Anda di halaman 1dari 21

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengantar Analisis Sistem Kontrol

Kontrol automatik telah menjadi bagian yang penting dan terpadu dalam
industri modern. Karena kemajuan dalam teori dan praktek kontrol automatik
memberikan kemudahan dalam mendapatkan performansi dari sistem dinamik,
mempertinggi kualitas dan menurunkan biaya produksi, mempertinggi laju
produksi, meniadakan pekerjaan-pekerjaan rutin dan membosankan yang harus
dilakukan manusia, dan sebagainya.

2.1.1 Klasifikasi Sistem Kontrol

Sistem kontrol dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara, diantaranya


sebagai berikut :

(i) Sistem kontrol linear versus non-linear.


Kebanyakan sistem fisika adalah sistem non-linear dalam berbagai variasi.
Namun jika jangka variasi variabel sistem tidak besar, maka sistem tersebut dapat
dijadikan linear dalam jangka variasi variabel yang relatif kecil. Untuk sistem
linear, prinsip-prinsip superposisi berlaku. Sistem-sistem untuk mana prinsip-
prinsip ini tidak berlaku adalah sistem non-linear. Dalam beberapa kasus, elemen
non-linear dengan sengaja dimasukan ke sistem kontrol untuk mengoptimalkan
unjuk kerja.

(ii) sistem kontrol waktu-berubah versus waktu-tidak berubah.


Sistem kontrol waktu-tidak berubah (time-invariant) adalah sistem yang
parameternya tidak berubah dengan waktu. Respon sistem demikian tergantung
pada waktu disaat mana masukan diterapkan. Sistem kontrol waktu-berubah
(time-variant) adalah sistem yang satu atau lebih parameternya berubah dengan
waktu.
6

(iii) Sistem kontrol waktu diskrit versus berkesinambungan (continuous)


Pada sistem kontrol waktu-berkesinambungan (continuous) semua variabel
sistem adalah fungsi dari waktu berkesinambungan. Sistem kontrol waktu-diskrit
melibatkan satu atau lebih variabel yang hanya diketahui disaat waktu diskrit.

(iv) Sistem kontrol masukan-tunggal, keluaran tunggal versus banyak-masukan,


banyak keluaran.
Sistem mungkin mempunyai satu masukan dan satu keluaran (single input
single output, SISO) maupun dengan banyak masukan dan banyak keluaran
(multiple input multiple output, MIMO)

(v) Sistem kontrol parameter-terdistribusi versus parameter-bungkah (lumped)


Sistem kontrol yang dapat dijelaskan dengan persamaan differensial biasa
adalah sistem kontrol parameter-bungkah (lumped), sedangkan sistem kontrol
parameter terdistribusi adalah sistem yang mungkin dijelaskan dengan persamaan
differensial parsial.

(vi) Sistem kontrol deterministik versus stokastik


Sistem kontrol deterministik yaitu jika tanggapan terhadap masukan dapat
diperkirakan dan terulang. Jika tidak, sistem kontrol tersebut adalah sistem kontrol
stokastik.

2.1.2 Prinsip-Prinsip Disain Sistem Kontrol

Persyaratan umum sistem kontrol, setiap sistem kontrol harus stabil. Ini
merupakan persyaratan utama. Disamping kestabilan mutlak, suatu sistem kontrol
harus mempunyai kestabilan relatif yang layak. Jadi, kecepatan respon harus
cukup cepat dan menunjukan peredaman yang layak. Suatu sistem kontrol juga
harus mampu memperkecil kesalahan sampai nol atau sampai pada suatu harga
yang dapat ditoleransi. Setiap sistem kontrol yang berguna harus memenuhi
persyaratan ini.

Persyaratan kestabilan relatif yang layak dan ketelitian keadaan tunak


(steady state) cenderung tidak dapat dipenuhi secara bersama-sama. Oleh karena
7

itu dalam mendisain sistem kontrol, kita perlu melakukan kompromi yang paling
efektif diantara dua persyaratan ini.

Untuk menentukan sistem kontrol optimal, perlu didefinisikan indeks


performansi. Indeks ini merupakan ukuran kuantitatif dari performansi ideal.
Spesifikasi sinyal kontrol diseluruh waktu operasi disebut hukum kontrol. Secara
matematis, persoalan dasar kontrol adalah menentukan hukum kontrol optimal,
dengan berbagai kendala teknik dan ekonomi, yang berarti meminimumkan
indeks performansi yang diberikan.

