I. Pendahuluan
Kehamilan adalah suatu peristiwa yang dinantikan oleh setiap wanita
yang sudah menikah. Dalam waktu 9 bulan akan dijalani proses kehamilan
yang bersejarah bagi masing-masing ibu sampai pada saatnya kelahiran sang
buah hati yang sangat dinantikan. Namun tidak semua kehamilan dapat berjalan
dengan lancar, terdapat beberapa penyulit yang bias terjadi pada masa
kehamilan ini sehingga dapat mengancam jiwa ibu maupun janin.1
Salah satu penyulit yang sering terjadi adalah hipertensi dalam
kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan adalah suatu penyakit yang sering
dijumpai pada wanita hamil, disitu ditemukan adanya kelainan berupa
peningkatan tekanan darah pada pemeriksaan ibu hamil. Pengukuran tekanan
darah sistolik dan diastolic berada di atas 140/90mmHg, pengukuran sekurang-
kurangnya dilakukan 2 kali dengan selang waktu pengukuran 4 jam.1
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas
ibu bersalin.1 Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam
kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi
tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan yang masih ditangan oleh
petugas non medik dan sistem rujukan yang belum sempurna. 2
Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa
dekade, hipertensi yang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap
menjadi masalah yang belum terpecahkan. Secara umum, preeklamsi
merupakan suatu hipertensi yang disertai dengan proteinuria yang terjadi pada
kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu ke-20 usia kehamilan
dan paling sering terjadi pada primigravida. Jika timbul pada multigravida
biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes mellitus,
obesitas, umur lebih dari 35 tahun dan sebab lainnya.2
II. Definisi
Hipertensi didefenisikan sebagai keadaaan dengan tekanan darah diastolik
minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik minimla 140 mmHg atau kenaikan
tekanan diatolik minimal 15 mmHg atau kenaikan tekanan sistolik minimal
sebesar 30 mmHg. Tekanan darah harus diukur paling sedikit 2 kali dengan
selang waktu 6 jam.3,5,6
III. Klasifikasi
Faktor imunologis
Karena preeklamsi terjadi paling sering pada kehamilan pertama, terdapat
spekulasi bahwa terjadi reaksi imun terhadap antigen paternal sehingga
menyebabkan kelainan ini.5
Hanya ada sedikit data yang mendukung keberadaan teori bahwa preeklamsi
adalah proses yang dimediasi sistem imun. Perubahan adaptasi pada sistem imun
dalam patofisiologi preeklamsia dimulai pada awal trimester kedua. Wanita yang
cenderung mengalami preeklamsi memiliki jumlah T helper cells (Th1) yang lebih
sedikit.dibandingkan dengan wanita yang normotensif. Ketidakseimbangan ini
terjadi karena terdapat dominasi Th2 yang dimediasi oleh adenosin. Limfosit T
helper ini mengeluarkan sitokin spesifik yang memicu implantasi dan kerusakan
pada proses ini dapat menyebabkan preeklamsi.5
Vaskulopati dan Perubahan Inflamasi
Faktor genetik,
Imunologi,
atau, Inflamasi
Penurunan
Perfusi
Uteroplasenta
Kebocoran Aktivasi
Vasospasme
kapiler koagulasi
Iskemia
Hipertensi oliguria Edema Proteinuria
hepar
Trombositopenia
Kejang Solusio Hemokonsentrasi
Faktor nutrisi
Tekanan darah pada individu-individu yang tidak hamil dipengaruhi oleh
sejumlah pengaruh makanan, termasuk mineral dan vitamin. Beberapa studi telah
membuktikan hubungan antara kekurangan makanan dan insidensi terjadinya
preeklamsi. Hal ini telah didahului oleh studi-studi tentang suplementasi dengan
berbagai unsur seperti zinc, kalsium, dan magnesium yang dapat mencegah
preeklamsi. Studi lainnya, seperti studi oleh John dan kawan-kawan (2002),
membuktikan bahwa dalam populasi umum dengan diet tinggi buah dan sayuran
yang memiliki efek antioxidant berhubungan dengan tekanan darah yang menurun.5
Faktor genetik
VI. Patofisiologi
Vasospasme merupakan dasar patofisiologi untuk preeclampsia dan
eklampsia. Konsep ini yang pertama kali diajukan oleh Volhard (1918) dibuat
berdasarkan hasil pengamatan langsung terhadap pembuluh darah kecil pada
pangkal kuku, fundus oculi serta konjungtiva bulbi dan juga sudah diperkirakan
dari perubahan histologis dari berbagai organ yang terkena. Pada preeclampsia,
Hinselmann (1924) dan beberapa ahli lainnya menemukan beberapa perubahan
ukuran arteriol pada dasar kuku, dengan bukti adanya spasme segmental yang
menghasilkan daerah-daerah konstriksi dan dilatasi yang silih berganti.
