Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

TERAPI PADA ACNE VULGARIS

OLEH :

RAHMA WATI
09711134

ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2013

1
TERAPI PADA AKNE VULGARIS

PENDAHULUAN

Akne vulgaris atau lebih sering disebut jerawat merupakan suatu penyakit
peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan terbentuknya papul, pustul
ataupun nodul. Biasanya terjadi pada kulit yang banyak mengandung kelenjar
sebasea.,seperti: muka, dada dan punggung (400-900 kelenjar/cm 2). Akne pada pada
dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85% terjadi pada remaja dengan
beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan frekuensi yang lebih besar pada usia
antara 15-18 tahun pada kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi
sebelum usia 25 tahun.
Jerawat pada kebanyakan orang dianggap sebagai suatu penyakit yang
mengganggu, terutama pada penampilan mereka. Karena itu terkadang jerawat juga
menjadi keluhan psikologis penderita terhadap lingkungan sosial sekelilingnya., bahkan
dapat menyebabkan rasa kurang percaya diri pada penderita.
Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne yakni,
peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan
(inflamasi).
Oleh karena itu akne merupakan penyakit yang muktifaktorial, karena banyak
faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi timbulnya akne. Dengan demikian, terapi
yang digunakan harus berdasarkan kemungkinan-kemungkinan timbulnya penyakit ini.
Selain itu penggunaan dosis yang tepat dan kepatuhan penderita dalam menggunakan
obat juga sangat berperan penting dalam proses penyembuhan penyakit ini.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan semakin banyak penelitian dibidang
ini, maka terapi yang digunakan semakin berkembang. Refrat ini terutama akan
membahas berbagai macam terapi yang digunakan pada penyakit akne vulgaris.

2
PEMBAHASAN

DEFINISI

Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari kelenjar pilosebaseus


yang ditandai dengan lesi berupa komedo, papul, pustul, kista, nodul dan juga jaringan
parut. Tempat predileksi di muka, leher, dada bagian atas dan lengan bagian atas. Akne
merupakan penyakit yang sering terjadi pada orang-orang yang beranjak dewasa, 90%
remaja pada umumnya menderita penyakit ini. Kasus paling sering terjadi pada
pertengahan remaja sampai akhir remaja dan menurun setelahnya.

ETIOPATOGENESIS

Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang pasti belum
diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan, antara
lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan,
keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium
aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada akne terjadi peningkatan
sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya terjadi pada akne, tetapi dapat juga pada
penyakit parkinson dan akromegali.
2. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne adalah Propionibacterium aknes,
Stafilococcus epidermidis, dan Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang
terpenting yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal pada
kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada duktus pilosebasea
yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam lemak bebas, memproduksi substansi

3
kemotaktik pada sel-sel inflamasi, dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi
sitokin pro-inflamas
3. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar
palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne,
kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.
4. Hormon
Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar adrenal. Hormon ini
menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat pada
remaja laki-laki dan perempuan.1 Hormon androgen merupakan stimulus utama pada
sekresi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea berespon
sangat cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas normal. Hal ini mungkin
disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5-reductase yang lebih tinggi pada kelenjar
sebasea dibanding kelenjar lain dalam tubuh.
5. Diet
Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis makanan, seperti coklat,
kacang, kopi, dan minuman ringan.
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah hebat pada musim
dingin, dan dapat pula meningkat oleh paparan cahaya matahari langsung.
7. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan keratinisasi duktus
polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan kortikotropin dapat menginduksi akne pada
dewasa muda. Kontrasepsi oral dapat pula menginduksi terjadinya akne.

Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor dan kadang-
kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya
akne, yakni peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan
peradangan (inflamasi).

