Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT


PUSKESMAS II KEMRANJEN

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


HIPERTENSI DI DESA PAGERALANG WILAYAH KERJA PUSKESMAS
II KEMRANJEN BANYUMAS
TAHUN 2017

Disusun Oleh:
Onika Adi Wijaya G4A015206
Indo Mahardika G1A013116

Preseptor fakultas : dr. Dwi Arini Ernawati, MPH


Preseptor lapangan : dr. Indah Kumalasari

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN COMMUNITY HEALTH ANALYSIS


KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN MASYARAKAT
PUSKESMAS II KEMRANJEN

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


HIPERTENSI DI DESA PAGERALANG WILAYAH KERJA PUSKESMAS
II KEMRANJEN BANYUMAS
TAHUN 2016

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dari


Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jurusan Kedokteran
Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman

Disusun oleh:
Onika Adi Wijaya G4A015206
Indo Mahardika G1A013116

Telah dipresentasikan dan disetujui :


Tanggal Juli 2017

Preseptor Lapangan Preseptor Fakultas

dr. Indah Kumalasari dr. Dwi Arini Ernawati, M.PH


NIP. 19771215 2005012 015

2
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum diderita
masyarakat di seluruh dunia. Meskipun penelitian yang luas telah dilakukan
selama beberapa dekade terakhir, etiologi kebanyakan kasus hipertensi pada
orang dewasa masih belum diketahui, dan pengontrolan tekanan darah masih
kurang optimal pada populasi umum. Karena morbiditas, mortalitas, dan biaya
yang cukup tinggi, mencegah dan mengobati hipertensi merupakan tantangan
kesehatan masyarakat yang penting (Madhur, 2014).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan/atau diastolik 90 mmHg atau
lebih pada dua kali pengukuran dengan selang waktu minimal lima menit
dalam keadaan cukup istirahat atau tenang (Pusdatin, 2014). Tekanan darah
dikatakan normal jika TDS kurang dari atau 120 mmHg dan atau TDD kurang
dari dan atau 80 mmHg. Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan derajat
dan kategorinya. Berdasarkan derajatnya, hipertensi dapat dibagi menjadi
hipertensi ringan, sedang, dan berat. Berdasarkan kategorinya, hipertensi dapat
dibagi menjadi hipertensi urgensi, hipertensi emergensi, dan hipertensi
terakselerasi, dan hipertensi maligna (Madhur, 2014).
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
terjadi di negara maju maupun negara berkembang.Angka kejadian hipertensi
di seluruh dunia mencapai 1 milyar orang dan sekitar 7,1 juta kematian akibat
hipertensi terjadi setiap tahunnya (Depkes RI, 2008). Menurut Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementerian Kesehatan RI tahun 2007,
prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia diatas 18 tahun mencapai 29,8%.
Prevalensi ini semakin bertambah seiring dengan bertambahnya usia.
Prevalensi hipertensi pada golongan umur 55-64 tahun, 65-74 tahun dan >75
tahun, masing-masing mencapai 53,7%, 63,5%, dan 67,3%. (Dharmeizar,
2012). Di banyak negara, 50% dari populasi yang berusia lebih dari 60 tahun
memiliki hipertensi. Secara keseluruhan, sekitar 20% dari masyarakat dewasa
di dunia diperkirakan mengalami hipertensi (Madhur, 2014). Berdasarkan

3
Riskesdas tahun 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia hasil pengukuran
pada umur 18 tahun sebesar 25,8 persen. Prevalensi hipertensi di Jawa
Tengah mencapai 26,4% (Riskesdas, 2013). Data kasus hipertensi dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Banyumas menunjukkan bahwa jumlah kasus hipertensi
pada tahun 2014 sebesar 6398 kasus. Penyakit hipertensi juga menjadi 10
besar kasus penyakit terbanyak di Puskesmas II Kemranjen yaitu sebesar 748
pada tahun 2016 dengan angka yang menunjukkan peningkatan dari 669 kasus
pada tahun 2015, 590 kasus pada tahun 2014, 510 kasus pada tahun 2013
(Puskesmas II Kemranjen, 2016).
Terdapat 7 desa yang merupakan wilayah kerja Puskesmas II
Kemranjen. Dari data profil Puskesmas II Kemranjen tahun 2016 menunjukan
jumlah kasus hipertensi terbesar adalah desa Pageralang yaitu sebesar 163
kasus. Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan analisis faktor risiko pada
desa tersebut.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas tentang faktor risiko hipertensi di
desa Pageralang wilayah kerja Puskesmas II Kemranjen, Banyumas.
2. Tujuan khusus
a. Menentukan faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian
hipertensi di desa Pageralang wilayah kerja Puskesmas II Kemranjen,
Banyumas.
b. Memberikan informasi mengenai faktor risiko hipertensi sebagai
upaya promotif dan preventif terhadap komplikasi hipertensi di desa
Pageralang wilayah kerja Puskesmas II Kemranjen, Banyumas
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah ilmu dan pengetahuan di bidang kesehatan dalam mencegah
penyakit hipertensi, terutama faktor risiko yang dapat menimbulkan
terjadinya penyakit hipertensi.

4
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi masyarakat
Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit hipertensi,
faktor risiko dan cara untuk mencegah penyakit tersebut sehingga
diharapkan dapat mengontrol tekanan darah dan mengurangi
komplikasi hipertensi.
b. Manfaat bagi puskesmas
Membantu program enam dasar pelayanan kesehatan puskesmas
berkaitan dengan promosi kesehatan terutama masalah hipertensi
sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan menentukan
kebijakan yang harus diambil untuk menyelesaikan masalah.
c. Bagi mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah
kesehatan di desa Pageralang wilayah kerja Puskesmas II Kemranjen,
Banyumas.

5
II. ANALISIS SITUASI
A. Deskripsi Situasi dan Kondisi Puskesmas dan Wilayah Kerjanya
1. Keadaan Geografis
Kecamatan Kemranjen terletak di bagian selatan Kabupaten
Banyumas dan dibatasi oleh Kecamatan Banyumas dan Kecamatan
Somagede disebelah utara, Kabupaten Cilacap disebelah selatan,
Kecamatan Sumpiuh di sebelah timur dan Kecamatan Kebasen di sebelah
barat. Kecamatan Kemranjen memiliki 15 desa, yaitu Desa Alasmalang,
Desa Grujugan, Desa Karanggintung, Desa Karangjati, Desa
Karangsalam, Desa Kebarongan, Desa Kecila, Desa Kedungpring, Desa
Nusamangir, Desa Pageralang, Desa Petarangan, Desa Sibalung, Desa
Sibrama, Desa Sidamulya dan Desa Sirau.

Gambar 2.1 Peta Kecamatan Kemranjen


Terdapat dua Puskesmas di Kecamatan Kemranjen yaitu
Puskesmas I Kemranjen dan Puskesmas II Kemranjen. Puskesmas II
Kemranjen merupakan puskesmas yang berada di Jalan Raya Buntu, Desa
Sidamulya, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas. Puskesmas II
Kemranjen memiliki luas wilayah kerja sekitar 250 km2, yang terdiri atas
wilayah Desa Sirau (47.3 km2), Desa Kebarongan (44.3 km2), Desa
Grujungan (25.6 km2), Desa Sidamulya (21.7 km2), Desa Pageralang (59.2
km2), Desa Alasmalang (30.2 km2) dan Desa Nusamangir (21.6 km2).
Batas wilayah Puskesmas II Kemranjen sebelah utara adalah Desa
Karangrau, Kecamatan Banyumas; sebelah Selatan berbatasan dengan
Desa Mujur lor, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap; sebelah Timur

6
berbatasan dengan Desa Karangjati, Kecamatan Kemranjen; sedangkan
sebelah Barat berbatasan dengan Desa Adisana, Kecamatan Kebasen.
2. Keadaan Demografi Kecamatan Kemranjen
a. Pertumbuhan penduduk
Data dari Puskesmas II Kemranjen menunjukkan pada akhir
tahun 2016 di bulan Desember, jumlah penduduk di wilayah
Puskesmas II Kemranjen adalah 40.085 jiwa dengan jumlah penduduk
laki-laki sebanyak 19.734 jiwa dan jumlah penduduk perempuan
sebanyak 20.351 jiwa. Jumlah penduduk tertinggi berada di Desa
Pageralang yaitu sebesar 10.313 jiwa, sedangkan jumlah penduduk
terendah berada di Desa Nusamangir yaitu sebesar 3.080 jiwa.
b. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur
Jumlah penduduk di wilayah Puskesmas II Kemranjen
berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur pada tahun 2016 dapat
dilihat pada tabel 2.1. berikut:
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok
Umur di Wilayah Puskesmas II Kemranjen Tahun 2016
Jumlah penduduk
Kelompok
No Laki-laki +
umur (tahun) Laki-laki Perempuan
perempuan
1 0-4 1.076 1.081 2.157
2 5-14 3.037 3.245 6.282
3 15-24 3.353 3.446 6.799
4 25-34 3.273 3.355 6.628
5 35-44 3.112 3.218 6.330
6 45-59 3.527 3.602 7.129
7 60-85+ 2.356 2.404 4.760
Jumlah 19.734 20.351 40.085
Sumber : Data Sekunder Puskesmas II Kemranjen Tahun 2016
Jika dilihat dari jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur
pada tabel diatas, maka jumlah penduduk dalam kelompok umur 45-
59 tahun adalah yang tertinggi, yaitu sebesar 7.129 jiwa.
c. Kepadatan penduduk
Penduduk diwilayah Puskesmas II Kemranjen adalah bervariasi
kepadatanya. Desa dengan jumlah penduduk terpadat berada di desa
Sidamulya dengan tingkat kepadatan sebesar 22,25 jiwa setiap

