Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT DIABETES MELITUS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pola hidup masyarakat yang cenderung semakin meningkat, berbagai macam penyakit semakin dikenal oleh masyarakat. Salah satu diantaranya adalah apa yang dinamakan
diabetes mellitus atau yang lebih dikenal masyarakat dengan kencing manis (Rahmatsyah Lubis, 11 Juli 2006). Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara
berkembang karena peningkatan kemakmuran di negara yang bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama
di kota-kota besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit ganeratif, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain (Suyono, 2003: 573).
Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai macam komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, yang disertai lesi pada
membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer arief, 2001: 580). Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan upaya
penanganan yang tepat dan serius. Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO),
Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat (www.Diabetes Mellitus News.com).
Dengan prevalensi 8,4 % dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes mellitus dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4
juta penderita. Berdasarkan data Departemen Kesehatan jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh
penyakit endokrin dan 4 % wanita hamil menderita Diabetes Mellitus Gestasional (www.depkes.go.id).

1.2 TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami tentang penyakit diabetes mellitus dan penatalaksanaannya
2. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus
3. Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus
1.3 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan diabetes melitus?
2. Apa saja pengkajian kesehatan pada diabetes melitus?
3. Apa diagnosa NANDA, NOC, NIC terkait dengan diabetes melitus?

1.4. METODE PENULISAN


Makalah ini disusun dengan literasi buku dan internet.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN


Pada Karya Tulis ini penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri dari : Latar Belakang, Tujuan, Rumusan Masalah, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab ini membahas tentang beberapa permasalahan yang disampaikan pada Sub-bab permasalahan.
BAB III : PENUTUP
Meliputi Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI


Sebagai organ, pankreas memiliki dua fungsi yang penting, yaitu fungsi eksokrin yang memegang peranan penting dalam fungsi pencernaan, dan fungsi endokrin yang
menghasilkan hormon insulin, glukagon, somastatin dan pankreatik polipeptida. Fungsi endokrin adalah untuk mengatur berbagai aspek metabolisme bahan makanan yang terdiri
dari karbohidrat, lemak dan protein. Komponen endokrin pankreas terdiri dari kurang lebih 0,7 sampai 1 juta sel endokrin yang dikenal sebagai pulau-pulau langerhans. Sel pulau
dapat dibedakan sebagai :
a. Sel alfa (lebih kurang 20% dari sel pulau) yang menghasilkan glukagon
b. Sel beta (lebih kurang 80 % dari sel pulau) yang menghasilkan hormon insulin dari proinsulin. Proinsulin berupa polipeptida yang berbentuk rantai tunggal dengan 86 asam amino.
Proinsulin berubah menjadi insulin dengan kehilangan 4 asam amino dan dengan rantai asam amino dari ke-33 sampai ke-63 yang menjadi peptida penghubung (connecting
peptide)
c. Sel D (lebih kurang 3-5% dari sel pulau ) yang menghasilkan somatostatin.
d. Sel PP yang menghasilkan pankreatik polipeptida.

Pada awalnya, diduga bahwa sekresi insulin seluruhnya diatur oleh konsentrasi gula darah tetapi juga oleh hormon lain dan mediator automik.
Insulin adalah peptida dengan BM kira-kira 6000. polipeptida ini terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri
dari 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 jembatan disulfida yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-19. Selain itu masih terdapat jembatan disulfida antara
asam amino ke-6 dan ke-11 pada rantai A.
Sekresi insulin umumnya dipacu oleh asupan glukosa dan disfosforisasi dalam sel beta pankreas. Karena insulin adalah protein, degradasi pada saluran cerna jika diberikan
peroral. Karena itu perparat insulin umumnya diberikan secara suntikan subkutan. Gejala hipoglikemia merupakan reaksi samping insulin yang paling serius dan umum dari
kelebihan dosis insulin, reaksi samping lainnya berupa lipodistropi dan reaksi alergi. Manfaat insulin :
Menaikkan pengambilan glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan
Menaikkan penguraian glukosa secara oksidatif
Menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian glikogen
Menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari glukosa