1. Peningkatan sekresi sebum

4
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah peningkatan produksi
sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne akan memproduksi lebih banyak
sebum dibanding yang tidak terkena akne meskipun kualitas sebum pada kedua
kelompok tersebut adalah sama. Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida
mungkin berperan dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak
bebas oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam lemak bebas
ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong terjadinya inflamasi dan dapat
menjadi komedogenik.
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa dengan
aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon androgen berikatan dan
mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang dengan akne memiliki kadar serum
androgen yang lebih tinggi dibanding dengan orang yang tidak terkena akne. 5-
reduktase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT
poten memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang menjadi predileksi
timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung.
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara pasti. Dosis
estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk menghambat ovulasi. Mekanisme
dimana estrogen mungkin berperan ialah dengan secara langsung melawan efek androgen
dalam glandula sebacea, menghambat produksi androgen dalam jaringan gonad melalui
umpan balik negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang yang
menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.

2. Keratinisasi folikel
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan lesi primer akne
yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas, yaitu infundibulum menjadi
hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan
kohesinya menyebabkan pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian
menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di dalam folikel. Hal
tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel rambut bagian atas, yang kemudian
membentuk mikrokomedo. Stimulus terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan
daya adhesi masih belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga

5
menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam
linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1.
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular untuk menyebabkan
hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT) merupakan androgen yang poten yang
memegang peranan terhadap timbulnya akne. 17-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-
reduktase merupakan enzim yang berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron
(DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal, keratinosit
follikular menunjukkan peningkatan aktifitas 17-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5-
reduktase yang pada akhirnya meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi
proliferasi keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam
patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen komplet tidak
terkena akne.
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam linoleic. Asam
linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang akan menurun pada orang-orang
yang terkena akne. Kuantitas asam linolic akan kembali normal setelah penanganan
dengan isotretinoin. Kadar asam linoleic yang tidak normal dapat menyebabkan
hiperproliferasi keratinosit follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat
asumsi bahwa asam linoleic diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan
mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi sebum. IL-1 juga memiliki
peranan dalam hiperproliferasi keratinosit. Keratinosit follikular pada manusia
menunjukkan adanya hiperproliferasi dan pembentukan mikrokomedoe ketika diberika
IL-1. Antagonis reseptor IL-1 dapat menghambat pembentukan mikrokome.

3. Bakteri
Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga memiliki peranan aktif
dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes merupakan bakteri gram-positif, anaerobik,
dan mikroaerobik yang terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki
konsentrasi P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun tidak
terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang terdapat pada glandula sebacea dan beratnya
penyakit yang diderita.
Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang menstimulasi
perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling berat memiliki titer antibodi

6
yang paling tinggi pula. Antibodi propionibacterium meningkatkan respon inflamasi
dengan mengaktifkan komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses pro-
inflamasi. P.aknes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi
hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi lipase, protease, hyaluronidase, dan
faktor kemotaktik. Disamping itu, P.aknes tampak menstimulasi regulasi sitokin dengan
berikatan dengan Toll-like receptor 2 pada monosit dan sel polimorfonuklear yang
mengelilingi folikel sebacea. Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin
proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF- dilepaskan.

4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses pembentukan
komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal sesungguhnya mendahului
pembentukan komedo. Biopsi yang diambil pada kulit yang tidak memiliki komedo dan
cenderung menjadi akne menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan
dengan kulit normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan aktifitas
inflamasi yang jauh lebih hebat.
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri yang lebih
terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan distensi yang mengakibatkan
ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis
mengakibatkan respon inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama
ruptur komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar unit pilosebacea
dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu sampai dua hari setelah
ruptur komedo, neutrofil menjadi sel yang predominan yang mengelilingi mikorkomedo.
Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi keratinosit
follikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-langkah yang saling
berkaitan dalam pembentukan akne

KLASIFIKASI
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi untuk beratnya
akne yang di derita. Akne pada umunya diklasifikasikan berdasarkan tipe komedo,

