I. PENDAHULUAN
Sedikit mengulang tentang ilmu Filsafat dan Bioetika yang sangat erat kaitannya.
Filsafat sistematik memiliki tiga cabang utama: ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Aksiologi memiliki cabang-cabang, diantaranya adalah: etika. Etika sebagai filsafat
mempertanyakan: tentang yang harus atau tidak boleh dilakukan, tentang yang baik dan yang
buruk untuk dilakukan. Ada perbedaan antara etika dengan moralitas. Etika adalah sebuah
refleksi kritis dan rasional tentang nilai, ajaran dan pandangan-pandangan moral. Moralitas
adalah ajaran yang berlaku di masyarakat, yang menjadi obyek kajian etika. Sumber
moralitas macam-macam, ada yang berasal dari akal, dari agama, dari hukum, dan dari
kebiasaan yang dikembangkan. Dan tak lepas pula peran hati nurani; hati nurani ikut serta
menentukan wujud dan arah moralitas. Sebab itu hati nurani merupakan salah satu obyek
kajian filsafat Etika.
Sebagai suatu pengantar, perilaku adalah sebuah aspek yang akan dinilai oleh orang
lain terhadap kita. Oleh karena itu hati nurani sebagai instansi dalam hati kita, perlu diberi
pupuk agar menumbuhkan sifat, sikap dan perilaku yang baik juga bagi manusianya. Seperti
yang disabdakan Nabi SAW. Dalam sabdanya : Hamba Allah yang paling dicintai oleh
Allah adalah yang paling baik budi pekertinya. Maka kita harus menjadi manusia yang
mempunyai akhlak yang baik agar dicintai Allah dan mahluknya.
Untuk menghindarkan diri dari perbuatan dosa karena perbuatan buruk maka kita
harus mendengarkan hati nurani. Saat terjadi perseteruan isi hati antara hati nurani kita
dengan bisikan hati yang mengajak keburukan, maka segera kuatkanlah kesadaran utama kita
untuk mengikuti bisikan hati nurani yang jelas-jelas akan membawa kita melakukan hal-hal
yang benar. Sebagai contoh, saat kita berpikir untuk berbohong demi menutupi perbuatan
buruk kita, maka hati nurani akan membisikkan larangan untuk tidak berbohong.
Saat manusia sudah tidak mau mendengarkan hati nuraninya, niscaya akan selalu
melakukan hal yang tidak benar, hanya saja kita tetap bersyukur karena hati nurani kita tidak
bosan-bosannya menyertai dan membimbing kita sepanjang hidup kita. Tuntutan nilai-nilai
dari hati nurani semakin bergema saat hukum jauh dari nilai-nilai keadilan karena hanya
sekedar berperan sebagai teknologi undang-undang yang tidak mampu membawa bangsa dan
negara ini kearah kehidupan yang lebih tertur, tertib, aman dan tenteram. Saat kemaksiatan
semakin merajalela, saat ekonomi belum juga mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat,
Karena ia hanya menjadi eksploitasi bisnis demi keuntungan pribadi dan kelompok. Ketika
kemiskinan dan kesejahteraan hanya menjadi bahan seminar dan diskusi karena belum
mampu melahirkan sikap keberpihakan pada rakyat yang menderita, maka dapat dikatakan
kita belum mampu benar-benar menggunakan dan mengaplikasikan hati nurani untuk hal-hal
yang buruk.
Kenyataannya, walaupun sudah banyak yang menghimbau dan mengajak untuk
menghidupkan hati nurani, mulai dari rakyat kecil menghimbau dengan berbagi deritanya,
para aktivis dakwah dengan aneka taujih dan tausyiahnya, mahasiswa dengan gerakan
moralnya sampai dengan politisi dan presiden, gubernur, ataupun bupati yang menghimbau
dengan bahasa pidato yang mugkin sangat indah didengar namun jauh dari kesungguhannya.
Realitanya, belum ada perubahan yang segnifikan dalam kehidupan kita. Mungkin
masalahnya, ketidaktauan kita tentang apa hati nurani itu sebenarnya?
