Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

Kawasaki Disease

Disusun Oleh:

Rizka Aulia Hermawati

2012730153

Pembimbing : dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

PERIODE 03 OKTOBER 10 DESEMBER 2016


BAB 1

PENDAHULUAN

Kawasaki disease (KD) atau mucocutaneuous lymph node syndrome

adalah salah satu vaskulitis akut pada anak yang paling banyak ditemui. KD

pertama kali dideskripsikan oleh Tomisaku Kawasaki di Jepang pada tahun 1967

dan sampai saat ini masih ditemukan dalam bentuk endemik dan epidemik di

Amerika, Eropa, dan Asia.1 Penyakit ini 80% terjadi pada anak di bawah 5 tahun.

Sebagian besar anak dapat sembuh, namun 1525% penderita KD akan

mengalami abnormalitas arteri koroner (AAK) yang dapat meningkatkan risiko

infark miokard, gagal jantung, dan kematian mendadak.2 Di Amerika Serikat, KD

telah melampaui demam reumatik akut sebagai penyebab utama penyakit jantung

didapat pada anak. Diagnosis dan terapi yang akurat dapat menurunkan risiko

AAK sebesar 20%.3


BAB 2

PENYAKIT KAWASAKI

2.1 Definisi

Penyakit Kawasaki (PK) adalah sindroma mukokutan-kelenjar getah bening

dengan demam akut disertai vaskulitis multisistem, terutama menyerang anak di

bawah 5 tahun. Penyakit ini biasanya terdiri dari gejala demam, eksantema,

infeksi konjungtiva, limfadenopati servikal dan bersifat swasirna. PK pertama kali

ditemukan oleh Dr. Tomisaku Kawasaki tahun 1967 di Jepang. Dahulu dikenal

sebagai mucocutaneus lymph node syndrome. Saat ini telah diketahui bahwa PK

mempunyai distribusi luas, dapat menyerang semua ras dan mulai banyak

dilaporkan kejadian pada dewasa. 4

2.2 Etiologi dan Patogenesis

Etiologi pasti KD belum diketahui secara pasti. Penelitian menunjukkan bahwa

infeksi adalah faktor yang paling mungkin menyebabkan atau memicu terjadinya

KD. Namun, agen penyebab infeksi yang berperan belum ditemukan melalui

berbagai pemeriksaan serologi dan kultur bakteri atau virus konvensional. 1 Anak

12 tahun merupakan kelompok usia yang paling rentan, karena pada periode ini

imunitas tubuh belum sempurna. Bayi 2 tahun telah mengalami perkembangan

sistem imun. Hipotesis lain menyatakan bahwa KD mungkin disebabkan oleh

respons imunologis yang dipicu oleh beberapa agen mikrobial yang berbeda. Hal

ini didukung oleh temuan berbagai mikroorganisme pada berbagai kasus KD dan
kegagalan mendeteksi mikroba atau agen lingkungan tunggal selama 3 dekade

penelitian. Respons imunologis jelas terlibat dalam patogenesis KD, yaitu aktivasi

kaskade sitokin dan aktivasi sel endotel. KD adalah vaskulitis sistemik yang

melibatkan hampir semua pembuluh darah sedang dan besar, arteri koroner

merupakan arteri yang selalu terlibat dan berpotensi menimbulkan abnormalitas

yang membahayakan.1

2.3 Diagnosis

Tidak ada gejala klinis patognomonis atau tes diagnosis spesifik pada KD. Kriteria

diagnosis telah disusun untuk membantu klinisi dalam menegakkan diagnosis KD

(Tabel 1).1

Table 1 Kriteria diagnosis Kawasaki Disease

Demam selama 5 hari, disertai minimal 4 dari 5 gambaran klinis utama

berikut:

