Pemrograman
Psikologi
Budaya
Kesehatan
Seputar IT
Wawancara
Perkembangan Anak
Berita
Blog ini menampilkan berbagai artikel artikel yang dapat menambah pengetahuan dan membantu
para mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan dan membantu tugas kuliah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata manu (Sansekerta), mens (Latin), yang
berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai
makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta,
sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.Dalam
hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living
organism).
Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim
dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal
(genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala
seorang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh
karena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu
tergantikan.Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi
kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk
hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan
itu bersumber dari lingkungan
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Pada masa bayi sepenuhnya manusia tergantung kepada individu lain.
Ia belajar berjalan, belajar makan, belajar berpakaian, belajar membaca ,belajar
membuat sesuatu dan sebagainya ,memerlukan bantuan orang lain yang lebih dewasa.
2.2 Nilai
2.2.1 Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga,bermutu,menunjukkan kualitas,dan berguna
bagi kita ataupun orang lain.
Menurut Bambang Daroeso nilai adalah suatu kwalitas atau penghargaan
terhadap sesuatu, yang menjadi dasar penentu tingkah laku masyarakat.
Menurut Dictionary of Sociology and Related Science: Nilai adalah kemampuan
yang diyakini terdapat pada suatu objek untuk memuaskan hasrat manusia, yaitu
kualitas objek yang menyebabkan tertariknya individu atau kelompok.
Menurut Frankena: Nilai dalam filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda
abstrak yang artinya keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness) dan kata kerja
yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
Menurut Lasyo sebagai berikut: Nilai bagi manusia merupakan landasan atau
motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya.
Istilah nilai (Value) menurut Kamus Poerwodarminto diartikan sebagai berikut.
a. Harga dan arti taksiran misalnya nilai emas
b. Harga sesuatu misalnya uang
c. Angka, skor.
d. Kadar, mutu.
e. Sifat-sifat atau hal-hal penting bagi masyarakat
Sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut:
a. Menyenangkan (peasent).
b. Berguna (useful).
c. Memuaskan (satisfying).
d. Menguntungkan (profitable)
e. Keyakinan (interesting)
f. Keyakinan (belief)
Ada dua pendapat mengenai nilai. Pendapat pertama mengatakan bahwa nilai itu
objektif, sedangkan pendapat sedangkan pendapat kedua mengatakan nilai itu
subjektif, menurut aliran idealisme ,nilai itu objektif, ada pada sesuatu. Tidak ada yang
diciptakan di dunia tanpa ada suatu nilai yang melekat di dalamnya.Dengan demikian,
segala sesuatu ada nilainya dan bernilai bagi masyarakat. Hanya saja manusia tidak
atau belum tahu nilai apa dari objek tersebut. Aliran ini disebut juga aliran objektivisme.
Pendapat lain menyatakan bahwa nilai suatu objek terletak pada subjek yang
menilainya. Misalnya, air menjadi sangat bernilai dari pada emas bagi orang kehausan
ditengah padang pasir, tanah memiliki nilai bagi seorang petani, gunung bernlai bagi
seorang pelukis, dan sebagainya. Jadi, nilai itu subjektif.Aliran ini disebut aliran
subjectivisme.
Diluar kedua pendapat itu, ada pendapat lain yang menyatakan adanya nilai
yang ditentukan oleh subjek yang menilai dan objek yang dinilai. Sebelum ada subjek
yang menilai maka barang atau objek itu tidak bernilai. Inilah ajaran yang berusaha
menggabungkan antara aliran objektivisme dan subjectivisme.
Notonegoro (dalam Kaelan, 2000) menyebutkan adanya tiga macam nilai, yaitu :
1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan
kegiatannya.
3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian terbagi menjadi empat macam:
Nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal atau rasio manusia
Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan estetis manusia
Nilai kebaikan moral yang bersumber pada kehendak atau karsa manusia
Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai penghayatan
melalui akal budi dan nuraninya.
