Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa,
mycobacterium bovis serta Mycobacterium avium, tetapi lebih sering disebakan oleh
Mycobacterium tuberculosa. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling
mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO)
memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis. Pada tahun 1993, WHO telah mencanangkan kedaruratan global
penyakit tuberkulosis di dunia, karena pada sebagian besar negara di dunia, penyakit
tuberkulosis menjadi tidak terkendali. Di semua negara telah terdapat penyakit ini,
tetapi yang terbanyak di Afrika sebesar 30%, Asia sebesar 55%, dan untuk China dan
India secara tersendiri sebesar 35% dari semua kasus tuberkulosis Di Indonesia
sendiri, penyakit tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang utama. Pada tahun
1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), menunjukkan bahwa penyakit
tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok umur.
Laporan WHO (global reports 2010), menyatakan bahwa pada tahun 2009 angka
kejadian TB di seluruh dunia sebesar 9,4 juta (antara 8,9 juta hingga 9,9 juta jiwa) dan
meningkat terus secara perlahan pada setiap tahunnya dan menurun lambat seiring
didapati peningkatan per kapita. Prevalensi kasus TB di seluruh dunia sebesar 14 juta
(berkisar 12 juta sampai 16 juta). Jumlah penderita TB di Indonesia mengalami
penurunan, dari peringkat ke tiga menjadi peringkat ke lima di dunia, namun hal ini
dikarenakan jumlah penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria melebihi dari jumlah
penderita TB di Indonesia. Estimasi prevalensi TB di Indonesia pada semua kasus
adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per
tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahun. Selain itu,
kasus resistensi merupakan tantangan baru dalam program penanggulangan TB.
Pencegahan meningkatnya kasus TB yang resistensi obat menjadi prioritas penting.
Laporan WHO tahun 2007 menyatakan persentase resistensi primer di seluruh
dunia telah terjadi poliresistensi 17,0%, monoresistensi terdapat 10,3%,
dan Tuberculosis - Multidrug Resistant (TB-MDR) sebesar 2,9 %. Sedangkan di