1. Perubahan pada Ekstremitas Fase akut : eritema dan edema pada tangan

dan kaki

Fase Subakut : deskuamasi region

periungual, telapak tangan, dan telapak

kaki; beaus line

2. Eksantema Polimorfik Ruam kulit dalam bentuk yang bervariasi

3. Injeksi Konjungtiva Bulbar Injeksi konjungtiva bulbar yang tidak nyeri

Bilateral dan tanpa eksudat

4. Perubahan pada Bibir dan Eritema, fisura, deskuamasi, dan


Kavum Oral perdarahan pada bibir
Strawberry tongue, lidah merah

terang dan papilla fungiformis yang

menonjol
Eritema mukosa orofaring difus
5. Limfadenopati Servikal Unilateral pada trigonum servikal

anterior
Padat, non-fluktuasi, tanpa eritema
1 nodus dengan diameter > 1.5cm

Catatan :

Pasien dengan demam slama minimal 5 hari disertai <4 gambaran

klinis utama dapat didiagnosis KD jika abnormalitas aerteri coroner

dideteksi dengan ekokardiografi atau angiografi 2-D


Jika terdapat 4 gambaran klinis utama KD, diagnosis KD dapat

dibuat pada hari sakit ke-4


Temuan laboratorium tertentu dapat membantu diagnosis KD (lihat

kriteria tambahan)

2.5 Gambaran Klinis Utama

Gambaran klinis utama merupakan gejala dan tanda yang paling umum pada KD

dan merupakan dasar diagnosis KD.


Figure 1 (A) Injeksi konjungtiva bilateral, (B)

Eritema, fisura, dan deskuamasi bibir disertai

strawberry tongue, (C) dan (D) Eriteman dan

edema pada kaki dan tangan, (E) Eksantema

kulit, (F) Eksantema yang meluas sampai

perineum.

1. Demam.
Demam pada KD tipikal tinggi dan remiten, dengan suhu puncak 39o C

sampai >40o C. Tanpa terapi, demam akan bertahan selama rata-rata 11

hari, namun dapat berlanjut sampai 3-4 minggu. Dengan terapi, demam

umumnya menurun setelah 2 hari.1


2. Perubahan pada Ekstremitas.
Perubahan pada ekstremitas cukup khas. Gambaran yang ditemui pada

fase akut (dalam 1-2 hari) adalah eritema atau edema pada telapak tangan
atau kaki. Dalam 2-3 minggu setelah awitan demam, terjadi deskuamasi

periungual pada kuku jari kaki atau tangan. Setelah 1-2 bulan, pada

beberapa penderita dapat timbul Beaus line (garis horizontal putih yang

dalam pada kuku).1,3


3. Eksantema Polimorfik.
Ruam eritema umumnya timbul dalam 5 hari setelah demam. Bentuk ruam

bervariasi dan tidak spesifik. Bentuk yang paling sering adalah erupsi

makulopapular difus. Ruam timbul secara ekstensif meliputi trunkus,

ekstremitas, dan regio perineum.1


4. Injeksi Konjungtiva Bilateral.
Injeksi konjungtiva timbul beberapa saat setelah awitan demam. Injeksi

meliputi konjungtiva bulbar dan tidak ditemui pada limbus. Injeksi ini

tidak nyeri dan tidak disertai eksudat, edema konjungtiva, atau ulkus

kornea.1
5. Perubahan pada Bibir dan Kavum Oral.
Perubahan meliputi: (1) eritema, fisura, deskuamasi, dan perdarahan pada

bibir, (2) strawberry tongue, di mana lidah berwarna merah terang dan

papilla fungiformis menonjol, dan (3) eritema difus pada mukosa

orofaringeal. Perubahan ini tidak meliputi ulkus oral atau eksudat faring.1,3
6. Limfadenopati Servikal.
Limfadenopati servikal merupakan gambaran klinis yang paling jarang ditemui.

Limfadenopati umumnya unilateral, pada trigonum anterior, padat, tidak

berfluktuasi, tidak disertai eritema, 1 nodus, dan diameter >1,5 cm.1

2.6 Gambaran Klinis dan Laboratorium Lain

1. Kelainan Jantung.
Sekuele utama KD berkaitan dengan kardiovaskuler, terutama sistem arteri

koroner (515% pasien KD akut).3


a. Aneurisma.
Pada pasien KD, terdapat gangguan fungsional dan struktural pada

arteri koroner ;//akibat aktivasi berbagai mediator pro-inflamasi.

Gangguan fungsional berupa gangguan reaktivitas vaskuler yang

bergantung pada endotel dan gangguan kapasitas fibrinolitik.