Karena pada dasarnya hidup ini adalah perbuatan, dan segala perbuatan baik lahir
maupun batin adalah kontrol dari hati nurani kita. Makalah ini berjudul Hati Nurani ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ETIKA, lebih jauh lagi agar mahasiswa dapat
memahami dan mempelajari isi makalah ini sehingga dalam pengamalannya kita dapat
memiliki hati nurani yang baik agar dalam kehidupan sehari-hari kita dapat berperilaku yang
baik juga, kerena hubungan hati nurani dengan masing-masing sub sangat erat, dimana hati
nurani ini adalah sebagai kontrol bagi perilaku kita.
II. ISI
Hati nuarani dapat kita beri batasan sebagai keputusan praktis akal budi yang
mengatakan bahwa suatu perbuatan individual adalah baik dan harus dikerjakan atau suatu
perbuatan buruk maka harus dihindari. Tiga hal yang tercakup dalam hati nurani :
Intelek sebagai kemampuan yang membentuk keputusan-keputusan tentang perbuatan-
perbuatan individual Proses pemikiran untuk mencapai suatu keputusan hati nurani adalah
sama seperti yang tirade dalam setiap pemikiran logis deduktif. Kesimpulan secara logis
muncul daripadanya adalah hati nurani sendiri.
Contoh :
Semua perbuatan dusta tidak diperolehkan. Hakikat perbuatan saya ini adalah berdusta. Maka
hakikat perbuatan saya ini tidak diperbolehkan. Kesalahan yang bisa menyakiti orang lain
harus dikoreksi.
Kesalahan yang bisa menyakiti orang lain harus dikoreksi.kesalahan yang baru saja kuperbuat
adalah kesalahan yang bisa menyakiti orang. Maka kesalahan yang baru saja kuperbuat
haruslah dikoreksi.
a. Sesuatu yang tidak yang besar dan salah.
b. Proses pemikiran yang ditempuh intelek guna mencapai keputusan semacam itu.
c. Keputusan nya sendiri yang merupakan kesimpulan proses pemikiran ini.
dimiliki orang boleh dimiliki. Barang yang baru saja kuambil ini tidak ada yang memiliki.
Maka barang yang baru saja kuambil ini boleh kumiliki.
Mengikuti hati nurani merupakan suatu hak dasar bagi setiap manusia. Tidak ada
orang lain yang berwenang untuk campur tangan dalam putusan hati nurani seseorang. Tidak
boleh terjadi, seorang dipaksa untuk bertindak bertentangan dengan hati nuraninya. Maka
tidak mengherankan, bila dalam Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (1948)
disebut juga hak atas kebebasan hati nurani (Pasal 18). Konsekuensinya bahwa negara
harus menghormati putusan hati nurani para warganya, bahkan kalau kewajiban itu
menimbulkan konflik dengan kepentingan lain. Dengan kata lain, negara harus menghormati
hak dari conscientious objector : orang yang berkeberatan memenuhi suatu kewajiban sebagai
warga negara karena alasan hati nurani. Contoh terkenal adalah konflik yang sering dialami
di negara-negara yang mempraktikkan wajib militer. Di sana tidak jarang ada orang muda
yang menolak untuk memenuhi wajib militer dengan alasan hati nurani. Misalnya, mereka
menandaskan bahwa suara hati nurani melarang mereka ikut serta dalam latihan-latihan
militer yang bertujuan membunuh sesama manusia.
3. Hati Nurani adalah Norma Moral Terakhir
Dari semuanya ini dapat disimpulkan bahwa hati nurani mempunyai kedudukan kuat
dalam hidup moral kita. Malah bisa dikatakan : dipandang dari sudut subjek, hati nurani
adalah norma terakhir untuk perbuatan kita. Kita selalu wajib mengikuti hati nurani dan tidak
pernah boleh kita lakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani. Dalam kehidupan
moral pribadi peranan hati nurani sangat penting. Manusia adalah orang yang hidup baik
(secara moral) bila ia selalu hidup menurut hati nuraninya. Namun, bukan sembarang hati
nurani patut membimbing hidup moral kita, tapi hanya hati nurani yang dididik dengan baik.
Manusia bukan saja wajib untuk selalu mengikuti hati nuraninya, ia wajib juga
mengembangkan hati nurani dan seluruh kepribadian etisnya sampai menjadi matang dan
seimbang. Pada orang yang sungguh-sungguh dewasa dalam bidang etis, putusan subjektif
dari hati nurani akan sesuai dengan kualitas moral objektif dari perbuatannya. Pada orang
serupa itu, yang baik secara subjektif akan sama dengan yang baik secara objektif. Karena itu
perlu kita pelajari lagi cara bagaimana keadaan ideal itu bisa dicapai.