Landesman dkk (1954) menjelaskan adanya penyempitan arteriol yang nyata
pada konjungtiva bulbi yang bahkan terjadi hingga sirkulasi kapiler secara
intermiten menghilang.3,5
Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah dan
menerangkan proses terjadinya hipertensi arterial. Kemungkinan vasospasme
juga membahayakan pembuluh darah sendiri, karena pembuluh darah dalam vasa
vasorum terganggu, sehingga terjadi kerusakan vaskuler. Pelebaran segmental,
yang biasanya disertai penyempitan arterial segmental, mendorong timbulnya
kerusakan vaskuler mengingat keutuhan endotel dapat terganggu oleh segmen
pembuluh darah yang melebar dan teregang. Lebih lanjut, angiotensin II
tampaknya mempengaruhi langsung sel endotel dengan membuatnya
berkontraksi. Semua factor ini dapat menimbulkan kebocoran sel antara endotel,
sehingga melalui kebocoran tersebut, unsure-unsur pembentuk darah, seperti
trombosit dan fibrinogen, tertimbun pada lapisan subendotel. Perubahan
vaskuler yang disertai dengan hipoksia pada jaringan setempatdan sekitarnya
diperkirakan menimbulkan perdarahan, nekrosis dan kelainan organ yang sering
dijumpai pada preeclampsia berat. 3,5
VII. Diagnosis dan Gejala Klinis
Diagnosis dini harus diutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan
mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklamsi sukar
dicegah, tetapi berat dan terjdinya eklamsi biasanya dapat dihindari dengan
mengenal secara dini penyakit tersebut dan dengan penanganan secara
sempurna.3,5,6
Tekanan darah sebaiknya diukur pada posisi duduk dengan posisi cuff setinggi
jantung. Adanya penekanan vena kava inferior oleh uterus gravid pada posisi
berbaring dapat mengganggu pengukuran sehingga terjadi pengukuran yang
lebih rendah. Sebelum pengukuran, wanita hamil dianjurkan untuk duduk
tenang 5-10 menit.3,5,6
Hipertensi Gestasional
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas merupakan akibat
nekrosis hepatocellular, iskemia, dan oedem yang merentangkan kapsul Glissoni.
Nyeri ini sering disertai dengan peningkatan serum hepatik transaminase yang
tinggi dan biasanya merupakan tanda untuk mengakhiri kehamilan.
Trombositopeni adalah karakteristik dari preeklamsi yang memburuk, dan
hal tersebut mungkin disebabkan oleh aktivasi dan agregasi platelet serta hemolisis
mikroangiopati yang disebabkan oleh vasospasme yang berat. Bukti adanya
hemolisis yang luas dengan ditemukannya hemoglobinemia, hemoglobinuria, atau
hiperbilirubinemi dan merupakan indikasi penyakit yang berat.
- TD 160/110 mmHg.
- Proteinuria 2.0 g/24 jam atau 2+ dipstick.
- Kreatinin serum > 1.2 mg/dL kecuali sebelumnya diketahui sudah meningkat.
- Trombosit <100.000/mm3.
- Hemolisis mikroangiopati (peningkatan LDH).
- peningkatan ALT atau AST.
- Nyeri kepala persisten atau gangguan penglihatan atau cerebral lain.
- Nyeri epigastrium persisten.
Beratnya preeklamsi dinilai dari frekuensi dan intensitas abnormalitas.
Semakin banyak ditemukan penyimpangan tersebut, semakin besar kemungkinan
harus dilakukan terminasi kehamilan. Perbedaan antara preeklamsi ringan dan berat
dapat sulit dibedakan karena preeklamsi yang tampak ringan dapat berkembang
dengan cepat menjadi berat.
Eklamsi3,5,6
Superimposed Preeclampsia3,5,6
- Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi yang belum ada
sebelum kehamilan 20 minggu.
- Peningkatan tiba-tiba proteinuria atau tekanan darah atau jumlah trombosit
<100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi atau proteinuria sebelum
kehamilan 20 minggu.