7
papular, pustular dan atau berdasrkan bertanya penyakit. Lesi kulit dapat digambarkan
sebagai inflamsi dan non inflamasi.
Klasifikasi sederhana :
- Akne ringan ( Mild akne )
Komedo merupakan lesi utama. Papul dan pusutl mungkin ada tetapi memiliki
ukuran yang kecil serta jumlah yang sedikit ( umumnya < 10 ).
- Akne sedang (Moderate akne )
Jumlah papul dan pustul yang cukup banyak (10-40). Jumlah komedo yang cukup
banyak (10-40) juga ada. Kadang-kadang disertai penyakit yang ringan pada
badan.
- Akne sedang berat (Moderately severe akne)
Jumlah papul dan pustul yang sangat banyak ( 40-100), biasanya dengan banyak
komedo (40-100) dan kadang-kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan
terinflamasi ( mencapai 5 ). Area yang luas biasanya melibatkan wajah, dada, dan
punggung.
- Akne sangat berat (Very severe akne )
Akne nodulokistik dan akne konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi
nodular/pustular yan besar dan nyeri bersama dengan banyak komdeon, papul,
pustul, dan komedo yang lebih kecil.

FDA global grade


Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi dengan
sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul/pustul, tidak ada lesi
nodular)
Grade 3: Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan mungkin
terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi nodular
Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan inflamasi,
dengna sedikit lesi nodular.

8
PENATALAKSANAAN

Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan diet

A. Terapi topikal

Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu cara yang banyak
dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris. Tujuan diberikan terapi ini adalah untuk
mengurangi jumlah akne yang telah ada, mencegah terbentuknya spot yang baru dan
mencegah terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan untuk beberapa
bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne. Obat-obatan topikal tidak
hanya dioleskan pada daerah yang terkena jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya.
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:

1. Benzoil Peroksida

9
Gambar 3. struktur kimia Benzoil peroksida

Benzoil peroksida adalah suatu zat kimia gabungan antara 2 kelompok benzoil
(benzaldehyde) dengan kelompok peroksida. Mempunyai sifat bleaching yang kuat dan
dalam konsentrasi yang tinggi mudah terbakar dan meledak.
Efek benzoil peroksida dalam ekskresi sebum masih belum jelas. Lake (1942) melakukan
penelitian dengan menggunakan benzoil peroksida pada kulit, didapatkan efek antiseptik
tanpa menimbulkan iritasi pada kulit dengan efek lain berupa mempercepat
penyembuhan, lokal anestesi, menghilangkan nyeri dan iritasi lokal. Beberapa penelitian
lain telah menunjukkan bahwa zat ini dapat mengurangi pembentukan sebum. Zat ini
juga mempunyai efek antiseptik, dapat mengurangi jumlah bakteri pada permukaan kulit
tetapi tidak menyebabkan resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain itu, benzoil
peroksida juga dapat mengurangi jumlah yeasts, bertindak sebagai agen pengoksidasi,
mengeringkan komedo pada permukaan kulit dan bertindak sebagai anti inflamasi. Efek
anti inflamasinya dapat mengurangi pembengkakan pada papul yang terinfeksi dan
meringankan rasa nyeri yang kadang muncul sebagai akibat adanya akne. Faktor oksidasi
dapat mengeluarkan sebum yang tersumbat dan membantu membebaskan pori-pori yang
tersumbat sehingga akne dapat teratasi tanpa menimbulkan trauma karena penekanan
pada akne. Zat ini bisa berdifusi ke bawah kulit memasuki pori-pori dan melepaskan
radikal bebas yang dapat membunuh bakteri.
Zat ini digunakan sebagai terapi topikal pada akne vulgaris sejak 20 tahun terakhir
dan mungkin menjadi terapi topikal pertama yang terbukti efektif. Benzoil peroksida
digunakan untuk pengobatan akne ringan sampai sedang dan juga komedo. Benzoil
peroksida tersedia dalam berbagai macam formula yang berbeda-beda di setiap negara,
dapat berupa zat tunggal atau berupa carnpuran dengan zat lain seperti sulfur,
hidrokuinolon. Sediaannya dapat berupa gel, krim, lotion dan pembersih muka dengan
konsentrasi 2,5%, 5%, l0% ,20%.Beberapa penelitian menyatakan bahwa konsentrasi 5%
dan l0% tidak memberikan peningkatan efektifitas yang nyata jika dibandingkan dengan
konsentrasi 2,5% (konsentrasi dengan toleransi yang lebih baik).

