Anda di halaman 1dari 18

Gagal Ginjal Kronik

Refarat Ilmu Bedah Urologi

RSUD TARAKAN

Ummu Hanani Athirah binti Mohd Kamaludin

11.2015.453

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat dengan judul Gagal Ginjal Kronik. Referat ini dibuat sebagai salah satu
tugas dalam Kepaniteraan Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis untuk menyusun referat, penulis menyadari
masih banyak kekurangan dalam referat ini. Untuk itu, kritik dan saran pembaca yang bersifat
membangun sangat diharapkan oleh penulis.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. N. Abraham, SpU
selaku pembimbing kepaniteraan Ilmu Bedah di RSUD Tarakan. Tidak lupa penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada rekan rekan yang turut membantu dalam upaya
penyelesaian referat ini. Akhir kata penulis berharap kiranya referat ini dapat menjadi masukan
yang berguna bagi tenaga medis dan profesi lain yang terkait dengan masalah kesehatan.

Jakarta, Juli 2017

Penulis
PENDAHULUAN

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal
ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversibel. Pada keadaan gagal ginjal kronik, berkurangnya klearens sebagian
solute yang biasanya di ekskresikan oleh ginjal mengakibatkan retensi cairan dalam tubuh.
Solute ini adalah hasil akhir dari produk endogen yang di metabolisme oleh tubuh atau dari
bahan eksogen yang dihasilkan oleh makanan atau obat yang masuk ke dalam tubuh. Indikator
yang sering digunakan untuk menentukan kegagalan fungsi ginjal adalah nitrogen urea dan
kreatinin serum sehingga klearens kreatinin digunakan untuk mengukur laju filtrasi glomerulus
(LFG).1,2

Gagal ginjal dapat dikategorikan sebagai akut dan kronik berdasarkan cepatnya onset dan
mengakibatkan azotemia. Diagnosa gagal ginjal harus dianalisa berdasarkan fisiologi dan
mekanisme terjadinya gagal ginjal agar dapat menentukan terapi yang tepat. Anamnesis yang
cukup baik dapat mendorong ke arah diagnosa yang tepat dalam menentukan tipe gagal ginjal
yang dialami oleh pasien. Berdasarkan studi, didapatkan pasien yang memiliki hipertensi atau
hasil radiologi yang menunjukkan adanya ginjal yang melisut cenderung ke arah diagnosa gagal
ginjal kronik.1,2

Pada gagal ginjal kronik, telah dibagikan kepada beberapa kategori dengan tujuan untuk
memonitor progresivitas keadaan gagal ginjal ini serta menentukan terapi yang tepat untuk
mengurangi perburukan fungsi ginjal. Di Amerika, insidens end-stage renal disease (ESRD)
adalah setinggi 330 kasus dalam populasi 1.000.000 orang dan peningkatan angka kejadian ini
dikaitkan dengan penyakit diabetes mellitus tipe II. Pada pasien-pasien ESRD, mereka
memerlukan dialisis dan transplantasi ginjal untuk mengurangi resiko penumpukan toksik dan
sepsis dalam tubuh.1,2
ANATOMI GINJAL

Sebelum membahaskan tentang gagal ginjal secara mendalam, adalah lebih baik
sekiranya memahami tentang anatomi serta fisiologi pada ginjal sehat. Ginjal adalah sepasang
organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna
vertebralis sedikit diatas garis pinggang. Setiap ginjal diperdarahi oleh arteri renalis dan vena
renalis, yang masing-masing masuk dan keluar ginjal dilekukan medial yang menyebabkan organ
ini berbentuk seperti buncis. Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk
menghasilkan urin yang kemudian mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral (pelvis renalis)
yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat (inti) kedua ginjal. Lalu dari situ urin
disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding otot polos yang keluar dari batas medial
dekat dengan pangkal (bagian proksimal) arteri dan vena renalis. Terdapat dua ureter, yang
menyalurkan urin dari setiap ginjal ke sebuah kandung kemih. Kandung kemih ( buli-buli) yang
menyimpan urin secara temporer, adalah sebuah kantung berongga yang dapat diregangkan dan
volumenya disesuaikan dengan mengubah-ubah status kontraktil otot polos di dindingnya.
Secara berkala, urin dikosongkan dari kandung kemih keluar tubuh melalui sebuah saluran,
uretra. Bagian-bagian sistem kemih diluar ginjal memiliki fungsi hanya sebagai saluran untuk
memindahkan urin keluar tubuh.1,3