2.3
Moral
Disepakati bahwa manusia adalah makhluk sosial, yaitu makluk yang selalu
berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Dalam konteks hubungan
dengan sesama perlu adanya keteraturan sehingga setiap individu dalam berhubungan
secara harmonis dengan individu lain di sekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan
tersebut diperlukan aturan yang disebut oleh kita hukum.Hukum dalam masyarakat
merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya
manusia tanpa atau diluar masyarakat.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa
tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan,ada yang
kepastian hukum dan lain-lain. Akan tetapi dalam kaitan dalam masyarakat, tujuan
hukum yang utama dapat di reduksi untuk ketertiban (order). Mochtar kusumaatmaja
(2002,h.3) mengatakan ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala
hukum,kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamentas) bagi
adanya suatu masyarakat yang teratur, ketertiban sebagai tujuan utama hukum yang
merupakan fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala
bentuknya. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini, diperlukan adanya
kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat.
Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi masyarakat, seperti kaidah
agama,kaidah susila, kesopanan, adat, kebiasaan dan kaidah moral.Kaidah hukum
sebagai salah satu kaidah sosial tidak berarti meniadakan kaidah-kaidah lain tersebut,
bahkan antara kaidah hukum dengan kaidah lain saling berhubungan yang satu
memperkuat yang lainnya, meskipun ada kalanya kaidah hukum tidak sesuai atau tidak
serasi dengan kaidah-kaidah tersebut. Dahlan thaib (2001,h.3) mengatakan bahwa
hukum itu merupakan hukum apabila dikehendaki, diterima oleh kita sebagai anggota
masyarakat; apabila kita juga betul-betul berpikir, demikian seperti yang dirumuskan
dalam undang-undang, dan terutama juga betul-betul menjadi realitas hukum dalam
kehidupan orang-orang dalam masyarakat. Dengan demikian hukum sebagai kaidah
sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang berlaku pada suatu masyarakat. Bahkan
dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat.
Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja (2002,h.10) mengatakan hukum yang baik
adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam
masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Problema paling mendasar dari hukum di Indonesia adalah manipulasi atas fungsi
hukum oleh pengemban kekuasaan.
Problem akut dan mendapat sorotan lain adalah:
1. Aparatur penegak hukum ditengarai kurang banyak diisi oleh sumber daya manusia
yang berkualitas. Padahal SDM yang sangat ahli serta memiliki integritas dalam jumlah
yang banyak sangat dibutuhkan.
2. Peneggakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya karena sering mengalami
intervensi kekuasaan dan uang. Uang menjadi permasalahan karena negara belum
mampu mensejahterakan aparatur penegak hukum.
3. Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum semakin surut. Hal ini
berakibat pada tindakan anarkis masyarakat untuk menentukan sendiri siapa yang
dianggap adil.
4. Para pembentuk peraturan perundang-undangan sering tidak memerhatikan
keterbatasan aparatur. Peraturan perundang-undangan yang dibuat sebenarnya sulit
untuk dijalankan.
5. Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu untuk mengubah paradigma dan pemahaman
aparatur. Bila aparatur penegak hukum tidak paham betul isi peraturan perundang-
undangan tidak mungkin ada efektivitas peraturan di tingkat masyarakat.Problem
berikutnya adalah hukum di Indonesia hidup di dalam masyarakat yang tidak
berorientasi kepada hukum. Akibatnya hukum hanya dianggap sebagai representasi
dan simbol negara yang ditakuti. Keadilan kerap berpihak pada mereka yang memiliki
status sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat. Contoh kasus adalah kasus ibu Prita
Mulyasari.
Pekerjaan besar menghadang bangsa Indonesia di bidang hukum. Berbagai upaya
perlu dilakukan agar bangsa dan rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan dapat
merasakan apa yang dijanjikan dalam hukum.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling
menunjang.Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan
melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan
dan harmoni kehidupan.
2.4 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Setiadi, Elly M, dkk.2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.Jakarta:Kencana Prenada Media
Group.
http://asri-blog.blogspot.com/
http://chahafshawaty.blogspot.com/2013/03/manusia-nilai-moral-dan-hukum.html
http://google.com
http://hanifahmadi.blogspot.com/
http://www.membuatblog.web.id/
http://mutiaradisa.blogspot.com/2013/01/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
http://www.wikipedia.com
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata manu (Sansekerta), mens (Latin), yang
berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai
makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta,
sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.Dalam
hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living
organism).
Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim
dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal
(genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala
seorang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh
karena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu
tergantikan.Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi
kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk
hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan
itu bersumber dari lingkungan
Manusia adalah makhluk yang tidak dapat dengan segera menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Pada masa bayi sepenuhnya manusia tergantung kepada individu lain.
Ia belajar berjalan, belajar makan, belajar berpakaian, belajar membaca ,belajar
membuat sesuatu dan sebagainya ,memerlukan bantuan orang lain yang lebih dewasa.
