Diagnosis Banding Kasus Demam Pada Anak
Diagnosis Banding Kasus Demam Pada Anak
(bagian fathia yang di bold yaa, sisanya yg font size kecil punya dethi sama anam)
Terdapat empat kategori utama demam pada anak, yang dibedakan menjadi :
Demam dengan tanda lokal pada anak biasanya disebabkan oleh penyakit-penyakit berikut ini
Nyeri menelan
Rhinorhoea
Faring hiperemis
dan lain-lain.
Otorhoea
Nyeri Telinga
c)Sinusitis
d) Mastoiditis
Benjolan lunak dan nyeri sekitar daerah mastoid
e) Abses tenggorokan
Nyeri tenggorokan yang cukup hebat pada anak yang lebih besar, nyeri saat menelan
Tanda peradangan lokal pada kulit; dapat berupa eritema, kalor, dolor, rubor, pustula, dll.
Demam yang timbul tanpa disertai tanda-tanda infeksi lokal, dapat disebabkan oleh hal-hal
berikut ini :
Peningkatan nilai hematokrit dan hemoglobin, serta penurunan nilai trombosit dan leukosit
Ada riwayat keluarga / tetangga sekitar menderita atau tersangka demam berdarah dengue
b) Demam malaria
Demam terus-menerus
Anemia
Hepatosplenomegali
Diagnosa malaria didasarkan atas manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis
dan menemukan parasit (Plasmodium) malaria dalam darah penderita. Penegakan diagnosis
melalui pemeriksaan laboratorium memerlukan persyaratan tertentu agar mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi yaitu : waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode
demam memasuki periode berkeringat, karena pada periode ini jumlah trophozoite dalam
sirkulasi mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies
parasit. Volume darah yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler. Kualitas preparat
harus baik untuk menjamin identifikasi spesies Plasmodium yang tepat (Purwaningsih, 2000).
Diagnosa malaria dibagi dua (Departemen Kesehatan RI., 1999), yaitu :
Yaitu diagnosis berdasarkan gejala-gejala klinis malaria, yang gejala umumnya ditandai dengan
Trias Malaria, yaitu demam, menggigil dan sakit kepala.
Selain berdasarkan gejala-gejala klinis, juga dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan SD tetes
tebal. Apabila hasil pemeriksaan SD tetes tebal selama 3 kali berturut-turut negatif, diagnosa
malaria dapat disingkirkan. Bila dihitung parasit > 5% atau 5000 parasit/200 lekosit, maka
didiagnosa sebagai malaria berat. Di daerah yang tidak ada sarana laboratorium dan mikroskop,
diagnosa malaria ditegakkan hanya berdasarkan pemeriksaan klinis tanpa pemeriksaan
laboratorium (anamnese dan pemeriksaan fisik saja).
Gejala klinis
Gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu
(parokisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) dimana penderita bebas sama
sekali dari demam. Jadi gejala klinis utama dari penyakit malaria adalah demam, menggigil
secara berkala dan sakit kepala disebut Trias Malaria (Malaria paroxysm). Secara berurutan.
Kadang-kadang menunjukkan gejala klinis lain seperti : badan terasa lemas dan pucat karena
kekurangan sel darah merah dan berkeringat, napsu makan menurun, mual-mual, kadang-kadang
diikuti muntah, sakit kepala dengan rasa berat yang terus menerus, khususnya pada infeksi
dengan falsiparum. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala tersebut diatas disertai dengan
pembesaran limpa. Pada malaria berat, gejala-gejala tersebut diatas disertai kejang-kejang dan
penurunan kesadaran sampai koma. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala
klinisnya, tetapi yang menonjol adalah diare dan anemia serta adanya riwayat kunjungan atau
berasal dari daerah malaria.
c) Demam tifoid
kesadaran
Diagnosis demam tifoid didasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium.
Manifestasi Klinis
Menifestasi klinis demam tifoid sangat luas dan bervariasi, dari manifestasi yang atipikal hingga
klasik, dari yang ringan hingga complicated. Penyakit ini memiliki kesamaan dengan penyakit
demam yang lainnya terutama pada minggu pertama sehingga sulit dibedakan, maka untuk
menegakkan diagnosa demam tifoid perlu ditunjang pemeriksaan laboratorium penunjang.2
Demam tifoid pada umumnya menyerang penderita kelompok umur 5 30 tahun, laki laki
sama dengan wanita resikonya terinfeksi. Jarang pada umur dibawah 2 tahun maupun diatas 60.
Masa inkubasinya umumnya 3-60 hari.
1. Panas badan. Pada demam typhoid, pola panas badan yang khas adalah tipe step ladder pattern
dimana peningkatan panas terjadi secara perlahan-lahan, terutama pada sore hingga malam hari.
Biasanya pada saat masuk rumah sakit didapatkan keluhan utama demam yang diderita kurang
lebih 5-7 hari yang tidak berhasil diobati dengan antipiretika.
2. Lidah tifoid. Pada pemeriksaan fisik, lidah tifoid digambarkan sebagai lidah yang kotor pada
pertengahan, sementara hiperemi pada tepinya, dan tremor apabila dijulurkan.
3. Bradikardi relatif. Pada penderita tifoid peningkatan denyut nadi tidak sesuai dengan
peningkatan suhu, dimana seharusnya peningkatan 10C diikuti oleh peningkatan denyut nadi
sebanyak 8 kali/menit. Bradikardi relatif adalah keadaan dimana peningkatan suhu 10C diikuti
oleh peningkatan nadi 8 kali/menit.