Untuk sistem yang relatif sederhana, hukum kontrol dapat diperoleh secara
analitis. Untuk sistem yang kompleks, mungkin memerlukan komputer digital
yang dipasang langsung pada sistem untuk mendapatkan hukum kontrol optimal.

Analisis. Yang dimaksud analisis sistem kontrol adalah penelitian, pada


kondisi tertentu, performansi sistem yang model matematiknya diketahui.

Karena setiap sistem tersusun dari komponen, maka analisis harus dimulai
dari deskripsi matematik tiap komponen. Setelah model matematik keseluruhan
sistem diturunkan, cara analisis yang digunakan tidak bergantung pada sistem
fisiknya, pneumatic, listrik, mekanik, atau yang lain.

Disain. Yang dimaksud dengan disain suatu sistem adalah mencari suatu
sistem yang dapat menyelesaikan tugas yang diberikan. Pada umumnya, prosedur
disain tidak diperoleh secara langsung tetapi memerlukan metoda coba-coba.

Sintesis. Yang dimaksud dengan sintesis adalah mencari suatu sistem


dengan prosedur langsung yang bekerja menurut cara tertentu. Biasanya, prosedur
semacam ini bersifat matematis dari awal sampai akhir proses disain. Pada saat ini
telah tersedia banyak prosedur sintesis untuk rangkaian linear dan untuk sistem
linear optimal.

Pendekatan dasar dalam disain kontrol. Pendekatan dasar dalam disain


setiap sistem kontrol praktis perlu melibatkan metoda coba-coba. Sintesis sistem
kontrol linear secara teoritis dapat dilakukan, dan secara sistematis dapat
ditentukan komponen-komponen yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang
8

diberikan. Meskipun demikian, dalam praktek, mungkin sistem dibatasi oleh


beberapa kendala atau sifat non-linear. Dalam kasus semacam ini belum ada
metoda sintesisnya. Disamping itu, karakteristik komponen mungkin tidak dapat
diketahui dengan tepat. Jadi selalu diperlukan prosedur coba-coba.

Kondisi yang sering dijumpai dalam praktek adalah diberikan suatu plant,
kemudian mendisain sisa dari sistem, sehingga secara keseluruhan memenuhi
spesifikasi dan dapat menyelesaikan tugas yang diberikan, perhatikan bahwa
spesifikasi tersebut harus diinterpretasikan dalam bentuk matematik.

Penting untuk diingat bahwa beberapa dari spesifikasi tersebut adalah


tidak realistis. Pada kasus seperti ini, spesifikasi tersebut harus diperbaharui pada
tingkat awal disain.

Dalam beberapa kasus, disain suatu sistem kontrol berlangsung sebagai


berikut : dimulai dengan prosedur disain dengan mengetahui spesifikasi atau
indeks performansi, dinamika plant yang diberikan, dan dinamika komponen,
yang terakhir melibatkan parameter disain. Akan digunakan prosedur sintesis, jika
ada, bersama-sama dengan teknik yang lain, untuk membuat model matematik
sistem.

Setelah dirumuskan persoalan disain dalam bentuk model ini, kemudian


melakukan disain matematik yang menghasilkan jawab dalam versi matematik
dari persoalan disain. Pada tingkat ini , simulasi model matematik pada komputer
adalah penting. Perhatikan bahwa teori kontrol optimal sangat berguna pada
tingkat disain ini karena akan memberikan batas atas performansi sistem untuk
suatu indeks performansi yang diberikan.

Setelah disain matematik dapat diselesaikan kemudian disimulasikan


model pada komputer untuk menguji perilaku sistem yang diperoleh dalam bentuk
respon terhadap berbagai sinyal dan gangguan. Biasanya, konfigurasi sistem hasil
disain awal belum memenuhi spesifikasi yang diinginkan. Oleh karena itu sistem
ini harus di disain ulang berdasarkan informasi hasil analisis yang telah dilakukan.
Proses disain dan analisis ini diulang sampai diperoleh sistem yang memuaskan.
9

Selanjutnya, dari hasil simulasi pada komputer dapat dibuat sistem fisik
prototype.

Perhatikan bahwa proses pembuatan prototype ini adalah kebalikan dengan


pemodelan. Prototype adalah suatu sistem fisik yang merupakan realisasi model
matematik dengan ketelitian yang layak. Setelah pembuatan prototype selesai,
kemudian diuji untuk melihat perilaku prototype tersebut, sudah memuaskan atau
belum. Jika sudah, bearti proses disain telah selesai. Jika belum, maka prototype
tersebut harus dimodifikasi dan diuji lagi. Proses ini berlangsung sampai
prototype benar-benar memuaskan.

