Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah gizi merupakan masalah yang paling penting dalam kesehatan
masyarakat. Masalah gizi pada anak sekolah menengah merupakan kelompok
remaja dan perlu mendapatkan perhatian khusus karena pengaruhnya yang besar
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah
gizi saat dewasa. Percepatan pertumbuhan yang terjadi pada remaja diiringi oleh
bertambahnya aktivitas fisik sehingga kebutuhan zat gizi akan naik. Data World
Health Organization (WHO) (2003), saat ini populasi remaja didunia telah
mencapai 1.200 juta jiwa atau sekitar 19% dari total populasi dunia. Di Indonesia
persentase populasi remaja bahkan lebih tinggi yaitu mencapai 21% dari total
populasi penduduk atau sekitar 44 juta jiwa. Kelompok remaja perlu
mengkonsumsi makanan yang banyak. Apabila konsumsi makanan tidak
seimbang dengan kebutuhan kalori untuk pertumbuhan dan kegiatan-kegiatannya,
maka akan terjadi defisiensi yang akhirnya dapat menghambat pertumbuhannya
(Notoatmodjo, 2007 : 232).
Dalam masa pertumbuhan, remaja memerlukan banyak konsumsi makanan
yang bergizi. Seiring dengan perkembangan zaman dewasa ini, berdampak
terhadap ketersediaan makanan yang tersedia dalam bentuk cepat saji sehingga
terdapat hubungan erat antara makanan dengan kesehatan manusia yang akan
berdampak terhadap pola konsumsi makanan dan pertumbuhan. Dalam hal ini,
masalah kesehatan pada kelompok remaja berusia 15 18 tahun menjadi usia
yang sangatdini terhadap masalah gizi remaja. Kelompok remaja menunjukan fase
pertumbuhan yang pesat yang disebut adolescence growth spurt, sehingga
memerlukan zat-zat gizi yang relatif besar jumlahnya (Pudjiadi , 2005 : 44).
Kelompok umur siswa merupakan masa remaja yang berusia 15 18
tahun termasuk golongan rawan gizi. Ada 3 alasan mengapa remaja dikatakan
rawan gizi. Pertama, remaja mengalami percepatan pertumbuhan dan
perkembangan sehingga tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak.

1
2

Kedua, adanya perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan sehingga masukan
energi dan zat gizi harus disesuaikan. Ketiga, adanya kehamilan,keikutsertaan
dalam olah raga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi
dan zat gizi (Arisman, 2008 : 77).
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi makanan remaja, pada
dasarnya dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri remaja yang dapat
berupa emosi/kejiwaan yang memiliki sifat kebiasaan. Sementara, faktor eksternal
adalah faktor yang berasal dari luar diri remaja, seperti ketersediaan bahan pangan
yang ada di sekitarnya serta kondisi sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat
daya beli manusia terhadap bahan pangan. Suhendro (2003 : 12)
menyebutkan bahwa beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
permasalahan gizi pada anak usia sekolah menengah, antara lain sosial ekonomi
yang mempengaruhi pola konsumsi, dimana anak yang berasal dari keluarga
ekonomi tinggi, cenderung mengkonsumsi makanan yang berkadar lemak tinggi.
Permasalahan gizi disebabkan oleh ketidak seimbangan antara asupan energi
dengan energi yang digunakan. Selain itu faktor yang mempengaruhi
permasalahan gizi adalah umur, jenis kelamin, tingkat sosial ekonomi, faktor
lingkungan, aktivitas fisik, kebiasaan makan dan faktor neuropsikologik serta
faktorgenetik. Kebiasaan makan remaja sangat berpengaruh terhadap status
gizinya. Hardinsyah dan Martianto (1989 : 20)
Perubahan dari pola makan tradisional ke pola makan barat seperti fast
food yang banyak mengandung kalori, lemak dan kolesterol, ditambah kehidupan
yang disertai stress dan kurangnya aktivitas fisik, terutama di kota-kota besar
mulai menunjukkan dampak dengan meningkatnya masalah gizi lebih (obesitas)
dan penyakit degeneratif seperti jantung koroner, hipertensi dan diabetes mellitus
(Khasanah, 2012).
Terjadinya perubahan kebiasaan dari makan secara teratur menjadi pola
makan yang kurang terstruktur, yang lebih menyukai konsumsi kudapan dengan
produk makanan siap saji dan minuman ringan ketimbang makan sampai kenyang
dengan selang waktu yang lebih panjang. Makanan yang dikonsumsi tersebut
3

