Anda di halaman 1dari 7

Tatalaksana Bayi dengan Ibu HIV

1. Intervensi untuk pencegahan transmisi perinatal HIV-1


a. Profilaksis ARV Maternal untuk mencegah transmisi HIV-1 Perinatal
- Profilaksis ARV Prenatal
Di AS, sebagian besar wanita hamil dengan infeksi HIV-1 mendapatkan
perawatan selama periode prenatal, antara lain (1) pemberian profilaksis ARV
untuk pencegahan transmisi dari ibu ke anak (Mother to Child
Transmission/MTCT) dan terapi ARV jika dibutuhkan untuk kesehatan ibu,
(2) pembuatan keputusan cara melahirkan yang optimal, dan (3) konseling ibu
untuk tidak menyusui. Panduan terbaru dari US Public Service untuk
pencegahan MTCT merekomendasikan penggunaan regimen ARV kombinasi
termasuk paling kurang 3 obat ARV selama kehamilan dan persalinan bagi
semua wanita hamil dengan infeksi HIV-1.1
Setiap wanita yang hamil diberikan terapi ARV yang sesuai untuk digunakan
selama kehamilan yang dimulai pada trimester kedua. Agen ARV tidak
dilanjutkan setelah persalinan kecuali terapi tersebut dibutuhkan untuk
kesehatan ibu sendiri, dimana panduannya akan berdasarkan kepada terapi
ARV pada wanita tidak hamil terinfeksi HIV-1. Bagi wanita yang tidak
diterapi dengan obat ARV dan yang memiliki viral load sangat rendah,
beberapa ahli menganjurkan penggunaan Zidovudine (ZDV)tunggal selama
kehamilan untuk profilaksis MTCT, obat dihentikan setelah melahirkan. 1,2
Pada penelitian yang dilakukan di St. Petersburg, potensi untuk penurunan
transmisi lebih jauh telah terbukti, dari transmisi yang rendah pada wanita
yang mendapat kombinasi profilaksis awal.3

1
Peter L. Havens, MD, Lynne M. Mofenson, MD, and the Committee on Pediatric AIDS. Evaluation
and Management of the Infant Exposed to HIV-1 in the United States. Pediatrics 2009;123;175-176
2
Myron S. Cohen, M.D., Ying Q. Chen, Ph.D., Marybeth McCauley, M.P.H., Theresa Gamble, Ph.D.,
Mina C. Hosseinipour, M.D., Nagalingeswaran Kumarasamy, M.B et all. Prevention of HIV-1 Infection
with Early Antiretroviral Therapy. n engl j med 365;6:495
3
Susan D. Hillis, PhD, MS,Elena Kuklina, MD, PhD,Natalia Akatova, MD, PhD,
Dmitry M. Kissin, MD, MPH,Elena N. Vinogradova, MD, PhD,Aza G. Rakhmanova, MD, PhD, Elena
Stepanova, MD, PhD, Denise J. Jamieson, MD, MPH, Joanna Robinson, MSc,
Charles Vitek, MD,and William C. Miller, MD, PhD. Antiretroviral Prophylaxis to Prevent Perinatal HIV
- Intervensi Selama Persalinan
ZDV intravena harus diberikan pada semua wanita hamil dengan infeksi HIV-
1 selama persalinan walaupun mereka telah mendapatkan terapi kombinasi
ARV selama kehamilan dan viral load tidak terdeteksi, kecuali jika terdapat
kontraindikasi terhadap ibu untuk mendapatkan ZDV. Intravena ZDV mulai
diberikan setelah persalinan dimulai atau pecah ketuban, atau kira-kira 3 jam
sebelum operasi Sectio Caesarea elektif. Tidak ada waktu maksimum untuk
penggunaan ZDV intravena untuk wanita dengan persalinan lama. Intravena
ZDV diberikan 2 mg/Kg pada jam pertama dan kemudian dilanjutkan 1
mg/Kg/jam sampai bayi keluar dan tali pusat diklem.1
Untuk wanita dengan infeksi HIV-1 yang baru teridentifikasi pada saat
persalinan, inisiasi tepat profilaksis maternal intrapartum dengan ZDV
intravena, diikuti dengan profilaksis untuk bayi dengan ZDV selama 6
minggu, direkomendasikan karena terpai ini berhubungan dengan kira-kira
60% penurunan resiko MTCT dibandingkan dengan tanpa profilaksis.1