Gambar 1: Gambaran Anatomi Ginjal


Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang
dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Susunan nefron di
dalam ginjal membentuk dua daerah khusus : daerah sebelah luar yang tampak granuler (korteks
ginjal) dan daerah bagian dalam yang berupa segitiga-segitiga piramida ginjal, yang secara
kolektif disebut medula ginjal.3

Gambar 2 : Gambaran Struktur Nefron

Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara
struktural dan fungsional berkaitan erat. Komponen vaskuler dari nefron diantara lain :3

Arteriol aferen merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi-bagi menjadi
pembuluh-pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan darah ke kapiler glomerulus
Glomerulus suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat
terlarut dari darah yang melewatinya
Arteriol eferen adalah tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen
tubulus meninggalkan glomerulus dan merupakan satu-satunya arteriol di dalam tubuh
yang mendapat darah dari kapiler
Kapiler peritubulus merupakan arteriol eferen yang terbagi-bagi menjadi serangkaian
kapiler yang kemudian membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus untuk
memperdarahi jaringan ginjal dan berperan dalam pertukaran cairan di lumen tubulus.
Kapiler-kapiler peritubulus menyatu membentuk venula yang akhirnya mengalir ke vena
renalis, tempat darah meninggalkan ginjal.

Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berrongga berisis cairan yang terbentuk oleh
satu lapisan sel epitel, di antara lain :1,3

Kapsula Bowman yaitu suatu invaginasi berdinding rapat yang melingkupi glomerulus
untuk mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus
Tubulus proksimal seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berliku-
liku) atau berbelit si sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal menerima cairan yang
difiltrasi dari kapsula bowman
Lengkung henle adalah lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam
medula. Pars desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke dalam medula, pars
assendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks. Pars assendens kembali ke daerah
glomerulus dari nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati garpu yang dibentuk
oleh arteriol aferen dan arteriol eferen. Dititk ini sel-sel tubulus dan sel-sel vaskuler
mengalami spesialisasi membentuk aparatus jukstaglomerulus yang merupakan suatu
struktur yang berperan penting dalam mengatur fungsi ginjal.
Tubulus distal seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari
lengkung henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus pengumpul.
Duktus atau tubulus pengumpul yang menerima cairan dari beberapa nefron yang
berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medula untuk mengosongkan
cairan yang kini telah berubah menjadi urin ke dalam pelvis ginjal

Terdapat 2 jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron jukstamedula yang dibedakan
berdasarkan lokasi dan panjang sebagian strukturnya. Nefron korteks merupakan jenis nefron
yang paling banyak dijumpai dan lengkung tajam dari nefron korteks hanya sedikit terbenam ke
dalam medula. Sebaliknya, nefron jukstamedula terletak di lapisan dalam korteks di dekat
medula dan lengkungnya terbenam jauh ke dalam medula. Selain itu, kapiler peritubulus nefron
jukstamedula membentuk lengkung vaskuler tajam yang dikenal sebagai vasa rekta, yang
berjalan berdampingan erat dengan lengkung henle. Susuna paralel dan karakteristik
permeabilitas dan transportasi lengkung henle dan vasa rekta berperan penting dalam
kemampuan ginjal menghasilkan urin dalam berbagai konsentrasi tergantung kebutuhan tubuh.3

