Anda di halaman 1dari 28

BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH

A. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya

terkandung beberapa makna. Sertzer & Stone (1966) menemukakan bahwa

guidance berasal kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or

steer (menunjukkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan). Sedangkan

menurut W.S. Winkel (1981) mengemukakan bahwa guidance mempunyai

hubungan dengan guiding : showing a way (menunjukkan jalan), leading

(memimpin), conducting (menuntun), giving instructions (memberikan petunjuk),

regulating (mengatur), governing (mengarahkan) dan giving advice (memberikan

nasehat).

Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai

proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang

dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum di sekolah,

keluarga dan masyarakat.

Peters dan Shertzer (Sofyan S. Willis, 2004) mendefiniskan bimbingan

sebagai : the process of helping the individual to understand himself and his

world so that he can utilize his potentialities.

United States Office of Education (Arifin, 2003) memberikan rumusan

bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir untuk memberikan bantuan secara

sistematis kepada peserta didik dalam membuat penyesuaian diri terhadap

berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan,

jabatan, kesehatan, sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus

mengarahkan kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya

sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.


Jones et.al. (Sofyan S. Willis, 2004) mengemukakan : guidance is the

help given by one person to another in making choice and adjusment and in

solving problem.

I. Djumhur dan Moh. Surya, (1975) berpendapat bahwa bimbingan adalah

suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis kepada

individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai

kemampuan untuk dapat memahami dirinya (self understanding), kemampuan

untuk menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan

dirinya (self direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self

realization) sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai

penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan

Menengah dikemukakan bahwa Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan

kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan,

dan merencanakan masa depan.

Prayitno, dkk. (2003) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling

adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun

kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan

pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karier, melalui

berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang

berlaku.

Dari beberapa pendapat di atas, tampaknya para ahli masih beragam dalam

memberikan pengertian bimbingan, kendati demikian dapat dilihat adanya benang

merah, bahwa :
1. Bimbingan merupakan upaya untuk memberikan bantuan kepada

individu atau peserta didik.. Bantuan dimaksud adalah bantuan yang

bersifat psikologis.

2. Tercapainya penyesuaian diri, perkembangan optimal dan kemandirian

merupakan tujuan yang ingin dicapai dari bimbingan.

B. Orientasi Baru Bimbingan dan Konseling

Orientasi baru bimbingan dan konseling yang bersifat pengembangan atau

developmental dan pencegahan pendekatan preventif. Dalam hal ini, Sofyan. S.

Willis (2004) mengemukakan landasan-landasan filosofis dari orientasi baru

bimbingan dan konseling, yaitu :

1. Pedagogis; artinya menciptakan kondisi sekolah yang kondusif bagi

perkembangan peserta didik dengan memperhatikan perbedaan individual

diantara peserta didik.

2. Potensial, artinya setiap peserta didik adalah individu yang memiliki

potensi untuk dikembangkan, sedangkan kelemahannya secara berangsur-

angsur akan diatasinya sendiri.

3. Humanistik-religius, artinya pendekatan terhadap peserta didik haruslah

manusiawi dengan landasan ketuhanan. peserta didik sebagai manusia

dianggap sanggup mengembangkan diri dan potensinya.

4. Profesional, yaitu proses bimbingan dan konseling harus dilakukan secara

profesional atas dasar filosofis, teoritis, yang berpengetahuan dan

berketerampilan berbagi teknik bimbingan dan konseling.

Dengan adanya orientasi baru ini, bukan berarti upaya-upaya bimbingan

dan konseling yang bersifat klinis ditiadakan, tetapi upaya pemberian layanan

bimbingan dan konseling lebih dikedepankan dan diutamakan yang bersifat


pengembangan dan pencegahan. Dengan demikian, kehadiran bimbingan dan

konseling di sekolah akan dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh peserta didik,

tidak hanya bagi peserta didik yang bermasalah saja.

C. Fungsi Bimbingan dan Konseling

Dengan orientasi baru Bimbingan dan konseling terdapat beberapa fungsi

yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling.

yaitu:

1. Pemahaman; menghasilkan pemahaman pihak-pihak tertentu untuk

pengembangan dan pemacahan masalah peserta didik meliputi :

a. pemahaman diri dan kondisi peserta didik, orang tua, guru

pembimbing

b. Lingkungan peserta didik termasuk di dalamnya lingkungan sekolah;

dan keluarga peserta didik dan orang tua; lingkungan yang lebih luas,

informasi pendidikan, jabatan/pekerjaan, dan sosial budaya/terutama nilai-

nilai oleh peserta didik.