Hipertensi Kronis3,5,6
b) proteinuria
d) Kreatinin
sama halnya dengan kadar asam urat serum, kadar kreatinin plasma pada
preeklampsia juga meningkat. Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, maka
aliran darah ginjal menurun, mengakibatkan menurunnya filtrasi glomerulus,
sehingga menurunnya sekresi kreatinin, disertai peningkatan kreatinin
plasma. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma 1 mg/cc dan biasanya
terjadi pada preeklampsia berat dengan penyulit pada ginjal.
e) Oliguria dan anuria
oliguria dan anuria terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah keginjal
menurun yang mengakibatkan produksi urin menurun (oliguria), bahkan
dapat terjadi anuria. Berat ringannya oliguria menggambarkan berat
ringannya hipovolemia. Hal ini berarti menggambarkan pula berat ringannya
preeklampsia.
3. Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklampsia
kadar elektrolit total sama seperti hamil normal, kecuali bila diberi
diuretikum banyak, restriksi konsumsi garam atau pemberian cairan
oksitoasin yang bersifat antidiuretik.
Kadar natrium dan kalium pada preeklampsia sama dengan kadar hamil
normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh. Karena kadar
kalium dan natrium tidak berubah pada preeklampsia, maka tidak terjadi
retensi natrium yang berlebihan. Ini berarti pada preeklampsia tidak
diperlukan retriksi konsumsi garam.
6. Hematokrit
7. Hematologik
X. Penatalaksanaan
Preeklampsi6,7,8
Preeklampsi ringan
1) Rawat jalan (pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu)
a. Istirahat
b. Diet biasa
c. Dilakukan pemeriksaan fetal assessment (USG dan NST)
setiap 2 minggu
d. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, hemosistein, urine
lengkap, fungsi ginjal, gula darah acak
e. Kunjungan ulang setiap 1 minggu
f. Jika terdapat peningkatan protein uri dirawat sebagai
preeklmpsia berat.
2) Rawat Inap
a. Kriteria untuk rawat inap:
Hasil fetal assessment meragukan atau jelek dilakukan
terminasi
Kecendrungan menuju gejala preeclampsia berat (timbul
salah satu atau lebih gejala preeclampsia berat
Bila dalam dua kali kunjungan tidak ada perbaikan (2
minggu)
b. Evaluasi atau pengobatan selama rawat inap
Tirah baring total
Pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, homosistein,
fungsi hati/ginjal, urine lengkap)
Dilakukan fetal assesment (USG dan NST)
Dilakukan pemeriksaan indeks gestosis
3) Evaluasi hasil pengobatan
Pada dasarnya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari
fetal assesment. Bila didapatkan hasil :
a. Jelek : dilakukan terminasi kehamilan
b. Ragu-ragu : dilakukan evaluasi ulang NST keadaan janin, 1
hari kemudian.
c. Baik :
Penderita dirawat sekurang-kurangnya 4 hari
Bila preterm penderita dipulangkan
Bila aterm dengan PS baik lebih dari 5 dilakukan
terminasi dengan oksitosin drip
d. Bila didapatkan keluhan subjektif seperti dibawah ini dirawat
sebagai preeklamsi berat :
Nyeri uluhati
Mata berkunang-kunang
Irritable
Sakit kepala
e. Bila umur kehamilan aterm ( lebih dari 37 minggu) langsung
dilakukan terminasi kehamilan.
Preeklampsia Berat6,7,8
1) Perawatan Konservatif
a. Bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa adanya
tanda-tanda inpending eklampsia atau keluhan subjektif
dengan keadaan janin baik.
b. Pengobatan dilakukan di kamar bersalin (selama 24 jam)
Tirah baring
Infus ringer laktat yang mengandung 5% dekstrose,
60-125 cc/jam.
Pemberian MgSO4 :
1. Dosis awal MgSO4 20% , 4 gr i.m.,
dilanjutkan dengan MgSO4 50% gr i.m
2. Dosis pemeliharaan : MgSO4 50%, 5 gr tiap 4
jam sampai 24 jam
3. Ingat harus selalu tersedia Calsium Glukonas
10 % sebagai antidotum
Diberikan antihipertensi, yang digunakan adalah :
1. bila sistole lebih atau sama dengan 180 mmHg
atau diastole lebih atau sama dengan 110 mmHg
digunakan injeksi 1 ampul clonidin yang
dilarutkan dengan 10 cc larutan. Mula-mula
disuntikkan 5 cc perlahan-lahan selama 5 menit, 5
menit kemudian tekanan darah diukur bila belum
ada penurunan maka diberikan lagi 5 cc IV dalam
5 menit sampai tekanan darah diastol normal
dilanjutkan dengan nifedipin 3 x 10 mg.