Insulin bekerja dengan jalan terikat dengan reseptor insulin yang terdapat pada membran sel target. Terdapat dua jenis mekanisme kerja insulin. Pertama, melibatkan proses
fosforilase yang berasal dari aktifitas tirosin kinase yang menyebabkan beberapa protein intrasel seperti glucose transporter-4, transferin, reseptor low-density lipoprotein (LDL),
dan reseptor insulin-like growth factor II (IGF-II), akan bergerak kepermukaan sel. Bergeraknya reseptor-reseptor ini kepermukaan sel akan memfasilitasi transport berbagai bahan
nutrisi ke jaringan yang menjadi target dari hormon insulin. Kedua, melibatkan proses hidrolisis dari glikolipid membran oleh aktifitas fosfolipase C. Dalam proses ini
dilibatkan second messenger seperti IP3, DAG atau glukosamin yang menyebabkan respon intrasel dengan jalan mengaktifkan protein kinase.
2.2 PENGERTIAN
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Diabetes Melitus adalah merupakan penyakit metabolik kronik yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin dengan adanya kelainan metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak. (Medical Surgical Nursing, Brunner and Suddarth, 1998).
Diabetes Melitus adalah sekumpulan penyakit genetik dan gangguan heterogen yang secara klinis ditandai dengan ketidaknormalan dalam keseimbangan kadar glukosa
yaitu hiperglikemia (Lewis, 2000, hal. 1367).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Silvia.
Anderson Price, 1995)
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan
insulin (Barbara Engram; 1999, 532)
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro
vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).

2.3 KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS


a. DM Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
Disebut juga Juvenile Diabetes, berkembang pada masa kanak-kanak dan sebelum usia 30 tahun. Memerlukan therapi insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi
insulin atau produksinya sangat sedikit.
b. DM Tipe II : Non Insulin Independent Diabetes Melitus (NIDDM)
Biasanya terjadi di atas usia 35 tahun ke atas. Terjadi resistensi terhadap kerja insulin normal karena interaksi insulin dengan reseptor. Insulin pada sel kurang efektif
sehingga glukosa tidak dapat masuk sel dan berkurangnya produksi insulin relatif.
c. DM Gestational (Gestational Diabetes Mellitus - GDM)
Kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu hamil gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM,
kegemukan, dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM
mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi
DM di masa mendatang.
d. Diabetes Melitus tipe lain :
1) Defek genetik fungsi sel beta :
Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.
DNA mitokondria
2) Defek genetik kerja insulin
3) Penyakit endokrin pankreas :
pankreatitis
tumor pankreas /pankreatektomi
pankreatopati fibrokalkulus
4) Endokrinopati :
akromegali
sindrom Cushing
feokromositoma
hipertiroidisme
5) Karena obat/zat kimia :
vacor, pentamidin, asam nikotinat
glukokortikoid, hormon tiroid
tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
6) Infeksi :
Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)
7) Sebab imunologi yang jarang :
antibodi anti insulin
8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM :
sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, dan lain-lain.

