Springer-


Verlag Italia.2015.p.121-130.

Anda mungkin juga menyukai