2.2 Nilai
2.2.1 Pengertian Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga,bermutu,menunjukkan kualitas,dan berguna
bagi kita ataupun orang lain.
Menurut Bambang Daroeso nilai adalah suatu kwalitas atau penghargaan
terhadap sesuatu, yang menjadi dasar penentu tingkah laku masyarakat.
Menurut Dictionary of Sociology and Related Science: Nilai adalah kemampuan
yang diyakini terdapat pada suatu objek untuk memuaskan hasrat manusia, yaitu
kualitas objek yang menyebabkan tertariknya individu atau kelompok.
Menurut Frankena: Nilai dalam filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda
abstrak yang artinya keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness) dan kata kerja
yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian.
Menurut Lasyo sebagai berikut: Nilai bagi manusia merupakan landasan atau
motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya.
Istilah nilai (Value) menurut Kamus Poerwodarminto diartikan sebagai berikut.
a. Harga dan arti taksiran misalnya nilai emas
b. Harga sesuatu misalnya uang
c. Angka, skor.
d. Kadar, mutu.
e. Sifat-sifat atau hal-hal penting bagi masyarakat
Sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut:
a. Menyenangkan (peasent).
b. Berguna (useful).
c. Memuaskan (satisfying).
d. Menguntungkan (profitable)
e. Keyakinan (interesting)
f. Keyakinan (belief)
Ada dua pendapat mengenai nilai. Pendapat pertama mengatakan bahwa nilai itu
objektif, sedangkan pendapat sedangkan pendapat kedua mengatakan nilai itu
subjektif, menurut aliran idealisme ,nilai itu objektif, ada pada sesuatu. Tidak ada yang
diciptakan di dunia tanpa ada suatu nilai yang melekat di dalamnya.Dengan demikian,
segala sesuatu ada nilainya dan bernilai bagi masyarakat. Hanya saja manusia tidak
atau belum tahu nilai apa dari objek tersebut. Aliran ini disebut juga aliran objektivisme.
Pendapat lain menyatakan bahwa nilai suatu objek terletak pada subjek yang
menilainya. Misalnya, air menjadi sangat bernilai dari pada emas bagi orang kehausan
ditengah padang pasir, tanah memiliki nilai bagi seorang petani, gunung bernlai bagi
seorang pelukis, dan sebagainya. Jadi, nilai itu subjektif.Aliran ini disebut aliran
subjectivisme.
Diluar kedua pendapat itu, ada pendapat lain yang menyatakan adanya nilai
yang ditentukan oleh subjek yang menilai dan objek yang dinilai. Sebelum ada subjek
yang menilai maka barang atau objek itu tidak bernilai. Inilah ajaran yang berusaha
menggabungkan antara aliran objektivisme dan subjectivisme.
Notonegoro (dalam Kaelan, 2000) menyebutkan adanya tiga macam nilai, yaitu :
1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan
kegiatannya.
3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai kerohanian terbagi menjadi empat macam:
Nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal atau rasio manusia
Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan estetis manusia
Nilai kebaikan moral yang bersumber pada kehendak atau karsa manusia
Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai penghayatan
melalui akal budi dan nuraninya.
2.3
Moral
Disepakati bahwa manusia adalah makhluk sosial, yaitu makluk yang selalu
berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Dalam konteks hubungan
dengan sesama perlu adanya keteraturan sehingga setiap individu dalam berhubungan
secara harmonis dengan individu lain di sekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan
tersebut diperlukan aturan yang disebut oleh kita hukum.Hukum dalam masyarakat
merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan hidupnya
manusia tanpa atau diluar masyarakat.
Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa
tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan,ada yang
kepastian hukum dan lain-lain. Akan tetapi dalam kaitan dalam masyarakat, tujuan
hukum yang utama dapat di reduksi untuk ketertiban (order). Mochtar kusumaatmaja
(2002,h.3) mengatakan ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala
hukum,kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamentas) bagi
adanya suatu masyarakat yang teratur, ketertiban sebagai tujuan utama hukum yang
merupakan fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala
bentuknya. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat ini, diperlukan adanya
kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat.