FISIOLOGI GINJAL

Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi regulatorik dan
ekskretorik yaitu :3
1. Filtrasi glomerular
Kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeable terhadap protein plasma yang
lebih besar dan cukup permeable terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti
elektrolit, asam amino, glukosa dan sisa nitrogen. Kapiler glomerulus mengalami
kenaikan tekanan darah (90 mmHg vs 10-30 mmHg). Kenaikan ini terjadi karena
arteriole aferen yang mengarah ke kapiler glomerulus mempunyai diameter yang lebih
besar dan memberikan sedikit tahanan daripada kapiler yang lain. Secara proporsional
arteriole aferen lebih besar diameternya dari arteriole eferen. Berliter-liter darah didorong
keruang yang lebih kecil, mendorong air dan partikel kecil terlarut dari plasma masuk
kedalam kapsula Bowmans. Tekanan darah terhadap dinding pembuluh ini
disebut tekanan hidrostatik (TH). Gerakan masuk kedalam kapsula Bowmans
disebut filtrasi glomerulus dan materi yang masuk kedalam kapsula Bowmans
disebut filtrat . Tiga faktor lain yang ikut serta dalam filtrasi : TH dan tekanan osmotik
(TO) dari filtrat dalam kapsula Bowmans dan TO plasma. Tekanan osmotik adalah
tekanan yang dikeluarkan oleh air (pelarut lain) pada membran semipermeable sebagai
usaha untuk menembus membran kedalam area yang mengandung lebih banyak molekul
yang tidak dapat melewati membran semipermeable.3
2. Proses pembentukan urin
Glomerulus berfungsi sebagai ultra filtrasi, pada kapsula bowmens berfungsi untuk
menampung hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan
kembali dari zat-zat yang sudah disaring pada glomelurus, sisa cairan akan diteruskan ke
ginjal kemudian ke ureter.1,3
3. Terdapat 3 tahap pembentukan urin :
a. Proses filtrasi : terjadi diglomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferent lebih
besar dari permukaan aferent lebih besar dari permukaan eferent maka terjadi
penyerapan darah, sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah
kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh kapsula bowmens yang terdiri
dari glukosa, air, sodium,klorida, sulfat, bikarbonat dll kemudian diteruskan ke
tubulus ginjal.
b. Proses reabsorpsi : terjadi penyerpan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,
klorida, fosfat dan beberapa ion bikarbonat, prosesnya terjadi di tubulus proximal.
Penyerapan terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi fakultatif.
c. Proses sekresi : sisa penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus diteruskan ke
ginjal kemudian dialirkan keluar
Selain dari berperan dalam ekskresi bahan toksik dalam tubuh, ginjal juga memiliki fungsi
spesifik ginjal bertujuan mempertahankan ekstrasel (CES) yang konstan.3

a. Mempertahankan imbangan air seluruh tubuh, mempertahankan volume plasma yang


tepat melalui pengaturan eksresi garam dan air (pengaturan tekanan darah jangka
panjang)
b. Mengatur jumlah dan kadar berbagai ion dalam CES seperti :ion Na+, Cl-, K+, HCO3-,
Ca2+, Mg2+, SO42-, PO43- dan H+ (mengatur osmolaritas cairan tubuh)
c. Membatu mempertahankan imbang asam-basa dengan mengatur kadar ion H+ dan HCO3-
d. Membuang hasil akhir dari proses metabolisme seperti : ureum, kreatinin, dan asam urat
yang bila meningkat di dalam tubuh dapat bersifat toksik.
e. Mengekresikan berbagai senyawa asing, seperti : obat, pestisida, toksin dan berbagai zat
oksogen yang masuk ke dalam tubuh.
f. Menghasilkan beberapa senyawa khusus :
Eritropoietin : hormon perangsang kecepatan pembentukan, pemarangan dan
penglepasan eritrosit
Renin : enzim proteolitik yang berperan dalam pengaturan dan tekanan darah
Kalikrein : enzim proteolitik dalam pembentukan kinin, suatu vasodilator
Beberapa macam prostaglandin dan tromboksan : devirat asam lemak yang
bekerja sebagai hormon local; prostaglandin E2 & I1 di ginjal menimbulkan
vasodilatasi, meningkatkan ekskresi garam dan air, dan merangsang penglepasan
renin; tromboksan bersifat vasokonstriktor
g. Melakukan fungsi metabolic khusus :
Mengubah vitamin D inaktif menjadi bentuk aktif (1,25-dihidroksi-vitamin D3),
suatu hormone yang merangsang absorsi kalsium di usus sintesis ammonia dari
asam amino (untuk pengaturan imbangan asam basa).
Sintesis glukosa dari sumber non-glukosa (gluconeogenesis) saat puasa
berkepanjangan menghancurkan atau menginaktivasi berbagai hormone seperti
angiotensin II, glukoagon, insulin dan hormone paratiroid
KRITERIA