10
2. Asam retinoid (tretionin)
Tretionin adalah bentuk asam dari vitamin A dan juga dikenal sebagai all-trans
retinoic acid (ATRA). Obat ini telah dikembangkan untuk pengobatan akne sejak tahun
1969 dan mulai banyak digunakan pada tahun 70-an.
Tretionin merupakan obat yang menyebabkan deskuamasi, menyerupai efek sinar
matahari, melepaskan prostaglandin, menyebabkan pengelupasan (peeling) dan eritema.4
Meskipun mekanisme kerja yang pasti dari obat ini belum diketahui, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa tretionin topikal dapat menurunkan penyatuan folikel-folikel sel
epitelial dengan mengurangi pembentukan komedo (blackheads) sehingga dapat menekan
jumlah lesi yang terinflamasi. Sebagai efek sekunder dari komedogenesis, tretionin
mungkin dapat mengurangi P.aknes karena tretionin mampu mengubah lingkungan
duktus menjadi tempat yang asing bagi petumbuhan P.aknes.
Pemilihan sediaan tergantung pada lokasi timbulnya akne. Biasanya lotio yang
digunakan untuk akne di punggung, sedangkan gel untuk akne di muka. Sediaan tretionin
dapat berupa gel, krim, lotio denga konsentrasi 0,025% - 0,05%. Terapi terutama pada
wajah, harus dimulai perlahan untuk menghindari reaksi iritan yang berlaebihan. Pada
penggunaan topikal, berbagai macam efek samping dapat timbul. Tretionin dapat
menyebabkan kulit menjadi kering, bahkan pada beberapa orang yang sensitif dapat
timbul kemerahan, gatal dan rasa panas sepeti terbakar.
Kesimpulannya terapi menngunakan retinoid (tretionin) aman, efektif, ekonomis
dalam mengatasi semua bentuk akne terutama pada kasus-kasus yang berat. Retinoid
sebaiknya diberikan sebagai terapi awal, baik secara tunggal ataupun kombinasi dengan
topikal atau oral antibiotik dan benzoil peroksida.

3. Antibiotika
Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne. Mekanisme kerja
antibiotik topikal yang utama adalah sebagai antimikroba. Hal ini telah terbukti pada efek
klindamisin 1% dalam mengurangi jumlah P.aknes baik dipermukaan atau dalam saluran
kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi papulopustular yang kecil.
Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil peroksida 5% tersedia dalam bentuk gel.

11
Thomas dkk melakukan penelitian dengan membandingkan eritromisin 1,5% dengan
klindamisin 1% mendapatkan hasil yang sama-sama efektif, duapertiga pasien
mendapatkan respon yang sangat baik dalam waktu 12 minggu, tetapi penggunaan
eritromisin secara tunggal tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi.
Penggunaan eritromisin kombinasi dengan benzoil peroksida lebih direkomendasikan.
Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena mekanisme kerja dalam
mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka waktu yang panjang. Bakteri dapat timbul di
mana-mana dan tidak secara langsung menyebabkan akne. Pada keadaan di mana
kelenjar sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit juga akan lebih mudah
terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan berkembang. Adanya sel kulit
mati juga bisa memperburuk keadaan. Bila kelenjar sebasea tidak memproduksi sebum
berlebihan, maka bakteri tidak mudah masuk ke dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah
produksi sebum menjadi masalah utama dalam akne. Antibiotik topikal kerjanya terbatas,
karena tidak mengatasi masalah dalam jumlah produksi sebum.