2.1.3 Spesifikasi Performansi Sistem Kontrol

Spesifikasi performansi dari sistem kontrol secara umum diekpresikan


dalam domain waktu dan frekuensi yang dikenal dengan spesifikasi domain waktu
dan spesifikasi domain frekuensi.

Spesifikasi domain waktu dari sistem untuk masukan unit step dapat
diekpresikan dalam beberapa istilah sebagai berikut :

(i) delay time td


Waktu yang dibutuhkan untuk keluaran sistem untuk mencapai setengah
dari nilai akhir didefinisikan sebagai delay time.

(ii) Rise time tr


Rise time adalah waktu yang dibutuhkan respon untuk mencapai dari 10%
- 90% nilai akhir dari output. Biasanya basis 0-100% digunakan untuk sistem-
sistem underdamped.

(iii) settling time ts


Waktu yang dibutuhkan untuk keluaran sistem untuk settle down dan diam
antara 2% dari nilai akhir dikenal dengan settling time.

(iv) peak time tp


Waktu yang dibutuhkan untuk keluaran sistem untuk mencapai mencapai nilai
maksimum pertama disebut dengan peak time.
10

(v) Overshoot
Rasio dari nilai maksimum keluaran terhadap nilai keluaran akhir disebut
sebagai overshoot pada sistem yang didefinisikan dalam persentase overshoot (%
overshoot)

(vi) Steady state error ess


Perbedaan antara nilai yang diinginkan dan nilai akhir dari keluaran sistem
untuk masukan unit step setelah lewat masa transien disebut sebagai steady state
error dari sistem.

Perilaku dari keluaran sistem hingga settling time disebut sebagai respon
transien dari sistem sedangkan perilaku keluaran sistem setelah settling time ts
disebut sebagai steady state response. Dua bagian tersebut masing-masing
berhubungan terhadap komponen transien dan steady state dari solusi persamaan
sistem.

Spesifikasi domain frekuensi dari sistem dapat diekpresikan dalam


beberapa istilah sebagai berikut :

(i) Bandwidth (BW)


Frekuensi dimana magnitude turun hingga 70.7% dari tingkatan frekuensi
nol-nya atau 3 db dibawah dari tingkatan frekuensi nol-nya. Bandwidth dari
sistem mendefinisikan karakteristik filtering dari sistem dan juga memberikan
ukuran dari transien sistem. Sinyal dengan frekuensi lebih tinggi yang dilewatkan
pada sistem kontrol dengan bandwidth yang lebih besar, dan membuat respon
transien sistem lebih cepat dan memiliki overshoot lebih besar. pada bandwidth
yang kecil, hanya sinyal frekuensi yang lebih rendah yang dilewatkan pada sistem
yang membuat respon transien sistem lebih lambat dengan overshoot yang lebih
kecil.

(ii) Peak Resonance


Nilai maksimum dari magnitude fungsi alih closed loop M(j) didefinisikan
sebagai peak resonance Mr atau M()r sistem. Semakin besar nilai Mr
11

menghasilkan overshoot yang semakin besar dalam respon waktu sistem.


Biasanya secara umum nilai Mr dipilih dalam disain antara 1,1 1,5.

(iii) Resonant Frequency r


Frekuensi dimana magnitude M() adalah maksimum disebut sebagai
resonant frequency dari sistem.

(iv) Cutoff rate.


Laju dari cutoff untuk karakteristik respon frekuensi pada frekuensi yang
tinggi disebut sebagai cutoff rate dari sistem. Hal ini mengindikasikan
kemampuan sistem untuk membedakan antara sinyal dan noise yang timbul dalam
sistem. Secara umum karakteristik cut-off yang tajam diiringi oleh Mr yang tinggi
dan kestabilan yang kurang.

(v) Gain Margin


Gain margin adalah faktor dimana gain dari sistem yang stabil diijinkan
untuk naik sebelum sistem mencapai ketidakstabilan.

Absolute gain margin dinilai sebagai dimana adalah magnitude

G(j)H(j) pada phase crossover frequency.