Gangguan struktural berupa penghancuran elastin dan degradasi

dinding pembuluh darah. Penghancuran elastin dinding arteri koroner

penderita KD disebabkan oleh adanya enzim matrix metalloproteinase

(penghancur elastin) dan menurunnya kadar cystatin C (penghambat

penghancuran elastin).5 Degradasi dinding pembuluh darah disebabkan

oleh aktivasi TNF-. Gangguan fungsional dan struktural ini pada

akhirnya berujung pada aneurisma arteri koroner, yang dapat menetap

atau berkembang menjadi stenosis. Stenosis pada fase lanjut akan

berujung pada iskemia atau infark.5 Mekanisme terjadinya aneurisma

digambarkan pada gambar 3.


Figure 2 Ilustrasi mekanisme terjadinya aneurisma dan stenosis pada

KD

Aneurisma dapat terjadi di luar arteri koroner, terutama pada arteri

subklavia, brakialis, aksilaris, iliaka, dan femoralis, serta aorta

abdominal. Harada, dkk. menyusun sistem skor untuk memperkirakan

risiko terjadinya aneurisma koroner dan kebutuhan terapi IVIG (Tabel

2).1,7 Adanya minimal 4 poin positif dari 7 poin pada skor Harada

menandakan risiko tinggi mengalami aneurisma koroner.7

Table 2 Skor Harada

1. Leukosit > 12.000/L


2 Trombosit 3 mg/dL
3. CRP >3 mg/dL
4. Hematocrit <35%
5. Albumin <3.5 gr/dL
6. Usia < 12 bulan
7. Jenis kelamin laki-laki

b. Miokarditis
cukup sering ditemui pada KD fase akut (5070%) yang menyebabkan

gangguan kontraktilitas otot jantung. Namun, gangguan ini membaik

dengan cepat setelah pemberian terapi IVIG. Meskipun ditemui

gangguan histopatologis pada biopsi otot jantung penderita KD

beberapa tahun setelah resolusi KD, kontraktilitas dan fungsi jantung

jangka panjang tampak normal pada pemeriksaan ekokardiografi.1


c. Regurgitasi Katup.
Gangguan katup dapat berupa regurgitasi mitral (~1%) atau regurgitasi

aorta (~5%) yang disebabkan disfungsi muskulus papilaris, infark, atau

valvulitis. Gangguan katup dapat berujung pada pemulihan, gangguan

katup menetap, atau kematian akibat infark miokard.1


2. Kelainan Non-kardiak.
Artritis dan atralgia pada sendi besar atau kecil dapat timbul pada minggu

pertama. Anak dengan KD umumnya lebih gelisah dibanding anak dengan

penyakit demam lain. Kelumpuhan nervus fasialis dan tuli sensori-neural

frekuensi tinggi sementara dapat terjadi. Pada 1/3 kasus, terdapat keluhan

gastrointestinal seperti diare, muntah, dan nyeri perut. Temuan lain yang

lebih jarang antara lain pembengkakan testis, nodul pulmonal, efusi pleura,

hepatomegali, jaundice, dan hidrops kantung empedu.1,3


3. Kelainan Laboratorium.
Pada fase akut, kelainan yang ditemukan adalah leukositosis

(>15.000/mm3 ), anemia, serta peningkatan laju endap darah (LED) dan

C-reactive protein (CRP). Peningkatan LED dan CRP hampir selalu

ditemui pada KD dan akan mengalami penurunan pada minggu ke-6

sampai ke-10. Pada fase lanjut, terjadi trombositosis (500.000-1.000.000

mm3 ) yang akan mengalami penurunan pada minggu ke-4 sampai ke-8.