4. Azelaic acid
Azelaic acid adalah derivat asam dekarboksilat dari Pityrosporum ovale,
ditemukan beberapa tahun lalu. Beberapa peneliti dari Italia dan United Kingdom (UK)
menemukan bahwa azelaic acid ini efektif sebagai terapi akne, bahkan pada akne yang
berat.
Penelitian klinis menunjukkan bahwa azelaic acid dapat mengurangi jumlah lesi
non inflamasi. Mekanisme yang mungkin dari penelitian klinis ini adalah perubahan pada
granula keratohialin, yang merupakan tanda morfologis dari filaggrin, keratin aggregating
protein. Efek azelaic acid dalam terapi akne adalah sebagai komedolitik dan antibakteri.

5. Sulfur, resorsin dan asam salisilat


Walaupun benzoil peroksida, retinoid, dan antibiotik topikal lebih banyak
digunakan, tetapi preparat sulfur, resorsin, dan asam salisilat masih digunakan sebagai
terapi terutama ketika jenis terapi-terapi terbaru tidak memberikan respon yang baik.

6. Anti-androgen

12
Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit yang berhubungan
dengan aktivitas hormon androgen, beberapa dermatologis dan industri farmakologi
mengembangkan anti androgen topikal sebagai salah satu terapi akne yang tidak
mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan adalah tentang penggunaan topikal
dari 17-propylmesterolone, akan tetapi preparat ini belum tersedia secara komersial.

B. Terapi oral

Terapi oral diberikan pada kasus akne sedang sampai berat. Terkadang terapi oral
juga diberikan pada beberapa pasien yang secara psikologis merasa sangat terganggu
dengan adanya jerawat pada wajah mereka atau pada pasien yang merasa jerawat dapat
mengganggu pekerjaan meskipun jerawat pada wajah mereka relatif ringan. Pada orang-
orang dengan kulit berwarna cendrung mengalami masalah dengan bekas jerawat yang
berwarna kehitaman yang bisa bertahan selama beberapa bulan. Pada kasus seperti ini
juga diberikan terapi oral sebagai terapi tambahan meskipun tergolong akne ringan.
Dosis pemberian terapi oral minimal selama 6-8 bulan. Ada tiga kelompok utama
dalam terapi oral pada akne vulgaris, yaitu: antibiotika, hormon dan retinoid. Antibiotik
biasanya digunakan sebagai terapi oral lini pertama.

1. Antibiotik
Antibiotik bekerja dengan beberapa mekanisme terutama dalam mengurangi
jumlah bakteri di dalam dan disekitar folikel. Selain itu, antibiotik juga mengurangi zat-
zat kimia yang mengiritasi yang diproduksi oleh sel darah putih, pada akhrnya antibiotik
dapat mengurangi konsentrasi asam lemak bebas dalam sebum dan berguna sebagai anti
inflamasi. Beberapa antibiotik yang sering digunakan adalah:
Tetrasiklin. Merupakan jenis antibiotik yang sering digunakan sebagai terapi
akne. Dosis awal biasanya 250-500mg, satu-empat kali sehari dan dilanjutkan sampai
terlihat penurunan jumlah lesi. Dosis dapat diturunkan secara perlahan tergantung dari
respon terapi pada pasien. Tetrasiklin lebih efektif diiberikan 30 menit sebelum makan
dan sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil. Tetrasiklin dapat membunuh P.acne