Dalam decibel gain margin adalah

(2.03)

Untuk sistem yang stabil < 1 dan dimana G.M dalam db adalah positif

(vi) Phase margin


Phase margin dari sistem yang stabil adalah jumlah penambahan
ketertinggalan phasa yang diijinkan untuk membawa sistem pada titik
ketidakstabilan.
Phase margin dinilai sebagai

P.M = 180o + G(j)H(j) (2.04)


12

Dimana G(j)H(j) pada gain crossover frequency diukur searah jarum jam
(clockwise).

2.2 Pengantar Sistem Tenaga Listrik

2.2.1 Daya listrik pada sirkuit AC

Daya didefinisikan sebagai laju perubahan dari energi terhadap waktu. Jika
terminal dari beban disimbolkan dengan a dan n, dan jika tegangan dan arus listrik
diekpresikan sebagai :

van = Vmax cos t dan

ian = Imax cos(t - )

Daya sesaat-nya (instantaneous power) adalah,

p = vanian = VmaxImax cos t cos(t - ) (2.05)

Sudut dalam persamaan ini adalah positif untuk arus listrik yang
tertinggal (lagging) tegangan dan negatif untuk arus yang mendahului (leading).
Nilai positif dari p mengekpresikan laju dimana energy sedang diserap oleh
bagian dari sistem antara titik a dan n. instantaneous power akan positif ketika van
dan ian adalah positif dan akan negative jika van dan ian berkebalikan tanda.

Jika van dan ian adalah satu phasa maka beban adalah resistif murni,
instantaneous power tidak akan pernah menjadi negatif. Jika arus dan tegangan
berbeda phasa 90o, terjadi pada elemen sirkuit ideal induktif atau kapasitif murni.

Dengan menggunakan identitas trigonometri persamaan (2.05) diubah


menjadi
13

(2.06)

Dimana dapat digantikan oleh produk tegangan dan arus rms (root mean

square) | Van || Ian | atau | V || I |.

Dari persamaan (2.06) menunjukan pada istilah pertama, dimana terdapat

yang selalu positif dan memiliki nilai rata-rata :

(2.07)

Atau bila disubstitusi dalam nilai rms,

P = | V || I | (2.08)

P disebut dengan daya nyata atau dapat disebut daya aktif. Satuan dasar
baik untuk daya instantaneous maupun daya rata-rata nya adalah watt.

Cosine dari sudut phasa antara tegangan dan arus disebut dengan faktor

daya (power factor). Rangkaian induktif dikatakan memiliki faktor daya tertinggal
(lagging power factor) dan rangkaian kapasitif dikatakan memiliki faktor daya
mendahului (leading power factor). Dengan kata lain istilah lagging dan leading
power factor masing-masing mengindikasikan arus yang tertinggal (lagging) atau
mendahului (leading) tegangan.

Istilah kedua dari persamaan (2.06), dimana terdapat yang secara

bolak-balik (alternately) positif dan negatif dan memiliki nilai rata-rata adalah
nol. Komponen instantaneous power p tersebut dikenal dengan instantaneous
reactive power dan mengekpresikan aliran energi yang bolak-balik (alternately)
menuju dan menjauh dari beban. Nilai maksimumnya disimbolkan dengan Q,
yang disebut daya reaktif.
14

(2.09)

Atau bila disubstitusi dalam nilai rms,

Q = | V || I | (2.10)

Akar dari penjumlahan kuadrat P dan Q adalah sama dengan produk | V |


dan | I |, untuk

(2.11)

Tentu saja P dan Q memiliki satuan dimensi yang sama, akan tetapi untuk satuan
Q disimbolkan dalam var (votampere reactive).

Dalam rangkaian sederhana dimana impedansi Z sama dengan R + jX,


dapat disubstitusikan menjadi | I || Z | untuk | V |, maka

P = | I |2| Z | (2.12)

Dan

Q = | I |2| Z | (2.13)

Karena R = | Z | dan X =| Z | , maka

P = | I |2| Z | dan Q = | I |2| Z | (2.14)

Karena Q/P = tan metoda lain untuk menghitung factor daya adalah

(2.15)

Jika ekpresi phasor untuk tegangan dan arus diketahui, maka untuk
perhitungan daya nyata/aktif dan daya reaktif adalah dalam bentuk kompleks. Jika
15

tegangan dan arus pada beban atau bagian rangkaian diekpresikan dalam
V = | V | dan I = | I | , produk dari tegangan dikalikan conjugate arus
adalah

(2.16)

Kuantitas tersebut disebut dengan daya kompleks (complex power) yang


disimbolkan dengan S.

