Anda di halaman 1dari 8

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi
daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara
selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan
pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Dasar Hukum APBN
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang paling tinggi dalam struktur
perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu pengaturan mengenai keuangan negara selalu
didasarkan pada undang-undang ini, khususnya dalam bab VIII Undang-Undang Dasar 1945
Amendemen IV pasal 23 mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Bunyi pasal 23:
ayat (1): Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan
secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
ayat (2): Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan
oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
ayat (3): Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah
menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
Struktur APBN
Secara garis besar struktur APBN adalah :
Pendapatan Negara dan Hibah,
Belanja Negara,
Keseimbangan Primer,
Surplus/Defisit Anggaran,
Pembiayaan.
Struktur APBN dituangkan dalam suatu format yang disebut I-account. Dalam beberapa hal, isi
dari I-account sering disebut postur APBN. Beberapa faktor penentu postur APBN antara lain
dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pendapatan Negara

Pendapatan negara 2004 s.d 2015


Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi;
kebijakan pendapatan negara;
kebijakan pembangunan ekonomi;
perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum;
kondisi dan kebijakan lainnya.
Contohnya, target penerimaan negara dari SDA migas turut dipengaruhi oleh besaran asumsi
lifting minyak bumi, lifting gas, ICP, dan asumsi nilai tukar. Target penerimaan perpajakan
ditentukan oleh target inflasi serta kebijakan pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan
besaran pendapatan tidak kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan jumlah wajib
pajak dan lainnya.
Penerimaan Perpajakan
Pendapatan Pajak Dalam Negeri
1. pendapatan pajak penghasilan (PPh)
2. pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak penjualan atas barang
mewah
3. pendapatan pajak bumi dan bangunan
4. pendapatan cukai
5. pendapatan pajak lainnya
Pendapatan Pajak Internasional
1. pendapatan bea masuk
2. pendapatan bea keluar
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Penerimaan sumber daya alam
1. penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA migas)
2. penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi (SDA nonmigas)
Pendapatan bagian laba BUMN
1. pendapatan laba BUMN perbankan
2. pendapatan laba BUMN non perbankan
PNBP lainnya
1. pendapatan dari pengelolaan BMN
2. pendapatan jasa
3. pendapatan bunga
4. pendapatan kejaksaan dan peradilan dan hasil tindak pidana korupsi
5. pendapatan pendidikan
6. pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi
7. pendapatan iuran dan denda
pendapatan BLU
1. pendapatan jasa layanan umum
2. pendapatan hibah badan layanan umum
3. pendapatan hasil kerja sama BLU
4. pendapatan BLU lainnya
Belanja Negara

Besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:


asumsi dasar makro ekonomi;
kebutuhan penyelenggaraan negara;
kebijakan pembangunan;
risiko (bencana alam, dampak kirisi global)
kondisi dan kebijakan lainnya.
Contohnya, besaran belanja subsidi energi dipengaruhi oleh asumsi ICP, nilai tukar, serta target
volume BBM bersubsidi.
Belanja Pemerintah Pusat
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah :
1. fungsi pelayanan umum
2. fungsi pertahanan
3. fungsi ketertiban dan keamanan
4. fungsi ekonomi
5. fungsi lingkungan hidup
6. fungsi perumahan dan fasilitas umum
7. fungsi kesehatan
8. fungsi pariwisata
9. fungsi agama
10. fungsi pendidikan
11. fungsi perlindungan sosial
Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis adalah
1. belanja pegawai
2. belanja barang
3. belanja modal
4. pembayaran bunga utang
5. subsidi
6. belanja hibah
7. bantuan sosial
8. belanja lain-lain
Transfer ke Daerah