4. Gejala saluran pencernaan (anoreksia, mual, muntah, obstipasi, diare, perasaan tidak enak di
perut dan kembung, meteorismus).
5. Hepatosplenomegali.
6. Gejala infeksi akut lainnya ( nyeri kepala, pusing, nyeri otot, batuk, epistaksis).
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan hematologi rutin didapatkan leukopeni atau leukopeni relatif, kadang kadang
dapat juga terjadi leukositosis, neutropeni, limfositosis, aneosinofilia, dengan atau tanpa
penurunan hemoglobin (anemia) bergantung pada komplikasi yang melibatkan perdarahan
saluran cerna, dengan hematokrit, trombosit dalam rentangan normal atau dapat terjadi
trombositopenia. Laju endap darah juga dapat meningkat. Dari pemeriksaan kimia darah
ditemukan peningkatan SGOT/SGPT.
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Uji
widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-
7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan)
Gall kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam typhoid bila hasilnya
positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif belum menyingkirkan kemungkinan typhoid,
karena beberapa alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi,
yaitu darah <>1
Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid, maka diagnosis
klinis demam tifoid diklasifikasikan atas 3 :
1. Possible Case
Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala demam, gangguan saluran cerna,
gangguan pola buang air besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap.
Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Probable Case
Telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran
laboraorium yang menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali
pemeriksaan).
3. Definite Case
Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan atau positif S.Thypi pada
pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titer Widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7
hari) atau titer widal O > 1/320, H > 1/640 (pada pemeriksaan sekali).
Untuk menegakkan diagnosis pada ISK pada anak bisa berdasarkan gejala atau
temuan pada urine, atau bahkan keduanya, tetapi kultur urin sangat diperlukan untuk
konfirmasi dan pemberian terapi yang sesuai.
Kecurigaan yang tinggi harus dipikirkan pada anak demam, terutama ketika demam
yang tidak jelas berlangsung selama dua sampai tiga hari, ini bisa mengurangi angka
kejadian ISK yang tidak terdeteksi. Pedoman terbaru yang dikeluarkan oleh American
Academy of Pediatrics (AAP) untuk evaluasi demam (39,0 C [102,2 F] atau lebih tinggi)
yang tidak diketahui penyebabnya dianjurkan melakukan pemeriksaan urinalisis dan kultur
urine untuk semua kasus pada semua anak laki-laki dengan usia kurang dari enam bulan dan
semua anak perempuan dengan usia kurang dari dua tahun. Diagnosis ISK yang tepat
tergantung pada pengambilan sampel urin yang tepat
e) Sepsis
Penurunan kesadaran
Takikardia, takipneu
Gangguan sirkulasi
Beberapa istilah : Beberapa kriteria harus diketahui : sepsis, sindrom sepsis, renjatan septik
(early and refractory septic shock) dan kegagalan organ berganda (multiple organ failure,
multiple organ dysfunction syndrome).
a. SEPSIS
Harus ada bukti/tanda/petunjuk adanya suatu infeksi (klinis atau laboratorium) +
Systemic inflammatory response syndrome (SIRS) atau reaksi inflamasi sistemik.
d. MODS
Merupakan keadaan akhir bila keadaan renjatan septic tidak dapat dikendalikan. Biasanya
merupakan Komplikasi dari berbagai kondisi Seperti :
a. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
b. ARDS ( Acute respiratory Distress Syndrome)
c. ARF (Acute Renal Failure)
d. AHF (Acute hepatic failure)
e. Acute CNS dysfunction
Infeksi HIV-AIDS
Keganasan
Diabetes mellitus
Dan lain-lain
Demam dapat pula bermanifestasi membentuk ruam tertentu pada sistem integumen, adapun
demam yang memiliki manifestasi ruam, yang sering diderita oleh anak-anak antara lain :
a) Campak
Ruam makula atau papul eritema yang mulai muncul di daerah leher, belakang telinga
Konjungtivitis
Bercak koplik
b) Eksantema subitum
- Ruam merah kasar seluruh tubuh, biasanya didahului di daerah lipatan (leher, ketiak, dan
lipat inguinal)
- Chikunguya
- Enterovirus
berat
a) Demam tifoid
b) TB milier
- Anoreksia
- Batuk
c) Endokarditis infektif
- Pucat
- Jari tabuh
- Bising jantung
- Pembesaran limpa
- Petekie
- Hematuria mikroskopik
sewaktu-waktu
- Artritis/ atralgia
- Gagal jantung
- Takikardia
e) Abses dalam
f) Demam malaria
1. http://publichealth-journal.helpingpeopleideas.com/malaria-symtoms
2. Elder JS. Urinary tract infections. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, penyunting. Nelson textbook of pediatric. Edisi Ke-18. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2007
3. Ahmed SM, Swedlund SK. Evaluation and treatment of urinary tract infection in
children. Diunduh dari http://www.aafp.org/afp/. Diakses tanggal 16 November 2016.
4. Roespandi H, dr., Nurhamzah W, dr. Buku Saku Panduan Pelayanan Kesehatan Anak
di Rumah Sakit, Cetakan I. Jakarta : Tim Adaptasi Indonesia-WHO ; 2009.
5. Anonim. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Cetakan ke-dua belas. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI ; 2007.