2. bila tekanan darah sistol kurang dari 80 dan
diastol kurang dari 110 antihipertensi yang
diberikan adalah nifedipin 3 x 10 mg.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi
hati dan ginjal) dan jumlah produksi urine 24 jam.
Konsultasi dengan penyakit dalam, bagian mata,
bagian jantung dan bagian lain sesuai dengan indikasi.
c. Pengobatan dan evaluasi selama rawat inap diruang bersalin (selama
24 jam diruang bersalin)
1. Tirah baring
2. Medikamentosa
3. Pemeriksaan laboratorium (darah lengkap dan
hapusan darah tepi, homosistein, fungsi ginjal
dan hati, urine lengkap, produksi urine 24 jam,
penimbangan berat badan setiap hari.
4. Diet biasa
5. Dilakukan penilaian keadaan janin
(USG/NST, doppler USG)
d. Perawatan konserfatif dianggap gagal bila:
1. Adanya tanda-tanda impending eklampsi
(keluhan subyektif)
2. Kenaikan progresif dari tekanan darah
3. Adanya sindroma HELLP
4. Adanya kelainan fungsi ginjal
5. Penilaian keadaan janin jelek
e. Penderita boleh pulang bila: penderita sudah mencapai perbaikan
dengan tanda-tanda preeklampsia ringan, pengobatan dilanjutkan
sekurang-kurangnya 3 hari lagi.
f. Bila keadaan penderita tetap dilanjutkan dengan pematangan paru
kemudian terminasi.
2) Perawatan Aktif
a. Indikasi :
1. Hasil penilaian keadaan janin jelek
2. Adanya keluhan subyektif
3. Sindroma HELLP
4. Kehamilan aterm ( 37 minggu)
5. Apabila pengobatan konservatif gagal
6. Dalam 24 jam setelah pengobatan konservatif di kamar
bersalin tekanan darah tetap lebih atau sama dengan 160/110
mmHg.
b. Pengobatan medisinal
1. Segera rawat inap
2. Tirah baring miring ke satu sisi
3. Infuys RL yang mengandung D5% dengan 60-125 cc/jam
4. Pemberian antikejang MgSO4
5. Pemberian antihipertensi Klonidin IV dilanjutkan dengan
nifedipine 3 x 10mg atau metildopa 3 x 250mg. Dapat
dipertimbangkan bila:
Sistol 180 mmHg
Diastol 110 mmHg
c. Pengobatan obsetrik:
1. Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif,
pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan
keadaan janin
2. Tindakan seksio sesarea dikerjakan bila:
Hasil kesejahteraan janin jelek
Penderita belum inpartu dengan PS
jelek (< 5)
Kegagalan drip oksitosin
3. Induksi dengan drip oksitosin dikerjakan bila:
NST baik dan PS baik
4. Pada PE berat persalinan harus terjadi dalam
24 jam
Eklampsia6,7,8
Prinsip pengobaan :
1. Menghentikan kejang-kejang yang terjadi dan mencegah kejang-kejang ulangan.
2. Mencegah dan mengatasi komplikasi.
3. Memperbaiki keadaan umum ibu maupun anak seoptimal mungkin.
4. Pengakhiran kehamilan/persalinan mempertimbangkan keadaan ibu.
Hipertensi Kronis6,7,8
Antihipertensi diberikan :
Sedini mungkin pada batas tekanan darah dianggap hipertensi yaitu pada
stage I hipertensi dengan tekanan darah sistolik 140 mmHg, tekanan
diastolik 90 mmHg.
Bila terjadi disfungsi end organ
jenis antihipertensi yang digunakan pada hipertensi kronik, ialah :
Metildopa : dosis awal 500 mg 3 x perhari, maksimal 3 gram perhari
Calcium chanel blockers : Nifedipin dengan dosis bervariasi antara 30-90
mg perhari
Diuretik thiazide : tidak diberikan karena akan mengganggu volume plasma
sehingga mengganggu aliran darah utero-plasenta
DAFTAR PUSTAKA