Transfer ke daerah dan dana desa 2004 s.d 2015


Rincian anggaran transfer ke daerah adalah :
Dana Perimbangan
1. Dana Bagi Hasil
2. Dana Alokasi Umum
3. Dana Alokasi Khusus
4. Dana Otonomi Khusus
Dana Otonomi Khusus
Dana Penyesuaian
Pembiayaan
Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
asumsi dasar makro ekonomi;
kebijakan pembiayaan;
kondisi dan kebijakan lainnya.
Pembiayaan Dalam Negeri
Pembiayaan Dalam Negeri meliputi :
Pembiayaan perbankan dalam negeri
Pembiayaan nonperbankan dalam negeri
1. Hasil pengelolaan aset
2. Surat berharga negara neto
3. Pinjaman dalam negeri neto
4. Dana investasi pemerintah
5. Kewajiban penjaminan
Pembiayaan Luar Negeri
Pembiayaan Luar Negeri meliputi :
1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
2. Penerusan pinjaman
3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN
Asumsi dasar ekonomi makro sangat berpengaruh pada besaran komponen dalam struktur
APBN. Asumsi dasar tersebut adalah :
pertumbuhan ekonomi,
nominal produk domestik bruto,
inflasi y-o-y,
rata-rata tingkat bunga SPN 3 bulan,
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS,
harga minyak (USD/barel),
produksi/lifting minyak (MBPD),
lifting gas (MBOEPD),
Indikator lainnya :
jumlah penduduk
pendapatan perkapita
tingkat kemiskinan
tingkat pengangguran
Siklus APBN
Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rangkaian kegiatan dalam
proses penganggaran yang dimulai pada saat anggaran negara mulai disusun sampai dengan
perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang[1]. Ada 5 tahapan pokok dalam satu
siklus APBN di Indonesia. Dari kelima tahapan itu, tahapan ke-2 (kedua) dan ke-5 (kelima)
dilaksanakan bukan oleh pemerintah, yaitu masing-masing tahap kedua penetapan/persetujuan
APBN dilaksanakan oleh DPR (lembaga legislatif), dan tahap kelima pemeriksaan dan
pertanggungjawaban dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan tahapan
lainnya dilaksanakan oleh pemerintah. Tahapan kegiatan dalam siklus APBN adalah sebagai
berikut:
Perencanaan dan penganggaran APBN
Tahapan ini dilakukan pada tahun sebelum anggaran tersebut dilaksanakan (APBN t-1) misal
untuk APBN 2014 dilakukan pada tahun 2013 yang meliputi dua kegiatan yaitu, perencanaan
dan penganggaran. Tahap perencanaan dimulai dari:
penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional
Kementerian Negara/Lembaga (K/L) melakukan evaluasi pelaksanaan program dan
kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif baru dan indikasi kebutuhan
anggaran
Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi pelaksanaan
program dan kegiatan yang sedang berjalan dan mengkaji usulan inisiatif baru
berdasarkan prioritas pembangunan serta analisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi
indikasi
kebutuhan dananya
Pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah ditetapkan;
K/L menyusun rencana kerja (Renja);
Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) dilaksanakan antara K/L, Kementerian
Perencanaan, dan Kementerian Keuangan;
Rancangan awal RKP disempurnakan;
RKP dibahas dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR; (9) RKP
ditetapkan.
Tahap penganggaran dimulai dari:
penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif;
penetapan pagu indikatif (3) penetapan pagu anggaran K/L;
penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L);
penelaahan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan dan rancangan undang-
undang tentang APBN;
penyampaian Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan UU tentang APBN
kepada DPR.
Penetapan/Persetujuan APBN
Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBN t-1, sekitar bulan Oktober-Desember.
Kegiatan dalam tahap ini berupa pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-undang
APBN serta penetapannya oleh DPR. Selanjutnya berdasarkan persetujuan DPR, Rancangan UU
APBN ditetapkan menjadi UU APBN. Penetapan UU APBN ini diikuti dengan penetapan
Keppres mengenai rincian APBN sebagai lampiran UU APBN dimaksud.
Pelaksanaan APBN
Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1, kegiatan pelaksanaan APBN
dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember pada tahun berjalan (APBN t). Dengan kata lain,