Temuan lain yang tidak terlalu spesifik antara lain peningkatan ringan

transaminase, hiperbilirubinemia, hipoalbuminemia, dan peningkatan

leukosit urin. Sebagian penderita mengalami peningkatan troponin I pada

fase akut. Meskipun tidak spesifik, temuan laboratorium dapat membantu

diagnosis pada penderita yang diduga mengalami KD atipikal. Oleh karena

itu, disusun kriteria laboratorium tambahan untuk diagnosis KD, yaitu:


(1) albumin 3g/dL,
(2) anemia sesuai usia,
(3) peningkatan alanin aminotransferase (ALT),
(4) kadar trombosit setelah 7 hari 450.000/ mm3 ,
(5) leukosit 15.000/mm3 , dan
(6) leukosit urin 10 sel/LPB.1,3,5

2.7 Kawasaki Diasease Atipikal

Beberapa penderita yang tidak memenuhi kriteria diagnosis di atas, namun sangat

sugestif mengalami KD atau diketahui mengalami AAK disebut KD atipikal atau

inkomplit. Penderita yang mengalami demam 5 hari disertai 2 atau 3 gejala

utama (KD inkomplit) dengan peningkatan LED dan CRP perlu menjalani

pemeriksaan untuk mengetahui kesesuaian dengan kriteria laboratorium di atas.

Jika penderita tersebut memenuhi 3 kriteria laboratorium tambahan, terapi dapat

dimulai sebelum ekokardiografi. Namun, jika 3 mm pada anak 4 mm pada anak


5 tahun, (2) diameter internal suatu segmen arteri koroner >1,5 kali segmen yang

berdekatan, atau (3) lumen koroner ireguler. Pada kasus non-komplikata,

ekokardiografi sebaiknya dilakukan saat diagnosis, 2 minggu setelah onset, dan 6-

8 minggu setelah onset. Pemeriksaan dapat lebih sering pada penderita risiko

tinggi. Pemeriksaan lanjutan ini bertujuan mengidentifikasi progresi atau regresi

AAK, mengevaluasi fungsi ventrikel .dan katup, serta menilai adanya efusi

perikardium.1 2. Pemeriksaan Non-invasif Lain. Magnetic Resonance Imaging

(MRI) dan Magnetic Resonance Angiography (MRA) dapat digunakan sebagai

alternatif. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi aneurisma pada arteri koroner

proksimal, oklusi, dan stenosis. Selain itu, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk

deteksi aneurisma arteri perifer. 1 3. Kateterisasi dan Angiografi. Angiografi

koroner merupakan pemeriksaan yang lebih invasif, namun dapat menyediakan

gambaran yang lebih detail mengenai anatomi arteri koroner daripada

ekokardiografi. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi stenosis, trombosis, dan

luasnya pembentukan arteri kolateral. Penggunaan pemeriksaan ini memerlukan

pertimbangan risiko dan biaya. Mengingat kemungkinan adanya aneurisma

perifer, aortografi abdominal, dan arteriografi subklavia disarankan untuk pasien

KD yang menjalani arteriografi koroner untuk pertama kali.1

2.8 Pengobatan

Terapi KD dengan aspirin dan IVIG dalam 10 hari setelah awitan demam dapat

menurunkan risiko AAK dari 20% menjadi < 5%. Namun, 10-20% pasien KD

yang diobati akan mengalami demam dan gejala lain yang menetap (non-

responder) dan berisiko mengalami AAK.2,7


1. Aspirin
Aspirin memiliki efek anti-inflamasi pada dosis tinggi dan anti-platelet

pada dosis rendah. Pada fase akut, aspirin diberikan dengan dosis 80-100

mg/kg/hari dalam 4 dosis, dikombinasi dengan IVIG. Durasi pemberian

aspirin bervariasi. Sebagian institusi menurunkan dosis aspirin jika pasien

tidak demam selama 48-72 jam. Institusi lain melanjutkan aspirin dosis

tinggi sampai hari sakit ke-14 dan 48-72 jam setelah demam turun. Saat

aspirin dosis tinggi dihentikan, aspirin dosis rendah dimulai (3-5 mg/kg/

hari) dan diberikan sampai pasien tidak menunjukkan tanda perubahan

arteri koroner pada minggu ke-6 sampai ke-8 setelah awitan penyakit. Jika

pasien ditemukan memiliki abnormalitas koroner, maka aspirin diteruskan

sampai waktu yang tidak ditentukan.1,3,5


2. IVIG
Peran IVIG dalam KD tidak diragukan. Agen ini memiliki efek anti-

inflamasi generalisata. Pasien KD diterapi dengan IVIG 2 g/kg dalam

infus tunggal bersamaan dengan aspirin. Jika mungkin, IVIG paling baik

diberikan dalam 7 hari pertama.1,5


3. Kortikosteroid
Meskipun kortikosteroid berperan dalam vaksulitis lain, penggunaan pada

KD masih meragukan. Beberapa penelitian menggunakan steroid sebagai

tambahan tidak menghasilkan perubahan signifikan pada ukuran arteri

koroner.1,8 Saat ini, pemberian steroid dibatasi untuk anak yang masih

mengalami demam dan inflamasi akut setelah pemberian 2 infus IVIG.