b. Profilaksis ARV Bayi


Semua bayi yang terpapar HIV-1 harus mendapatkan pengobatan ARV post
partum untuk mengurangi resiko transmisi HIV-1 perinatal. Regimen
kemoprofilaksis ZDV neonatal selama 6 minggu direkomendasikan untuk semua
bayi yang terpapar HIV-1, dan jumlah obat yang mencukupi sampai masa
pemberian profilaksis penuh harus diberikan kepada keluarga sebelum keluar dari
rumah sakit.1
Pada kondisi tertentu, beberapa ahli mengkombinasikan regimen profilaksis ZDV
6 minggu pada bayi (Tabel 1) dengan obat ARV tambahan. Beberapa kondisi
tersebut adalah bayi yang dilahirkan dari ibu (1) yang mendapatkan obat ARV
prenatal tapi supresi virus supoptimal pada saat persalinan, (2) yang mendapatkan
obat ARV hanya pada intrapartum, (3) yang tidak mendapatkan obat ARV baik
antepartum ataupun intrapartum, dan (4) dikenal dengan virus resisten obat.1

Tabel 1. Dosis ZDV Bayi Neonatus untuk Profilaksis MTCT HIV-1

Transmission in St. Petersburg, Russia: Too Little, Too Late. J Acquir Immune Defic Syndr
2010;54:304310
Usia Dosis Oral, Dosis intrvena, Frekuensi Durasi,
Gestasi mg/kg per mg/kg per dosis pemberian minggu
saat Lahir dosis
35 2 1.5 Setiap 6 jam 6
minggu
>30 2 1.5 Setiap 12 jam, 6
minggu ditingkatkan
tapi <35 menjadi setiap 8
minggu jam pada usia 2
minggu
<30 2 1.5 Setiap 12 jam, 6
minggu ditingkatkan
menjadi setiap 8
jam pada usia 4
minggu

Pemberian ZDV (jika memungkinkan dengan agen ARV lainnya) kepada bayi
harus dimulai secepat mungkin setelah kelahiran tepatnya dalam 12 jam setelah
lahir. Jika paparan HIV pada bayi baru diketahui antara 12-48 jam setelah lahir,
profilaksis ZDV harus dimulai pada periode waktu tersebut. Permulaan
profilaksis setelah paparan pada usia 2 hari tidak efektif dalam pencegahan
transmisi.1

c. Pencegahan infeksi HIV-1 dari ASI


Transmisi HIV-1 postnatal melalui ASI dari ibu dengan infeksi HIV-1 telah
didokumentasikan dengan angka 9-15% dengan menyusui lama. Belum diketahui
apakah terapi ARV pada ibu selama menyusui akan mengurangi resiko transmisi
kepada bayi melalui ASI. 1
Dalam penelitian sebuah penelitian di afrika, pemberian terapi ARV aktivitas
tinggi pada ibu selama menyusui menunjukkan penurunan trnasmisi postnatal
HIV. Pemberian profilaksis ibu dengan terapi ARV aktivitas tinggi untuk
pencegahan MTCT HIV-1 pada ibu menyusui yang tidak memerlukan terapi ARV
untuk kesehatannya sendiri harus dievaluasi lebih jauh dan dibandingkan dengan
penggunaan profilaksis ARV postnatal bayi mengingat keamanan dan efektivitas
biayanya.4
Rekomendasi dari WHO mengenai pencegahan transmisi HIV dari bu ke bayi:

Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV yang mendapatkan terapi ARV untuk
kesehatannya sendiri harus mendapatkan:
a) untuk bayi yang mendapatkan ASI: NVP atau AZT harian dari lahir sampai
usia 4-6 minggu
(rekomendasi kuat, kualitas bukti sedang)
b) untuk bayi yang tidak mendapatkan ASI: AZT atau NVP harian dari lahir
sampai usia 4-6 minggu
(rekomendasi bersyarat, kualitas bukti rendah) (WHO, 2009)5