pelaksanaan tahun anggaran 2014 akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2014 - 31 Desember
2014.Kegiatan pelaksanaan APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini
kementerian/lembaga (K/L). K/L mengusulkan konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
(DIPA) berdasarkan Keppres mengenai rincian APBN dan menyampaikannya ke Kementerian
Keuangan untuk disahkan. DIPA adalah alat untuk melaksanakan APBN. Berdasarkan DIPA
inilah para pengelola anggaran K/L (Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran, dan
Pembantu Pengguna Anggaran) melaksanakan berbagai macam kegiatan sesuai tugas dan fungsi
instansinya.
Pelaporan dan Pencatatan APBN
Tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan bersamaan dengan tahap pelaksanaan
APBN, 1 Januari-31 Desember. Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses
akuntansi, dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan pemerintah yang terdiri dari
Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas, serta catatan atas laporan
keuangan.
Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN
Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksanaan dan pertanggungjawaban yang
dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan berakhir (APBN t+1), sekitar bulan Januari - Juli.
Contoh, jika APBN dilaksanakan tahun 2013, tahap pemeriksaan dan pertanggungjawabannya
dilakukan pada tahun 2014. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara keseluruhan selama satu
tahun anggaran, Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah
diperiksa BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Fungsi APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka
membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan
arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam
suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat
digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian,
pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman
bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan
telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk
medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan
membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah
dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan
dengan lancar.
Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan
pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas
perekonomian.
Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan
Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Prinsip penyusunan APBN
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.
Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:
Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan
kemampuan atau potensi nasional.
Azas penyusunan APBN
APBN disusun dengan berdasarkan asas-asas:
Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.
Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.
Penajaman prioritas pembangunan
Menitik beratkan pada asas-asas dan undang-undang negara
Daftar Ringkasan APBN
Tahun Anggaran Pendapatan Negara Belanja Negara Surplus / Defisit
APBN-P n/a n/a n/a n/a n/a n/a
2016
APBN Rp1.822,5 triliun Rp2.095,7 triliun Rp273,2 triliun
APBN-P [2] Rp1.761,6 triliun Rp1.984,1 triliun Rp222,5 triliun
2015
APBN [3] Rp1.793,6 triliun Rp2.039,5 triliun Rp245,9 triliun
APBN-P [4] Rp1.635,4 triliun Rp1.876,9 triliun Rp241,5 triliun
2014
APBN [5] Rp1.667,1 triliun Rp1.842,5 triliun Rp175,4 triliun
APBN-P [6] Rp1.502,0 triliun Rp1.726,2 triliun Rp224,2 triliun
2013
APBN[7] Rp1.529,7 triliun Rp1.683,0 triliun Rp153,3 triliun
APBN-P [8] Rp1.358,2 triliun Rp1.548,3 triliun Rp190,1 triliun
2012
APBN [9] Rp1.311,4 triliun Rp1.435,4 triliun Rp124,0 triliun
APBN-P [10] Rp1.169,9 triliun Rp1.320,8 triliun Rp150,8 triliun
2011
APBN [11] Rp1.104,9 triliun Rp1.229,6 triliun Rp124,7 triliun
APBN-P[12] Rp992,4 triliun Rp1.126,1 triliun Rp133,8 triliun
2010
APBN[13] Rp949,7 triliun Rp1.047,7 triliun Rp98,0 triliun
APBN-P [14] Rp871,0 triliun Rp1.000,8 triliun Rp129,8 triliun
2009
APBN[15] Rp985,7 triliun Rp1.037,1 triliun Rp51,3 triliun
APBN-P [16] Rp895,0 triliun Rp989,5 triliun Rp94,5 triliun
2008
APBN[17] Rp781,4 triliun Rp854,7 triliun Rp73,3 triliun

Anda mungkin juga menyukai