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik1,2,4

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau
kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ringan 60 89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG sedang 30 59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :

LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 umur) X berat badan *)


72 X kreatinin plasma (mg/dl)
* pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit Tipe mayor ( contoh )
Penyakit ginjal Diabetes tipe 1 dan 2
diabetes
Penyakit ginjal non Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasma)
diabetes Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah besar, hipertensi,
mikroangiopathi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan
obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada Rejeksi kronik
transplantasi Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, data menyatakan insiden penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus
perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia,
dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di
negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta
penduduk pertahun. Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun
2000:1,2

1. Glomerulonefritis (46,39%)
2. Diabetes Mellitus (18,65%)
3. Obstruksi dan infeksi (12,85%)
4. Hipertensi (8,46%)
5. Sebab lain (13,65%)
Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya
pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.2
ETIOLOGI

Penyebab gagal ginjal kronik dapat dibagikan kepada diabetic, non-diabetik dan transplantasi
seperti dalam tabel dibawah:2

Tabel 1: Etiologi Gagal Ginjal Kronik

Klasifikasi Etiologi
Diabetic DM 1 atau 2
Non-diabetik Kelainan glomerulus (autoimun, infeksi, obat, neoplasia)
Gangguan vascular (hipertensi, mikroangiopati)
Kelainan tubulointerstitial (infeksi saluran kemih, batu, obstruksi,
intoksikasi obat)
Kelainan kistik (polikistik renal)
Transplantasi Rejeksi
Intoksikasi obat
Rekurensi
Glomerulopati

Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2 (44%)
dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar
glukosa dalam darah sehingga menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital tubuh seperti
ginjal dan jantung serta pembuluh darah, saraf dan mata. Sedangkan hipertensi merupakan
keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang jika tidak terkontrol akan menyebabkan
serangan jantung, stroke, dan penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat
menyebabkan hipertensi. Kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal antara
lain :2,4

Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%), dapat menyebabkan inflamasi dan


kerusakan pada unit filtrasi ginjal. Merupakan penyakit ketiga tersering penyebab gagal
ginjal kronik
Penyakit keturunan seperti penyakit ginjal polikistik (3%) menyebabkan pembesaran
kista di ginjal dan merusak jaringan sekitar, dan asidosis tubulus.
Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si ibu.
Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran balik urin ke ginjal.
Hal ini menyebabkan infeksi dan kerusakan pada ginjal.
Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun (2%)
Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor, pembesaran glandula prostat
pada pria danrefluks ureter.
Infeksi traktus urinarius berulang kali seperti pielonefritis kronik.

Bermula dari cedera pada ginjal, filtrasi akan dibebankan kepada nefron-nefron yang masih sehat
sehingga hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi pada jaringan nefron sehat yang menghasilkan stress
yang tinggi dan akhirnya berakhir menjadi sebuah cedera kepada jaringan tersebut. Sekiranya
keadaan ini berlanjutan, maka progresifitas kerusakan ginjal akan berterusan sehingga ginjal
mengalami ESRD.4

PATOFISIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi.1,2

Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut


memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor (TGF-). Beberapa hal yang juga dianggap berperan
terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan
fibrosis glomerolus maupun interstitial.1
Gambar 3 : Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik

Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium. Stadium
ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar
BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat
diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan
kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFG yang teliti.1

Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN
baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda,
tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai
meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita misalnya
mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal
ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai
timbul. Gejala-gejala ini timbul sebagai respons terhadap stress dan perubahan makanan atau
minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala ini,
sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
teliti.1

Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium akhir
atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah
hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari
keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada
keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai
respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi isoosmotis
dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi oligourik
(pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus meskipun proses
penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala
yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir
gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.1

Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium, tetapi
dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut.