Regimen yang digunakan adalah metilprednisolon intravena 30 mg/kg

selama 2-3 jam, diberikan satu kali sehari selama 1-3hari.1

Kegagalan Pengobatan
Sekitar ~10% pasien KD mengalami kegagalan terapi dengan IVIG pertama.

Kegagalan pengobatan didefinisikan sebagai demam yang persisten atau kambuh

kembali 36 jam setelah selesainya pemberian IVIG infus awal. Terdapat

beberapa pilihan terapi untuk kegagalan pengobatan yang memerlukan keahlian

lanjut, seperti pengulangan IVIG kedua atau ketiga, steroid, transfusi tukar,

ulinastatin, abciximab, antibodi monoklonal, serta agen sitotoksik.1,4


BAB 3

KESIMPULAN

Kawasaki Disease (KD) adalah penyakit vaskulitis akut dengan etiologi yang

belum pasti, self-limited, sebagian besar menyerang anak di bawah 5 tahun.

Gambaran klinis utama berupa demam, perubahan pada ekstremitas, eksantema,

konjungtivitis bilateral, perubahan bibir dan kavum oral, serta limfadenopati

servikal. KD dapat menyebabkan komplikasi pada arteri koroner, sehingga

menjadi penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak. Komplikasi berupa

aneurisma koroner, stenosis, infark miokard, gagal jantung, hingga kematian

mendadak. Ekokardiografi dan angiografi berperan penting dalam diagnosis dan

follow-up komplikasi KD. Terapi utama berupa aspirin dan intravenous

immunoglobulin (IVIG). Diagnosis dan terapi yang tepat dapat menurunkan risiko

komplikasi sampai 20%


DAFTAR PUSTAKA

1. Newburger J, Takahashi M, Gerber M, Taubert K, FAlace D, Pallasch


TJ, et al. Diagnosis, treatment, and long-term management of
Kawasaki disease. Circulation 2004; 110: 2747- 71.

2. Kobayashi T, Inoue Y, Takeuchi K, Okada Y, Tamura K, Tomomasa T,


et al. Prediction of intravenous immunoglobulin unresponsiveness in
patients with Kawasaki disease. Circulation 2006; 113: 2606-12.

3. Council on Cardiovascular Disease in the Young, Committee on


Rheumatic Fever, Endocarditis, and Kawasaki Disease, American
Heart Association. Diagnostic guidelines for Kawasaki disease.
Circulation 2001; 103: 335-6.

4. Advani N, Mengenal Penyakit Kawasaki. Jakarta: Balai Penerbit


FKUI; 2004.

5. Yeung R. Pathogenesis and treatment of Kawasakis disease. Curr


Opin Rheumatol. 2005; 17: 617-23. 5. Wu MH, Chen HC, Yeh SJ, Lin
MT, Huang SC, Huang SK. Prevalence and the long-term coronary
risks of patients with Kawasaki disease in a general population

6. Wu MH, Chen HC, Yeh SJ, Lin MT, Huang SC, Huang SK. Prevalence
and the long-term coronary risks of patients with Kawasaki disease in
a general population

7. Tewelde H, Yoon J, Ittersum W, Worley S, Preminger T, Goldfarb J.


The harada score in the US population of children with Kawasaki
disease. Hospital Pediatrics 2014; 4; 233.

8. Newburger J, Sleeper L, McCrindle B, Minich LL, Gersony W, Vetter


VL, et al. Randomized trial of pulsed corticosteroid therapy for
primary treatment of Kawasaki disease. N Engl J Med. 2007; 356:
663-75.

Anda mungkin juga menyukai