2. Pencegahan; menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik

dari berbagai permasalahan yang timbul dan menghambat proses

perkembangannya.

3. Pengentasan; menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai

permasalahan yang dialami peserta didik.

4. Advokasi; menghasilkan kondisi pembelaaan terhadap pengingkaran atas

hak-hak dan/atau kepentingan pendidikan.

5. Pemeliharaan dan pengembangan; terpelihara dan terkembangkannya

berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka

perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.


D. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling :

Prinsip-prinsip bimbingan dan konseling adalah tersebut adalah :

1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan

a. melayani semua individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku,

agama dan status social

b. memperhatikan tahapan perkembangan

c. perhatian adanya perbedaan individu dalam layanan.

2. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan yang dialami

individu;

a. menyangkut pengaruh kondisi mental maupun fisik

individu terhadap penyesuaian pengaruh lingkungan, baik di rumah, sekolah

dan masyarakat sekitar

b. timbulnya masalah pada individu oleh karena adanya

kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.

3. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan Bimbingan dan

Konseling

a. bimbingan dan konseling bagian integral dari pendidikan

dan pengembangan individu, sehingga program bimbingan dan konseling

diselaraskan dengan program pendidikan dan pengembangan diri peserta

didik

b. program bimbingan dan konseling harus fleksibel dan

disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan;

c. program bimbingan dan konseling disusun dengan

mempertimbangkan adanya tahap perkembangan individu; (d) program

pelayanan bimbingan dan konseling perlu diadakan penilaian hasil layanan.

4. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan;


a. Diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya

mampu secara mandiri membimbing diri sendiri

b. Pengambilan keputusan yang diambil oleh klien hendaknya

atas kemauan diri sendiri

c. Permaslahan individu dilayani oleh tenaga ahli/profesional

yang relevan dengan permasalahan individu

d. Perlu adanya kerja sama dengan personil sekolah dan orang

tua dan bila perlu dengan pihak lain yang berkewenangan dengan

permasalahan individu; dan

e. Proses pelayanan bimbingan dan konseling melibatkan

individu yang telah memperoleh hasil pengukuran dan penilaian layanan.

E. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling

Asas- asas bimbingan dan konseling tersebut adalah :

1. Asas Kerahasiaan (confidential); yaitu asas yang menuntut

dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik (klien) yang

menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan

tidak layak diketahui orang lain.

2. Asas Kesukarelaan; yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan

kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang

diperuntukkan baginya.

3. Asas Keterbukaan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien)

yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak

berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri

maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang

berguna bagi pengembangan dirinya.


4. Asas Kegiatan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien)

yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam

penyelenggaraan/kegiatan bimbingan.

5. Asas Kemandirian; yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum

bimbingan dan konseling; yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran

layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-

individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan

lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta

mewujudkan diri sendiri.

6. Asas Kekinian; yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan

bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta

didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa

depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang

ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.

7. Asas Kedinamisan; yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap

sasaran layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju,

tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan

kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.

8. Asas Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan

dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru

pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan

terpadukan.

9. Asas Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan

dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma,

baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan,

dan kebiasaan kebiasaan yang berlaku.


10. Asas Keahlian; yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan

bimbingan dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah

profesional.

11. Asas Alih Tangan Kasus; yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak

yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling

secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien)

kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli.

12. Asas Tut Wuri Handayani; yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan

bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana

mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan

memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-

luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.

F. Peranan Kepala Sekolah, Guru Mata Pelajaran dan Wali Kelas dalam

Bimbingan dan Konseling

Secara garis besarnya, peran, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah,

sebagai berikut :

1. Mengkoordinir segenap kegiatan yang diprogramkan dan berlangsung di

sekolah, sehingga pelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan

konseling merupakan suatu kesatuan yang terpadu, harmonis, dan dinamis.

2. Menyediakan prasarana, tenaga, dan berbagai kemudahan bagi

terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan efisien.

3. Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan

pelaksanaan program, penilaian dan upaya tidak lanjut pelayanan

bimbingan dan konseling.

4. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan

konseling Di sekolah kepada Dinas Pendidikan yang menjadi atasannya.


5. Menyediakan fasilitas, kesempatan, dan dukungan dalam kegiatan

kepengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah Bidang BK.

Sedangkan, peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran

dalam bimbingan dan konseling adalah :

1. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada

siswa

2. Membantu Guru Pembimbing mengidentifikasi siswa-siswa yang

memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data

tentang siswa-siswa tersebut.

3. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan

konseling kepada Guru Pembimbing

4. Menerima siswa alih tangan dari Guru Pembimbing, yaitu siswa yang

menuntut Guru Pembimbing memerlukan pelayanan pengajar /latihan

khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).

5. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan

hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan

pembimbingan dan konseling.

6. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan

layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani

layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.

7. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti

konferensi kasus.

8. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka

penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak

lanjutnya.
Sebagai pengelola kelas tertentu dalam pelayanan bimbingan dan konseling,

Wali Kelas berperan :

1. membantu Guru Pembimbing melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di

kelas yang menjadi tanggung jawabnya;

2. membantu Guru Mata Pelajaran melaksanakan peranannya dalam

pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya dikelas yang menjadi

tanggung jawabnya;

3. membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa,

khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk

mengikuti/menjalani layanan dan/atau kegiatan bimbingan dan konseling;

4. berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling,

seperti konferensi kasus; dan

5. mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan

konseling kepada Guru Pembimbing.

G. Kegiatan Layanan dan Pendukung Bimbingan dan Konseling

1. Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling

a. Layanan Orientasi; Layanan orientasi merupakan layanan yang

memungkinan peserta didik memahami lingkungan baru, terutama

lingkungan sekolah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk mempermudah

dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu,

sekurang-kurangnya diberikan dua kali dalam satu tahun yaitu pada setiap

awal semester. Tujuan layanan orientasi adalah agar peserta didik dapat

beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru secara tepat dan

memadai, yang berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.

b. Layanan Informasi; merupakan layanan yang memungkinan peserta

didik menerima dan memahami berbagai informasi (seperti : informasi


belajar, pergaulan, karier, pendidikan lanjutan). Tujuan layanan informasi

adalah membantu peserta didik agar dapat mengambil keputusan secara

tepat tentang sesuatu, dalam bidang pribadi, sosial, belajar maupun karier

berdasarkan informasi yang diperolehnya yang memadai. Layanan informasi

pun berfungsi untuk pencegahan dan pemahaman.

c. Layanan Pembelajaran; merupakan layanan yang memungkinan

peserta didik mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam

menguasai materi belajar atau penguasaan kompetensi yang cocok dengan

kecepatan dan kemampuan dirinya serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan

belajar lainnya, dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan sikap

dan kebiasaan belajar yang baik. Layanan pembelajaran berfungsi untuk

pengembangan.

d. Layanan Penempatan dan Penyaluran; merupakan layanan yang

memungkinan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran di

dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan,

magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler, dengan tujuan agar peserta didik dapat

mengembangkan segenap bakat, minat dan segenap potensi lainnya. Layanan

Penempatan dan Penyaluran berfungsi untuk pengembangan.

e. Layanan Konseling Perorangan; merupakan layanan yang

memungkinan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka

(secara perorangan) untuk mengentaskan permasalahan yang dihadapinya dan

perkembangan dirinya. Tujuan layanan konseling perorangan adalah agar

peserta didik dapat mengentaskan masalah yang dihadapinya. Layanan

Konseling Perorangan berfungsi untuk pengentasan dan advokasi.

f. Layanan Bimbingan Kelompok; merupakan layanan yang

memungkinan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika


kelompok memperoleh bahan dan membahas pokok bahasan (topik) tertentu

untuk menunjang pemahaman dan pengembangan kemampuan sosial, serta

untuk pengambilan keputusan atau tindakan tertentu melalui dinamika

kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahan dan

membahas pokok bahasan (topik) tertentu untuk menunjang pemahaman dan

pengembangan kemampuan sosial, serta untuk pengambilan keputusan atau

tindakan tertentu melalui dinamika kelompok. Layanan Bimbingan

Kelompok berfungsi untuk pemahaman dan pengembangan

g. Layanan Konseling Kelompok; merupakan layanan yang

memungkinan peserta didik (masing-masing anggota kelompok) memperoleh

kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi

melalui dinamika kelompok, dengan tujuan agar peserta didik dapat

memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan

pribadi melalui dinamika kelompok. Layanan Konseling Kelompok berfungsi

untuk pengentasan dan advokasi.

2. Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling

Terdapat lima jenis kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, yaitu:

a. Aplikasi Instrumentasi Data; merupakan kegiatan untuk

mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik, tentang lingkungan

peserta didik dan lingkungan lainnya, yang dapat dilakukan dengan

menggunakan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes, dengan tujuan

untuk memahami peserta didik dengan segala karakteristiknya dan

memahami karakteristik lingkungan.

b. Himpunan Data; merupakan kegiatan untuk menghimpun seluruh data

dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik.


Himpunan data diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik,

komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup.

c. Konferensi Kasus; merupakan kegiatan untuk membahas

permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-

pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi

terentaskannya permasalahan klien. Pertemuan konferensi kasus bersifat

terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah untuk memperoleh

keterangan dan membangun komitmen dari pihak yang terkait dan memiliki

pengaruh kuat terhadap klien dalam rangka pengentasan permasalahan klien.

d. Kunjungan Rumah; merupakan kegiatan untuk memperoleh data,

keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan

peserta didik melalui kunjungan rumah klien. Kerja sama dengan orang tua

sangat diperlukan, dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dan

membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarga untuk mengentaskan

permasalahan klien.

e. Alih Tangan Kasus; merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh

penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas permasalahan yang dialami klien

dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang lebih kompeten,

seperti kepada guru mata pelajaran atau konselor, dokter serta ahli lainnya,

dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang lebih

tepat dan tuntas atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang

lebih kompeten.

H. Prosedur Umum Bimbingan dan Konseling

Secara umum, prosedur bimbingan dan konseling dapat ditempuh melalui

langkah-langkah seperti tampak dalam bagan berikut :


Datang Sendiri/Dicari Identifikasi Kasus
Informasi yang Ada/Dicari Identifikasi Masalah

Informasi yang Ada/Dicari Diagnosis


Informasi yang Ada/Dicari Prognosis

Remedial/Referal
Evaluasi/Follow Up
1. Identifikasi kasus;

a. Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua

peserta didik secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan

peserta didik yang benar-benar membutuhkan layanan konseling.

b. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh

keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing

dengan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang

tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya

melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal

lainnya.

c. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang

menimbulkan ke arah penyadaran peserta didik akan masalah yang

dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan peserta didik yang

bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat,

dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan

berbagai tindak lanjutnya.

d. Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara

ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang

dihadapi peserta didik.

e. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan

peserta didik yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial

2. Identifikasi Masalah; langkah ini merupakan upaya untuk memahami

jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta didik.


Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan peserta didik dapat

berkenaan dengan aspek :

a. Substansial material

b. Struktural fungsional

c. Behavioral; dan atau

d. Personality. Untuk mengidentifikasi masalah peserta didik

1) Jasmani dan kesehatan

2) Diri pribadi

3) Hubungan sosial

4) Ekonomi dan keuangan

5) Karier dan pekerjaan

6) Pendidikan dan pelajaran

7) Agama, nilai dan moral

8) Hubungan muda-mudi

9) Keadaan dan hubungan keluarga

10) waktu senggang.

e. Diagnosis; upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang

melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik.

1) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta didik itu

sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat,

kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan

2) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk

didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.

f. Prognosis; langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami

peserta didik masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai

alternatif pemecahannya,
g. Remedial atau referal (alih tangan kasus); jika jenis dan sifat serta sumber

permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih

masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru

pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau

guru pembimbing itu sendiri.

h. Evaluasi dan Follow Up; cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha

pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk

melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan

terhadap pemecahan masalah yang dihadapi peserta didik.