Tabel 2. rekomendasi pilihan profilaksis ARV untuk wanita hamil terinfeksi HIV
yang tidak membutuhkan terapi untuk kesehatannya sendiri5
Pilihan A: AZT maternal Pilihan B: profilaksis maternal
tripel ARV
Ibu Ibu
AZT antepartum (dari awal minggu Tripel ARV dari 14 minggu
14 gestasi) sampai 1 minggu setelah semua
Sd-NVP pada saat persalinan paparan terhadap ASI berakhir
AZT + 3TC selama persalinan dan AZT + 3TC + LPV/r
sampai bayi keluar AZT + 3TC + ABC
AZT + 3TC selama 7 hari AZT + 3TC + EFV
postpartum TDF + 3TC (atau FTC) +
EFV
Bayi Bayi
Bayi yang mendapatkan ASI Bayi yangmendapatkan ASI
Sd-NVP pada saat lahir dan +NVP AZT atau NVP dari lahir

4
Charles Kilewo, MD, Katarina Karlsson, MD, MA, Matilda Ngarina, MD, Augustine Massawe,
MD,Eligius Lyamuya, MD, PhD, Andrew Swai, MD, et al. Prevention of Mother-to-Child Transmission
of HIV-1 Through Breastfeeding by Treating Mothers With Triple Antiretroviral Therapy in Dar es
Salaam, Tanzania: The Mitra Plus Study. J Acquir Immune Defic Syndr 2009;52:406416
5
WHO.Rapid Advice: Use Of Antiretroviral Drugs For Treating Pregnant Women And Preventing HIV
Infection In Infants.2009
harian dari lahir sampai satu sampai 4-6 minggu
minggu setelah semua paparan
terhadap ASI berakhir

Bayi yang tidak mendapatkan ASI Bayi yang tidak mendapatkan ASI
Sd-NVP saat lahir + AZT atau AZT atau NVP dari lahir
NVP dari lahir sampai 4-6 minggu samapai 4-6 minggu

2. Tatalaksana Bayi yang Terpapar HIV-1


a. Pemeriksaan untuk menentukan status infeksi HIV-1 pada bayi
Identifikasi awal infeksi HIV-1 pada bayi yang terpapar penting untuk
memungkinkan pemberian awal ARV dan terapi adjuvant serta perawatan yang
dibutuhkan. Pemeriksaan diagnostik HIV-1 yang tepat untuk bayi dan anak < 18
bulan berbeda dari anak yang lebih tua dan dewasa. Antibodi HIV-1 maternal
yang ditranmisikan secara pasif dapat terdeteksi dalam darah pada bayi berusia 18
bulan yang terpapar tapi tidak terinfeksi. Oleh karena itu, pemeriksaan serologi
HIV-1 rutin bayi dan anak yang terpapar hanya informatif sebelum umur 18 bulan
jika hasil pemeriksaan negatif.

Terdapat dua cara untuk menyingkirkan diagnosis infeksi HIV pada bayi dan
anak:6
1) Uji virologi HIV negatif pada anak dan bila pernah mendapat ASI,
pemberiannya sudah dihentikan > 6 minggu
HIV-DNA atau HIV-RNA atau antigen p24 dapat dilakukan minimal usia
1 bulan, idealnya 6-8 minggu untuk menyingkirkan infeksi HIV selama
persalinan. Infeksi dapat disingkirkan setelah penghentian ASI > 6
minggu.
2) Uji antibodi HIV negatif pada usia 18 bulan dan ASI sudah dihentikan > 6
minggu
Bila uji antibodi HIV negatif saat usia 9 bulan dan ASI sudah dihentikan
selama 6 minggu, dapat dikatakan tidak terinfeksi HIV.
Uji antibodi HIV dapat dikerjakan sedini-dininya usia 9-12 bulan karena
74% dan 96% bayi yang tidak terinfeksi HIV akan menunjukkan hasil
antibodi negatif pada usia tersebut
Menegakkan diagnosa presumptif HIV pada bayi dan anak < 18 bulan dan
terdapat tanda/gejala HIV yang berat:
Bila ada 1 kriteria berikut:
- PCP, meningitis kriptokokus,
- kandidiasis esofagus
- Toksoplasmosis
- Malnutrisi berat yang
- tidak membaik dengan pengobatan standar
atau minimal 2 gejala berikut:
- Oral thrush
- Pneumonia berat
- Sepsis berat
- Kematian ibu yang berkaitan dengan HIV atau penyakit HIV yang lanjut pada
ibu
- CD4+ < 20%