13
dan menurunkan kadar asam lemak pada folikel sebasea. Tetrasiklin berespon baik pada
70% pasien. Terapi dengan tetrasiklin akan terlihat hasilnya setelah 4-6 minggu.
Eritromisin. Antibiotik jenis ini biasanya digunakan sebagai terapi akne dan
mempunyai beberapa kelebihan dibanding tetrasiklin yaitu dapat mengurangi kemerahan
pada lesi dan dapat diberikan bersama dengan makanan. Eritromisin juga dapat
digunakan pada pasien yang tidak bisa mengkonsumsi tetrasiklin seperti pada wanita
hamil. Dosis yang diberikan bervariasi tergantung dari tipe lesi, biasanya berkisar antara
250-500mg, dua-empat kali sehari. Karena sering menimbulkan resistensi pada P.acne
maka eritromisin sering dikombinasikan dengan benzoil peroksida.
Minosiklin. Merupakan derivat dari tetrasiklin yang digunakan secara efektif
sebagai terapi akne selama beberapa dekade, khususnya untuk akne tipe pustular.
Absorbsi obat ini dapat menurun bila dicampur dengan makanan dan susu, tetapi tidak
seperti penurunan absorbsi pada tetrasiklin. Dosis awal antara 50 sampai 100mg, dua kali
sehari. Efek samping utama berupa pusing (vertigo), lemah, mual, perubahan pigmen
kulit, dan perubahan warna gigi. Perubahan pada kulit dan gigi lebih sering dijumpai
pada orang-orang yang mengkonsumsi minosiklin dalam waktu yang lama.
Doksisiklin. Antibiotik ini sering diberikan pada orang-orang yang tidak dapat
merespon pemberian eritromisin atau tetrasiklin. Dosis yang digunakan antara 50-100mg.
Dua kali dalam sehari dan dapat dikonsumsi bersama dengan makanan (mudah
diabsorbsi). Harisson melaporkan 50mg doksisiklin satu kali perhari sama efektifnya
dengan 50mg minosiklin dua kali perhari. Sebaiknya tidak dikonsumsi bersama antasida,
tablet besi, kalsium dan tidak dikonsumsi selama masa menyusui atau wanita hamil.
Doksisiklin akan kembuat kulit lebih sensitif terhadap sinar matahari. Karena itu harus
disertai dengan penggunaan tabir surya.
Klindamisin. Klindamisin berguna sebagai antibiotik oral untuk terapi akne. tetapi
antibiotika ini banyak digunakan dalam bentuk topikal. Dosis awal 150 mg, tiga kali
sehari. Efek samping utama berupa infeksi intestinal yang dinamakan kolitis
pseudomembran yang disebabkan oleh bakteri.
Kotrimoksazol. Antibiotika ini diindikasikan pada penderita yang intoleran
dengan tetrasiklin atau eritromisin, atau pada penderita yang tidak ada respon terhadap
terapi lain. Kotrimoksazol juga digunakan pada folikulitis gram negatif.

14
2. Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak mempunyai respon
terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja obat-obat hormonal ini secara sistemik
mengurangi kadar testosteron dan dehidroepiandrosterone, yang pada akhirnya dapat
mengurangi produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo. Ada tiga jenis terapi
hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan prednisolon, estrogen dengan
cyproterone acetate (Diane, Dianette) dan spironolakton. Terapi hormonal harus
diberikan selama 6-12 bulan dan penderita harus melanjutkan terapi topikal. Seperti
halnya antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat, dalam bulan pertama
terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan kadang-kadang baru dapat terlihat pada
bulan ke enam pemakaian. Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata.
Perubahan yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan tetrasiklin 1
g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 g ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone
acetate. Pada wanita usia tua (> 30 tahun) dengan kontraindikasi relatif terhadap pil
kontrasepsi yang mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan
penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-200 mg.

