PENDAHULUAN
1
Indonesia resistensi primer jenis MDR terjadi sebesar 2%. Kontak penularan M.
tuberculosis yang telah mengalami resistensi obat akan menciptakan kasus baru
penderita TB yang resistensi primer, pada akhirnya mengarah pada kasus multi-drug
resistance (MDR). Ketika dilaporkan adanya beberapa kasus resistensi obat TB di
beberapa wilayah di dunia hingga tahun 1990-an, masalah resistensi ini belum
dipandang sebagai masalah yang utama. Penyebaran TB-MDR telah meningkat oleh
karena lemahnya program pengendalian TB, kurangnya sumber dana dan isolasi yang
tidak adekuat, tindakan pemakaian ventilasi dan keterlambatan dalam menegakkan
diagnosis suatu TB-MDR.
Di Indonesia sendiri, karena sulitnya mendiagnosa tuberkulosis pada anak, maka
angka kejadian tuiberkulosis pada anak belum diketahui pasti, namun bila angka
kejadian tuberkulosis dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian tuberkulosis pada
anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang dewasa dengan BTA positif
akan menularkan pada 10-15 orang dilingkungannya, terutama anak-anak (Depkes RI,
2002).
Rao dan kawan-kawan di Karachi-Pakistan pada tahun 2008, melakukan
penelitian resistensi primer pada penderita tuberkulosis paru kasus baru. Didapatkan
dengan hasil pola resisten sebagai berikut: resistensi terhadap Streptomisin sebanyak
13 orang (26%), Isoniazid 8 orang (16%), Etambutol 8 orang (16%), Rifampisin 4
orang (8%) dan Pirazinamid 1 (0,2%). Sedangkan di Indonesia TB-MDR telah
diperoleh sebanyak 2 orang (0,4%) pasien. Angka resistensi/TB-MDR paru
dipengaruhi oleh kinerja program penanggulangan TBC parudi kabupaten
setempat/kota setempat terutama ketepatan diagnosis mikroskopik untuk menetapkan
kasus dengan BTA (+), dan penanganan kasus termasuk peran Pengawas Menelan
Obat (PMO) yang dapat berpengaruh pada tingkat kepatuhan penderita untuk minum
obat. Faktor lain yang mempengaruhiangka resistensi/ MDR adalah ketersediaan OAT
yang cukup dan berkualitas ataupun adanya OAT yang digunakan untuk terapi selain
TBC.
Semakin jelas bahwa kasus resistensi merupakan masalah besar dalam pengobatan
pada masa sekarang ini. WHO memperkirakan terdapat 50 juta orang di dunia yang
telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis yang telah resisten terhadap OAT
dan dijumpai 273.000 (3,1%) dari 8,7 juta TB kasus baru pada tahun 2000.
Berdasarkan wilayah administratif di Indonesia, Provinsi Jawa Timur menempati
urutan ke 8 angka temuan kasus TBC paru terbesar tahun 2007, meskipun belum
2
mencapai target yang ditetapkan. Sebaran angka temuan kasus tersebut yaitu DKI
Jakarta(88,14%), Sulawesi Utara (81,36%), Banten (74,62%), Jawa Barat (67,57%),
Sumatra Utara (65,48%), Gorontalo (62,15%), Bali (61,39%), Jawa Timur (59,83%),
DI Yokyakarta (53,23%), Sumatra Barat (51,36%) (Depkes RI, 2007).
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar
terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan rumah
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis.
Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1 2 jam bahkan sampai beberapa hari
hingga berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang baik, kelembaban, suhu rumah dan kepadatan penghuni rumah.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Apa pengertian dari penyakit Tuberculosis ?
2. Bagaimana Etiologi dari penyakit Tuberculosis?
3. Apa Klasifikasi dari penyakit Tuberculosis ?
4. Bagaimana Patofisiologi dari penyakit Tuberculosis?
5. Faktor apa saja yang mampengaruhi kejadian penyakit Tuberculosis ?
6. Bagaimana Cara penularan penyakit Tuberculosis?
7. Bagaimana Gejala dari penyakit Tuberculosis ?
8. Bagaimana Cara mendiagnosa penyakit Tuberculosis ?
9. Bagiamana Cara pengobatan Penyakit Tuberculosis ?
4
Asam (BTA). ). Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur lama) selama beberapa tahun
(Depkes RI, 2002; Aditama, 2002).
Struktur kuman ini terjadi atas lipid (lemak) yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam, serta dari gangguan berbagai kimia dan fisik. Kuman ini juga tahan
berada di udara kering dan keadaan dingin (misalnya di dalam lemari es) karena
sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit kembali dan menjadi lebih aktif. Selain
itu, kuman ini juga bersifat aerob.
Tuberkulosis paru merupakan infeksi pada saluran pernapasan yang vital. Basil
Mycobacterium masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (dreplet
infection) sampai alveoli dan terjadilah onfeksi primer (Gbon). Kemudian, dikelenjar
getah bening terjadilah primer kompleks yang disebut tuberculosis primer. Dalam
sebagian besar kasus, Bagian yang terinfeksi ini dapat mengalami penyembuhan.
Peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil
Mycobacterium pada usia 1-3 tahun. Sedangkan, post primer tuberculosis
(reinfection) adalah peradangan yang terjadi pada jaringan paru yang disebabkan oleh
penularan ulang. (Suyono, 2001)
5
Tidak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama. Ada
makrofag yang berfungsi pembunuh, mencerna bakteri, dan merangsang limfosit.