(2.17)

Karena adalah sudut phasa antara tegangan dan arus atau maka

(2.18)

Daya reaktif Q akan positif jika sudut phasa antara tegangan dan arus

adalah positif, dimana yang berarti arus tertinggal (lagging) tegangan dan

sebaliknya.

2.2.2 Speed governor

Direct speed governing dan supplemental adjustment dari speed governor


set point adalah metoda yang digunakan dalam sistem daya listrik sekarang untuk
menyamakan daya yang dibangkitkan dengan bebannya, untuk mengalokasikan
keluaran pembangkitan antara sumber-sumber pembangkit, dan untuk mencapai
frekuensi sistem yang diinginkan. Semua speed governor, apakah mekanik-
hidrolik, elektrohidrolik atau digital electro-hidrolik, mempunyai karakteristik
steady state speed output yang sama. Maka dari itu aplikasinya untuk sistem
kendali (untuk perubahan yang lambat) adalah sama.

2.2.2.1 Operasi governor secara umum


16

Speed governor mengubah output prime mover (torque) secara otomatis


untuk perubahan pada sistem speed (frekuensi). Speed sensing device biasanya
adalah sebuah flyball assembly untuk mekanik-hidrolik governor dan tranducer
frekuensi untuk elektro-hidrolik governor. Keluaran speed sensor melalui signal
conditioning dan penguatan baik berupa kombinasi elemen mekanik-hidrolik,
sirkuit elektronik maupun perangkat lunak (software) dan mengoperasikan
mekanisme kendali untuk mengatur keluaran prime mover (torque) hingga
perubahan frekuensi sistem tertahan. Aksi governor menahan penurunan
frekuensi, akan tetapi tidak mengembalikan frekuensi pada nilai awalnya. Pada
sistem yang luas ter-interkoneksi. Pengembalian frekuensi pada frekuensi nominal
50 Hz (frekuensi nomilal di Indonesia adalah 50 Hz) merupakan tugas dari AGC
(Automatic Generation Control) system. Rate dan magnitude dari respon governor
untuk sebuah perubahan speed dapat diatur untuk karakteristik generator dimana
governor control dan sistem tenaga listrik terkoneksi.

2.2.2.2 Contoh operasi governor

Skematik sistem speed governing mekanik dan elektronik yang


disederhanakan pada gambar 2.1 dan 2.2. Jika terjadi penurunan frekuensi sistem,
karena kehilangan daya pembangkit ataupun kenaikan beban, putaran poros
dimana synchronous generator terkoneksi akan turun pula. Penurunan speed ini
kemudian ditransmisikan pada mechanical governor assembly oleh PMG
(permanent magnet generator) yang terpasang pada poros dan ball head motor,
dan pada transducer frekuensi elektro-hidrolik oleh roda bergigi atau generator
potential transformer. Ketika putaran flyball melambat, pergerakannya
menyebabkan katup untuk naik dan membuat penambahan aliran (bahan bakar,
uap, air, dan lainnya) menuju prime mover. Dengan cara yang sama, penurunan
frekuensi yang dirasa oleh transducer frekuensi akan diperkuat dan digunakan
untuk membuka katup. dari sini, daya output dari prime mover yang terkendali
akan bertambah dan membantu menahan penurunan frekuensi.
17

Gambar 2.1 Governor mekanis yang disederhanakan

Gambar 2.2 Governor elektro-hidrolik yang disederhanakan

2.2.2.3 Dead band

Terdapat dua tipe deadband dalam sistem speed governing yaitu inherent
dan intentional. Hasil tes dari beberapa tipe governor yang berbeda termasuk
flyball mekanik, elektronik analog dan digital elektronik mengindikasikan bahwa
inherent deadband sangatlah kecil (kurang dari 0,005 Hz) pada kebanyakan
governor yang terkoneksi pada sistem tenaga listrik dan dapat diabaikan.
Intentional deadband, secara kebalikan digunakan oleh beberapa manufaktur dan
operator pembangkit untuk mengurangi aktivitas dari controller pada variasi
frekuensi sistem tenaga listrik normal dan mungkin cukup besar (sekitar 0,05 Hz)
untuk mempengaruhi performa pengendalian frekuensi tenaga listrik keseluruhan.
NERC Policy 1C, guide 3 suggests Governors should, as a minimum, be fully
responsive to frequency deviations exceeding 0.036 Hz ( 36 mHz).
18

2.2.2.4 Speed Droop

Definisi dari droop adalah besarnya perubahan speed (frekuensi) yang


dibutuhkan untuk menyebabkan mekanisme kendali prime mover utama untuk
berubah dari tertutup penuh hingga terbuka penuh. Pada umumnya, persentase
pergerakan mekanisme kendali prime mover utama dapat dihitung sebagai
perubahan speed (dalam %) dibagi dengan per unit droop.

Suatu governor yang diset dengan speed droop akan membuka control
valve dengan besar yang spesifik untuk gangguan (disturbance) yang diberikan.
Hal ini dikerjakan dengan menggunakan umpan balik (feed back) dari mekanisme
kendali prime mover utama (valve, gate, servomotor, dll). Jika terjadi perubahan
1% pada speed, mekanisme kendali utama harus cukup bergerak oleh akibat
umpan balik melalui elemen droop untuk menggagalkan perubahan speed
tersebut. Dari sini, untuk perubahan 1% speed, persentase pergerakan dari
mekanisme kendali utama akan berbanding terbalik terhadap droop. (jika droop
adalah 5% pergerakan akan 1/0.05 = 20).

Jika governor diset untuk isochronous (zero droop), hal tersebut akan terus
membuka katup hingga frekuensi kembali pada nilai nominalnya. Tipe ini
digunakan pada sistem tenaga listrik kecil, terisolasi, tapi akan menghasilkan
pergerakan governor yang berlebihan pada sistem interkoneksi yang luas. Maka
dari itu, speed droop digunakan untuk mengendalikan magnitude dari respon
governor untuk perubahan frekuensi yang diberikan sehingga seluruh generator
akan membagi respon setelah suatu gangguan (disturbance) terjadi.

2.2.2.5 Speed Regulation

Istilah speed regulation menunjuk pada jumlah besarnya perubahan speed


atau frekuensi yang dibutuhkan untuk menyebabkan keluaran dari synchronous
generator untuk berubah dari nol keluaran hingga keluaran penuh. Secara kontras
dengan droop, istilah ini memfokuskan pada keluaran generator dari pada posisi
dari katup itu sendiri. Dalam beberapa kasus, secara khusus pada pembangkit
hydro, seting droop akan secara signifikan berbeda dari hasil speed regulation.
Hal tersebut karena hubungan non-linear antara posisi katup aliran air, gas atau
19

uap yang mengalir melalui turbin. Governor yang menggunakan droop feedback
seharusnya diatur sehingga speed regulation memenuhi kebutuhan sistem tenaga
listrik. Speed regulation dapat di implementasikan secara langsung pada
electrohydraulic dan digital electrohydraulic governor dengan menggunakan
sebuah watt transducer untuk menyediakan umpan balik (feedback) dari generator
output untuk menggantikan feedback dari mekanisme kendali prime mover.

Jika terjadi perubahahan 1% speed, keluaran generator harus cukup


bergerak akibat feedback dari elemen speed regulation untuk menggagalkan
perubahan speed tersebut. Dari sini untuk perubahan 1% speed, persen perubahan
pada keluaran generator akan berbanding terbalik dengan speed regulation (jika
speed regulation adalah 5% pergerakan akan 1/0.05=20). Secara umum,
persentase perubahan pada keluaran generator untuk suatu gangguan
(disturbance) frekuensi sistem dapat dihitung sebagai perubahan speed (dalam %)
dibagi dengan per unit speed regulation.

2.2.2.6 Pengaruh droop dan regulation pada performansi sistem tenaga


listrik

Governor yang menggunakan speed droop atau speed regulation


membutuhkan suatu perubahan yang tetap terus menerus (sustain) pada frekuensi
sistem untuk menghasilkan perubahan yang tetap terus menerus (sustain) pada
mekanisme kendali prime mover atau keluaran daya generator. Maka dari itu
governor sendiri tidak dapat mengembalikan frekuensi sistem tenaga listrik
kepada tingkatan sebelum gangguan (disturbance). Fakta tersebut dapat di
ilustrasikan dengan menimbang sistem dua unit seperti pada gambar 2.4 keduanya
unit tersebut dirate pada 100 MW dan dibebani awal pada 50MW. Keduanya
memiliki governor dengan speed regulation. Akan tetapi, unit 1 diset untuk 5%
speed regulation dan unit 2 diset untuk 2 % speed regulation.