I. Bimbingan terhadap Peserta Didik Bermasalah

Bimbingan terhadap peserta didik bermasalah tetap menjadi perhatian

bimbingan dan konseling, namun perlu diingat bahwa tidak semua masalah

peserta didik harus ditangani oleh Guru Pembimbing (konselor). Dalam hal ini,

Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah berserta mekanisme

dan petugas yang menanganinya, sebagaimana dalam bagan berikut :

Ringan Semua Guru/Wali Kelas

Masalah peserta
didik Sedang Guru Pembimbing

Berat Alih Tangan Kasus

1. Masalah (kasus) ringan, seperti : membolos, malas, kesulitan belajar pada

bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum

minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus

ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada

kepala sekolah (konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjungan

rumah.
2. Masalah (kasus) sedang, seperti : gangguan emosional, berpacaran,

dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar,

karena gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan,

mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus

sedang dibimbing oleh guru pembimbing (konselor), dengan berkonsultasi

dengan kepala sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya.

Dapat pula mengadakan konferensi kasus.

3. Masalah (kasus) berat, seperti : gangguan emosional berat, kecanduan

alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, peserta didik hamil, percobaan

bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat

dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater,

dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan

kegiatan konferensi kasus.

J. Proses Konseling

Dari beberapa jenis layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan

kepada peserta didik, tampaknya untuk layanan konseling perorangan perlu

mendapat perhatian lebih. Karena layanan yang satu ini boleh dikatakan

merupakan ciri khas dari layanan bimbingan dan konseling.

1. Tahap Awal

Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan

sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal

yang perlu dilakukan, diantaranya :

a. Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport).

b. Memperjelas dan mendefinisikan masalah.

c. Membuat penaksiran dan perjajagan


d. Menegosiasikan kontrak Membangun perjanjian antara konselor

dengan klien, berisi :

1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh

klien dan konselor tidak berkebaratan.

2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien.

3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan

tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh

rangkaian kegiatan konseling.

2. Tahap Inti (Tahap Kerja)

a. Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam.

b. Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.

1) Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara

konseling, serta menampakan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan

memecahkan masalah yang dihadapinya.

2) Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik

konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur,

ikhlas dan benar benar peduli terhadap klien.

c. Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak.

Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik

oleh pihak konselor maupun klien.

3. Tahap Akhir (Tahap Tindakan)

Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :

a. Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses

konseling

b. Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan

kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.


c. Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).

d. Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya

Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ;

1) Menurunnya kecemasan klien

2) Perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis.

3) Pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya.

4) Adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang

jelas.

K. Teknik Umum Konseling

1. Perilaku Attending

a. Meningkatkan harga diri klien.

b. Menciptakan suasana yang aman

c. Mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.

2. Empati

3. Refleksi

a. Refleksi perasaan, yaitu keterampilan atau

teknik untuk dapat memantulkan perasaan klien sebagai hasil pengamatan

terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.

b. Refleksi pikiran, yaitu teknik untuk

memantulkan ide, pikiran, dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan

terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.

c. Refleksi pengalaman, yaitu teknik untuk

memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan

terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.


4. Eksplorasi

a. Eksplorasi perasaan, yaitu teknik untuk

dapat menggali perasaan klien yang tersimpan.

b. Eksplorasi pikiran, yaitu teknik untuk

menggali ide, pikiran, dan pendapat klien.

c. Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan

atau teknik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien.

5. Menangkap Pesan (Paraphrasing)

a. Untuk mengatakan kembali kepada klien

bahwa konselor bersama dia dan berusaha untuk memahami apa yang

dikatakan klien;\

b. Mengendapkan apa yang dikemukakan klien

dalam bentuk ringkasan

c. Memberi arah wawancara konseling

d. Pengecekan kembali persepsi konselor

tentang apa yang dikemukakan klien.

6. Pertanyaan Terbuka (Opened Question)

pertanyaan terbuka yaitu teknik untuk memancing siswa agar mau

berbicara mengungkapkan perasaan, pengalaman dan pemikirannya dapat

digunakan teknik pertanyaan terbuka (opened question).

7. Pertanyaan Tertutup (Closed Question)

a. Mengumpulkan informasi

b. Menjernihkan atau memperjelas sesuatu; dan


c. Menghentikan pembicaraan klien yang

melantur atau menyimpang jauh.

8. Dorongan minimal (Minimal Encouragement)

Tujuan dorongan minimal agar klien terus berbicara dan dapat mengarah

agar pembicaraan mencapai tujuan. Dorongan ini diberikan pada saat klien akan

mengurangi atau menghentikan pembicaraannya dan pada saat klien kurang

memusatkan pikirannya pada pembicaraan atau pada saat konselor ragu atas

pembicaraan klien.