1
Indonesia resistensi primer jenis MDR terjadi sebesar 2%. Kontak penularan M.
tuberculosis yang telah mengalami resistensi obat akan menciptakan kasus baru
penderita TB yang resistensi primer, pada akhirnya mengarah pada kasus multi-drug
resistance (MDR). Ketika dilaporkan adanya beberapa kasus resistensi obat TB di
beberapa wilayah di dunia hingga tahun 1990-an, masalah resistensi ini belum
dipandang sebagai masalah yang utama. Penyebaran TB-MDR telah meningkat oleh
karena lemahnya program pengendalian TB, kurangnya sumber dana dan isolasi yang
tidak adekuat, tindakan pemakaian ventilasi dan keterlambatan dalam menegakkan
diagnosis suatu TB-MDR.
Di Indonesia sendiri, karena sulitnya mendiagnosa tuberkulosis pada anak, maka
angka kejadian tuiberkulosis pada anak belum diketahui pasti, namun bila angka
kejadian tuberkulosis dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian tuberkulosis pada
anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang dewasa dengan BTA positif
akan menularkan pada 10-15 orang dilingkungannya, terutama anak-anak (Depkes RI,
2002).
Rao dan kawan-kawan di Karachi-Pakistan pada tahun 2008, melakukan
penelitian resistensi primer pada penderita tuberkulosis paru kasus baru. Didapatkan
dengan hasil pola resisten sebagai berikut: resistensi terhadap Streptomisin sebanyak
13 orang (26%), Isoniazid 8 orang (16%), Etambutol 8 orang (16%), Rifampisin 4
orang (8%) dan Pirazinamid 1 (0,2%). Sedangkan di Indonesia TB-MDR telah
diperoleh sebanyak 2 orang (0,4%) pasien. Angka resistensi/TB-MDR paru
dipengaruhi oleh kinerja program penanggulangan TBC parudi kabupaten
setempat/kota setempat terutama ketepatan diagnosis mikroskopik untuk menetapkan
kasus dengan BTA (+), dan penanganan kasus termasuk peran Pengawas Menelan
Obat (PMO) yang dapat berpengaruh pada tingkat kepatuhan penderita untuk minum
obat. Faktor lain yang mempengaruhiangka resistensi/ MDR adalah ketersediaan OAT
yang cukup dan berkualitas ataupun adanya OAT yang digunakan untuk terapi selain
TBC.
Semakin jelas bahwa kasus resistensi merupakan masalah besar dalam pengobatan
pada masa sekarang ini. WHO memperkirakan terdapat 50 juta orang di dunia yang
telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis yang telah resisten terhadap OAT
dan dijumpai 273.000 (3,1%) dari 8,7 juta TB kasus baru pada tahun 2000.
Berdasarkan wilayah administratif di Indonesia, Provinsi Jawa Timur menempati
urutan ke 8 angka temuan kasus TBC paru terbesar tahun 2007, meskipun belum
2
mencapai target yang ditetapkan. Sebaran angka temuan kasus tersebut yaitu DKI
Jakarta(88,14%), Sulawesi Utara (81,36%), Banten (74,62%), Jawa Barat (67,57%),
Sumatra Utara (65,48%), Gorontalo (62,15%), Bali (61,39%), Jawa Timur (59,83%),
DI Yokyakarta (53,23%), Sumatra Barat (51,36%) (Depkes RI, 2007).
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar
terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan rumah
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis.
Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1 2 jam bahkan sampai beberapa hari
hingga berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang baik, kelembaban, suhu rumah dan kepadatan penghuni rumah.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Apa pengertian dari penyakit Tuberculosis ?
2. Bagaimana Etiologi dari penyakit Tuberculosis?
3. Apa Klasifikasi dari penyakit Tuberculosis ?
4. Bagaimana Patofisiologi dari penyakit Tuberculosis?
5. Faktor apa saja yang mampengaruhi kejadian penyakit Tuberculosis ?
6. Bagaimana Cara penularan penyakit Tuberculosis?
7. Bagaimana Gejala dari penyakit Tuberculosis ?
8. Bagaimana Cara mendiagnosa penyakit Tuberculosis ?
9. Bagiamana Cara pengobatan Penyakit Tuberculosis ?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk Mengetahui pengertian dari penyakit Tuberculosis
2. Untuk Mengetahui Etiologi dari penyakit Tuberculosis
3. Untuk Mengetahui Klasifikasi dari penyakit Tuberculosis
4. Untuk Mengetahui Patofisiologi dari penyakit Tuberculosis
5. Untuk Mengetahui Faktor apa saja yang mampengaruhi kejadian penyakit
Tuberculosis
6. Untuk Mengetahui Cara penularan penyakit Tuberculosis
7. Untuk Mengetahui Gejala dari penyakit Tuberculosis
8. Untuk Mengetahui Diagnosa penyakit Tuberculosis
9. Untuk Mengetahui pengobatan Penyakit Tuberculosis
3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Tuberculosis (TB)


Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama
meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suddarth, 2003). Tuberculosis (TB)
adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman mycobacterium tuberkulosis sistemik
sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru
yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis tipe
humanus, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6
mm. (Smeltzer, 2002). dapat menyimpulkan bahwa, TB Paru adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh kuman mycobakterium tuberculosis yang menyerang saluran
pernafasan terutama parenkim paru.

2.2. Etiologi Penyakit Tuberculosis


Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
basil Mycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang
dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6). Kuman ini bersifat aerob sehingga
sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki konsentrasi tinggi seperti
paru-paru. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan

4
Asam (BTA). ). Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur lama) selama beberapa tahun
(Depkes RI, 2002; Aditama, 2002).
Struktur kuman ini terjadi atas lipid (lemak) yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam, serta dari gangguan berbagai kimia dan fisik. Kuman ini juga tahan
berada di udara kering dan keadaan dingin (misalnya di dalam lemari es) karena
sifatnya yang dormant, yaitu dapat bangkit kembali dan menjadi lebih aktif. Selain
itu, kuman ini juga bersifat aerob.
Tuberkulosis paru merupakan infeksi pada saluran pernapasan yang vital. Basil
Mycobacterium masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (dreplet
infection) sampai alveoli dan terjadilah onfeksi primer (Gbon). Kemudian, dikelenjar
getah bening terjadilah primer kompleks yang disebut tuberculosis primer. Dalam
sebagian besar kasus, Bagian yang terinfeksi ini dapat mengalami penyembuhan.
Peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil
Mycobacterium pada usia 1-3 tahun. Sedangkan, post primer tuberculosis
(reinfection) adalah peradangan yang terjadi pada jaringan paru yang disebabkan oleh
penularan ulang. (Suyono, 2001)