kaya lemak dan karbohidrat dengan indeks glikemik tinggi, serta kurang
mengandung sumber karbohidrat yang lambat diserap dan kurang mikronutrien.
Akibat kebiasaan ini mekanisme pengendalian nafsu makan menjadi kurang
efektif sehingga dampak kualitas dan kuantitas makanan yang di hasilkan lebih
berpengaruh terhadap kecenderungan obesitas (Barasi, 2009).
Obesitas atau kegemukan dari segi kesehatan merupakan salah satu
penyakit salah gizi, sebagai akibat konsumsi makanan yang jauh melebihi
kebutuhannya (Soetjiningsih, 2012).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1998 menyatakan obesitas
sebagai penyebab kematian kedua di dunia setelah merokok. Peningkatan
prevalensi gizi lebih dapat mengakibatkan peningkatan penderita penyakit
degeneratif. bertambahnya jumlah obesitas, meningkatkan risiko diabetes mellitus
tipe 2, penyakit jantung, stroke, dan kanker- kanker tertentu. Menurut Yusharmen
dalam Siswanto (2009) Faktor obesitas dan kekurangan aktivitas fisik
menyumbang 30% risiko terjadinya kanker. Sedangkan menurut Merdikoputro
(2006) pria dan wanita yang overweight atau obesitas mempunyai risiko 2 sampai
3 kali terkena penyakit kardiovaskuler. Pada remaja berisiko lebih dari 2 kali lipat
meninggal karena penyakit jantung koroner pada masa dewasa.
Di seluruh dunia, saat ini prevalensi overweight dan obesitas pada anak-
anak dan orang dewasa meningkat secara dramatis. Menurut WHO satu dari
sepuluh anak usia sekolah juga mengalami kegemukan. Sekitar 30 juta sampai 45
juta anak yang menderita obesitas, diperkirakan 2-3 % berumur 5 sampai 17
tahun (Rukmini, 2009). Prevalens obesitas berkisar 2% di negara-negara maju,
dan sekitar 20 % di negara-negara Barat. Sedangkan prevalensi obesitas remaja
melonjak cepat melebihi populasi setengah baya di kawasan eropa terutama di
Helsinki Finlandia (Indomedia, 2009). Prevalensi obesitas (IMT > 30) merupakan
masalah kesehatan pada anak, remaja, dan dewasa dari Amerika Serikat.
Dilaporkan dari survei NHANES (National Health And Nutrition Examination
Survey) bahwa prevalensi obesitas tahun 2003-2006 pada anak dan remaja umur
2-19 tahun adalah 16,2% (Wargahadibrata, 2009).
Prevalensi obesitas dan overweight di Indonesia sendiri juga masih tinggi.
4

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, prevalensi
obesitas pada penduduk berusia 15 tahun berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT) adalah 10,3% (laki-laki 13,9%, perempuan 23,8%). Sedangkan prevalensi
overweight pada anak-anak usia 6-14 tahun adalah 9,5% pada laki-laki dan 6,4%
pada perempuan (Depkes, 2009).
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Aceh tahun 2013 bahwa
prevalensi gemuk meningkat tajam dari 1,0 persen (2010) menjadi 5,8 persen
(2013) (Dinkes Aceh, 2013).
Dari data profil Aceh Barat pada Tahun 2015,ditemukan bahwa jumlah
Remaja diwilayah Aceh Barat yang mengalami Obesitas sebanyak 8% dari
jumlah remaja yang ada.( Dinkes Aceh Barat, 2015)
Obesitas berkaitan dengan pengaruh berbagai macam faktor, faktor
tersebut antara lain faktor genetik, faktor hormon, faktor gaya hidup meliputi pola
makan dan aktifitas fisik dan faktor psikososial meliputi stress dan tingkat
ekonomi yang mengarah pada pendapatan (Fahey, 2004).
Gizi pada remaja perlu mendapatkan perhatian, dikarenakan yang
terjadi pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa dan lansia. Dampak
akibat pengaruh gizi adalah penyakit degeneratif, seperti penyakit
kardiovaskuler, diabetes militus, beberapa jenis kanker dan yang lainnya
(Khomsan, 2004).
Para siswa MAN Meulaboh, rata-rata berusia 15 18 tahun yang
tergolong kelompok remaja. Aktifitas yang dijalankan siswa MAN Meulaboh
adalah belajar formal di sekolah. Pada pagi hari dari jam 07.30 13.10, siswa
MAN Meulaboh belajar seperti pada umunya,sedangkan dari jam 14.15 16.35
wib merupakan jam pelajaran tambahan. Melihat jam pelajaran yang banyak,
sehingga pola makan harus sesuai dengan aktifitas yang akan dijalani oleh siswa
MAN Meulaboh. Hal ini sangat berpengaruh terhadap status gizi bagi remaja di
usia mereka yaitu 15 18 tahun. Namun, pola makan siswa MAN Meulaboh,
dalam memenuhi kebutuhan akan gizi masih kurang, hal itu dilihat dari kondisi
fisik mereka yang mempunyai tubuh yang berbadan gemuk, kurus, tinggi dan
pendek.
5