MANIFESTASI KLINIS

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat membantu dalam menegakkan


diagnosis gagal ginjal kronik. Sebanyak 20% dari kasus gagal ginjal, ditemukan pasien memiliki
riwayat penyakit keluarga dengan gagal ginjal, riwayat terpaparnya pada bahan toksik atau
riwayat konsumsi obat yang lama. Pasien gagal ginjal kronik jarang menunjukkan gejala yang
khas terhadap penyakitnya sehingga sulit untuk mendiagnosa penyakit ini secara dini. Gejala
tidak khas adalah seperti pruritus, malaise, mual, lemas, menurunnya libido dan beberapa gejala
yang kurang jelas mendukung diagnosa gagal ginjal kronik. Pada saat gagal ginjal menghampiri
fase-fase akhir, pasien mulai mengalami peningkatan tekanan darah, volume cairan tubuh
meningkat (overload), takikardia dan pernafasan menjadi cepat akibat kompensasi terhadap
keadaan tubuh yang anemis dan terjadinya asidosis metabolic. Palpasi Balotemen hanya
menunjukkan hasil positif jika adanya ginjal polikistik. Pasien gagal ginjal kronik juga dapat
menimbulkan gejala pada sistim tubuh lain misalnya gangguan saraf dengan neuropati perifer.1,3

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium yang disarankan pada pasien gagal ginjal kronik adalah
pemeriksaan darah dan urin lengkap.

Pada pemeriksaan urin, volume urin dapat bervariasi tergantung pada darejat gagal ginjal
kronik. Namun, pada saat LFG menurun di bawah 5%, produksi urin mulai berkurang secara
signifikan. Lebih banyak natrium yang dikeluarkan lewat urin menyebabkan konsentrasi urin
meningkat, dan pada masa yang sama terjadi gangguan keseimbangan cairan sehingga
menyebabkan udem. Hasil lain yang didapatkan adalah adanya proteinuria dan leukosit dalam
urin.1,5

Pada pemeriksaan darah, yang sering didapatkan pada pasien-pasien gagal ginjal kronik
adalah kadar haemoglobin yang rendah. Pasien juga lebih sering jatuh kepada status asidosis
metabolic karena tubuh gagal untuk membuang sisa toksik sehingga ion bikarbonat menurun dan
di kompensasi oleh tubuh dengan hiperventilasi. Pada pemeriksaan elektrolit, ditemukan kadar
klorida yang tinggi sedangkan kadar kalium dapat berubah tergantung pada kelainan yang
dialami oleh ginjal, misalnya kelainan interstitial ginjal atau nefropati diabetic. Pada gagal ginjal
kronik kategori sedang-berat, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kadar fosfat
meningkat sedangkan kadar kalsium menurun. Dalam masa yang sama, konversi vitamin D2 ke
D3 oleh ginjal terganggu sehingga mengakibatkan hormon paratiroid meningkat dan oleh sebab
itu, keadaan ini mendorong kepada osteomalasia dan gangguan struktural tulang.1,5

Selain daripada pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan Foto Rontgen juga disarankan


namun penggunaan kontras adalah tidak diperbolehkan. Pemeriksaan sonogram dapat
menentukan ukuran ginjal, tebal kortikal serta membantu dalam tindakan biopsi renal.
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :1,2
Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap
ginjal yang sudah mengalami kerusakan
Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
TATALAKSANA MEDIKA MENTOSA & NON-MEDIKA MENTOSA