Untuk menguji respon sistem, sebuah kenaikan 35 MW pada beban


elektrik diberikan pada sistem. Frekuensi sistem akan turun hingga pembangkitan
dan beban sama. Steady-state frequency yang sistem akan capai dapat ditentukan
dengan mempertimbangkan kurva karakteristik speed-load untuk dua unit seperti
terdapat pada gambar 2.3. untuk menyeimbangkan pembangkitan dan beban, daya
20

tambahan 35 MW harus dihasilkan oleh dua unit tersebut. Ketika frekuensi turun,
masing-masing governor unit akan menambah keluaran dari generator-nya hingga
speed regulation feedback signal menghentikan perubahan frekuensi seperti yang
dijelaskan diatas.

Gambar 2.3 Sistem dua unit

Gambar 2.4 Karakteristik speed-load dari governor

Titik operasi equilibrium awal ditunjukan pada gambar 2.4 sebagai I0.
Ketika frekuensi turun, unit 1 akan menghasilkan tambahan 10% (atau 10 MW)
dari pembangkitan untuk setiap 0,5% penurunan pada frekuensi. Sedangkan unit 2
akan menghasilkan 25% (25MW), dikarenakan perbedaan pada speed regulation
21

adjustment. Maka dari itu final speed sistem akan ada di 99,5%, dengan unit 1
menghasilkan 60 MW (pada titik I1) dan unit 2 menghasilkan 75 MW (pada titik
I2). Perlu diingat bahwa unit dengan setting speed regulation yang lebih rendah
akan lebih responsif terhadap perubahan pada frekuensi sistem. Sebagai
tambahan, persentase speed regulation sistem dapat dihitung sebagai persentase
perubahan steady-state frequency dibagi dengan per unit perubahan steady-state
power. Untuk contoh sistem disini, speed regulation keseluruhan adalah 0,5% /
(35/200) = 2,86%.

2.2.2.7 Supplementary Regulation

Keistimewaan penting dari sistem governor adalah peralatan mekanisme


kendali prime mover utama, dan karena daya keluaran generator dapat dirubah
tanpa membutuhkan perubahan pada speed sistem. Hal ini dikerjakan oleh speed
reference (speed adjustment). Pengaturan ini dapat dilakukan dalam aksi lokal
oleh operator plant, atau dapat dilakukan dari jarak jauh (remote) dari dispatch
center automatic generation control system. Pada governor mekanik, speeder
motor menggerakan penghubung yang ditambahkan pada keluaran dari
penghubung ballhead dan penghubung droop feedback oleh sistem floating lever.
Pada governor analog dan digital elektrohidrolik, potensiometer yang digerakan
motor atau digital reference setter memberikan sinyal referensi pada sirkuit
elektronik

Efek dari masukan speed reference membuat sebuah grup dari kurva
karakteristik speed-load paralel. Penambahan dari speed reference dari generator
yang terhubung pada sistem tenaga listrik yang luas akan menghasilkan daya yang
lebih dari unit tersebut. Karenanya, daya keluaran generator tertentu dapat diatur
mempertimbangkan faktor ekonomis dari sumber pembangkit. Sebagai tambahan,
supplementary regulation dari beberapa speed reference generator akan
mengembalikan frekuensi sistem setelah terjadi gangguan frekuensi. Penambahan
pada speed reference dari generator yang terhubung pada sistem tenaga listrik
kecil maupun yang terisolasi akan menambah speed dari sistem, akan tetapi tidak
menambah daya yang dihasilkan unit.
22

2.2.2.8 Pengaruh supplemental regulation pada Performansi sistem tenaga


listrik.

Perlu dilihat kembali sistem dua unit seperti terlihat pada gambar 2.3. kita
asumsikan bahwa kondisi operasi awal dari salah satu unit yang didefinisikan
dengan titik I0 pada gambar 2.5, dimana frekuensi awal adalah 50 Hz dan daya
unit yang dibangkitkan adalah G0. Sedangkan unit yang lain terlepas dari sistem
secara tiba-tiba dan menghasilkan kondisi steady-state dari generator yang tersisa,
direpresentasikan dengan titik I1 setelah aksi direct governing seperti yang di
diskusikan sebelumnya. Frekuensi sistem turun menuju F1 dan keluaran generator
naik hingga G1 untuk menyamakan daya pembangkitan dan beban.