7
kilometer persegi, sedangkan wilayah dengan tingkat kepadatan yang
paling rendah berada di desa Sirau yaitu sebesar 13,54 jiwa setiap
kilometer persegi.
d. Tingkat Pendidikan
Data tingkat pendidikan penduduk yang berusia 10 tahun ke atas
di wilayah Puskesmas II Kemranjen menurut tingkat pendidikan
tertinggi yang ditamatkan tercatat pada tahun 2016 dapat diamati pada
tabel berikut :
Tabel 2.2 Tingkat Pendidikan Penduduk yang Berusia 10 Tahun Ke
Atas di Wilayah Puskesmas II Kemranjen pada Tahun 2016

Jumlah
Pendidikan Laki- Laki-laki + Persentase
Perempuan
laki perempuan
Tanpa ijazah 2.020 2.706 4.726 18,53
SD/ MI 4.851 4.750 9.601 37,64
SMP/ MTs 3.791 2.826 6.617 25,94
SMA/ MA 2.644 1.729 4.373 17,14
SMK 356 334 690 2,71
D1/ D2 176 149 325 1,27
D3 177 145 322 1,26
D4/ S1 314 281 595 2,33
S2/ S3 30 26 56 0,22
Jumlah 14.359 12.946 27.305
Sumber : Data Sekunder Puskesmas II Kemranjen Tahun 2016
e. Tingkat Pekerjaan Penduduk
Data tingkat pekerjaan penduduk di wilayah Puskesmas II
Kemranjen tercatat pada tahun 2015 dapat diamati pada tabel berikut:

Tabel 2.3 Tingkat Pekerjaan Penduduk di Wilayah Puskesmas II


Kemranjen pada Tahun 2015

Jenis Pekerjaan Jumlah (jiwa) Persentase (%)


Petani 18.951 47,19
PNS 6.035 15,03

8
TNI 566 1,41
Pedagang 7.128 17,75
Nuruh 7.489 18,65
Sumber: BPS Kabupaten Banyumas, 2015
3. Sumber Pelayanan Kesehatan
a. Tempat Pelayanan Kesehatan
Puskesmas :1
Puskesmas Pembantu :1
PKD :7
BPM : 13
Posyandu Balita : 59
Posyandu Lansia : 33
RS Swasta :1
BP Swasta :1
Dokter Praktek Swasta :1
b. Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas II Kemranjen
Berdasarkan data sekunder dari Puskesmas II Kemranjen tahun 2015
didapatkan jumlah tenaga kesehatan sebagai berikut :
Dokter umum PNS/Kontrak : 3 orang
Dokter Gigi : 1 orang
Bidan Puskesmas : 7 orang
Bidan Desa : 11 orang
Perawat PNS/Kontrak : 11 orang
Petugas Laboratorium : 1 orang
TU dan Staf Administrasi : 5 orang
Petugas Farmasi : 2 orang
Petugas Gizi : 2 orang
Petugas Imunisasi/Bidan : 1 orang
Petugas Kesling/Epidemiologi : 2 orang
Petugas Cleaning Service/Supir/Penjaga Malam : 4 orang

B. Cakupan Program Pelayanan Kesehatan Dasar

9
Untuk memberikan gambaran derajat kesehatan masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas II Kemranjen, ditampilkan tabel berupa resum profil
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas II Kemranjen pada tahun 2016.
1. Angka Kematian (Mortalitas)
Berikut ini akan diuraikan perkembangan tingkat kematian pada periode
tahun 2016 yaitu sebagai berikut :
a. Jumlah Lahir Hidup
Jumlah kelahiran di wilayah kerja Puskesmas II Kemranjen pada
tahun 2016 sebanyak 565 jiwa, dengan 285 jiwa berjenis kelamin laki-
laki dan 278 jiwa berjenis kelamin perempuan. Jumlah kelahiran hidup
sebanyak 556 jiwa, dan jumlah kelahiran mati sebanyak 9 jiwa.
b. Angka Kematian Bayi
Data profil Puskesmas II Kemranjen menunjukkan angka
kematian bayi laki-laki dan perempuan sebesar 15.9 per 1000 kelahiran
hidup, yaitu berjumlah 9 kasus kematian.
c. Angka Kematian Ibu
Angka kematian ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas di
Puskesmas II Kemranjen adalah 1. Dapat dikatakan angka kematian ibu
hamil, ibu bersalin, dan ibu nifas sebesar 173 per 100.000 kelahiran
hidup.
2. Angka Kesakitan (Morbiditas)
a. AFP Rate (non polio) < 15 tahun
Acute Flaccid Paralysis non polia merupakan kasus kelumpuhan
ekstremitas bawah yang tidak disebabkan oleh penyakit polio. Jumlah
kasus AFP (non polio) pada tahun 2015 adalah 0 kasus.
b. Jumlah Kasus TB Paru
Jumlah perkiraan TB Paru kasus baru di Puskesmas II Kemranjen
pada tahun 2016 adalah 47 kasus dengan jumlah kasus TB Paru yang
ditemukan sebanyak 10 kasus. Hal ini menunjukkan angka penemuan
kasus mencapai 21.28%. Angka kesembuhan dan pengobatan lengkap
pada kasus TB Paru sebesar 50%. Jumlah kasus TB Paru kasus lama
sebanyak 15 kasus. Hal ini menunjukkan penangan pasien TB paru di
Puskesmas II Kemranjen belum berjalan dengan baik.

10
c. Pneumonia Pada Balita
Jumlah perkiraan balita penderita pneumonia pada tahun 2016
sebanyak 79 kasus. Kasus Pneumonia pada balita yang ditemukan dan
ditangani di wilayah kerja Puskesmas II Kemranjen adalah sebanyak 4
kasus atau sebesar 5,06% dengan 3 kasus pada laki-laki dan 1 kasus pada
perempuan. Hal ini menunjukkan pencapaian kasus pneumonia pada
balita masih rendah.
d. Penyakit Diare
Jumlah kasus diare yang ditemukan dan ditangani pada tahun 2016
sebanyak 455 kasus, dengan 214 kasus pada laki-laki dan 241 kasus
pada perempuan.
e. Penyakit Demam Berdarah Dengue
Kasus penyakit Demam Berdarah Dengue pada tahun 2016
sebanyak 10 kasus. Masing-masing ditemukan di desa Kebarongan,
Sirau, Sidamulya, Pageralang, dan Nusamangir. Angka insidensinya
sebesar 24,9 per 100.000 penduduk. Pasien DBD yang ditangani
sebanyak 10 kasus yang berarti pencapaian pengobatan pasien DBD
mencapai 100%.
f. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi
Data di Puskesmas II Kemranjen menunjukkan jumlah kasus
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yang meliputi
difteri, pertusis, tetanus neonatorum, campak, polio dan hepatitis B
sebanyak 0 kasus. Hal ini didukung pula dengan pencapaian standar
pelayanan minimal Puskesmas II Kemranjen terhadap imunisasi sudah
berjalan maksimal.
g. Hipertensi
Kasus penyakit hipertensi di wilayah kerja Puskesmas II Kemranjen pada
tahun 2016 sebanyak 748 kasus.