b. Prinsip pemberian obat ARV pada bayi dan anak


Prinsip pemberian obat antiretrovirus pada bayi dan anak adalah sebagai berikut:6
1) Disarankan untuk memberikan obat antiretrovirus kepada seluruh bayi di
bawah usia 12 bulan sedini mungkin, bila infeksi HIV sudah terdignosis.
Walaupun data keberhasilan pengobatan pada anak masih terbatas, tetapi bukti
memperlihatkan bahwa pengobatan dini yang agresif pada orang dewasa dapat
mempertahankan fungsi sistem imun serta mengurangi replikasi virus. Juga
berdasarkan hasil studi, bila obat tidak diberikan dengan cepat pada wanita
hamil, maka penyakit akan berkembang lebih cepat. Dengan demikian maka
bayi perlu diberi obat sedini mungkin.
2) Semua anak yang terinfeksi HIV dengan gejala klinik (kategori A, B, atau C)
dan bukti terjadinya penekanan sistem imun (kategori imun 2 atau 3) harus
diobati tanpa memandang usia dan muatan virus. Disarankan kepada seluruh

6
Depkes. Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Anti retroviral pada Anak di Indonesia. 2008
anak terinfeksi HIV dengan kelainan imunologis dan gejala klinik yang jelas
untuk diberi obat antiretrovirus secepat mungkin.
3) Pengobatan antiretrovirus harus dimulai pada anak terinfeksi HIV yang
berusia >1 tahun tanpa memandang usia dan status gejala penyakit. Satu
pendekatan yang lebih disukai adalah memulai pengobatan pada seluruh anak
yang terinfeksi HIV tanpa memandang usia dan gejala penyakit. Dengan
demikian kerusakan sistem imun oleh HIV dapat dihambat lebih dini.
4) Walaupun pemberian obat antiretrovirus lebih dini lebih baik, tetapi menunda
pemberian obat antiretrovirus dalam keadaan tertentu dapat dipertimbangkan.
Misalnya, anak usia >1 tahun tanpa gejala penyakit, status imun masih baik,
muatan virus rendah, perkembangan klinis penyakit diperkirakan
lambat.Faktor yang lain misalnya tidak ada orang tua yang dapat memberi
obat sehingga timbul masalah keamanan obat dan kepatuhan untuk berobat,
maka pemberian obat dapat dipertimbangkan untuk ditunda. Jika pengobatan
antiretrovirus ditunda, pemberian obat ARV selanjutnya dapat dimulai bila a).
Kadar RNA HIV meningkat secara bermakna (>0,7 log pada anak berusia di
bawah 2 tahun dan >0,5 log pada anak yang berusia lebih 2 tahun; b). CD4+
menurun menjadi kategori 2; c). Berkembangnya gejala HIV; d). RNA HIV
>105 salinan/mL untuk setiap usia; e). Pada anak yang berusia lebih dari 30
bulan dengan kadar RNA HIV >104 salinan/mL.
5) Obat antiretrovirus yang diberikan harus efektif agar dapat menekan virus
secara terus-menerus dan efek samping yang terjadi harus minimal karena obat
antiretrovirus akan diberikan kepada penderita selama bertahun-tahun,
mungkin seumur hidup. Pemilihan obat pertama harus betul-betul
dipertimbangkan. Sebagai persyaratan dalam pemilihan obat berikutnya harus
dipertimbangkan kemungkinan terjadinya resisten silang.
6) Indikasi pemberian Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART). Bila ada
indikasi pemberian obat antiretrovirus maka harus diberikan highly active
antiretroviral therapy. Obat yang disarankan adalah 2 nucleoside reverse
transcriptase inhibitors (NRTIs) dan 1 protease inhibitor (PI). Pemilihan obat
yang rasional bertujuan agar dapat menekan replikasi virus semaksimal
mungkin. Pendekatan tersebut telah berhasil menekan RNA HIV pada anak
sampai tingkat yang tidak dapat dideteksi.

Anda mungkin juga menyukai