Banyak kaidah yang berkembang dan dipatuhi masyarakat, seperti kaidah
agama,kaidah susila, kesopanan, adat, kebiasaan dan kaidah moral.Kaidah hukum
sebagai salah satu kaidah sosial tidak berarti meniadakan kaidah-kaidah lain tersebut,
bahkan antara kaidah hukum dengan kaidah lain saling berhubungan yang satu
memperkuat yang lainnya, meskipun ada kalanya kaidah hukum tidak sesuai atau tidak
serasi dengan kaidah-kaidah tersebut. Dahlan thaib (2001,h.3) mengatakan bahwa
hukum itu merupakan hukum apabila dikehendaki, diterima oleh kita sebagai anggota
masyarakat; apabila kita juga betul-betul berpikir, demikian seperti yang dirumuskan
dalam undang-undang, dan terutama juga betul-betul menjadi realitas hukum dalam
kehidupan orang-orang dalam masyarakat. Dengan demikian hukum sebagai kaidah
sosial, tidak lepas dari nilai (values) yang berlaku pada suatu masyarakat. Bahkan
dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat.
Selanjutnya Mochtar Kusumaatmadja (2002,h.10) mengatakan hukum yang baik
adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (the living law) dalam
masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Problema paling mendasar dari hukum di Indonesia adalah manipulasi atas fungsi
hukum oleh pengemban kekuasaan.
Problem akut dan mendapat sorotan lain adalah:
1. Aparatur penegak hukum ditengarai kurang banyak diisi oleh sumber daya manusia
yang berkualitas. Padahal SDM yang sangat ahli serta memiliki integritas dalam jumlah
yang banyak sangat dibutuhkan.
2. Peneggakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya karena sering mengalami
intervensi kekuasaan dan uang. Uang menjadi permasalahan karena negara belum
mampu mensejahterakan aparatur penegak hukum.
3. Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum semakin surut. Hal ini
berakibat pada tindakan anarkis masyarakat untuk menentukan sendiri siapa yang
dianggap adil.
4. Para pembentuk peraturan perundang-undangan sering tidak memerhatikan
keterbatasan aparatur. Peraturan perundang-undangan yang dibuat sebenarnya sulit
untuk dijalankan.
5. Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu untuk mengubah paradigma dan pemahaman
aparatur. Bila aparatur penegak hukum tidak paham betul isi peraturan perundang-
undangan tidak mungkin ada efektivitas peraturan di tingkat masyarakat.Problem
berikutnya adalah hukum di Indonesia hidup di dalam masyarakat yang tidak
berorientasi kepada hukum. Akibatnya hukum hanya dianggap sebagai representasi
dan simbol negara yang ditakuti. Keadilan kerap berpihak pada mereka yang memiliki
status sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat. Contoh kasus adalah kasus ibu Prita
Mulyasari.
Pekerjaan besar menghadang bangsa Indonesia di bidang hukum. Berbagai upaya
perlu dilakukan agar bangsa dan rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan dapat
merasakan apa yang dijanjikan dalam hukum.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia, nilai, moral dan hukum adalah suatu hal yang saling berkaitan dan saling
menunjang.Sebagai warga negara kita perlu mempelajari, menghayati dan
melaksanakan dengan ikhlas mengenai nilai, moral dan hukum agar terjadi keselarasan
dan harmoni kehidupan.
2.4 Saran
Setiadi, Elly M, dkk.2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.Jakarta:Kencana Prenada Media
Group.
http://asri-blog.blogspot.com/
http://chahafshawaty.blogspot.com/2013/03/manusia-nilai-moral-dan-hukum.html
http://google.com
http://hanifahmadi.blogspot.com/
http://www.membuatblog.web.id/
http://mutiaradisa.blogspot.com/2013/01/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
http://www.wikipedia.com
0 komentar :
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Dewi Rohmani
Lihat profil lengkapku
3272
Artikel Lainnya
2014 ( 19 )
o September ( 4 )
o Juli ( 4 )
o Maret ( 11 )
Dampak Negatif Kerja Lembur
Disiplin di Usia Muda Membuat Orang Lebih Sehat sa...
Manfaat Air Putih
Manfaat Bersepeda
Psikologi
Proses Control Block
Wawancara PKL Pasming yang direlokasi
Basis Data
KEPEMIMPINAN
Manusia, Nilai, Moral dan Hukum
Self Quality
Translate
Pilih Bahasa
Delicious Strawberry
Info Beasiswa Luar Negri
http://indonesiamengglobal.com
Blue Choclote
Pink Rolls Choclate
Designed by dewi rohmani | Sponsored by : unindra 2014