3. Upaya Kesehatan

11
Upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan Puskesmas sebagai
pelayanan kesehatan dasar harus dilakukan secara tepat dan cepat,
diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat sudah dapat
diatasi. Kegiatan pokok Puskesmas biasa dikenal dengan istilah basic six
atau enam program pokok puskesmas yang meliputi: Promosi Kesehatan
(Promkes), Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak termasuk KB,
Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat, Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit Menular, dan Pengobatan.
a. Promosi kesehatan
Program-program yang dilakukan oleh Puskesmas II Kemranjen
khususnya dalam bidang Promosi Kesehatan adalah melalui kegiatan-
kegiatan berikut:
1) Penyuluhan PHBS
Upaya penyuluhan PHBS yang dilakukan oleh Puskesmas II
Kemranjen pada tahun 2015 meliputi rumah tangga, institusi
pendidikan (sekolah), institusi sarana kesehatan, institusi TTU, dan
insitusi tempat kerja. Target cakupan penyuluhan PHBS pada
tingkat rumah tangga tahun 2015 yaitu 80%, dengan target yang
dicapai 60,42% dari 8557 target. Target cakupan penyuluhan PHBS
pada tingkat institusi pendidikan tahun 2015 yaitu 100%, dengan
target yang dicapai 100% . Target cakupan penyuluhan PHBS pada
tingkat sarana kesehatan tahun 2015 yaitu 80%, dengan target yang
dicapai 77,8%. Target cakupan penyuluhan PHBS pada tingkat
institusi TTU tahun 2015 yaitu 100%, dengan target yang dicapai
18%. Target cakupan penyuluhan PHBS pada tempat kerja tahun
2015 yaitu 80%, dengan target yang dicapai 75%. Hal ini
menunjukkan bahwa pada tahun 2015 target PHBS untuk tingkat
rumah tangga, institusi pendidikan, sarana kesehatan, TTU, dan
tempat kerja belum mendapatkan hasil yang baik, karena
pencapaian kurang dari target.
Jumlah rumah tangga berperilaku hidup bersih dan sehat di
wilayah kerja Puskesmas II Kemranjen sebanyak 8695 rumah
namun yang dipantau hanya sebanyak 123 rumah yaitu hany 1.4%

12
dari total semua rumah. Dari jumlah rumah yang dipantau rumah
Ber-PHBS sebesar 108 rumah yaitu 87.8%. Wilayah kerja
Puskesmas II Kemranjen mencakup 7 desa, yaitu desa Kebarongan,
desa Sirau, desa Grujuran, desa Sidamulya, desa Pageralang, desa
Alasmalang dan desa Nusamangir.
2) Bayi mendapat ASI eksklusif
Salah satu promosi kesehatan yang gencar dilakukan di
Puskesmas II Kemranjen adalah nasehat untuk memberikan ASI
ekslusif oleh ibu kepada bayinya. Berdasarkan data Puskesmas II
Kemranjen tahun 2016, target bayi yang mendapat ASI ekslusif
yaitu 80% cakupan dengan pencapaian 83.3%. Hal ini
menunjukkan program sudah berjalan dengan baik.
3) Mendorong terbentuknya upaya kesehatan bersumber
masyarakat
Untuk mendorong terbentuknya upaya kesehatan yang
bersumber dari masyarakat, Puskesmas II Kemranjen
mencanangkan program posyandu madya (baru), posyandu
purnama, dan mandiri. Ketiga cakupan tersebut terlaksana pada
tahun 2016 dengan pencapaian 39 posyandu (65%) terdiri dari
target cakupan 21 posyandu madya (33,90%), 38 posyandu
purnama (64,41%), dan 1 posyandu mandiri (1,69%). Posyandu
aktif 65% yang menunjukkan program belum berjalan dengan baik.
4) Penyuluhan Napza
Berdasarkan data Puskesmas II Kemranjen tahun 2016, salah
satu upaya promosi kesehatan yang dilakukan di wilayah kerja
puskesmas adalah melakukan penyuluhan Napza dengan sasaran
siswa-siswi SD, SMP dan SMA. Cakupan program penyuluhan
Napza di Puskesmas II Kemranjen mencapai 100% cakupan 40
target penyuluhan institusi pendidikan formal dengan pencapaian
50%, hal ini menunjukkan program belum berjalan dengan
maksimal.
b. Kesehatan Lingkungan

13
Program-program yang dilakukan oleh Puskesmas II Kemranjen
khususnya dalam bidang Kesehatan lingkungan adalah melalui
kegiatan-kegiatan berikut:
1) Penyehatan lingkungan pemukiman dan jamban keluarga
Berdasarkan data Puskesmas II Kemranjen tahun 2016,
capaian jamban sehat di wilayah kerja Puskesmas adalah 61% dari
target sebesar 72%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
cakupan rumah sehat di wilayah kerja Puskesmas II Kemranjen
belum memenuhi target.
2) Penyehatan air
Berdasarkan data Puskesmas II Kemranjen tahun 2016,
jumlah keluarga dengan sanitasi air bersih adalah 65% dari target
sebesar 72%. Pencapaian tersebut masih belum memenuhi target
2016. Hal ini masih menjadi perhatian Puskesmas dalam upaya
penyediaan air bersih di wilayah kerjanya.
3) Sanitasi makanan dan minuman
Berdasarkan data Puskesmas II Kemranjen tahun 2016,
jumlah tempat pengelolaan makanan yang terdata di Puskesmas II
Kemranjen adalah sebanyak 45 tempat. Dari pemeriksaan terhadap
sanitasi makanan dan minuman pada tahun 2016, didapatkan hasil
sebesar 80% dari 45 tempat yang diperiksa merupakan TPM yang
sehat. Target TPM sehat tahun 2016 adalah sebesar 100%, sehingga
dapat disimpulkan bahwa capaian TPM sehat pada tahun 2016 di
wilayah kerja Puskesmas II masih belum memenuhi target.
4) Sanitasi tempat-tempat umum
Berdasarkan data Puskesmas II Kemranjen tahun 2016,
capaian sanitasi tempat-tempat umum yang terdata di Puskesmas II
Kemranjen sebanyak 30 tempat dari 45 tempat yaitu sebanyak 66%
yang memenuhi syarat dengan target 100%. Hal ini menunjukkan
bahwa sanitasi tempat umum pada wilayah kerja puskesmas II
Kemranjen masih belum mencapai target, sejauh ini intervensi

14
sanitasi tempat umum hanya dilakukan inspeksi tanpa adanya
pembinaan.
c. Kesehatan Ibu dan Anak Termasuk KB
Program-program yang dilakukan oleh Puskesmas Kemranjen
tahun 2015 khususnya dalam bidang kesehatan ibu dan anak termasuk
KB adalah melalui kegiatan-kegiatan berikut:
1) Kesehatan ibu
Berdasarkan data Puskesmas II Kemranjen tahun 2016,
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil sesuai standar untuk kunjungan
lengkap mencapai 87.9% dari target sebesar 100%. Pelayanan
persalinan oleh tenaga kesehatan sesuai standar mencapai 94.1% dari
target sebesar 95.2%, pelayanan nifas lengkap (ibu dan neonatus)
sesuai standar (KN 3) mencapai 93.6% dari target sebesar 99.7%.
Dari data yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan, serta cakupan pelayanan nifas
lengkap belum memenuhi target 2016.
2) Kesehatan bayi
Berdasarkan data Puskesmas II Kemranjen tahun 2016
capaian BBLR yang ditangani adalah 100% dari target 100%. Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan cakupan kesehatan bayi telah
memenuhi target 2016.
3) Upaya kesehatan balita dan anak pra-sekolah
Upaya kesehatan yang dilakukan Puskesmas II Kemranjen
dalam rangka meningkatkan kesehatan balita dan anak pra-sekolah,
meliputi pelayanan deteksi dan stimulasi dini tumbuh kembang balita
(kontak pertama), dan pelayanan deteksi dan stimulasi dini tumbang
anak pra sekolah. Berdasarkan data Puskesmas II Kemranjen tahun
2016, capaian pelayanan kesehatan bagi balita (minimal 8 kali)
adalah 100% dari target sebesar 100% sedangkan capaian
penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat adalah 100% dari
target sebesar 100%. Dari data yang telah dipaparkan, dapat

15
disimpulkan bahwa target 2016 untuk pelayanan kesehatan balita
serta penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat telah terpenuhi.
4) Pelayanan KB
Berdasarkan data Puskesmas II Kemranjen tahun 2016,
capaian peserta akseptor KB aktif mencapai 100% dari 4.701 target,
sedangkan capaian akseptor KB aktif MKJP (metode KB jangka
panjang) di puskesmas mencapai 42,2% dari target sebesar 80%.
Dari data yang tersebut, dapat disimpulkan bahwa capaian akseptor
KB aktif di puskesmas sudah baik, tetapi pada akseptor KB aktif
MKJP masih belum mencapai target.
d. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
Tujuan umum upaya perbaikan gizi puskesmas adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan setiap keluarga di
wilayah Puskesmas untuk mencapai Keluarga Sadar Gizi agar terwujud
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya melalui program:
1) Pemberian kapsul vitamin A
Berdasarkan data puskemas II Kemranjen tahun 2016, capaian
pemberian kapsul vitamin A mencapai 100% dari target 100%. Hal
ini menunjukkan target telah terpenuhi.
2) Pemberian tablet besi pada ibu hamil
Berdasarkan data puskemas II Kemranjen tahun 2016, capaian
pemberian tablet besi pada ibu hamil mencapai 88,26% dari target
92%. Hal ini menunjukkan target belum terpenuhi.
3) Pemberian PMT pemulihan bayi gizi buruk pada gakin
Berdasarkan data puskemas II Kemranjen tahun 2016,
capaian pemberian PMT pemulihan gizi buruk pada gakin mencapai
100% dari target 100%. Hal ini menunjukkan target telah terpenuhi.
4) Balita dibawah garis merah/KEP
Berdasarkan data puskemas II Kemranjen tahun 2016,
capaian balita dibawah garis merah/KEP mencapai 1.1%.

. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

16
Program-program yang dilakukan oleh Puskesmas Kemranjen khususnya
dalam bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit menular adalah
melalui kegiatan-kegiatan berikut:
1) Pencegahan dan Pemberantasan Tuberkulosis Paru
Berdasarkan data dari programer Tuberkulosis Paru
Puskesmas dapat diketahui bahwa pada tahun 2016, target
pengobatan TB paru 100% dengan capaian 50%. Hal ini
menunjukkan upaya Puskesmas mengobati pasien dengan TB Paru
belum berjalan dengan baik karena tidak memenuhi target.
2) Pelayanan Imunisasi
Berdasarkan data petugas Puskesmas II Kemranjen tahun
2015, capaian desa atau kelurahan Universal Child Imunization
(UCI) sebanyak 100%. Capaian program imunisasi meliputi
imunisasi HB 1 pada bayi < 7 hari 99,28% dengan target 100%.
Capaian imunisasi BCG 98,75% dengan target 100%. Capaian
imunisasi DPT-HB3/DPT-HB-HIB3 pada bayi 99% dengan target
100%. Capaian imunisasi Polio4 pada anak 98,61% dengan target
100%. Capaian imunisasi Campak pada anak 95,83% dengan target
100%. Capaian imuniasasi dasar lengkap 93,04% dengan target
100%.
3) Diare
Berdasarkan data puskemas II Kemranjen tahun 2015,
capaian penemuan kasus dan penanganan diare 100% dengan target
100%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa program diare
telah memenuhi target.
C. Top-10 Diseases
D. Tabel 2.4 Data 10 penyakit terbesar di puskesmas II Kemranjen
PeriodeFebruari-April 2017
No Penyakit Februari Maret April Jumlahkas
us
1 Dispepsia 164 174 165 503
2 ISPA 241 264 251 756
3 Cephalgia 169 182 173 524

17
4 Gastroenteritis (GE) 107 111 109 327
5 Hipertensi 96 101 100 297
6 TB Paru 35 29 29 93
7 Myalgia 51 53 54 158
8 Faringitis 56 60 60 176
9 Typhoid Fever 54 54 56 164
10 GERD 86 86 70 242
Sumber: Data Sekunder Puskesmas II Kemranjen 2017

III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

18
A. Daftar Permasalahan Kesehatan

Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan sehingga


menimbulkan rasa tidak puas. Masalah dapat mengakibatkan
ketidakmaksimalan dalam melaksanakan suatu kegiatan. Perlu diperhatikan
hal yang diharapkan dan keadaan yang terjadi di lapangan dalam penetapan
masalah, sehingga dapat dicari penyebab atau hal-hal yang dapat membuat
tujuan tidak tercapai.Dalam memutuskan adanya masalah, diperlukan tiga
syarat yang harus dipenuhi, antara lain adanya kesenjangan, adanya rasa tidak
puas, dan adanya rasa tanggung jawab untuk menanggulangi masalah
(Timmreck, 2004).
Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) di Puskesmas II
Kemranjen mengidentifikasi permasalahan dari segi morbiditas penyakit
menular di wilayah Puskesmas II Kemranjen. Berikut ini adalah data sepuluh
penyakit menular di wilayahkerja Puskesmas II Kemranjen bulan Januari-
Agustus 2016.

Tabel 3.1 Daftar 5 Penyakityang masih menjadi masalah di wilayah kerja


Puskesmas II Kemranjen Bulan Februari-April Tahun 2017

No Penyakit Jumlahkasus
1 Gastroenteritis 327
2 Hipertensi 297
3 TB Paru 93
4 Typhoid Fever 164
5 GERD 242
Sumber: Data Sekunder Puskesmas II Kemranjen 2017
B. Penentuan Prioritas Masalah (Berdasarkan Metode Tertentu)
Penentuan prioritas masalah output di wilayah kerja Puskesmas II
Kemranjen dengan menggunakan metode Hanlon Kuantitatif dengan empat
kelompok kriteria, yaitu:
1. : besarnya masalah (magnitude of the problem)
Kelompok kriteria A
2. : kegawatan masalah, penilaian terhadap
Kelompok kriteria B dampak, urgensi dan biaya
3. : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu
Kelompok kriteria C penilaian terhadap tingkat kesulitan

19
penanggulangan masalah
4. : PEARL factor, yaitu penilaian terhadap
Kelompok kriteria D propriety, economic, acceptability, resources
availability, legality
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah
di Puskesmas II Kemranjen adalah sebagai berikut:
1. Kriteria A (besarnya masalah)
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya
penduduk yang terkena efek langsung. Kriteria ini menggunakan
perhitungan persentasi populasi yang terkena masalah kesehatan
(Kasus/populasi x 100%). Penduduk yang terkena kasus di wilayah kerja
Puskesmas II Kemranjen.
Tabel 3.1KategorikasuspadaKriteria A
Skor Persentase
0 <0.01
1-2 0.01-0.09
3-4 0.1-0.9
5-6 1-9.9
7-8 10-24.9
9-10 >25

Tabel 3.2 Kriteria A Hanlon Kuantitatif


No Output Total CI Skor
1 Gastroenteritis (GE) 327 0.008% 0
2 Hipertensi 297 0.007% 0
3 TB Paru 93 0.002% 0
4 Typhoid Fever 164 0.004% 0
5 GERD 242 0.006% 0
Sumber : Data Sekunder Puskesmas II Kemranjen
2. Kriteria B (kegawatan
masalah)
Kegawatan : (paling cepat mengakibatkan kematian)
Skor :2 = Tidak gawat
4 = Kurang gawat
6 = Cukup gawat
8 = Gawat
10= Sangat gawat

20
Urgensi : (harus segera ditangani karena dapat menyebabkan
kematian)
Skor :2 = Tidak urgen
4 = Kurang urgen
6 = Cukup urgen
8 = Urgen
10= Sangat urgen
Biaya : (biaya penanggulangan)
Skor :2 = Sangat murah
4 = Murah
6 = Cukup mahal
8 = Mahal
10= Sangat mahal
Tabel 3.2 Kriteria B Hanlon Kuantitatif
Masalah Kegawatan Urgensi Biaya Nilai
Gastroenteritis (GE) 2 6 4 4
Hipertensi 8 10 6 8
TB Paru 8 8 8 8
Typhoid Fever 4 6 6 5.3
GERD 4 4 4 4

3. Kriteria C (penanggulangan
masalah)
Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan, pertanyaan yang
harus dijawab adalah apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia
mampu menyelesaikan masalah: makin sulit dalam penanggulangan, skor
yang diberikan makin kecil.
Skor : 0 = Efektivitas <5%
1-2 = Efektivitas 5-20%
3-4= Efektivitas 20-40%
5-6= Efektivitas 40-60%
7-8= Efektivitas 60-80%
9-10= Efektivitas 80-100%

4. Kriteria D (P.E.A.R.L)

21
Propriety : kesesuaian (1/0)
Economic : ekonomi murah (1/0)
Acceptability : dapat diterima (1/0)
Resourcesavailability : tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : legalitas terjamin (1/0)
Tabel 3.3 Kriteria P.E.A.R.L. Hanlon Kuantitatif
Masalah P E A R L Hasil
Gastroenteritis (GE) 1 1 1 1 1 1
Hipertensi 1 1 1 1 1 1
TB Paru 1 1 1 1 1 1
Typhoid Fever 1 1 1 1 1 1
GERD 1 1 1 1 1 1
5. Penetapan nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai
tersebut dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
a. Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B) x C
b. Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
Tabel 3.4 Penetapan Prioritas Masalah
D Urutanpri
No Masalah A B C D NPD NPT
P E A R L oritas
1 GE 0 4 5 1 1 1 1 1 1 20 20 4
2 Hipertensi 0 8 8 1 1 1 1 1 1 64 64 1
3 TB Paru 0 8 8 1 1 1 1 1 1 64 64 2
4 Typhoid Fever 0 5.3 5 1 1 1 1 1 1 26.5 26.5 3
5 GERD 0 4 4 1 1 1 1 1 1 16 16 5
Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan
prioritas masalahnya adalah sebagai berikut:
1) Hipertensi
2) TB Paru
3) Typhoid Fever
4) Gastroenteritis
5) GERD