2.4 ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tipe I
Diabetes Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
a. Faktor-faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah terjadinya Diabetes Melitus tipe I.
Kecendrungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leococyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab
atas antigen trasplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing (Smeltzer Suzanne C, 2001).
c. Virus dan bakteri
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau
perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes Melitus akibat bakteri masih belum bisa
dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
d. Bahan toksik atau beracun
Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah
sianida yang berasal dari singkong (Maulana Mirza, 2009).
2. Diabetes Melitus tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin (Smeltzer Suzanne C, 2001).
Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Menurut Hans Tandra (2008), faktor-faktor ini adalah:
a. Ras atau Etnis
Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe II. Kebanyakan orang
dari ras-ras tersebut dulunya adalah pemburu dan petani dan biasanya kurus. Namun, sekarang makanan lebih banyak dan gerak badannya makin berkurang sehingga banyak
mengalami obesitas sampai diabetes.
b. Obesitas
Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah mereka yang kelewat gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap
kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga
glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.
c. Kurang Gerak Badan
Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah dibakar
menjadi energi. Sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik. Dan resiko terjadinya diabetes tipe II akan turun sampai 50%.
d. Penyakit Lain
Beberapa penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung diikuti dengan tingginya kadar glukosa darah. Akibatnya, seseorang juga bisa terkena diabetes. Penyakit-penyakit
itu antara lain hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit yang berlebihan.
e. Usia
Resiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama di atas 40 tahun. Namun, belakangan ini, dengan makin banyaknya anak yang mengalami
obesitas, angka kejadian diabetes tipe II pada anak dan remaja pun meningkat.

2.5 PATOFISIOLOGI
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh
dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat,
lemak dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40%
diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya
terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar
gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi
hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan
dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi
intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-
buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).
Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan
juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu, pada organ ginjal akan terlihat adanya proteinuria, hipertensi mencetuskan hilangnya fungsi ginjal dan
terjadi insufisiensi ginjal. Pada organ mata terjadi pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk mengakibatkan neuropati perifer dengan gejala antara lain :
kesemutan, parastesia, baal, penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan sirkulasi ekstremitas bawah yaitu lamanya penyembuhan luka karena
kurangnya O2 dan ketidakmampuan fagositosis dari leukosit yang mengakibatkan gangren. DM Tipe II (NIDDM) terjadi resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin yang
secara normal akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam metabolisme glukosa
dalam sel. Resistensi insulin pada tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.

2.6 MANIFESTASI KLINIS


Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
a) Gejala awal pada penderita DM adalah
1. Poliuria (peningkatan volume urine)
2. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel
karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH
(antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3. Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita seringkali
merasa lapar yang luar biasa.
4. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan
glukosa sebagai energi.
b) Gejala lain yang muncul:
1. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan
penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
2. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.
3. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.
4. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak
terutama bagian perifer.
5. Kelemahan tubuh
6. Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
7. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk
kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
8. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun karena kerusakan hormon testosteron.
9. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK


a. Glukosa darah
Pemeriksaan glukosa darah untuk menetapkan DM meliputi :
glukosa darah puasa
glukosa 2 jam post prandial (2 jam PP)
glukosa darah sewaktu
ADA (American Diabetic Association)/WHO (World Health Organization) menetapkan kriteria menegakkan diagnosa DM adalah bila glukosa darah sewaktu 200 mg/dl, atau
glukosa darah puasa 126 mg/dl.
Sebagai persiapan, penderita diminta puasa selama 10 jam dan tidak boleh lebih. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pagi hari karena ada efek diurnal hormon terhadap glukosa.
Yang digunakan sebagai sampel biasanya serum atau plasma. Bila Whole blood yang digunakan sebagai sampel nilai kadar glukosa umumnya lebih rendah 15% dibanding glukosa
plasma atau serum.
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
plasma vena < 110 110 199 200
darah kapiler < 90 90 - 199 200

Kadar glukosa darah puasa


plasma vena < 110 110 125 126
darah kapiler < 90 90 - 109 110

b. HBAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa dengan Hb. (Normal : 3,8-8,4 mg/dl).
c. Aseton plasma ( keton ) ; Positif secara mencolok.
d. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
e. Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330Mosm/l
f. Elektrolit :
Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun
Kalium : Normal
Fosfor : Lebih sering menurun
g. Hemoglobin Glikosilat : kadar meningkat 2 4 kali dari normal yang mencerminkan kontrol diabetes melitus yang kurang selama 4 bulanterakhir.
h. Gas Darah Arteri : Biasanya menunjukkan pH rendahdan penurunanpada HCO2 ( Asidosis Metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
i. Trombosit darah : Hematokrit mungkin meningkat ( dehidrasi ) ;Leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stressatau infeksi.
j. Ureum / kreatinin : Mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi /penurunan fungsi ginjal ).
k. Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
l. Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada ( tipe I ) atau normal sampai tinggi ( tipe II ), mengindikasikan infusiensi insulin, gangguan dalam penggunaannya.
m. Resistensi insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukkan antibodi (autoantibodi).
n. Pemeriksaan fungsi tiroid : Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
o. Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
p. Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.