3. Isotretionin
Isotretionin (13-cis-retinoic acid) telah digunakan sebagai terapi pada akne yang
berat. Bebearapa penelitian yang berat menunjukkan bahwa isotretinoin lebih baik dari
pada terapi konvensional berupa eritromisin 1g/hari, 5% benzoil peroksida, tetrasiklin
dan asam retinoat topikal. Pilihan dosis obat ini masih diperdebatkan. Di Switzerland
dosis yang digunakan adalah 0,5mg/kgbb/hari, sementara di USA dan UK digunakan
dosis yang lebih tinggi yaitu 1mg/kgbb/hari. Kebanyakan penderita membutuhkan waktu
4 bulan dalam terapi bahkan 13% penderita membutuhkan waktu yang lebih lama. Bila
pada waktu tersebut hanya sedikit lesi yang tersisa, maka penggunaan obat ini dapat
dihentikan. Salah satu keunggulan obat ini adalah sedikitnya kekambuhan yang terjadi
bila pengobatan tidak dilanjutkan. Isotretion dapat menekan eksresi sebum secara cepat,
sehingga dapat mencegah komedogenesis. Isotretionin tidak secara langsung
mempengaruhi P.akne tetapi menekan bakteri dipermukaan secara in vivo dengan cara

15
mengurangi suplai nutrisi untuk P.akne dan mengurangi ukuran daerah folikular yang
merupakan tempat P.akne tumbuh. Isotretionin juga mempengaruhi inflamasi akibat akne
dengan mengurangi kemotaksis dari polymorphonucleocytes dan monocytes serta
mengurangi pembentukan pustul. 1 Secara ringkas, mekanisme kerja dari obat-obat yang
digunakan sebagai terapi akne vulgaris dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 4. Mekanisme dari berbagai obat pada pengobatan akne 4

C. Terapi fisik

Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi tambahan dengan
menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya adalah:2
1. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan menggunakan
alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne. Secara teori, pengangkatan closed
comedos dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan
kesabaran untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

2. Kortikosteroid Intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi. Nodul-
nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang baik Dalam kurun waktu

16
48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah 2,5 mg/ml
triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat yang diinjeksikan
pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus ditengah lesi.
Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi.

3.Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan mengaplikasikan nitrogen cair
selama 20 detik, aplikasi kedua diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini bekerja dengan
mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi kerusakan pada
dinding tersebut.

4.Radiasi Ultraviolet
Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari paparan matahari, 60% dapat
digunakan sebagai terapi tambahan pada akne, tetapi sekarang terapi ini tidak dianjurkan
lagi.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunliffe, William J. Treatment of acne. In: Cunliffe, William J. Martin Dunitz Ltd, The
United Kingdom.1989;.252-87.
2. James WD, Berger TG, Eston DM, Acne. In: James WD Berger TG, Eston DM.
Andrews diseases of the skin, 9th edn. WB saunders company, Canada.2000; 284-92.
3. Zaenglein L. Andrea, et al. Acne Vulgaris and Acneiform Eruptions. In: Dermatology
in General Medicine Fitzpatricks. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 690-700.
4. Habiff Thomas P. Acne, Rocasea, and Related Disorder. In: Clinical Dermatology A
Color Guide to Diagnosis and Therapy. Mosby, Inc. 2004.
5. Baumann Leslie, Acne. In: Dermatology Cosmetics. Churcill Livingstone. 1994; 55-61
6. Webster F Guy, Anthony V. Rawlings. Acne and Its Therapy. Informa Healhcare USA,
Inc.2007; 75-135.
7 .Bolognia Jean, Joseph L. Jarizzo, Ronald P Rapini. Acne. In: Bolognia Dermatology,
Volume 2. 2003; 1940-42.
8. Brannon, Heather MD. 2006. Antibiotics used to treat acne. Available at: http://
dermatology.about.com/antibioticsusedtreatacne.htm
9. Anonim.. Consensus Recommendation for the Management of Acne. Global Alliance to
improve outcomes in acne.2006.
10. Gerny, H. Potential acne therapies for women. In: Nurnberger, F. In: The therapy of
acne Vulgaris In women, Walter de Gruyter, Berlin.1990; 1-8.
11.Anonim. .2006. The hijau Untuk Terapi Jerawat. Available at: http:// tehhijau
untukterapijerawat.htm.

18

Anda mungkin juga menyukai