Beberapa makrofag menghasilkan protease elastase, kolagenase, serta faktor
penstimulasi koloni untuk merangsang produksi monosit dan granulosit pada sumsum
tulang. Bakteri TB menyebar ke saluran pernapasan melalui getah bening
regional (hilus).dan membentuk epitiolit granuloma. Granuloma mengalami nekrosis
sentral sebagai akibat dari timbulnya hipersensitifitas selular (delayed hipersensitifity)
terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes
tuberkulin. Hipersensitifitas selular sebagai akumulasi lokal dari lifosit dan makrofag.
Bakteri TB yang berada dalam alveoli akan membentuk fokus lokal (fokus ghon),
sedangkan fokus inisial bersama-sama dengan limfa denopati bertempat di hilus
(kompleks primer ranks) dan disebut juga TB primer. Fokus primer paru biasanya
bersifat unilateral dengan subpleura terletak di atas atau bawah sifura interlobaris,
atau di bagian basal dari lobus inferior. Bakteri ini menyebar lebih lanjut melalui
saluran limfe atau aliran darah, dan tersangkut pada berbagai organ. Jadi, TB primer
merupakan infeksi yang bersifat sistematis.
2. Tuberkulosis Sekunder
Telah terjadi resolusi dari infeksi primer; sejumlah kecil bakteri TB masih dapat
hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% di antaranya tidak
mengalami kekambuhan. Reaktifasi penyakit TB (TB pascaprimer/TB sekunder)
terjadi bila daya tahan tubuh menurun, pecandu alkhohol akut, silikosis, dan pada
penderita diabetes melitus serta AIDS.
Bebeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan organ
lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas, dan terlokalisir. Reaksi imunologis terjadi
dengan adanya pembentukan granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB primer.
Tetapi, nekrosis jaringan lebih mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkejuan)
yang luas dan disebut tuberkulema. Plotease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif
akan menyebabkab pelunakan bahan kaseosar. Secara umum, dapat dikatakan bahwa
terbentuknya kafisatas dan manifestasi lainnya dari TB sekunder adalah akibat dari
reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas.
TB paru pascaprimer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogen,
terutrama pada usia tua dengan riwayat masa muda pernah terinfeksi bakteri TB.
Biasanya, hal ini terjadi pada daerah artikel atau sekmen postarior lobus superior, 10-
20 mm dari pleura dan segmen apikel lobus interior. Hal ini mungkin disebabkan
6
kadar oksigen yang tinggi, sehingga menguntungkan untuk pertumbuhan penyakit
TB.
Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru yang disebabkan oleh produksi
sitokin yang berlebihan. Kavitas kemudian diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal
dan berisi pembuluh darah pulmonl. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotik
yang tebal. Masalah lainnya pada kavitas kronis adalah kolonisasi jamur, seperti
aspergilus yang menumbuhkan micotema (Isa,2001).
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007)
yaitu :
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
7
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
d. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).
8
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis
regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami
salah
satu nasib sebagai berikut :
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution
ad integrum).
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang
Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus).
c. Menyebar dengan cara perkontinuitatum menyebar kesekitarnya.
1) Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar
sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan
peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai
epituberkulosis.
2) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan.
3) Penyebaran secara hematogen dan limfogen.
4) Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan
5) virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
6) spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran
ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti itu berkulosismilier,
meningitis tuberkulosis, typhobacillosis
7) Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan:
Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya
pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat
ensefalomeningitis, tuberkuloma ).
Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
9
Gambar 2. Skema Patogenesis Infeksi Primer Tb paru
10
kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti
bila jaringan keju dibatukkan keluar.
2) Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar.
Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal
(kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan di atas.
Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh,
tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau
kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan
menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
11
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Tuberculosis
Penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status
sosial ekonomi, status gizi, umur dan jenis kelamin untuk lebih jelasnya dapat kita
jelaskan seperti uraian dibawah ini:
Faktor Sosial Ekonomi.
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan tempat penghunian, lingkungan
perumahan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan
TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena
pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi
syarat-syarat kesehatan.
Status Gizi.
12
Keadaan kekurangan gizi akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga sehingga
rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting
yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
Umur.
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15
50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia
harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem
imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit,
termasuk penyakit TB-Paru.
Jenis Kelamin.
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan
perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam jangka waktu setahun ada sekitar 1 juta
perempuan yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum
perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru
dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan.
Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan
minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih
mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.
13
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahaknya maka makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahaknya
negatif maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
14
Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala
klinis, mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis
nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB
paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
15
Tabel 4. Jenis dan Obat OAT
Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori yaitu :
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap
hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali
dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
a. Penderita baru TBC paru BTA positif.
b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
c.
2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
d.
3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
4. Kategori 4: RHZES
Diberikan pada kasus Tb kronik .
16
Tabel 5. Paduan pengobatan Tb paru
17
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis tipe
humanus, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6
mm.
Agent penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis menyebabkan
sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering.
Mycobacterium tuberculosis hidup baik pada lingkungan yang lembab akan tetapi
tidak tahan terhadap sinar matahari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Tuberculosis Untuk terpapar
penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status sosial
ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin, dan faktor toksis.
Cara penularan tuberkulosis paru melalui percikan dahak (droplet) sumber
penularan adalah penderita tuberkulosis paru BTA(+), pada waktu penderita
tuberkulosis paru batuk atau bersin. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan
dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Pengobatan penyakit
Tuberculosis. Terdapat 5 jenis antibotik yang dapat digunakan yaitu Antibiotik yang
paling sering digunakan adalah Isoniazid (H), Rifampicin (R), Pirazinamid (P),
Streptomisin (S) dan Etambutol (E). Jika penderita benar-benar mengikuti pengobatan
dengan teratur, maka tidak perlu dilakukan pembedahan untuk mengangkat sebagian
paru-paru. Kadang pembedahan dilakukan untuk membuang nanah atau memperbaiki
kelainan bentuk tulang belakang akibat tuberkulosis.
18