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian


tentang, Hubungan Aktifitas Fisik dan Pola Makan dengan Status Gizi Pada
Siswa MAN Meulaboh.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini Bagaimanakah Hubungan Aktifitas Fisik dan Pola Makan dengan
Status Gizi Pada Siswa MAN Meulaboh ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Aktifitas Fisik dan Pola Makan dengan
Status Gizi Pada Siswa kelas II MAN Meulaboh.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Hubungan Aktifitas Fisik dengan Status Gizi Pada
Siswa kelas II MAN Meulaboh.
b. Untuk mengetahui Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Pada Siswa
kelas II MAN Meulaboh.
c. Untuk mengetahui Hubungan Aktifitas Fisik dan Pola Makan dengan
Status Gizi Pada Siswa kelas II MAN Meulaboh.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Lokasi Penelitian
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan dalam membuat
program pemantauan status gizi siswa di sekolah tersebut dan memberikan
motivasi kepada sekolah untuk melakukan pemantauan status gizi siswa
didik secara berkala.
2. Bagi Sasaran Penelitian
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan pada siswa mengenai gizi
lebih dan dampak dari gizi lebih tersebut serta cara menjaga berat badan
ideal.
6

3. Bagi Penelitian Lain


Memberikan gambaran sederhana mengenai Gizi pada remaja,
menambahkan teori-teori baru yang dapat mendukung penelitian lebih
baik.
E. Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini yaitu :
1. Dalam melakukan penelitian penulis tidak bisa mengawasi pola makan
siswa MAN Meulaboh secara maksimal mengingat peneliti dan
Responden berada di ruang lingkup yang berbeda.
2. Keterbatasan waktu yang tersedia untuk melakukan wawancara dengan
Responden dalam hal ini siswa MAN Meulaboh mengingat padatnya
jadwal belajar siswa MAN Meulaboh.
3. Terbatasnya bahan teori yang tersedia sehingga peneliti mendapat
kesulitan dalam mencari referensi.

F. Keaslian Penelitian
penelitian mengenai mengetahui Hubungan Aktifitas Fisik dan Pola
Makanan dengan Status Gizi Pada Siswa MAN Meulaboh. Beberapa
penelitian yang hampir serupa dengan penelitian ini adalah :
1. Dwi Suci Fatmawati Yuhanda, Hubungan Pola Makan dan Aktivitas
Fisik dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Di SDN Nusawangi 3
Desa NusawangiI Kecamatan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya. Jenis
penelitian ini adalah deskriftif korelasional. Hasil analisa data terhadap
hubungan pola makan dan aktifitas fisik dengan kejadian obesitas pada
anak usia 10-12 tahun di SDN Nusawangi 3 Desa Nusawangi
Kecamatan Cisayong tahun 2015 dengan jumlah populasi 120 orang.
Teknik pengambilan sampel yaitu Total Sampling.
2. Vergo Hari Haryono, (2015). Hubungan Gaya Hidup Orangtua Dengan
Kejadian Obesitas Pada Anak Usia 3 Tahun Di Wilayah Kerja
Puskesmas Asemrowo Kota Surabaya. Desain penelitian ini adalah
corelasional dengan menggunakan teknik sample random sampling.
7

Jumlah sampel sebanyak 51 anak sesuai kriteria inklusi, instrumen


pengumpulan data dengan quesioner menggunakan uji logistic
regression dan pengolahan data melalui editing, coding, scoring dan
tabulating. Hasil Penelitian didapatkan bahwa sebagian besar pola
makan baik sebanyak 27 responden (52.9%), aktivitas fisik ringan
sebanyak 31 responden (60.8%), Pola tidur tidak normal sebanyak
30 responden (58.8%), kejadian obesitas sebanyak 34 responden
(66.7%).

Anda mungkin juga menyukai