Sering kali hati nurani dikaitkan dengan Superego, bahkan tidak jarang kedua hal
itu disamakan begitu saja. Karena itu tidak ada salahnya, jika disini kita mempelajari juga
Superego, walaupun dengan demikian kita sebenarnya meninggalkan pokok pembicaraan
etika dan memasuki wilayah psikologi. Pada dasarnya pasal ini (dan dua pasal berikutnya)
termasuk apa yang sebelumnya disebut etika deskriptif dan bukan etika normatif dalam arti
sesungguhnya. Istilah superego berasal dari Sigmund Freud (1856 1939), dokter ahli
saraf Austria yang meletakkan dasar untuk psikoanalisis. Ia mengemukakan istilah itu dalam
rangka teorinya tentang struktur kepribadian manusia. Atau lebih tepat lagi, bila dikatakan
bahwa ini teorinya yang kedua tentang struktur kepribadian, yang sejak tahun 1923 (artinya,
sejak bukunya The Ego and The Id) menggantikan padangannya yang terdahulu. Kendati
bertubi-tubi terkena kritikan, serangan dan penolakan, namun minat untuk psikoanalisis
Freud bertahan terus dan rasanya untuk seterusnya pun tidak akan hilang. Pada tahun 2000,
pada kesempatan pergantian abad, majalah Amerika Times mengeluarkan sebuah nomor
khusus tentang 100 tokoh paling penting dalam abad ke 20 dan Freud dimasukkan
didalamnya, meskipun diakui juga bahwa ia masih tetap figur yang kontroversial dan untuk
masa depan tidak bias diharapkan hal itu akan berubah.
5 . Hati Nurani Tapi Keliru.
Apa yang akan terjadi bila seseorang berhati keliru ? kekeliruanya dapat diatasi
dengan cara mengoreksi diri. Semua orang tahu bahwa ia melekukan kekeliruan dalam
perbuatannya,yaitu dengan cara mengoreksi diri bahwa sadar denganapa yang dilakukannya
itu benar atau salah. Tapi hati nurani yang keliru dapat diatasi tidak dapat menjadi hati nurani
yang pasti. Hal tersebut dapat dilihat dengan bertanya bagaimana suatu hati nurani dapat
menjadi keliru dan dapat diatasi? seorang dapat mempunyai opini yang perobabel, yakni
pendapat yang sekedar bermutu barangkali yang ia lalui membuktikan meskipun meskipun
ia dapat berbuat demikian. Atau juga ia pernah berbuat keputusan dengan pasti tetapi keliru,
dan kini ia mulai meragukan apakah perbuatannya itu korek atau tidak. Selama ia tidak
menyadari kekeliruanya, hati nurabninya keliru secara tidak bisa diatasi. Kekeliruannya
menjadi dapat diatasi hanya ia subjektif, tidak lagi pasti dan mulai meragukan.jadi suatu hati
nurani yang keliru dapat diatasi adalah nama bagi hati nurani yang penuh keraguan sejak
permulaan, atau, jika tidak, hati nurani yang sekali waktu secara subjektif pasti tetap keliru,
dan kini hanya menjadi hati nurani yang hany penuh dengan keraguan. Hal tersebut akan kita
selesaikan dalm saat kita membicarakan hati nurani yang penuh keraguan.
Alasan pokok kesimpulan diatas adalah bahwa kehendak terganting dengan intelek
yang menyodorkan sesuatu yang tidak baik dari kehendak. Perbutan menghendaki baik
sejauh mengarah kepada kebaikan yang disodorkan oleh intelek, buruk bila mengarah kepada
hal yang menurut intelek adalah buruk. Kekelliruan yang tidak dapat diatasi dalm intelek
tidaklah mengubah kebaikan atau keburukan perbuatan yang menghendaki , yang pada
pokoknya merupakan intelek moralitas. Apabila seseorang dengan kuat yakin bahwa
perbuatannya adalah benar, ia menaati hukum moral sejauh ia dapat menaatinya. Manakala ia
yakin dengan tangguh bahwa pwrbuatannya salah, maka ia tidak mematuhi hukum moral
dalam maksud, meskipun bisa jadi perbuatan secara obyektif tidak salah.
III. KESIMPULAN