2.3 Klasifikasi TBC Paru


Tuberkulosis pada manusia dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu
tuberkulosis primer dan tuberkulosis sekunder.
1. Tuberkulosis primer
Tuberkulosis adalah infeksi bakteri TB Dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari udara melalui
saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernapasan,
maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveoli.
Jika pada proses ini bakteri ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri akan
berkembang biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan menghancurkan
makrofag. Dari proses ini, dihasilkan bahan kemotaksis yang menarik monisit
(makrofag) dari aliran darah dan membentuk tuberkel. Sebelum mengahncurkan
bakteri, makrofag harus diaktifkan terlebih dahulu oleh limfokin yang dihasilkan oleh
limfosit T.

5
Tidak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama. Ada
makrofag yang berfungsi pembunuh, mencerna bakteri, dan merangsang limfosit.
Beberapa makrofag menghasilkan protease elastase, kolagenase, serta faktor
penstimulasi koloni untuk merangsang produksi monosit dan granulosit pada sumsum
tulang. Bakteri TB menyebar ke saluran pernapasan melalui getah bening
regional (hilus).dan membentuk epitiolit granuloma. Granuloma mengalami nekrosis
sentral sebagai akibat dari timbulnya hipersensitifitas selular (delayed hipersensitifity)
terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes
tuberkulin. Hipersensitifitas selular sebagai akumulasi lokal dari lifosit dan makrofag.
Bakteri TB yang berada dalam alveoli akan membentuk fokus lokal (fokus ghon),
sedangkan fokus inisial bersama-sama dengan limfa denopati bertempat di hilus
(kompleks primer ranks) dan disebut juga TB primer. Fokus primer paru biasanya
bersifat unilateral dengan subpleura terletak di atas atau bawah sifura interlobaris,
atau di bagian basal dari lobus inferior. Bakteri ini menyebar lebih lanjut melalui
saluran limfe atau aliran darah, dan tersangkut pada berbagai organ. Jadi, TB primer
merupakan infeksi yang bersifat sistematis.
2. Tuberkulosis Sekunder
Telah terjadi resolusi dari infeksi primer; sejumlah kecil bakteri TB masih dapat
hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% di antaranya tidak
mengalami kekambuhan. Reaktifasi penyakit TB (TB pascaprimer/TB sekunder)
terjadi bila daya tahan tubuh menurun, pecandu alkhohol akut, silikosis, dan pada
penderita diabetes melitus serta AIDS.
Bebeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan organ
lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas, dan terlokalisir. Reaksi imunologis terjadi
dengan adanya pembentukan granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB primer.
Tetapi, nekrosis jaringan lebih mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkejuan)
yang luas dan disebut tuberkulema. Plotease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif
akan menyebabkab pelunakan bahan kaseosar. Secara umum, dapat dikatakan bahwa
terbentuknya kafisatas dan manifestasi lainnya dari TB sekunder adalah akibat dari
reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas.
TB paru pascaprimer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogen,
terutrama pada usia tua dengan riwayat masa muda pernah terinfeksi bakteri TB.
Biasanya, hal ini terjadi pada daerah artikel atau sekmen postarior lobus superior, 10-
20 mm dari pleura dan segmen apikel lobus interior. Hal ini mungkin disebabkan
6
kadar oksigen yang tinggi, sehingga menguntungkan untuk pertumbuhan penyakit
TB.
Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru yang disebabkan oleh produksi
sitokin yang berlebihan. Kavitas kemudian diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal
dan berisi pembuluh darah pulmonl. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotik
yang tebal. Masalah lainnya pada kavitas kronis adalah kolonisasi jamur, seperti
aspergilus yang menumbuhkan micotema (Isa,2001).
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007)
yaitu :
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2. Tuberkulosis ekstra paru


Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada


c. Tb Paru:
1. Tuberkulosis paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman Tb positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.

7
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
d. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).

2.4 Patofisiologi Penyakit Tuberculosis


Sumber penularan Tb Paru adalah penderita Tb BTA+ , Pada waktu
batuk/bersin,penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dropler
(percikan dahak) .
Infeksi Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer
akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal).