Gambar 2.5 Karakteristik governing generator, sebelum, sedang dan sesudah


supplementary regulation

Supplemental regulation sekarang dapat diaplikasikan untuk memulihkan


frekuensi sistem menuju 50 Hz. Penambahan masukan speed reference dari
governor akan menambah daya keluaran dari generator dan pembangkit akan
melebihi bebannya. Karenanya, frekuensi sistem akan mulai naik. Ketika
23

frekuensi sistem bertambah, governor akan beraksi untuk menurunkan daya


keluaran generator mengikuti pada kurva karakteristik speed-load yang baru,
didefinisikan oleh tingkat speed reference (garis bb). Dengan cepat, pembangkitan
dan beban akan sama pada persilangan (intersection) garis bb dengan koordinat
G1 dan equilibrium speed yang baru dapat di evaluasi. Sebagai hasil dari
perubahan speed reference ini, energy kinetic (spinning) sistem naik walaupun
tingkat pembangkitan dan beban awal maupun akhir adalah sama (yang tentu saja
diasumsikan tidak ada beban yang menggantung). Langkah tambahan dari
supplementary regulation yang diikuti oleh aksi direct governing menghasilkan
kondisi akhir steady-state (titik I2) tercapai. Karakteristik governing speed-load
sekarang telah digeser ke garis dd, keluaran pembangkit tetap pada G1 dan
frekuensi sistem pulih pada 50 Hz.

Walaupun contoh diatas sangat sederhana, dengan aksi governing hanya


satu generator yang dijelaskan, namun menyediakan ilustrasi dasar bagaimana
supplementary regulation diaplikasi pada governor. Secara umum, untuk
membawa frekuensi sistem kembali normal mengikuti kehilangan dari
pembangkitan. Secara nyata, supplementary regulation diaplikasikan melalui
AGC (Automatic Generation Control) pada banyak generator dalam daerah
kendali dimana pembangkit telah hilang dalam upaya memulihkan frekuensi ke 50
Hz, mengembalikan jadwal tie line menuju normal.

2.2.2.9 Blocked Governors


Memblokir governor dari generator secara esensial mem by-pass
mekanisme governing feedback dan menjaga generator pada tingkat keluaran yang
tetap. Walaupun aksi ini memfasilitasi kendali generator untuk personel plant,
masalah-masalah serius dari sistem akan timbul jika terlalu banyak generator
beroperasi dengan blocked governor. Masalah tersebut diantaranya adalah :
a. Ketidakstabilan dapat terjadi karena sedikit dari unit yang mampu bereaksi pada
deviasi frekuensi sistem
b. Pemulihan frekuensi sistem menuju normal mengikuti gangguan membutuhkan
waktu yang lama
24

c. Pembebanan pada interties selanjutnya dapat memperburuk kondisi selama


gangguan sistem.

2.3 Pengenalan Turbin Gas GT 13 E1 PLTGU Priok


Turbin gas PLTGU Priok merupakan seri GT 13 E1, produksi ABB dengan
poros tunggal dimana turbin beserta kompresor dan generator bekerja dalam satu
poros. Spesifikasi turbin gas ini ditunjukkan pada Tabel sebagai berikut :
25

TURBIN
Pabrik ABB KRAFWERKW AG-JERMAN
Model GT 13 E1
Type Journal
Nomor 5.505
Jumlah Sudu 5 tingkat
Putaran 3000 RPM
Daya baseload / peakload 130 MW / 147 MW
Bahan Bakar Gas Alam dan HSD
Suhu Gas Masuk Pada :
Beban dasar 1070 Celcius
Beban puncak 1115 Celcius
Suhu Gas Buang pada :
Beban dasar 527 Celcius
Beban puncak 554 Celcius
Aliran Gas Buang 427 kg/s
Starting SFC (Static Frequency Converter)
Waktu Sinkron Min. 15 menit
Tahun pembuatan 1992
KOMPRESOR
Pabrik ABB KRAFWERKW AG-JERMAN
Type Axial Flow
Jumlah sudu 21 Tingkat
Rasio Tekanan 13,8
Kapasitas aliran 491 kg/s
GENERATOR
Pabrik ABB KRAFWERKW AG-JERMAN
Tipe WY 21.1-097 LLT/GT 13 E
Daya 210000 kVA
Faktor Daya (Cos ) 0,8
Tegangan 15,750 kV
Arus 7698 A
Frekwensi 50 Hertz
Jumlah Fasa 3 (R,S,T)
1992
Tahun Pembuatan

RUANG BAKAR
Manufacturer ABB KRAFWERKW AG-JERMAN
Type CYLO
Max over press 16,6 bar at 350 oC
Max temperature 453 oC at 12,4 bar
Volume 36 m3

Anda mungkin juga menyukai