9. Interpretasi

Teknik ini adalah untuk mengulas pemikiran, perasaan dan pengalaman

klien dengan merujuk pada teori-teori, bukan pandangan subyektif konselor,

dengan tujuan untuk memberikan rujukan pandangan agar klien mengerti dan

berubah melalui pemahaman dari hasil rujukan baru tersebut.

10. Mengarahkan (Directing)

Teknik ini adalah untuk mengajak dan mengarahkan klien melakukan

sesuatu. Misalnya menyuruh klien untuk bermain peran dengan konselor

atau menghayalkan sesuatu..

11. Menyimpulkan Sementara (Summarizing)

Teknik ini adalah untuk menyimpulkan sementara pembicaraan sehingga

arah pembicaraan semakin jelas. Tujuan menyimpulkan sementara adalah

untuk :

a. Memberikan kesempatan kepada klien untuk

mengambil kilas balik dari hal-hal yang telah dibicarakan;

b. Menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan

secara bertahap
c. Meningkatkan kualitas diskusi;

d. mempertajam fokus pada wawancara

konseling.

12. Memimpin (leading)

Teknik ini adalah untuk mengarahkan pembicaraan dalam wawancara

konseling sampai meneju pada tujuan konseling tersebut.

13. Fokus

Teknik ini adalah untuk membantu klien memusatkan perhatian pada

pokok pembicaraan.

Ada beberapa yang dapat dilakukan, diantaranya :

a. Fokus pada diri klien.

b. Fokus pada orang lain.

c. Fokus pada topik.

d. Fokus mengenai budaya.

14. Konfrontasi

a. mendorong klien mengadakan penelitian diri

secara jujur

b. meningkatkan potensi klien

c. membawa klien kepada kesadaran adanya

diskrepansi; konflik, atau kontradiksi dalam dirinya.

Penggunaan teknik ini hendaknya dilakukan secara hati-hati, yaitu dengan:

1) Memberi komentar khusus terhadap klien yang tidak konsisten dengan

cara dan waktu yang tepat

2) Tidak menilai apalagi menyalahkan

3) Dilakukan dengan perilaku attending dan empati.


15. Menjernihkan (Clarifying)

Teknik untuk menjernihkan ucapan-ucapan klien yang samar-samar,

kurang jelas dan agak meragukan. Tujuannya adalah :

a. Mengundang klien untuk menyatakan

pesannya dengan jelas, ungkapan kata-kata yang tegas, dan dengan alasan-

alasan yang logis

b. Agar klien menjelaskan, mengulang dan

mengilustrasikan perasaannya.

16. Memudahkan (facilitating)

teknik ini untuk membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara

dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran, dan pengalamannya secara

bebas

17. Diam

Teknik diam dilakukan dengan cara attending, paling lama 5 10 detik,

komunikasi yang terjadi dalam bentuk perilaku non verbal. Tujuannya adalah:

a. menanti klien sedang berfikir

b. sebagai protes jika klien ngomong berbelit-

belit

c. Menunjang perilaku attending dan empati

sehingga klien babas bicara.

18. Mengambil Inisiatif;

Teknik ini dilakukan manakala klien kurang bersemangat untuk berbicara,

sering diam, dan kurang parisipatif. Konselor mengajak klien untuk berinisiatif

dalam menuntaskan diskusi. Teknik ini bertujuan :


a. mengambil inisiatif jika klien kurang

semangat

b. jika klien lambat berfikir untuk mengambil

keputusan

c. jika klien kehilangan arah pembicaraan.

19. Memberi Nasehat;

Pemberian nasehat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya. Walaupun

demikian, konselor tetap harus mempertimbangkannya apakah pantas untuk

memberi nasehat atau tidak. Sebab dalam memberi nasehat tetap dijaga agar

tujuan konseling yakni kemandirian klien harus tetap tercapai.

20. Pemberian informasi

Sama halnya dengan nasehat, jika konselor tidak memiliki informasi

sebaiknya dengan jujur katakan bahwa dia mengetahui hal itu. Kalau pun konselor

mengetahuinya, sebaiknya tetap diupayakan agar klien mengusahakannya.