22
IV. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah 140/90 mm
Hg atau lebih tinggi. Definisi konservatif ini telah dipertanyakan
karena data epidemiologi menunjukkan hubungan posistif antara
risiko kematian dari penyakit arteri koroner dan stroke dengan tekanan
darah sistolik atau diastolik minimum 115/75 mm Hg (Victor,2012).
Secara klinis, hipertensi dapat didefinisikan sebagai tingkat tekanan
darah di mana dilakukan terapi mengurangi tekanan darah terkait
morbiditas dan mortalitas (Kotchen,2015).
2. Epidemiologi
Peningkatan tekanan darah berkaitan dengan dengan usia,
prevelensi hipertensi bervariasi antar negara dan antar sub populasi
dalam suatu negara. Hipertensi terdapat di semua populasi kecuali
sejumlah kecil individu yang hidup di negara berkembang. Dalam
masyarakat industri meningkat terus-menerus selama dua dekade
pertama kehidupan (Kotchen,2015). Beberapa studi menunjukkan
bahwa hipertensi lebih menonjol pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan. Dalam penelitian lain, prevelensi hipertensi lebih tinggi
pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Sedangkan dalam
beberapa penelitian tidak terdapat perbedaan. Dalam penelitian Vera et
al., (2012)tidak menemukan perbedaan perbedaan prevelensi
hipertensi antara laki-laki dan perempuan. Hampir satu dari empat
orang dewasa berusia 35 dan 45 tahun di Serbia menderita hipertensi.
Lebih dari 75% orang dewasa berusia 65 atau lebih menderita
hipertensi. Peningkatan hipertensi terkait usia telah ditemukan di
seluruh dunia.
3. Etiologi
Baik faktor lingkungan dan genetik dapat berkontribusi
dalam perkembangan hipertensi. Obesitas dan peningkatan berat badan
merupakam faktor risiko independen penyakit hipertensi. Prevelensi

23
hipertensi berhubungan dengan asupan Na Cl, dan peningkatan
tekanan darah terkait usia ditambah dengan saupan Na Cl tinggi dan
konsumsi makanan rendah kalsium dan kalium berkontribusi untuk
meningkatkan risiko hipertensi. Urin rasio narium-kalium (indeks dari
intake natrium dan kalium) adalah korelasi kuat tekanan darah
daripada natrium atau kalium saja. Konsumsi alkohol, stres
psikososial, dan rendahnya aktivitas fisik dapat menyebabkan
hipertensi (Kotchen,2015).
4. Faktor Risiko
a. Faktor risiko tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Seseorang rentan mengalami hipertensi pada usia antara
30-55 tahun. Usia menyebabkan arteri kehilangan elastisitas
atau kelenturan sehingga pembuluh darah akan berangsur-
angsur menyempit dan menjadi kaku, selain itu, pada usia
lanjut sensitivitas pengatur tekanan darah yaitu refleks
baroreseptor mulai berkurang. Hal ini mengakibatkan tekanan
darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Syukraini,
2009).
2) Jenis kelamin
Prevalensi hipertensi antara wanita dan pria sebenarnya sama
saja, namun sebelum memasuki usia lanjut, satu diantara lima
orang pria dewasa memiliki peluang untuk hipertensi. Hal ini
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Wanita terlindungi
dari penyakit kardiovaskular sebelum menopause karena
adanya peran hormon esterogen yang mampu melindungi
kerusakan pada endotel pembuluh darah, selain itu juga
esterogen dapat meningkatkan kadar High Density Lipoprotein
(HDL). Saat menginjak masa premenopause wanita akan
kehilangan hormon esterogennya sehingga hipertensi mudah

24
saja untuk terjadi pada wanita sesuai dengan faktor resiko yang
lain (Syukraini, 2009).
3) Riwayat keluarga hipertensi
Seseorang dengan riwayat keluarga hipertensi, sebagian
gennya akan berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan
yang akan meningkatkan tekanan darah. Riwayat keluarga
dekat yang mempunyai hipertensi akan meningkatkan risiko
hipertensi sebesar 4 kali lipat melaporkan bahwa seseorang
yang normal dengan riwayat hipertensi pada keluarga terjadi
penurunan aktivitas saraf parasimpatis yang signifikan.
perubahan saraf otonom ini diturunkan melalui genetik yang
berperan dalam kejadian hipertensi.
b. Faktor risiko dapat dimodifikasi
1) Stres
Stres telah lama diketahui mampu merangsang
peningkatan tekanan darah. Rasa stres seperti tertekan,
murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah)
dapat merangsang pelepasan hormon adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,
sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres
berlangsung cukup lama, tubuh akan berusaha
mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan
organis atau perubahan patologis yang mungkin menetap,
selain itu peristiwa yang menyebabkan stres mendadak
dapat belum dapat dipastikan untuk mampu meningkatkan
tekanan darah (Nurkhalida, 2003).
2) Asupan Garam
Asupan nutrisi yang mampu mempengaruhi
kejadian hipertensi salah satunya adalah natrium atau
garam. Garam merupakan faktor yang sangat penting
dalam patogenesis hipertensi. Asupan garam kurang dari
tiga gram setiap hari memiliki prevalensi hipertensi yang

25
rendah sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram per
hari menyebabkan prevalensi hipertensi meningkat antara
15-20%, oleh karena itu WHO menganjurkan untuk
pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari
atau setara dengan 2400 mg natrium (Syukraini, 2009).
Pada dasarnya konsumsi natrium bersama klorida
yang terdapat dalam garam dapur dengan jumlah normal
dapat membantu mempertahankan keseimbangan cairan
tubuh untuk mengatur tekanan darah, namun natrium
dalam jumlah yang berlebih dapat menahan air (retensi),
sehingga meningkatkan volume darah, akibatnya jantung
harus bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan
darah menjadi tinggi. Beberapa peneliti membuktikan
bahwa mereka yang memiliki kecsenderungan menderita
hipertensi secara keturunan memiliki kemampuan yang
lebih rendah untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya
(Syukraini, 2009).
3) Merokok
Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab
meningkatnya tekanan darah segera setelah hisapan
pertama. Zat nikotin yang terdapat dalam rokok dapat
mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah yang
dapat memicu terjadinya plak dan penyempitan lumen,
selain itu nikotin juga mampu meningkatkan pelepasan
epinefrin yang dapat mengakibatkan terjadinya
penyempitan dinding arteri. Nikotin diserap oleh
pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru
dan diedarkan ke aliran darah dan mencapai otak. Otak
bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada
kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin).
Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh
darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat

26
karena tekanan yang lebih tinggi. Zat lain dalam rokok
adalah Karbon monoksida (CO) yang juga mengakibatkan
jantung akan bekerja lebih berat untuk memberi cukup
oksigen ke sel-sel tubuh (Mannan et al., 2012).
4) Aktivitas fisik
Aktifitas fisik yang teratur seperti olahraga sering
dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi. Hal ini
dikarenakan olahraga isotonik yang teratur mampu
menurunkan tahanan perifer yang dapat menurun juga
tekanan darah. Sebagian besar ahli berpendapat bahwa
seseorang yang tidak melakukan olahraga teratur
meningkatkan resiko hipertensi sebesar 2 kali
dibandingkan orang yang berolahraga teratur, bahkan
seseorang yang tidak pernah melakukan aktivitas fisik
secara aktif cenderung mempunyai frekuensi denyut
jantung yang lebih tinggi, sehingga otot jantung harus
bekerja lebih keras setiap kontraksinya (Syukraini, 2009).
5) Obesitas
Obesitas atau kegemukan ditentukan dengan
membandingkan antara berat badan dengan tinggi badan
kuadart dalam meter, sehingga menghasilkan Indeks Masa
Tubuh (IMT). Obesitas dapat terjadi ketika seseorang
lebih banyak mengkonsumsi lemak dan protein tanpa
memperhatikan serat. Semakin besar masa tubuh, makin
banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen
dan makanan ke jaringan tubuh. Hal ini menunjukkan
bahwa volume darah yang beredar melalui pembuluh
darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih
besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung. (Syukraini,
2009).

27
5. Tanda dan Gejala
Hipertensi disebut sebagai silent killer, gangguan kronis
tanpa gejala yang diam-diam merusak pembuluh darah, otak, dan
ginjal jika terdeteksi dan tidak diobati. Meskipun sakit kepala adalah
gejala umum pasien hipertensi ringan sampai sedang, episode sakit
kepala tidak berkorelasi dengan fluktuasi tekanan darah. Sebaliknya,
sakit kepala berkorelasi dengan kesadaran seseorang (Victor,2012).
6. Diagnosis
Evaluasi awal hipertensi harus mencapai tiga tujuan yaitu
tahap tekanan darah, menilai keseluruhan risiko kardiovaskuler pasien,
dan mendeteksi hipertensi sekunder yang memerlukan evaluasi lebih
lanjut. Secara umum, tekanan darah telah diklasifikasikan menjadi tiga
yaitu normal, prehipertensi, dan hipertensi berdasarkan rata-rata dua
atau lebih pembacaan saat kunjungan. Tekanan darah harus diukur
minimal dua kali setelah 5 menit istirihat dengan pasien duduk. Sebuah
manset dewasa berukuran besar harus digunakan untuk mengukur
tekanan darah pada orang dewasa dengan kelebihan berat badan karena
manset standart akan menyebabkan nilai palsu meningkat saat
pembacaan (Victor,2012).
Tabel 2.2.Klasifikasi Hipertensi (Kotchen,2015)
Klasifikasi tekanan darah Sistolik, mmHg Diastolik, mmHg
Normal <120 and <80
Prehipertensi 120-140 or 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 or 90-99
Hipertensi tingkat 2 160 or 100
Hipertensi isolasi sistolik 140 and <90

7. Patofisiologi
Pada gambar 2.3curah jantung dan resistensi perifer adalah
dua penentu tekanan arteri. Curah jantung ditentukan oleh stroke
volume dan denyut jantung, stroke volume terkait dengan kontraktilitas
miokard dan ukuran kompartemen vaskuler. Resistensi perifer
perubahan anatomi dan fungsional arteri kecil dan arteriol
(Kotchen,2015). Pada tingkat sistem-organ, hipertensi menyebabkan

28
fungsi jalur yang memicu vasokonstriksi dan retensi natrium atau
hilangnya fungsi yang memicu vasodilatasi dan ekskresi natrium.
Saraf, hormon, ginjal, dan vaskuler terlibat dalam mekanisme ini.
Terdapat bukti peningkatan aktivasi neurohormonal berkontribusi pada
patofisiologi awal karena penurunan fungsi dan struktur vaskuler
(Victor,2012).