8
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis
regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami
salah
satu nasib sebagai berikut :
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution
ad integrum).
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang
Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus).
c. Menyebar dengan cara perkontinuitatum menyebar kesekitarnya.
1) Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan
bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar
sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan
peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai
epituberkulosis.
2) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan.
3) Penyebaran secara hematogen dan limfogen.
4) Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan
5) virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
6) spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran
ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti itu berkulosismilier,
meningitis tuberkulosis, typhobacillosis
7) Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat
tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan:
Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya
pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat
ensefalomeningitis, tuberkuloma ).
Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
9

Gambar 2. Skema Patogenesis Infeksi Primer Tb paru

Infeksi Post Primer


Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis dewasa,
localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk
tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena
dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan dini,
yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1) Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. Sarang
tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif

10
kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti
bila jaringan keju dibatukkan keluar.
2) Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar.
Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal
(kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan di atas.
Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh,
tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau
kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan
menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

11
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Tuberculosis
Penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status
sosial ekonomi, status gizi, umur dan jenis kelamin untuk lebih jelasnya dapat kita
jelaskan seperti uraian dibawah ini:
Faktor Sosial Ekonomi.
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan tempat penghunian, lingkungan
perumahan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan
TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena
pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi
syarat-syarat kesehatan.
Status Gizi.

12
Keadaan kekurangan gizi akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga sehingga
rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting
yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
Umur.
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15
50) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia
harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem
imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit,
termasuk penyakit TB-Paru.
Jenis Kelamin.
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan
perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam jangka waktu setahun ada sekitar 1 juta
perempuan yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum
perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru
dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan.
Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan
minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih
mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.

2.6 Cara penularan penyakit Tuberculosis


Cara penularan tuberkulosis paru melalui percikan dahak (droplet) sumber
penularan adalah penderita tuberkulosis paru BTA(+), pada waktu penderita
tuberkulosis paru batuk atau bersin. Droplet yang mengandung kuman TB dapat
bertahan di udara selama beberapa jam, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman, percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan.
Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB
tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian tubuh
lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman

13
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahaknya maka makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahaknya
negatif maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

2.7 Gejala dari penyakit Tuberculosis


a) Gejala sistemik/umum
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b) Gejala khusus
Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-
paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar,
akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.

2.8 Diagnosa penyakit Tuberculosis


Gejala utama penderita TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap
orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap
sebagai seorang tersangka (suspek) penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis langsung. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis
dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Depkes,
2007).

14
Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala
klinis, mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis
nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB
paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.

2.9 Pengobatan Penyakit Tuberculosis


Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan asam
yang sifatnya berbeda dengan kuman lain karena sangat lambat dan cepat sekali
timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat. Umumnya antibiotika bekerja lebih
aktif terhadap kuman yang cepat membelah dibandingkan dengan kuman yang lambat
membelah. Sifat lambat membelah yang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan perkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh
lebih sulit dan lambat dibandingkan antibakteri lain.
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin, Streptomisin,
Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin , Amikasin, Kuinolon.

15
Tabel 4. Jenis dan Obat OAT

Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori yaitu :
1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap
hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali
dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
a. Penderita baru TBC paru BTA positif.
b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
c.
2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
d.
3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
4. Kategori 4: RHZES
Diberikan pada kasus Tb kronik .

16
Tabel 5. Paduan pengobatan Tb paru

17
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis tipe
humanus, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6
mm.
Agent penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis menyebabkan
sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering.
Mycobacterium tuberculosis hidup baik pada lingkungan yang lembab akan tetapi
tidak tahan terhadap sinar matahari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Tuberculosis Untuk terpapar
penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status sosial
ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin, dan faktor toksis.
Cara penularan tuberkulosis paru melalui percikan dahak (droplet) sumber
penularan adalah penderita tuberkulosis paru BTA(+), pada waktu penderita
tuberkulosis paru batuk atau bersin. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan
dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Pengobatan penyakit
Tuberculosis. Terdapat 5 jenis antibotik yang dapat digunakan yaitu Antibiotik yang
paling sering digunakan adalah Isoniazid (H), Rifampicin (R), Pirazinamid (P),
Streptomisin (S) dan Etambutol (E). Jika penderita benar-benar mengikuti pengobatan
dengan teratur, maka tidak perlu dilakukan pembedahan untuk mengangkat sebagian
paru-paru. Kadang pembedahan dilakukan untuk membuang nanah atau memperbaiki
kelainan bentuk tulang belakang akibat tuberkulosis.

18

Anda mungkin juga menyukai