21. Merencanakan

Teknik ini digunakan menjelang akhir sesi konseling untuk membantu agar

klien dapat membuat rencana tindakan (action), perbuatan yang produktif untuk

kemajuan klien.

22. Menyimpulkan

Teknik ini digunakan untuk menyimpulkan hasil pembicaraan yang

menyangkut:

a. bagaimana keadaan perasaan klien saat ini, terutama mengenai

kecemasan

b. Memantapkan rencana klien

c. Pemahaman baru klien; dan


d. Pokok-pokok yang akan dibicarakan selanjutnya pada sesi berikutnya,

jika dipandang masih perlu dilakukan konseling lanjutan.

L. Teknik-Teknik Khusus

Dalam konseling, di samping menggunakan teknik-teknik umum, dalam

hal-hal tertentu dapat menggunakan teknik-teknik khusus. Teknik-teknik khusus

ini dikembangkan dari berbagai pendekatan konseling, seperti pendekatan

Behaviorisme, Rational Emotive Theraphy, Gestalt dan sebagainya

Di bawah disampaikan beberapa teknik teknik khusus konseling, yaitu :

1. Latihan Asertif; teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami

kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau

benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu

yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan

menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya.

Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan

konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan

asertif ini.

2. Desensitisasi Sistematis; desensitisasi sistematis merupakan teknik

konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan

klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk

rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan perilaku yang diperkuat

secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku

yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang

tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi

sistematis hakekatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk

menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan


kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku

yang akan dihilangkan.

3. Pengkondisian Aversi; teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan

kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan

klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan

kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang

disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku

yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan

terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus

yang tidak menyenangkan.

4. Pembentukan Perilaku Model; teknik ini dapat digunakan untuk

membentuk Perilaku baru pada klien, dan memperkuat perilaku yang

sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien

tentang perilaku model, dapat menggunakan model audio, model fisik,

model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis perilaku yang

hendak dicontoh. Perilaku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran

dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

5. Permainan Dialog; teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan

untuk mendialogan dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu

kecenderungan top dog dan kecenderungan under dog, misalnya :

a. Kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak.

b. Kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh.

c. Kecenderungan anak baik lawan kecenderungan anak bodoh.

d. Kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung.

e. Kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah.


6. Latihan Saya Bertanggung Jawab; merupakan teknik yang dimaksudkan

untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-

perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang

lain.

7. Bermain Proyeksi;

Proyeksi :

a. Memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya

sendiri tidak mau melihat atau menerimanya

b. Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya

kepada orang lain.

8. Teknik Pembalikan; gejala-gejala dan perilaku tertentu sering kali

mempresentasikan pembalikan dari dorongan-dorongan yang

mendasarinya. Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk memainkan

peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.

9. Bertahan dengan Perasaan; teknik ini dapat digunakan untuk klien yang

menunjukkan perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan atau ia

sangat ingin menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap

bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.

10. Home work assigments; teknik yang dilaksanakan dalam bentuk tugas-

tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan menginternalisasikan

sistem nilai tertentu yang menuntut pola perilaku yang diharapkan.

Dengan tugas rumah yang diberikan, klien diharapkan dapat mengurangi

atau menghilangkan ide-ide dan perasaan-perasaan yang tidak rasional

dan tidak logis, mempelajari bahan-bahan tertentu yang ditugaskan untuk

mengubah aspek-aspek kognisinya yang keliru, mengadakan latihan-


latihan tertentu berdasarkan tugas yang diberikan. Pelaksanaan home work

assigment yang diberikan konselor dilaporkan oleh klien dalam suatu

pertemuan tatap muka dengan konselor. Teknik ini dimaksudkan untuk

membina dan mengembangkan sikap-sikap tanggung jawab, kepercayaan

pada diri sendiri serta kemampuan untuk pengarahan diri, pengelolaan diri

klien dan mengurangi ketergantungannya kepada konselor.

11. Adaptive; teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan

membiasakan klien untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya

dengan perilaku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih

bersifat pendisiplinan diri klien.

12. Bermain peran; teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan

yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang

dikondisikan sedemikian rupa sehingga klien dapat secara bebas

mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu.

13. Imitasi; teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model

perilaku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan

perilakunya sendiri yang negatif.

Anda mungkin juga menyukai