Stroke Volume

Curah Jantung

Denyut Jantung

Tekanan Arteri

Struktur Vaskuler

Resisten Perifer

Fungsi Vaskuler

Gambar 2.3. Faktor Penentu Tekanan Arteri (Kotchen,2015)

Reflek adrenergik memodulasi tekanan darah dalam pendek,


dan fungsi adrenergik bersama dengan hormon dan volume
intrvaskuler berkontribusi terhadap regulasi tekanan arteri jangka
panjang. Norepinefrin, epinefrin, dan dopamin memainkan peran
penting di tonus dan regulasi kardiovaskuler. Sistem renin-angiotensin-
aldosteron berkontribusi mengatur tekanan arteri melalui sifat
vasokonstriktor angiotensin dan natrium-mempertahankan sifat
aldosteron. Renin adalah protease aspartil yang di sintesis sebagai
enzim prekusor tidak aktif prorenin. Kebanyakan renin beredar di
sirkulasi mengalami sintesis di arteriol aferent ginjal. Prorenin dapat
disekresikan langsung ke dalam sirkulasi atau dapat diaktifkan dalam

29
sel sekretori dan dirilis sebagai renin aktif. Meskipun plasma manusia
mengandung dua sampai lima kali lebih prorenin dan renin, tidak
terdapat bukti bahwa prorenin memiliki kontribusi untuk aktivitas
fisiologis sistem renin-angiotensin-aldosteron. Terdapat tiga
rangsangan utama untuk sekresi renin, yaitu penurunan NaCl transport
di bagian distal lekung henle, penurunan tekanan atau peregangan
arteriol aferent ginjal, dan stimulasi sistem nervus simpatis dari renin-
secreting cells via l adrenoreceptors (Kotchen, 2015). Penjelasan
tentang sistem renin-angiotensin-aldosteron terdapat pada gambar 2.4.
Radius pembuluh darah dan compliance resistensi arteri
penting dalam penentu tekanan arteri. Resistensi terhadap aliran
berbanding terbalik dengan kekuatan keempat radius, dan akibat
penurunan kecil ukuran lumen secara signifikan meningkatkan
resistensi. Pada pasien hipertensi, perubahan struktural, mekanik, atau
fungsional mengurangi diameter lumen arteri kecil dan arteriol
(Kotchen,2015).
8. Tatalaksana
Implementasi perubahan gaya hidup yang mempengaruhi
tekanan darah memilili implikasi baik pencegahan dan pengobatan
hipertensi. Promosi kesehatan tentang perubahan gaya hidup
direkomendasikan untuk individual dengan prehipertensi dan sebagai
terapi tambahan untuk pasien hipertensi. Modifikasi diet yang efektif
menurunkan tekanan darah adalah menurunkan berat badan,
menurunkan intake natrium, meningkatkan intake kalium, mengurangi
konsumsi alkohol, dan pola gaya hidup sehat. Terapi kombinasi
direkomendasikan untuk individu dengan tekanan darah >140/90 mm
Hg. Kontrol hipertensi merupakan pilihan paling tepat dalam
pencegahan untuk memperlambat laju perkembangan hipertensi terkait
penyakit ginjal (Kotchen,2015).

9. Komplikasi

30
Hipertensi menggandakan risiko penyakit kardiovaskuler,
termasuk penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung (CHF), stroke
hemoragik dan iskemik, gagal ginjal, dan penyakit arteri perifer
(Kotchen,2015).

Gambar 2.4.Renin-Angiotensin-Aldosterone Axis


Renin-Angiotensin-Aldosterone Axis berperan penting dalam peningkatan tekanan darah melalui
hormon aldosteron.Fungsi hormon aldosteron adalah meningkatkan reabsorbsi natrium.ACE
adalah Angiotensin Convertase Enzyme dan AT adalah Angiotensin.

B. Kerangka Teori

31
Aktivitas Rokok Stress Obesitas Konsumsi garam
fisik

Aktivitas simpatis
Keseimbangan
garam dan air
katekolaminn

Pelepasan Volume darah


Renin

Angiotensin I

Angiotensin II

Kontraktilitas jantung Volume Sekuncup


Vasokontriksi

Resistensi tahanan Curah Jantung


perifer

Hipertensi

Gambar 4.1 Kerangka Teori

C. Kerangka Konsep

32
Riwayat Keluarga

Jenis Kelamin

Stres Hipertensi

Aktivitas Fisik
Obesitas
Merokok
Konsumsi garam

---------- Tidak Dapat Dimodifikasi


Dapat Dimodifikasi

Gambar 4.2 Kerangka Konsep


D. Hipotesis
Terdapat hubungan antara faktor yang diidentifikasi dengan kejadian
hipertensi.

V. METODOLOGI PENELITIAN

33
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian analitik
observasional dengan pendekatan cross sectional. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui faktor risiko hipertensi di wilayah kerja Puskesmas II Kemranjen,
Banyumas.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi Penelitian
a. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah semua warga di
wilayah kerja Puskesmas II Kemranjen, Banyumas.
b. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah semua warga di
Desa Pageralang Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas.
2. Subjek Penelitian
Sampel dalam penelitian ini merupakan individu dari populasi
terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non probaility sampling
dengan teknik consecutive sampling.
Besar sampel mnimum untuk desain penelitian analitik observasional
dengan pendekatan cross sectional dapat diperoleh dengan rumus sebagai
berikut (Dahlan, 2013):

= (1,96.0,45+0,842.0,5)2
(0,2)2
= (0,88+0,42)2
(0,2)2
= (1,3)2

34
(0,2)2
= 1,69
0,04
= 42.25
n = 43
Keterangan :
Z : Standar deviasi normal untuk (5%=0,96)
Z : Standar deviasi normal untuk (20%=0,842)
P1 : Proporsi variabel independen dan variabel dependen dari
penelitian sebelumnya (0,7) (Arif et al., 2013)
P2 : Proporsi variabel independen dan variabel dependen yang
diharapkan (0,5)
P1-P2 : Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna
Berdasarkan rumus di atas, diperoleh besar sampel mnimum untuk
masing-masing kelompok sebanyak 43.
3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria inklusi:
1) Semua lansia yang datang ke posyandu lansia Desa Pageralang
2) Bersedia menjadi subyek penelitian dengan menandatangani
lembar persetujuan menjadi subyek penelitian setelah membaca
lembar informed consent.
3) Subjek penelitian berdomisili di Desa Pageralang Kecamatan
Kemranjen Kabupaten Banyumas.
b. Kriteria ekslusi:
Tidak kooperatif dalam melakukan tahap wawancara dan pengisian
kuesioner.

C. Ruang lingkup Kerja


Desa Pageralang Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas.

D. Variabel Penelitian

35
a. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian hipertensi.
Variabel terikat termasuk skala kategorik nominal.

b. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian hipertensi, diantaranya, umur, riwayat keluarga,
jenis kelamin, stres, aktivitas fisik, obesitas, perokok, dan konsumsi
garam. Variabel bebas termasuk skala kategorik nominal.

E. Definisi Operasional
Tabel 5.1 Definisi Operasional
Variabel Keterangan Skala
Kejadian Seseorang memiliki tekanan darah sistolik 140 Nominal
Hipertensi mmHg dan atau Diastolik 90 mmHg yang
diukur menggunakan sphygmomanometer
dalam kondisi istirahat pada posisi duduk dan
atau dalam pengobatan hipertensi.
Dikategorikan menjadi:
1. Hipertensi
2. Tidak hipertensi

Riwayat Ada atau tidaknya keluarga yang menderita Nominal


Keluarga hipertensi.
Dikategorikan menjadi:
1. Memiliki riwayat keluarga.
2. Tidak memiliki riwayat keluarga.