Beberapa golongan obat dikatakan dapat membantu mengurangi manifestasi klinis dari
gagal ginjal kronik misalnya, ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker (ARB), penurunan
lipid dan antagonis aldosteron. Selain dari obat-obatan, pada pasien juga disarankan untuk diet
rendah protein, kalium dan fosfor. Pasien dapat diberikan suplai eritropoietin rekombinan untuk
meningkatkan kadar heamoglobin dan bikarbonat untuk mengurangi asidosis metabolic.2,5

Dialisis juga disarankan buat pasien dengan gagal ginjal kronik. Dialisis dapat dibagi
kepada dua yaitu peritoneal dialisis dan hemodialisis. Peritoneal dialisis dilakukan secara elektif
yaitu apabila pasien tidak memiliki akses vena buat dialisis. Berbanding hemodialisa,
pembuangan bahan dengan ukuran molekular kecil seperti ureum dan kreatinin adalah lebih
sedikit, dan bahan dialisat yang digunakan untuk peritoneal dialisis adalah cairan glukosa yang
bertindak sebagai membran semi-permeabel. Tindakan yang lebih banyak digunakan adalah
hemodialisa, yang menggunakan cairan khusus yang telah mengandung pelbagai elektrolit yang
diperlukan dalam tubuh. Tindakan ini juga menggunakan akses vena dan tindakan ini dikatakan
lebih menghemat waktu berbanding peritoneal dialisis. Kedua-dua tindakan ini biasanya
dilakukan tiga kali dalam seminggu agar dapat membuang segala sisa bahan toksik di dalam
tubuh pasien.4,5

Pilihan tindakan terakhir yang dilakukan pada pasien gagal ginjal adalah transplantasi
ginjal. Dikatakan hasil dari transplantasi ginjal dapat membawa pelbagai keuntungan kepada
pasien misalnya, tindakan hemodialisa dapat berhasil dengan lebih baik, dapat mengurangi
restriksi diet sedangkan kekurangan tindakan ini banyaknya datang dari terapi post-operasi yaitu
penggunaan obat immunosupressan yang menyebabkan pasien lebih mudah terkena jangkitan
infeksi, supresi sum-sum tulang dan lain-lain lagi.5
PENCEGAHAN

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi
(makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula
darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian
berat badan.1

PROGNOSIS

Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau stadium
V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan
juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka
kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani
transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian
terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak
(6%), dan keganasan (4%).1,2

KESIMPULAN

Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal
yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi
urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah)

Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1 dan tipe
2 (44%) dan hipertensi (27%). Kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal
antara lain penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%) merupakan penyakit ketiga
tersering penyebab gagal ginjal kronik.

Pada gagal ginjal kronik, gejala-gejalanya berkembang secara perlahan. Pada awalnya
tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan
laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi
peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita
menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti kelainan
saluran cerna (nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik), kelainan kulit (urea frost
dan gatal di kulit), kelainan neuromuskular (tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya
konsentrasi menurun, insomnia, gelisah), kelainan kardiovaskular (hipertensi, sesak nafas, nyeri
dada, edema), kangguan kelamin (libido menurun, nokturia, oligouria)

Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang diperoleh
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologis,
serta pemeriksaan biopsi dan histopatologi ginjal

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap penyakit


dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid, memperlambat perburukan fungsi
ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap
penyakit komplikasi, terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook of
Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007. Hal 294-97.
2. Levin A, Stevens PE, Bilous RW, et al. Clinical practice guidelines for chronic kidney
disease: evaluation, classification and stratification, New York National Kidney
Foundation, 2012. Hal 10-26
3. Sherwood, Lauralee. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG ; 2001. Hal 463 503.
4. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. hal 1035 1040.
5. Tanagho EA, McAninch JW. Chronic renal failure & dialysis. Smiths General Urology.
17th ed. New York : McGraw Hill; 2008. Hal 535-9.

Anda mungkin juga menyukai