2.8 PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan

b. Prinsip diet DM, adalah:


1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII: 2500 kalori
Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
JI : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight
(BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BBR = < BB (Kg) / TB (cm) 100 > X 100 %
Kurus (underweight)
Kurus (underweight) : BBR < 90 %
Normal (ideal) : BBR 90 110 %
Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
Obesitas, apabila : BBR > 120 %
Obesitas ringan : BBR 120 130 %
Obesitas sedang : BBR 130 140 %
Obesitas berat : BBR 140 200 %
Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah:
Kurus : BB X 40 60 kalori sehari
Normal : BB X 30 kalori sehari
Gemuk : BB X 20 kalori sehari
Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari

2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan
atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
kerja OAD tingkat reseptor
2). Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(a) ekstra pankreatikBiguanida pada tingkat prereseptor
Menghambat absorpsi karbohidrat
Menghambat glukoneogenesis di hati
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
1). Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat
suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit
setelah suntikan.
2). Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
3). Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u 100 ke u 10 maka efek insulin dipercepat.
4). Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah
digunakan untuk terapi koma diabetik.

2.9 KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
Penderita diabetes dapat mengakibatkan perubahan aterosklerosis pada arteri-arteri besar. Penderita NIDDM mengalami perubahan makrovaskuler lebih sering daripada
penderita IDDM. Insulin memainkan peranan utama dalam metabolisme lemak dan lipid. Selain itu, diabetes dianggap memberikan peranan sebagai faktor dalam timbulnya
hipertensi yang dapat mempercepat aterosklerosis. Pengecilan lumen pembuluh darah besar membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan dan dapat menyebabkan
ischemia jaringan, dengan akibatnya timbul berupa penyakit cerebro vascular, penyakit arteri koroner, stenosis arteri renalis dan penyakit-penyakit vascular perifer.
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
Ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran basal pembuluh kapiler, sering terjadi pada penderita IDDM dan bertanggung jawab dalam terjadinya neuropati, retinopati
diabetik.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Neuropati diabetik
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem syaraf otonom, medula spinalis atau sistim saraf pusat.
Neuropati sensorik/neuropati perifer.Lebih sering mengenai ekstremitas bawah dengan gejala parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan rasa terbakar
terutama pada malam hari, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran terhadap postur serta gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang berhubungan dengan tubuh)
dan penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung-huyung, penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita
neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui.
b. Retinopati diabetik
Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang diakibatkan
hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
c. Nefropati diabetik
Perubahan struktur dan fungsi ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah pyelonefritis, lesi-lesi glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang ditandai dengan
adanya proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan beratnya penyakit.
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
Grade 0 : Tidak ada luka
Grade I : Kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
Grade II : Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
Grade III : Terjadi abses
Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

2.10 PENEGAKKAN DIAGNOSTIK


Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang
besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria diagnostik penyakit DM.

Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus


Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien
wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126
mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal , belum cukup
kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa > 200126
mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985)
(tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
puasa semalam, selama 10-12 jam
kadar glukosa darah puasa diperiksa
diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit
diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Kriteria diagnostik Diabetes Melitus :
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dl , atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl
(Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir ) atau
3. Kadar glukosa plasma > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO**
* Kriteria diagnostik tsb harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis
atau berat badan yang menurun cepat.

Anda mungkin juga menyukai