Jenis Pengelompokkan jenis manusia secara biologis Nominal


Kelamin yang dibawa sejak lahir.
Dikategorikan menjadi:
1. Laki-laki
2. Perempuan

Perokok Perilaku menghisap batang rokok setiap hari Nominal


untuk jangka waktu minimal enam bulan
selama hidupnya dan saat ini masih merokok.
Dikategorikan menjadi:
1.Ya
2. Tidak

36
Aktivitas Melakukan olahraga teratur minimal tiga kali Nominal
fisik seminggu selama 30 menit dengan jenis
olahraga aerobik (berjalan, berenang,
bersepeda, atau jogging).
Dikategorikan menjadi:
1. Aktivitas fisik rutin
2. Aktivitas fisik tidak rutin

Stres Keadaan yang mempengaruhi pikiran seseorang Nominal


diukur dengan DASH dengan skor 14
a. Ya
b. Tidak

Obesitas Kelebihan berat badan yang diukur Nominal


menggunakan IMT dengan rumus berat badan
dalam kg dibagi kuadrat tinggi badan dalam
meter.
Dikategorikan menjadi:
1. Obesitas (IMT >25,0)
2. Non obesitas (IMT< 24,9)
Konsumsi Konsumsi makanan yang memiliki kadar garam Nominal
tinggi garam > 6 gram dalam sehari atau setara dengan > 1
sendok teh per hari.
Dikategorikan menjadi:
1. Ya
2. Tidak

F. Instrumen Pengambilan Data (Kuesioner)


Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuesioner dan merupakan jenis data primer yaitu data yang diperoleh
langsung dari sumbernya. Kuesioner dan observasi langsung digunakan untuk
mengetahui faktor risiko individu. Wawancara dilakukan saat pelaksanaan
Posyandu Lansia di Desa Pageralang Kecamatan Kemranjen.

G. Rencana Analisis Data


Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

37
a. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik
responden dengan mendeskripsikan tiap variabel hasil penelitian,
kemudian dihitung frekuensi dan presentasinya.
b. Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan variabel bebas dan
variabel terikat menggunakan uji Chi Square. Jika data tidak memenuhi
syarat uji Chi Square, maka analisis dilakukan dengan menggunakan uji
Fisher Exact Test sebagai alternatif.Analisis ini menggunakan alat bantu
program komputer SPSS edisi 23.
c. Analisis multivariat digunakan untuk

H. Tata Urutan Kerja


1. Tahap persiapan
a. Studi pendahuluan (orientasi) di Puskesmas II Kemranjen
b. Analisis situasi.
c. Identifikasi dan analisis penyebab masalah.
2. Tahap pelaksanaan
a. Mencatat dan menentukan responden.
b. Pengambilan data primer.
c. Tahap pengolahan dan analisis data.
d. Menyusun alternatif pemecahan masalah sesuai hasil pengolahan
data.
e. Melakukan pemecahan masalah.
f. Penyusunan laporan CHA.

I. Waktu dan Tempat


Waktu : Kegiatan akan dilaksanakan pada tanggal 12 Juni 2017
Tempat : Desa Pageralang wilayah kerja Puskesmas Kemranjen, Kabupaten
Banyumas.

38
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Univariat
Responden penelitian ini adalah masyarakat wilayah kerja
Puskesmas II Kemranjen yang datang ke Posyandu Lansia di Desa
Alasmalang, Nusamangir, Pageralang, berusia 44-77 tahun yang
berjumlah 45 orang dengan karakteristik sebagai berikut:
Tabel 5.1 Karakteristik Responden

Karakteristik Frekuensi Persentase


Hipertensi Ya 19 42,2%
Tidak 26 57,8%

Jenis kelamin Perempuan 30 66,7%


Laki-Laki 15 33,3%

Riwayat Keluarga Ya 19 42,2%


Tidak 26 57,8%

IMT Obesitas 4 8,9%


Non Obesitas 41 91,1%

Konsumsi Tinggi Garam Ya 19 42,2%


Tidak 26 57,8%

Perokok Ya 15 33,3%
Tidak 30 66,7%

Aktivitas Fisik Rutin 13 28,9%


Tidak Rutin 32 71,1%

Stres Ya 16 35,6%
Tidak 29 64,4%

Dari analisis univariat penelitian ini didapatkan bahwa dari 45


responden, sebanyak 19 (42,2%) responden menderita hipertensi dan 26
(57,8%) responden tidak menderita hipertensi, dengan mayoritas berjenis
kelamin perempuan yaitu sebanyak 30 (66,7%) responden dan laki-laki
sebanyak 15 (33,3%) responden.

39
Berdasarkan riwayat keluarga didapatkan sebanyak 19 (42,2%)
responden memiliki riwayat hipertensi pada keluarga dan 26 (57,8%)
responden tidak memiliki riwayat hipertensi pada keluarga. Berdasarkan
IMT didapatkan 3 (6,7%) responden yang obesitas dan 42 (93,3%)
responden yang non obesitas. Berdasarkan faktor resiko konsumsi tinggi
garam didapatkan 19 (42,2%) responden yang mengonsumsi tinggi
garam dan 26 (57,8%) responden yang tidak mengonsumsi tinggi garam.
Berdasarkan faktor risiko perokok didapatkan 15 (33,3%) responden
merokok dan 30 (66,7%) responden tidak merokok. Dari 45 responden,
13 (28,9%) responden tercatat memiliki aktivitas fisik yang rutin
sedangkan 32 (71,1%) responden tidak memiliki aktivitas fisik rutin.
Sebanyak 16 (35,6%) responden mengalami stress dan 29 (64,4%) tidak
mengalami hal tersebut.

Tabel 5.2 Karakteristik Pengukuran

Karakteristik Mean + SD N (Jumlah Sampel)


Pengukuran
Usia 57,4 + 7,75 45
Keterangan: SD= Standart Deviation

Rata-rata usia pada penelitian ini adalah 57 tahun. Usia terendah


adalah 44 tahun dan usia paling tinggi adalah 77 tahun. Usia paling
sering adalah 57 tahun dari 45 responden.

2. Analisis Bivariat

Untuk menguji ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan


terikat, maka dilakukan analisis bivariat digunakan uji Chi-Square dan T-
Independent test. Variabel dinyatakan berhubungan signifikan apabila p-
value kurang dari 0,05. Berdasarkan pengujian diperoleh hasil sebagai
berikut:

Tabel 5.2. Hasil Analisis Bivariat


Variabel Uji bivariat p value Keterangan

40
Jenis kelamin Chi Square 1,000 Tidak signifikan
Riwayat Keluarga Chi Square 0,005 Signifikan
IMT Chi Square 0,295 Tidak Signifikan
Konsumsi tinggi garam Chi Square 0,126 Tidak Signifikan
Perokok Chi Square 0,347 Tidak Signifikan
Aktivitas fisik Chi Square 0,003 Signifikan
Stres Chi Square 0,012 Signifikan
Usia t-Independent 0,441 Tidak Signifikan

Berdasarkan analisis bivariat, dapat diketahui bahwa variabel


riwayat keluarga (p= 0,005), Aktivitas fisik (p=0,003), dan stres
(p=0,012) memiliki hubungan bermakna terhadap kejadian hipertensi,
sedangkan variabel jenis kelamin (p=1,000), IMT (p= 0,068), konsumsi
tinggi garam (p=0,126) , perokok (p=0,347), dan usia (p=0,441), tidak
memiliki hubungan bermakna terhadap kejadian hipertensi.

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara


bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat, dan variabel bebas
mana yang berpengaruh paling besar terhadap variabel terikat, menggunakan
uji regresi logistik dengan metode backward LR. Variabel bebas yang memiliki
nilai p<0,25 pada analisis bivariat dijadikan sebagai kandidat dalam uji regresi
logistik yaitu sebanyak 4 variabel yang meliputi riwayat keluarga, konsumsi
tinggi garam, aktivitas fisik, dan stres.

Tabel 5.3. Hasil Analisis Multivariat

Variabel OR 95 % CI P
adjuste
d
Riwayat Keluarga 5,682 1,101-29,372 0,038
Konsumsi tinggi 3,815 0,732-19,872 0,112
garam
Aktivitas fisik 0,128 0,13-1,283 0,081
Stres 3,409 0,670-17,342 0,139

41
Pada analisis multivariat hanya faktor risiko riwayat keluarga berhubungan
secara bermakna dengan kejadian hipertensi (p=0,038). Sedangkan variable-
variabel bebas lainnya tidak berhubungan secara bermakna dengan kejadian
hipertensi.

A. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor resiko yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas II
Kemranjen, Banyumas. Faktor resiko yang dinilai meliputi jenis kelamin,
riwayat keluarga, IMT, konsumsi tinggi garam, perokok, aktivitas fisik, dan
stres. Hipotesis yang diajukan peneliti yaitu terdapat hubungan hipertensi
dengan faktor risiko yang diidentifikasi, di wilayah kerja Puskesmas II
Kemranjen, Banyumas. Responden pada penelitian ini adalah masyarakat
yang ke Posyandu Lansia desa Alasmalang, desa Nusamangir, dan desa
Pageralang kecamatan Kemranjen. Hasil analisis bivariat menunjukkan
terdapat hubungan bermakna antara kejadian hipertensi dengan faktor riwayat
keluarga, Aktivitas fisik, dan stres (p<0,05), sedangkan tidak terdapat
hubungan yang bermakna dengan faktor jenis kelamin, IMT, konsumsi tinggi
garam, perokok, dan usia (p>0,05).
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa riwayat hipertensi
pada keluarga berhubungan dengan kejadian hipertensi. Riwayat keluarga
sangat mempengaruhi kejadian hipertensi. Sehingga seseorang dengan
riwayat keluarga hipertensi dapat digunakan untuk memastikan diagnosa
hipertensi esensial dan jarang memerlukan evaluasi untuk penyakit yang
mendasarinya. Sifat gen untuk hipertensi yaitu dominan bukan resesif.
Individu hipertensi ada di setiap generasi, dan keturunan yang tidak mewarisi
hipertensi akan mempunyai keturunan yang tidak hipertensi juga. Pewarisan
hipertensi bukan bersifat X-linked, yaitu gen yang terdapat pada kromosom
kelamin yang terdapat pada ayah atau ibu, dan dapat mewariskannya pada
keturunan laki-laki maupun perempuan (Gunawan, 2011). Seorang anak
dengan riwayat keluarga hipertensi memiliki resiko lebih besar untuk
menderita hipertensi. WHO memperkirakan 3 % dari anak yang lahir dari
ayah dan ibu normotensif akan mungkinkan menderita hipertensi. 45%
seorang anak menderita hipertensi bila kedua orang tua menderita hipertensi.

42
Jika hanya salah satu orang tua hipertensi maka 12,8% anaknya akan
menderita hipertensi. Tingkat tekanan darah memiliki hubungan dengan
faktor genetik (Saing, 2005; Young, 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara konsumsi tinggi garam dan kejadian hipertensi (p=0.007).Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggara dan Prayitno (2013)
yang menyebutkan bahwa konsumsi natrium memiliki hubungan yang
signifikan dengan hipertensi dengan risiko 15 kali lebih besar terjadi pada
orang yang sering dan mengkonsumsi tinggi natrium. Pada penelitian lain
juga membuktikan bahwa terdapat hubungan bermakna antara asupan tinggi
natrium dengan kenaikan tekanan darah (Hendra, 2013). Pengaruh asupan
garam terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma dan
tekanan darah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara stres dan kejadian hipertensi (p=0.012). Stres merupakan suatu respon
non spesifik dari tubuh terhadap setiap tekanan atau tuntutan yang muncul,
baik dari kondisi yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan (Sadock,
2003). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Katerin (2015) yang
membuktikan bahwa terdapat hubungan antara stres dengan kejadian
hipertensi. Stres memicu terjadinya hipertensi melalu aktivasi sistem saraf
simpatis yang mengakibatkan meningkatnya tekanan darah secara intermiten
(Andria, 2013). Apabila seseorang dalam kondisi stres, maka hormon
adrenalin akan dilepaskan dan akan meningkatkan tekanan darah melalui
vasokonstriksi arteri dan peningkatan denyut jantung. Apabila stres berlanjut,
tekanan darah akan tetap tinggi sehingga orang tersebut akan mengalami
hipertensi (South, 2014).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa merokok dan riwayat pajanan
asap rokok tidak berhubungan dengan kejadian hipertensi. Hal initidak
sejalandenganteori yang yang menjelaskan bahwa nikotin yang terkandung
pada asap rokokdapat menyebabkan peningkatan tekanan darah melalui
proses pelepasan epinefrin, sedangkanCarbon monoxide (CO) berperan dalam
penyakit kardiovaskuler yaitu aterosklerosis dan pembentukan trombus.
Nikotin pada rokok memiliki peran penting dalam peningkatan cardiac

43
output, heart rate, dan tekanan darah. Berdasarkan penelitian,perilaku
merokok dapat meningkatkan risiko 6,9 kali lebih besar untuk terjadinya
hipertensi. Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik
1025 mmHg dan menambah detak jantung 520 kali per menit(Jegathes,
2010).
Aktivitas fisik berhubungan secara signifikan dengan kejadian
hipertensi pada penelitian kali ini (p=0.003). Secara teori, aktivitas fisik
secara teratur sebanyak tiga kali dalam seminggu dapat memaksimalkan
tekanan darah. Aktivitas fisik atau olahraga dapat menjaga tubuh tetap sehat,
meningkatkan mobilitas, menghindari faktor risiko tulang keropos, dan
mengurangi stres (Cortas, 2008).
Jenis kelamin tidak memiliki hubungan bermakna dengan kejadian
hipertensi. Jenis kelamin yang tidak bermakna ini sesuai dengan pernyataan
yang dikemukakan oleh Basha (2004) bahwa pada wanita setelah menopause
memiliki perbandingan kejadian hipertensi yang sama dengan pria, selain itu
penelitian lain yang pernah dilakukan juga menyebutkan bahwa pada 220
responden 77 orang mengalami hipertensi dengan komplikasi tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan jenis kelamin (Sofyan et al., 2015). Hasil
yang tidak signifikan ini mungkin disebabkan karena responden wanita pada
penelitian kali ini sudah termasuk ke dalam menopause sehingga hormon
esterogen yang dimilikinya mengalami penurunan sehingga kadar LDL akan
meningkat disertai dengan tidak adanya hormon yang melindungi sel endotel
pembuluh darah dari kerusakan (Novitaningtyas, 2014).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
bermakna antara obesitas dan kejadian hipertensi (p=0,295). Hasil ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Diana et al (2014) mengenai
Hubungan Obesitas Dengan Hipertensi Pada Penduduk Kecamatan Siantang
Kalimantan Barat dan penelitian yang dilakukan oleh Amira et al (2012)
mengenai the prevalence of obesity dimana kedua penelitian tersebut
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara obesitas dengan hipertensi.

B. Kesimpulan Penyebab Utama Masalah

44
Berdasarkan hasil penelitian diantara tujuh faktor risiko yang diteliti
terdapat dua faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi.
Signifikansi hubungan dapat dilihat pada nilai p value dari setiap variabel.
Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi
kejadian hipertensi adalah :
1. Konsumsi tinggi garam (p = 0,003)
2. Konsumsi tinggi lemak jenuh (p = 0.015)
Sedangkan, faktor-faktor yang tidak secara signifikan berhubungan
dengan kejadian hipertensi adalah :
1. Obesitas (p = 1)
2. Genetik (p = 0,1)
3. Olahraga (p = 0.1)
4. Stress (p = 0.4).
5. Merokok (0,4)

Konsumsi tinggi garam

Hipertensi

Konsumsi tinggi lemak

Gambar 6.1 Analisis fish bone


Dari hasil analisis fish bone dapat dilihat bahwa faktor konsumsi tinggi
garam dan konsumsi tinggi lemak memiliki kontribusi dalam mempengaruhi
kejadian hipertensi. Berdasarkan hasil analisis bivariat faktor risiko dengan p
value paling rendah dan odd rasio paling besar adalah konsumsi tinggi garam.
Hal ini merupakan faktor resiko yang dapat dirubah, oleh karena itu peneliti
akan melakukan intervensi terhadap resiko tersebut dengan cara melakukan
tindakan nyata pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kebasen
khususnya terhadap resiko tinggi hipertensi.

45
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008. Pedoman Teknis; Penemuan dan Tatalaksana Penyakit


Hipertensi. Indonesia Sehat. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak
Menular. Dirjen P&PL.

Kotchen T.A. 2015.Hypertensive Vascular Disease. Dalam: Harrisons Principles


of Internal Medicine. Edisi ke-19. New York: Mc Graw Hill, pp. 1611-27.

Madhur, M.S. 2014. Hypertension. Available at


http://emedicine.medscape.com/article/241381-overview.

Pusat Data dan Informasi. 2014. Hipertensi. Jakarta : Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI.

Puskesmas II Kemranjen. 2016. Profil Kesehatan Puskesmas II Kemranjen


Kabupaten Banyumas Tahun 2016. Purwokerto : Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Perkembangan Penyakit Degeneratif. Jakarta:


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan,
Republik Indonesia.

Vera, G., D.Natasa., K.Svetlana., S.Sonja., G.Jasmina.,& T.Sonja. 2012,


"Epidemiology of Hypertension in Serbia: Results of a National Survey",
Journal of Epidemiology, vol. 22, no. 3, pp.261-6.

Victor, R.G. 2012 Arterial Hypertension. Dalam: Goldmans Cecil Medicine. Edisi
ke-24. Philadelphia: Elsevier Saunders, pp. 444-60.

46

Anda mungkin juga menyukai