Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemiskinan adalah masalah yang paling pokok dihadapi suatu negara, dimana
kemiskinan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap Kesehatan dan Pendidikan
warga negara itu sendiri, ketika seorang individu/kelompok yang tergolong dalam kategori
masyarakat miskin maka tingkat kesadaran mereka rendah akan pentingnya kesehatan dan
pendidikan, rendahnya kesadaran akan pentingnya kesehatan masyarakat miskin
mengakibatkan masyarakat tidak terlalu memikirkan akan kesehatan yang harus tetap terjaga
dikarenakan mereka harus bekerja keras, untuk memenuhi kehidupan mereka sehari-hari saja
mereka sulit mendapatkannya.
Kemiskinan merupakan masalah multidimensional yang berkaitan dengan banyak
aspek. Dalam mendefenisikan kemiskinan Piven dan Cloward (1993), dan Swanson (2001)
mengemukakan bahwa kemiskinan berkaitan dengan tiga dimensi yang mencakup kekurangan
materi, rendahnya penghasilan, dan adanya kebutuhan Sosial. Kekurangan Materi
digambarkan sebagai situasi kesulitan yang dihadapi orang dalam memenuhi barang-barang
kebutuhan pokok. Dimensi rendahnya penghasilan berkaitan dengan jumlah penghasilan yang
sangat tidak memadai. Dimensi kebutuhan sosial dapat dilihat sebagai kurangnya pelayanan
publik, seperti kesehatan, pendidikan dan lain-lain sebagainya serta rendahnya akses terhadap
layanan-layanan tersebut (Dalam Suharto, 2009: 15 dan Winarno, 2011: 62).1
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya
manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang
kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat
ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan
pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor
konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh,
ketersediaan pangan, faktor sosial ekonomi, budaya dan politik. Apabila gizi kurang dan gizi
buruk terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional (Depkes,
2010).
Pembangunan kesehatan nasional sedang menghadapi tantangan yang cukup besar
dalam mempertahankan peningkatan status kesehatan masyarakat. Indikasi ini terlihat dari

1
Prof. Drs. Budi Winarno, MA, PhD.Etika Pembangunan, (Yogyakarta: Center for Academic Publishing
Service,2013), hlm. 220
meningkatnya kekurangan gizi pada balita. Dalam status gizi, Indonesia berada pada masalah
gizi yang cukup kompleks (Helmi, 2011).
Status gizi yang baik untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas pada
hakekatnya harus dimulai sedini mungkin yakni sejak manusia itu masih berada dalam
kandungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah makanannya. Melalui makanan bayi
mendapatkan zat gizi yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk tumbuh dan
berkembang. Hal ini sesuai dengan pendapat Amelia dan Muljati (1991) yang menyatakan
bahwa adanya penurunan status gizi disebabkan karena kurangnya jumlah makanan yang
dikonsumsi baik secara kualitas maupun kuantitas. Ketidaktahuan tentang cara pemberian
makan pada bayi baik dari jumlah, jenis dan frekuensi makanan secara langsung dan tidak
langsung menjadi penyebab terjadinya masalah kurang gizi pada bayi (Sufnidar, 2010).
Kota Medan masih memiliki penduduk yang miskin dan juga balita yang mengalami
gizi kurang dan gizi buruk, hal ini berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota tahun
2008 yang menunjukkan bahwa dari 21 Kecamatan yang ada di Kota Medan terdapat 79.136
warga miskin di Kota Medan. Menurut Pengelola Program Gizi Dinas Kesehatan Medan,
Evita Harahap yang menyebutkan bahwa sampai pada bulan September 2011 terdapat 14
Kelurahan di Kota Medan yang mengalami masalah gizi buruk dan gizi kurang yaitu 124 anak
gizi buruk dan 1.896 anak gizi kurang.
Kelurahan Kemenangan Tani merupakan salah satu kelurahan di wilayah Kota Medan
yang mendapatkan program pemberian bubuk Taburia dengan alasan bahwa di kelurahan ini
dianggap banyak keluarga miskin yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan dibandingkan
dengan kelurahan lain di Kecamatan Medan Tuntungan. Hal ini dapat dilihat data dari Bapeda
Kota Medan tahun 2010 menunjukkan bahwa terdapat 2747 KK miskin di Kecamatan Medan
Tuntungan dan wilayah Kelurahan Kemenangan Tani memiliki distribusi KK miskin
sebanyak 111 kepala keluarga (27, 22%) dalam kategori miskin dengan jumlah total
penduduk miskin sebanyak 437 orang dan terdapat 228 orang (52,5%) masuk dalam kategori
anak-anak.2
Pemberian Taburia telah terbukti dapat meningkatkan status gizi, meningkatkan HB
dan mengurangi kejadian anemia pada bayi sehingga sudah seharusnya setiap ibu memberikan
Taburia kepada bayinya. Menurut Depkes (2011), lebih dari 85% balita mau mengonsumsi
bubuk Taburia, akan tetapi tidak selamanya pemberian Taburia dapat berjalan dengan lancar,
hal ini dapat dillihat dari hasil penelitian Rauf (2010) yang menunjukkan sebanyak 27,5 %

2
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34314/3/Chapter%20I.pdf
balita di Kecamatan Pangkajahe tidak mengonsumsi Taburia dengan rutin dan berkala yang
dikarenakan rasa Taburia tidak enak, bosan, minimnya pengetahuan ibu tentang manfaat dan
pola konsumsi pemberian Taburia yang baik dan benar.

1.2 Rumusan Masalah


2.1 Bagaimana Cara Keberhasilan pembangunan suatu bangsa yang ditentukan oleh
ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas?
2.2 Apakah Kondisi Kemiskinan mempengaruhi Status Gizi yang dialami oleh Masyarakat?

1.3 Tujuan Penelitian


3.1 Untuk mengetahui cara keberhasilan pembangunan suatu bangsa yang ditentukan oleh
ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.
3.2 Untuk mengetahui Kondisi kemiskinan dapat mempengaruhi Status Gizi yang dialami
oleh Masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai