Anda di halaman 1dari 74

Arah kebijakan RTRW Pulau Jawa-Bali difokuskan pada beberapa hal berikut :

a. Mempertahankan Pulau Jawa-Bali sebagal lumbung pangan Nasional melalui berbagai


upaya menetapkan dan mempertahankan kawasan produksi pangan.
b. Mempertahankan dan merehabilitasi kawasan lindung yang semakin terdesak oleh
kegiatan budidaya hingga mencapai luasan minimal 30% dan keseluruhan luas wilayah
Pulau Jawa-Bali, khususnya Pulau Jawa Bagian Selatan dan Pulau Bali Bagian
Tengah.
c. Mempertahankan sumber-sumber air dan merehabilitasi daerah resapan air untuk
menjaga ketersediaan air sepanjang tahun.
d. Mengendalikan pertumbuhan pusat-pusat permukiman perkotaan dan perdesaan yang
berpotensi menganggu kawasa-kawasan yang rawan bencana serta mengancam
keberadaan kawasan lindung dan kawasan produksi pangan melalul pengendalian
aspek kependudukan dan kegiatan sosial-ekonominya.
e. Mengendalikan secara ketat pengembangan industri ke dalam zona-zona dan kawasan-
kawasan industri yang telah ditetapkan.
f. Mengintegrasikan kegiatan industri ke dalam zona-zona dan kawasan-kawasan industri
yang telah ditetapkan.
g. Mendorong pusat-pusat permukiman perkotaan sebagai pusat pelayanan jasa koleksi
dan distribusi di Pulau Jawa-Bali.
h. Mengembangkan zona-zona pemanfaatan minyak dan gas untuk wilayah perairan laut
dan/atau lepas pantai.
i. Mempertahankan dan merehabilitasi kawasan cagar budaya.

1.1.1.1 Arahan RTR Kawasan Jabodetabekjur

Sesuai Peraturan Presiden Nomor : 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan
Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur, (Jabodetabekjur)
adalah merupakan kawasan strategis nasional yang meliputi seluruh wilayah Provinsi DKI
Jakarta, sebagian wilayah Provinsi Jawa Barat, dan sebagian wilayah Provinsi Banten.
Bagian dari wilayah Provinsi Banten yang tercakup ke dalam Kawasan Jabodetabekjur
adalah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang (dan Kota Tangerang Selatan).

I - 13
Sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Banten, maka arahan penataan ruang dari Rencana Tata Ruang Kawasan
Jabodetabekjur yang berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten
adalah sebagai berikut.
1. Pengembangan sistem pusat permukiman di Kawasan Jabodetabekjur untuk
mendorong pengembangan Pusat Kegiatan Nasional Kawasan Perkotaan Jakarta,
dengan kota inti adalah Jakarta dan kota satelit adalah Bogor, Depok, Tangerang,
Bekasi, dan kota lainnya;
2. Pengembangan jalan lingkar luar kedua (JORR 2) dan jalan radialnya sebagai
pembentuk struktur ruang Jabodetabekjur dan untuk memberikan pelayanan
pengembangan sub pusat perkotaan seperti Serpong/Kota Mandiri Bumi Serpong
Damai, Cinere, Cimanggis, Cileungsi, Setu, dan Tambun/Cikarang;
3. Peningkatan pemanfaatan jaringan jalur kereta api pada ruas-ruas tertentu sebagai
prasarana pergerakan komuter dari wilayah Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok ke
Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan sebaliknya;
4. Pengembangan jalan yang menghubungkan antar wilayah dan antar pusat-pusat
permukiman, industri, pertanian, perdagangan, jasa dan simpul-simpul transportasi
serta pengembangan jalan penghubung antara jalan non-tol dan jalan bebas hambatan;
5. Pengembangan sistem jaringan transportasi masal yang menghubungkan Daerah
Khusus Ibukota Jakarta dengan pusat-pusat di sekitarnya;
6. Arahan pengembangan prasarana drainase dan pengendalian banjir di Kawasan
Jabodetabekjur dilakukan melalui upaya :
a. Rehabilitasi hutan dan lahan serta penghijauan kawasan tangkapan air;
b. Penataan kawasan sungai dan anak-anak sungainya;
c. Normalisasi sungai-sungai dan anak-anak sungainya;
d. Pengembangan waduk-waduk pengendali banjir dan pelestarian situ-situ serta
daerah retensi air;
e. Pembangunan prasarana dan pengendali banjir; dan
f. Pembangunan prasarana drainase.
7. Sistem pengelolaan persampahan di Kawasan Jabodetabekjur diarahkan dikembangkan
secara terpadu melalui kerjasama antar daerah dengan mengikutsertakan masyarakat
dan dunia usaha. Penentuan lokasi tempat pembuangan akhir di Kawasan

I - 14
Jabodetabekjur harus memperhatikan daya tampung dan volume sampah domestik dan
non domestik dari Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Depok, dan Cianjur, serta berada
pada jarak aman yang tidak mencemari lingkungan di sekitarnya.
8. Zona Penyangga dalam kawasan budidaya mempunyai potensi untuk reklamasi yang
penyelenggaraannya dilakukan secara bertahap dengan koefisien zona terbangun
antara 40% - 45% dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua
ratus) meter sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan
kedalaman laut 8 (delapan) meter dan harus mempertimbangkan karakteristik
lingkungan.

1.3.1.3 Keterkaitan Wilayah Perencanaan Dengan Wilayah Makro

Suatu wilayah tidak saja merupakan suatu sistem fungsional permukiman, tetapi juga
suatu jejaring sosial, ekonomi, dan interaksi fisik dan lingkungan. Proses keterkaitan
dibentuk oleh keterkaitan di antara sistem-sistem permukiman tersebut. Pola tersebut
merupakan suatu alat yang memungkinkan penduduk perdesaan dan kantong-kantong
permukiman yang kecil dapat memperolah kemudahan pelayanan, fasilitas, serta terhadap
kegiatan ekonomi dan infrastruktur yang berlokasi di kawasan perkotaan sebagai simpul
orientasinya. Melalui keterkaitan-keterkaitan tersebut, penduduk perdesaan dapat
memperoleh sejumlah input yang dibutuhkan dalam rangka meningkatkan produksi
pertaniannya serta memasarkan barang-barang hasil olahannya. Efektivitas proses-proses
keterkaitan tersebut serta derajat keterkaitannya harus dipertimbangkan sehingga dapat
memberikan kemudahan maksimum bagi penduduk di seluruh bagian wilayah tersebut.
Secara garis besar terdapat 7 (tujuh) tipe keterkaitan yang menunjukkan tingkat
perkembangan suatu wilayah, yaitu sebagai berikut:
1. Keterkaitan Fisik dengan elemen fisiknya meliputi :
a. Jaringan jalan,
b. Jaringan transportasi air dan sungai,
c. Jaringan jalan kereta api, dan
d. Keterkaitan lingkungan.
2. Keterkaitan Ekonomi dengan elemen indikatornya meliputi :
a. Pola-pola pemasaran,

I - 15
b. Aliran barang bahan mentah dan barang setengah jadi,
c. Aliran modal dan investasi,
d. Keterkaitan produksi,
e. Pola-pola konsumsi dan berbelanja
f. Aliran sumber pendapatan,
g. Aliran komoditas dan sektoral antar wilayah, dan lain-lain.
3. Keterkaitan aliran orang yang meliputi beberapa indikator sebagai berikut.
a. Pola migrasi penduduk, baik hermanen maupun temporer
b. Pergerakan orang untuk bekerja, sekolah, berbelanja
4. Keterkaitan Teknologi yang meliputi :
a. Ketergantungan pemenuhan kebutuhan pelayanan teknologi
b. Sistem irigasi
c. Sistem telekomunikasi
5. Keterkaitan Sosial yang meliputi :
a. Pola-pola kunjungan kekerabatan
b. Pola-pola kegiatan keagamaan
c. Pola-pola pertemuan kelompok dan sebagainya.
6. Keterkaitan Politis, Administratif, dan Kelembagaan.

Berkaitan dengan jenis-jenis keterkaitan di atas yang dapat mendorong tingkat


perkembangan suatu wilayah dalam konteks makro, maka beberapa di antaranya sudah
dimiliki oleh Provinsi Banten, yaitu sebagai berikut:

1. Provinsi Banten memiliki keuntungan keterkaitan fisik dengan wilayah makro yaitu
dengan dilintasinya Provinsi Banten oleh Jalan bebas hambatan yang menghubungkan
Pelabuhan Merak di bagian utara dan barang Provinsi Banten dengan wilayah lainnya
di bagian timur Provinsi Banten. Pelabuhan Merak sendiri merupakan pintu gerbang
Provinsi Banten dengan provinsi lainnya yang ada di Pulau Sumatera.
2. Provinsi Banten memiliki Pusat Pembangkit Listrik Suralaya yang dapat memasok
energi listrik untuk Provinsi Banten juga untuk DKI Jakarta, Provinsi Barat serta
bagian lainnya dalam cakupan Pulau Jawa dan Bali.

I - 16
3. Provinsi Banten memiliki industri baja berskala nasional bahkan internasional yang
terletak di Kota Cilegon.
4. Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang menjadi pintu gerbang utama ke Negara
Kesatuan Republik Indonesia terletak di Provinsi Banten.
5. Provinsi Banten memiliki posisi strategis politis karena tidak saja bersinggungan
dengan Provinsi Jawa Barat yang merupakan provinsi induk sebelum pemekaran,
tetapi juga bersinggungan langsung dengan pusat kegiatan administrasi pemerintahan
DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.1 mengenai Peta Orientasi Wilayah Provinsi
Banten dan Gambar 1.2 mengenai Peta Wilayah Administrasi Provinsi Banten.
6. Dari aspek lingkungan, Taman Nasional Ujung Kulon sebagai tempat perlindungan
dan pelestarian badak bercula satu dan banteng serta Taman Nasional Gunung
Halimun-Salak. Di samping itu, di Provinsi Banten terdapat salah satu gunung api
yang masih aktif dan menjadi objek penelitian, yaitu Gunung Krakatau.
7. Provinsi Banten memiliki Pelabuhan Bojonegara yang diarahkan sebagai Pelabuhan
laut internasional.

1.3.2 Kependudukan

Jumlah penduduk di Provinsi Banten tahun 2016 semester pertama sebanyak


10.089.716 jiwa. Penyebaran penduduk Provinsi Banten di 8 kabupaten/kota yang ada
ternyata tidak merata. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk lebih memilih
tinggal di wilayah yang potensial secara ekonomi dan memiliki fasilitas umum dan sosial
yang lebih lengkap dibandingkan wilayah lainnya yang masih tertinggal. Jumlah
penduduk yang terkecil adalah Kota Cilegon sebanyak 631.101 jiwa, sementara jumlah
penduduk terbesar berada di Kabupaten Tangerang yaitu sebanyakr 2.524.682 jiwa.

Kota Tangerang merupakan wilayah yang paling padat penduduknya, dengan kepadatan
penduduk 10.189 jiwa per kilometer persegi. Sedangkan Kabupaten Lebak merupakan
wilayah dengan kepadatan penduduk terkecil yaitu 349 jiwa per kilometer persegi.

I - 17
Gambar 1.1
Peta Orientasi Provinsi Banten

I - 18
Gambar 1.2
Peta Batas Administrasi Provinsi Banten

I - 19
Tabel 1.3
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten Tahun 2014-2016

Luas Jumlah Penduduk (Jiwa)


Kepadatan
No Kabupaten/Kota Wilayah
2014 2015 2016 Penduduk
(Km)
Kabupaten
1 2.746,890 1.139.840 1.141.453 1.141.752 416
Pandeglang
2 Kabupaten Lebak 3.426,560 1.166.098 1.193.874 1.195.003 349
Kabupaten
3 1.011,860 2.520.536 2.524.405 2.524.682 2.495
Tangerang
4 Kabupaten Serang 1.734,280 1.402.015 1.419.358 1.419.657 819
5 Kota Tangerang 153,930 1.566.900 1.568.101 1.568.389 10.189
6 Kota Cilegon 175,500 387.797 391.948 392.999 2.239
7 Kota Serang 266,710 613.774 623.429 625.307 2.345
Kota Tangerang
8 147,190 1.219.627 1.220.802 1.221.927 8.302
Selatan
Jumlah 9.662,920 10.016.587 10.083.370 10.089.716 27.153
Sumber : Biro Pemerintahan 2016
Permendagri No. 56 Tahun 2015 tentang Kode Data Wilayah Administrasi Pemerintahan.

Selanjutnya, untuk memprediksi jumlah penduduk di masa yang akan datang digunakan
metode Bunga Berganda. Teknik ini menganggap perkembangan jumlah penduduk akan
berganda dengan sendirinya. Tambahan jumlah penduduk dianggap akan membawa
konsekwensi bertambahnya tambahan jumlah penduduk. Hal ini analog dengan "bunga
berbunga", sehingga rumus yang digunakan:

Pt+@ = Pt (1+r)@

r = rataan persentase tambahan jumlah penduduk daerah kajian berdasarkan data


masa lampau.
Dengan anggapan bahwa perkembangan jumlah penduduk akan berganda dengan
sendirinya, maka teknik ini tidak mempertimbangkan kenyataan empiris bahwa sesudah
waktu tertentu (jangka panjang) derajat pertambahan relatif menurun. Dengan kata lain,
kurva perkembangan jumlah penduduk mempunyhai "batas atas".

Lebih jelasnya hasil proyeksi penduduk Provinsi Banten sampai dengan tahun 2030 dapat
dilihat pada Tabel 1.4.

I - 20
Tabel 1.4
Proyeksi Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten 2015 -2030

Jumlah Penduduk (Jiwa)


No Kabupaten/Kota
2020 2025 2030
1 Kabupaten Pandeglang 1.144.306 1.147.507 1.150.717
2 Kabupaten Lebak 1.234.661 1.286.088 1.339.658
3 Kabupaten Tangerang 2.530.221 2.537.161 2.544.120
4 Kabupaten Serang 1.443.525 1.473.926 1.504.967
5 Kota Tangerang 1.570.377 1.572.864 1.575.356
6 Kota Cilegon 400.044 409.027 418.213
7 Kota Serang 641.022 661.223 682.060
8 Kota Tangerang Selatan 1.225.000 1.228.853 1.232.718
Jumlah 10.189.156 10.316.650 10.447.810
Sumber : Hasil Analisis, Tahun 2016

1.3.3 Potensi Bencana Alam

Potensi bencana alam yang ada di Provinsi Banten dapat diantisipasi dengan adanya upaya
pencegahan (mitigasi) atau tindakan mengurangi dampak suatu bencana yang merupakan
alat ampuh dalam menghadapi berbagai macam bencana yang ada, seperti abrasi, tsunami
dan banjir di kawasan pesisir sering datang tanpa diduga.

Mitigasi pada umumnya dilakukan dalam rangka mengurangi kerugian akibat


kemungkinan terjadinya bencana, baik itu berupa korban jiwa dan/atau kerugian harta
benda yang akan berpengaruh pada kehidupan dan kegiatan manusia. Untuk
mendefinisikan rencana atau strategi mitigasi yang tepat dan akurat, perlu dilakukan
kajian resiko (Risk Assessment).

Secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan
bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai
upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan.
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007, penataan ruang diselenggarakan dengan
memperhatikan kondisi fisik wilayah yang rentan terhadap rawan bencana.

I - 21
Proses pencegahan bencana atau pengurangan dampak bahaya dalam rangka
meminimalkan :
jatuhnya korban jiwa,
kerugian harta benda,
rusaknya lingkungan maupun
terganggunya roda perekonomian masyarakat.

Berdasarkan gambar di atas karakteristik bencana yang ada di Provinsi Banten umumnya
terjadi di wilayah pesisir, antara lain :
1. Abrasi
Proses abrasi ini muncul ketika maraknya pembukaan areal tambak yang diusahakan
secara tradisonal oleh para penduduk maupun tambak modern yang dikelola oleh para
investor/pemodal besar. Meski di beberapa pesisir barat muncul tanah timbul. Namun
yang paling besar justru kehilangan daratan pantai.
2. Tsunami
Secara harfiah, tsunami berasal dari Bahasa Jepang. Tsu berarti Pelabuhan dan
nami adalah gelombang. Secara umum tsunami diartikan sebagai pasang laut yang
besar di Pelabuhan (Subandono dkk; 2005,5). Sedangkan secara ilmiah tsunami
merupakan gelombang panjang yang timbul karena adanya perubahan dasar laut atau
perubahan badan air yang terjadi secara tiba-tiba dan impulsif, akibat gempa bumi,
erupsi vulkanik, longsoran bawah laut, atau runtuhan gunung es bahkan akibat
terjangan benda-benda angkasa ke permukaan laut.

Gelombang tsunami memiliki perbedaan dengan gelombang-gelombang laut lainnya,


dimana memiliki sifat transien/sesar. Gelombang seperti ini berbeda jika dibandingkan
dengan gelombang laut lainnya yang bersifat kontinyu seperti gelombang laut yang
ditimbulkan oleh gaya gesek angin atau gelombang pasang surut yang ditimbulkan
oleh gaya tarik benda angkasa.

Ciri yang paling utama dari tsunami adalah panjang gelombangnya yang besar yang
mencapai puluhan kilometer. Kecepatan rambatnya di laut dalam (deep sea) berkisar

I - 22
dari 400 sampai 1000 km/jam. Kecepatan penjalaran tsunami tersebut sangat
tergantung dari kedalaman laut dan penjalarannya mencapai ribuan kilometer dari
pusatnya.

Pada lokasi pembentukan tsunami (daerah episentrum gempa) tinggi gelombang


tsunami diperkirakan 1,0 m sampai 3,0 m dan panjang gelombangnya lebih dari
puluhan kilometer. Selama penjalaran dari tengah laut (pusat terbentuknya tsunami)
menuju pantai, kecepatannya akan terus berkurang karena adanya gesekan dengan
dasar laut yang semakin dangkal. Akibatnya tinggi gelombang di pantai menjadi
semakin besar, karena adanya penumpukkan masa air akibat adanya penurunan
kecepatan. Ketika mencapai pantai, gelombang naik (run up) ke daratan dengan
kecepatan yang berkurang menjadi sekitar 25-100 km/jam. Karena tsunami menjalar
dengan kecepatan yang lebih rendah di laut dangkal/pantai, kecepatan gelombang di
wave tail (belakang gelombang) tetap sama (lebih tinggi dari wave front).
Akibatnya panjang gelombangnya memendek dan menimbulkan gelombang yang
lebih tinggi.

Berdasarkan identifikasi bencana alam serta mengingat posisinya yang dikelilimgi oleh
perairan Laut Jawa dan Samundera Indonesia patut diwaspaidai akan terjadinya
bencana tsunami. Lebih baik tindakan pencegahan dari pada penanggulangan pasca
bencana.

Terdapat beberapa langkah mitigasi yang perlu difahami sebagai salah satu bagian
pencegahan, yaitu sebagai berikut.
a. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan tenhadap bahaya tsunami.
b. Pendidikan kepada masyarakat tentang karakteristik dan pengenalan bahaya
tsunami.
c. Pembangunan tsunami Early Warning System.
d. Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang beresiko.
e. Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai meredam gaya
air tsunami.

I - 23
f. Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman di sekitar daerah pemukiman.
Tempat/ bangunan ini harus cukup tinggi dan mudah diakses untuk menghidari
ketinggian tsunami.
g. Pembangunan Sistem Peringatan Dini Tsunami, khususnya di Indonesia.
h. Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.
i. Mengenali karaktenstik dan tanda-tanda bahaya tsunami di lokasi sekitarnya.
j. Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda tsunami.
k. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami.
l. Memberikan laporan sesegera mungkin jika mengetahui tandatanda akan
terjadinya tsunami kepada petugas yang berwenang Kepala Desa. Polisi, Stasiun
radio, SATLAK PB dan lain-lain.
m. Melengkapi dini dengan alat komunikasi.

3. Banjir
Banjir pada umumnya terjadi pada daerah-daerah dengan kondisi dataran yang cukup
landai dan dilalui oleh sungai-sungai sehingga ketika air laut pasang, sebagian daratan
berada di bawah permukaan air laut. Di samping itu, banjir juga bisa terjadi karena
curah hujan tinggi. Fenomena kenaikan paras muka air laut juga menjadi penyebab
meningkatknya frekuensi dan intensitas banjir.

Reklamasi pantai di daerah rawa-rawa dan wilayah pesisir juga mengakibatkan


hilangnya fungsi sebagai daerah tampungan sehingga memperbesar aliran permukaan,
reklamasi mengakibatkan aliran sungai makin lambat. Karena kecepatan mengurangi
tampang basah sungai di muara.

Selain itu pendangkalan muara akan menimbulkan efek pembendungan yang cukup
signifikan yang pada gilirannya meningkatkan frekuensi banjir karena kapasitas
tampung sungai yang terlampaui oleh debit sungai. Penggunaan air tanah berlebihan
mengakibatkan land subsidence (penurunan tanah).

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana banjir antara lain:


a. Pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan lokasi untuk menempatkan

I - 24
fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah yang aman.
b. Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap banjir dan
dibuat bertingkat.
c. Pembangunan infrastruktur harus kedap air.
d. Pembangunan tembok penahan dan tanggul di sepanjang sungai, tembok laut
sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan sangat membantu untuk
mengurangi bencana banjir.
e. Pengaturan kecepatan aliran air permukaan dan daerah hulu sangat membantu
mengurangi terjadinya bencana banjir. Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk
mengatur kecepatan air masuk ke dalam sistem pengaliran di antaranya adalah
dengan pembangunan bendungan/waduk, reboisasi dan pembangunan sistem
peresapan.
f. Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai baik secara saluran terbuka maupun
dengan pipa atau terowongan dapat membantu mengurangi resiko banjir.
g. Pembuatan tembok penahan dan tembok pemecah ombak untuk mengurangi energi
ombak jika terjadi badai atau tsunami untuk daerah pantai.
h. Memperhatikan karakteristik geografi pantai dan bangunan pemecah gelombang
untuk daerah teluk.
i. Pembersihan sedimen.
j. Pembangunan pembuatan saluran drainase.
k. Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir.
l. Desain bangunan rumah tahan banjir (material tahan air, fondasi kuat).
m. Pelatihan pertanian yang sesuai dengan kondisi daerah banjir.
n. Meningkatkan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan.
o. Pelatihan tentang kewaspadaan banjir seperti cara penyimpanan/ pergudangan
perbekalan, tempat istirahat/tidur di tempat yang aman (daerah yang tinggi).
p. Persiapan evakuasi bencana banjir seperti perahu dan alat-alat penyelamatan
lainnya.

4. Perubahan Iklim, Gelombang Pasang


dan Angin Siklon Tropis

I - 25
Perubahan iklim dan gelombang pasang merupakan fenomena alam yang harus
diantisipasi oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Pesisir. Peribahan iklim akan
mengakibatkan peningkatan suhu bumi sampai dengan 0,5oC pada kurun waktu 20
Tahun mendatang. Kondisi tersebut mengakibatkan peningkatan muak air laut di
daerah pantai/pesisir akibat pencairan es kutu dunia. Peningkatan muka air laut
diperkirakan mencapai 0,4 0,8 meter yang akan menghancurkan semua bangunan
yang ada, khsususnya di wilayah pesisir.

Di samping itu, ada pula fenomena berkenaan dengan tekanan dan hisapan dan tenaga
angin meniup selama beberapa jam. Tenaga angin yang kuat dapat merobohkan
bangunan. Umumnya kerusakan dialami oleh bangunan dan bagian yang non
struktural seperti atap, antene, papan reklame dan sebagainya.

Badai yang terjadi di laut atau danau dapat menyebabkan kapal tenggelam.
Kebanyakan angin topan disertai dengan hujan deras yang dapat menimbulkan
bencana lainya seperti tanah longsor dan banjir.
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:
a. Memastikan struktur bangunan yang memenuhi syarat teknis untuk mampu
bertahan terhadap gaya angin.
b. Penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin
khususnya di daerah yang rawan angin topan.
c. Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah yang
terlindung dari serangan angin topan.
d. Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angin.
e. Pembangunan bangunan umum yang cukup luas yang dapat digunakan sebagai
tempat penampungan sementara bagi orang maupun barang saat terjadi serangan
angin topan.
f. Pembangunan rumah yang tahan angin.
g. Pengamanan/perkuatan bagian-bagian yang mudah diterbangkan angin yang dapat
membahayakan diri atau orang lain di sekitarnya.
h. Meningkatkan kesiapsiagaan dalam mengliadapi angin topan, mengetahui

I - 26
bagaimana cara penyelamatan diri.
i. Pengamanan barang-barang di sekitar rumah agar terikat/dibangun secara kuat
sehingga tidak diterbangkan angin.
j. Mensosialisasikan kepada nelayan agar supaya menambatkan atau mengikat kuat
kapal-kapalnya.

5. Bencana Kebakaran
Kebakaran yang terjadi dipengaruhi oleh faktor alam yang berupa cuaca yang kering
serta faktor manusia yang berupa pembakaran baik sengaja maupun tidak sengaja.
Kebakaran ini akan menimbulkan efek panas yang sangat tinggi sehingga akan meluas
dengan cepat. Kerusakan yang ditimbulkan berupa kerusakan lingkungan, jiwa dan
harta benda. Dampak lebih lanjut adalah adanya asap yang ditimbulkan yang dapat
mengakibatkan pengaruh pada kesehatan terutama pernafasan serta gangguan aktivitas
sehari-hari seperti terganggunya jadwal penerbangan. Tebalnya asap juga dapat
rnengganggu cuaca.

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:


a. Pembuatan dan sosialisasi kebijakan Pencegahan dan Penanganan Kebakaran.
b. Peningkatan penegakan hukum.
c. Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran khususnya untuk penanganan
kebakaran secara dini.
d. Pembuatan waduk-waduk kecil, Bak penampungan air dan Hydran urituk
pemadaman api.
e. Pembuatan barrier penghalang api terutama antara lahan perkebunan dengan
hutan.
f. Hindarkan pembukaan lahan dengan cara pembakaran.
g. Pembakaran lahan bisa dilakukan jika selalu dalarn pengawasan dan segera
dimatikan jika sudah terlalu besar.
h. Hindarkan pembakaran lahan secara serentak sehingga membakar wilayah yang
Iuas yang akan berpotensi menjadi kebakaran yang tak terkendali.
i. Hindarkan penanaman tanaman sejenis untuk daerah yang Iuas.
j. Melakukan pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan secara

I - 27
ketat.
k. Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan tanaman
yang heterogen.
l. Meningkatkan partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di daerahnya.
6. Bencana Kekeringan
Kekeringan akan berdampak pada kesehatan manusia, tanaman serta hewan baik
langsung maupun tidak langsung. Kekeringan menyebabkan pepohonan akan mati dan
tanah menjadi gundul yang pada saat musim hujan menjadi mudah tererosi dan banjir.
Dampak dari bahaya kekeringan ini seringkali secara gradual/lambat, sehingga jika
tidak dimonitor secara terus menerus akan mengakibatkan bencana berupa hilangnya
bahan pangan akibat tanaman pangan dan ternak mati, petani kehilangan mata
pencaharian, banyak orang kelaparan dan mati, sehingga berdampak urbanisasi.

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:


a Perlu melakukan pengelolaan air secara bijaksana, yaitu dengan rnengganti
penggunaan air tanah dengan penggunaan air permukaan dengan cara pembuatan
waduk, pembuatan saluran distribusi yang efisien.
b. Konservasi tanah dan pengurangan tingkat erosi dengan pembuatan check dam,
reboisasi.
c. Pengalihan bahan bakar kayu bakar menjadi bahan bakar minyak untuk
menghindari penebangan hutan/tanaman.
d. Pengenalan pola tanam dan penanaman jenis tanaman yang bervariasi.
e Pendidikan dan pelatihan
f. Meningkatkan/memperbaiki daerah yang tandus dengan rnelaksanakan
pengelolaan lahan, pengelolaan hutan, waduk peresapan dan irigasi.
g. Pembangunan check dam, waduk, sumur serta penampungan air, penghijauan
secara swadaya.
h. Mengurangi pemanfaatan kayu bakar.
i. Pembuatan dan sosialisasi kebijakan konservasi air.
j. Pengelolaan peternakan disesuaikan dengan kondisi ketersediaan air
diwilayahnya.

I - 28
k. Mengembangkan industri alternatif non pertanian.

I - 29
Tabel 1.5
Data Kekeringan Wilayah Provinsi Banten Tahun 2015
Bantuan
No. Kota/Kab Kecamatan Kel./Desa Ling./Kampung Sawah/Ha % Kebun/Ha
Air/Tangki
1 Kota Cilegon 2 3 5 26 27,00 0,12%

2 Kab. Lebak 23 37 53 93 3.905,00 17,53%

3 Kab. Serang 13 41 74 181 3.684,00 16,54%

4 Kota Serang 1 5 28 49 773,00 3,47%

5 Kota Tangsel 1 3 3 19 - 0,00%


6 Kab. Tangerang 15 21 21 36 8.481,00 38,08%

7 Kab. Pandeglang 24 48 76 24 5.404,00 24,26% 21

8 Kota Tangerang 1 2 2 21 - 0,00%

Jumlah 80 160 262 449 22.274,00 100,00% 21


Catatan :
Ringan : 9.665,50 Ha
Sedang : 6.056,50 Ha
Berat : 4.264,00 Ha
PUSO : 2.288,00 Ha
Sumber Data BPTPH PROVINSI BANTEN

I - 29
7. Gerakan Tanah
Gempa bumi terjadi karena pergesekan antar lempeng tektonik yang berada di bawah
permukaan bumi. Dampak dari pergesekan itu menimbulkan energi luar biasa dan
menimbulkan goncangan dipermukaan dan seringkali menimbulkan kerusakan hebat
pada sarana seperti rumah/bangunan, jalan, jembatan, tiang listrik.

Berdasarkan sumber penyebabnya, ada 3 jenis gempa bumi :


a. Gempa bumi tektonik adalah gempa bumi yang disebabkan oleh pelepasan
energi akibat pergerakan lempeng bumi atau patahan. Gempa jenis ini paling
banyak menimbulkan kerusakan dan banyak korban.
b. Gempa bumi vulkanik adalah gempa bumi yang disebabkan oleh pelepasan
energi akibat aktivitas gunung berapi yaitu pergerakan magma yang
menekan/mendorong lapisan batuan sehingga pergeseran bebatuan di dalamnya
menimbulkan terjadinya gempa bumi.
c. Gempa bumi induksi adalah gempa bumi yang disebabkan oleh pelepasan
energi akibat sumber lain seperti runtuhan tanah.

Gempa bumi sering diikuti dengan gempa susulan dalam beberapa jam atau hari
setelah gempa pertama yang dapat menyebabkan penghancuran pada bangunan yang
telah retak/goyah akibat gempa sebelumnya.

Peristiwa bencana tersebut tidak mungkin dihindari, tetapi yang dapat kita dilakukan
adalah memperkecil terjadinya korban jiwa, harta maupun lingkungan. Banyaknya
korban jiwa maupun harta benda dalam peristiwa bencana yang selama ini terjadi,
lebih sering disebabkan kurangnya kesadaran dan pemahaman pemerintah maupun
masyarakat terhadap potensi kerentanan bencana serta upaya mitigasinya.

Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru
kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah
dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan pasca
bencana.

I - 30
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat
bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode
bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh
struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding
pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non
struktural, di antaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun
menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan
wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.

Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya,
peringatan dan persiapan.
a. Penilaian bahaya (Hazard Assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi
dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman.
b. Peringatan (Warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat
tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan
oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb).
c. Persiapan (Preparedness); Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi
sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan
tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang
sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan
saatnya kembali ketika situasi telah aman.

Berdasarkan karakteristik bencana alam yang terjadi di atas, maka upaya


penanggulangan (mitigasi) harus segera dilakukan. Mitigasi bencana merupakan
kegiatan yang amat penting dalam penanggulangan bencana, karena kegiatan ini
merupakan kegiatan sebelum terjadinya bencana.

Bentuk konkretnya mencakup identifikasi daerah rawan bencana, penyusunan


kebijakan nasional mitigasi bencana di wilayah pesisir dan prosedur penanggulangan
bencana, mengurangi dan mengantisipasi dampak kerusakan akibat bencana,

I - 31
pembuatan basis data dan peta kerusakan akibat bencana, serta penanggulangan atau
pengelolaan akibat bencana alam.

Secara filosofis, penanggulangan kerusakan pesisir dapat ditempuh melalui :


a. Pola protektif, yaitu dengan membuat bangunan pantai yang
secara lanngsung menahan proses alam yang terjadi. Cara ini paling banyak
dikembangkan di Indonesia.
b. Pola adaptif, yaitu berusaha menyesuaikan pengelolaan pesisir
dengan perubahan alam yang terjadi. Saat ini mulai banyak dikembangkan
pendekatan mega scale, dimana pengelolaan pantai direncanakan berdasarkan pola
morfoinamika spesifik di pantai yang dikembangkan.
c. Pola mundur (retrect) atau do-nothing, maksudnya tidak
melawan proses dinamika alami yang terjadi tetapi mengalah pada proses alam dan
menyesuaikan peruntukkan sesuai dengan kondisi perubahan alam yang terjadi.

Di Indonesia pola adaptif dan mundur belum banyak dipandang sebagai alternatif
penyelesaian permasalahan pesisir. Kajian ke arah tersebut perlu dilakukan agar
kelestarian sumber daya alam pantai dapat terpelihara serta kemanfaatannya dapat
terus dinikmati.

Jalur dan tempat evakuasi sangat penting fungsinya karena Indonesia daerah rawan
bencana alam. Adapun jalur evakuasi merupakan jalur khusus yang dibuat oleh Pemda
setempat dengan melibatkan masyarakat setempat, dan didukung oleh stekholder
lainnya dalam menentukan daerah evakuasi cepat dan aman. Di jalur evakuasi ini akan
banyak rambu yang memandu masyarakat menuju ke tempat evakuasi. Sedangkan
tempat evakuasi adalah lapangan terbuka yang dapat menampung orang dengan
radiuss maksimal 500 m (hal tersebut dengan mempertimbangkan waktu yang harus
ditempuh).

Adapun langkah-langkah lainnya yang dapat dilakukan dalam rangka sebagai upaya
pengurangan bencana Gempa Bumi antara lain :

I - 32
a. Memastikan bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa.
b. Mernastikan perkuatan bangunan dengan mengikuti standard kualitas bangunan.
c. Pembangunan fasilitas umum dengan standard kualitas yang tinggi.
d. Memastikan kekuatan bangunan-bangunan vital yang telah aria.
e. Rencanakan penempatan pemukiman untuk mengurangi tingkat kepadatan hunian
di daerah rawan bencana.
f. Penerapan zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaanlahan.
g. Membangun rumah dengan konstruksi yang aman terhadap gempa bumi.
h. Kewaspadaan terhadap resiko gempa bumi.
i. Selalu tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi goncangan gempa bumi.
j. Sumber api, barang-barang berbahaya lainnya harus ditempatkan pada tempat yang
aman dan stabil.
k. Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan dan kewaspadaan
masyarakat terhadap gempa bumi.
l. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan pemadaman
kebakaran dan pertolongan pertama.
m. Persiapan alat pemadam kebakaran, peralatan penggatian, dan peralatan
perlindungan masyarakat lainnya.
n. Rencana kontingensi/kedaruratan untuk melatih anggota keluarga dalarn
menghadapi gempa bumi.

8. Bencana Wabah Penyakit


Wabah penyakit menular dapat menimbulkan dampak kepada masyarakat yang sangat
luas meliputi:
a. Jumlah kesakitan, bila wabah tidak dikendalikan maka dapat menyerang
masyarakat dalam jumlah yang sangat besar, bahkan sangat dimungkinkan wabah
akan menyerang lintas negara bahkan lintas benua.
b. Jumlah kematian, apabila jumlah penderita tidak berhasil dikendalikan, maka
jumlah kematian juga akan meningkat secala tajam, khususnya wabah penyakit
menular yang masih relative baru seperti Flu Burung dan SARS.
c. Aspek ekonomi, dengan adanya wabah maka akan memberikan dampak pada

I - 33
merosotnya roda ekonomi. sebagai contoh apabila wabah flu burung benar terjadi
maka triliunan aset usaha perunggasan akan lenyap. Begitu juga akibat merosotnya
kunjungan wisata karena adanya travel warning dan beberapa Negara maka akan
melumpuhkan usaha biro perjalanan, hotel maupun restoran.
d. Aspek politik, bila wabah terjadi maka akan menimbulkan keresahan masyarakat
yang sangat hebat, dan kondisi ini sangat potensial untuk dimanfaatkan oleh pihak-
pihak tertentu guna menciptakan kondisi tidak stabil.

Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain:


a. Menyiapkan masyarakat secara luas termasuk aparat pemerintah khususnya di
jajaran kesehatan dan lintas sektor terkait untuk memahami resiko bila wabah
terjadi serta bagaimana cara-cara menghadapinya bila suatu wabah terjadi metalui
kegiatan sosialisasi yang berkesinambungan.
b Menyiapkan produk hukum yang memadai untuk mendukung upaya-upaya
pencegahan, respon cepat serta penanganan bila wabah terjadi.
c. Menyiapkan infrastruktur untuk upaya penanganan seperti sumberdaya manusia
yang profesional, sarana pelayanan kesehatan, sarana komunikasi, transportasi,
logistik serta pembiayaan operasional.
d. Upaya penguatan surveilans epidemiologi untuk identifikasi faktor risiko dan
menentukan strategi intervensi dan penanganan maupun respon dini di semua
jajaran.
e. Pengendalian faktor risiko.
f. Deteksi secara dini.
g. Respon cepat.

9. Bencana Konflik
Konflik adalah suatu yang tidak terhindarkan. Konflik melekat erat dalam jalinan
kehidupan. Oleh karena itu. hingga sekarang dituntut untuk memperhatikan dan
meredam kepanikan terhadap konflik. Merebaknya euphoria reformasi, demokratisasi
dan otonomi daerah yang diwarnai dengan berbagai masalah yang kompleks dan multi
dimensional telah dan potensial melahirkan konflik-konflik baru.

I - 34
Berbagai masalah yang potensial muncul tersebut di antaranya adalah :
a. Krisis moneter sejak tahun 1997 sampai saat ini masih mewariskan sejumlah
konflik vertikal dan horizontal
b. Belum terwujudnya clean government dan good governance, juga memperparah
konflik dengan munculnya berbagai konflik terjadilah hal-hal berikut :
Timbulnya disintegrasi bangsa
Menurunnya kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap
Pernerintah Republik Indonesia.
Menurunnya etika sosial dan norma hukum yang menjurus kepada kerusuhan
yang menjurus anarkis.
Beberapa upaya lebih rinci dalam rangka pengurangan bencana akibat konflik antara
lain
a Mendorong peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam rangka memelihara
stabilitas ketentraman dan ketertiban
b. Mendukung kelangsungan demokratisasi politik dengan keberagaman aspirasi
politik, serta di tanamkan moral dan etika budaya politik berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945
c. Mengembangkan supremasi hukum dengan menegakkan hukum secara
konsisten. berkeadilan dan kejujuran.
d Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta meningkatnya perlindungan
penghormatan. dan penegakkan HAM.
e. Meningkatkan kinerja aparatur negara dalam rangka mewujudkan aparatur negara
yang berfungsi melayani masyarakat, profesional, berdayaguna, produktif,
transparan, bebas dari KKN.
Untuk lebih jelasnya mengenai peta rawan bencana di Provinsi Banten dapat dilihat
pada Gambar 1.3.

1.3.4 Potensi Sumberdaya Alam

Kondisi kemiringan lahan di Provinsi Banten terbagi menjadi tiga kondisi yang ekstrim
yaitu:

I - 35
1. Lahan dengan kemiringan antara 0 15% biasanya tersebar di sepanjang pesisir utara
Laut Jawa, sebagian wilayah Kabupaten Serang, sebagian Kabupaten Tangerang
bagian utara serta wilayah selatan yaitu di sebagian pesisir selatan dari Kabupaten
Pandeglang hingga Kabupaten Lebak.
2. Perbukitan landai-sedang (kemiringan < 15% dengan tekstrur bergelombang rendah-
sedang) yang sebagian besar dataran landai terdapat di bagian utara meliputi
Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang, serta
bagian utara Kabupaten Pandeglang;
3. Daerah perbukitan terjal (kemiringan > 25%) terdapat di Kabupaten Lebak, sebagian
kecil Kabupaten Pandeglang bagian selatan dan Kabupaten Serang.
Mengkaitkan tingkat kemiringan lahan dengan jenis tanahnya, maka secara garis besar
dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelas kesesuaian lahan. Masing-masing
kesesuaian lahan dapat dikembangkan menurut rekomendasi jenis peruntukkannya, baik
budi daya maupun kawasan lindung. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.6.

1.3.4.1 Potensi Tambang

Adapun potensi Bahan galian tambang/mineral di Provinsi Banten terdapat bahan galian
industri, logam dan bahan galian energi. Wilayah Banten bagian tengah, di susun oleh
batuan sediman, batuan hasil gunung api dan batuan terobosan. Batuan sedimen
menghasilkan bahan galian pasir, batu, lempung dan gamping. Batuan hasil gunung api
menghasilkan batuan untuk bahan bangunan seperti basalt, andesit dan pasir hasil gunung
api. Dibeberapa tempat diyakini batuan hasil gunung api berupa tufa merupakan tempat
kedudukan yang potensial untuk mineralisasi logam emas. Batuan terobosan (intrusi)
menghasilkan batuan untuk bahan galian industri sebagai bahan bangunan seperti andesit
dan diorit yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan.

Bagian Selatan dari Wilayah Banten memiliki jenis bahan galian yang lebih bervariasi,
diantaranya pasir, andesit, basalt, diorit, zeolit, bentonit, kaolin, lempung, pasir kuarsa.
Bahan galian mineral logam berupa emas, perak dan sedikit logam dasar (tembaga, timbal
dan seng) dan pasir besi.

I - 36
Di Kabupaten Lebak yaitu daerah sekitar Bayah menurut hasil penyelidikan geologi
terdapat Bayah Dome. Daerah tersebut dijumpai adanya mineralisasi emas yang sudah
ditambang sejak puluhan tahun lalu yaitu berada di daerah Cikotok-Cirotan-Cikidang dan
sekitarnya, sedangkan di di sekitar G. Ciawitali dan G. Bongkok Kec. Cibeber dan
Cipanas, masih memerlukan penyelidikan tahap lanjutan untuk mengetahui penyebaran
mineralisasi emas tersebut. Mineralisasi emas di Kab. Pandeglang di jumpai di daerah
Cibaliung, yang sudah dalam tahap persiapan penambangan oleh PT. Aneka Tambang
Tbk. Daerah prospek mineral emas lainnya yaitu di daerah Kecamatan Cigeulis yang
menunjukan adanya indikasi mineralisasi serupa dengan di daerah Kecamatan Cibaliung.

Dalam pengembangan potensi pertambangan yang berada di bagian selatan wilayah


Banten tersebut perlu di pertimbangkan aspek lingkungan, oleh karena pada umumnya
daerah yang mempunyai potensi logam mulia berada pada kawasan hutan lindung bahkan
sebagian diantaranya berada pada kawasan taman nasional seperti daerah G. Ciawitali dan
bahkan lokasi tambang Cikidang yang termasuk dalam Kawasan Taman Nasional Gunung
Halimun-Salak.

Selain emas dan logam dasar bahan galian lainnya yang berpotensi untuk dikembangkan
dan dapat menjadi bahan galian unggulan Provinsi Banten di bagian selatan adalah
beberapa jenis mineral industri seperti, zeolit, bentonit, feldspar, pasir kuarsa dan
batugamping. Di kecamatan Bayah dan Panggarangan terdapat juga batubara berkualitas
baik dengan nilai kalori sekitar 6500 - 7000 kal/gr. dan batubara muda terdapat di
Kecamatan Bojongmanik dengan nilai kalori antara 4000 5000 kal/gr. Sedangkan bahan
galian lainnya yang dapat dikembangkan di bagian ini adalah batumulia dari jenis opal
(kalimaya) dan fosil kayu terkersikkan yang dikenal sebagai batusempur yang
keberadaannya sangat spesifik oleh karena termasuk sangat langka di dunia

I - 37
Gambar 1.3
Peta Rawan Bencana Provinsi Banten

I - 38
Kelas Karakteristik Kesesuaian Lahan / Rekomendasi

Tanah dataran Dapat digarap untuk usaha tani, atau untuk: Cagar Alam, Hutan, Penggembalaan Terbatas, Penggembalaan Sedang, Penggembalaan Intensif,

Kelas I
Tekstur agak halus, Drainase baik, Mudah diolah
Pertanian Terbatas, Pertanian Sedang, Pertanian Intensif, dan Pertanian Sangat Intensif,
Rekomendasi :
Responsif pemupukan Tindakan pemupukan dan pemeliharaan tanah diperlukan untuk menjaga kesuburan dan produktivitasnya
Tidak mempunyai penghambat atau ancaman kerusakan

Lahan berlereng landai Dapat digarap untuk usaha tani , atau untuk: Cagar Alam, Hutan, Penggembalaan Terbatas, Penggembalaan Sedang, Penggembalaan Intensif,

Kelas II
Agak peka erosi
Pertanian Terbatas, Pertanian Sedang, Pertanian Intensif.
Rekomendasi Pengolahan :
Bertekstur halus sampai kasar Di samping perlu pemupukan, diperlukan Tindakan pengawetan ringan seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran tanaman dengan tanaman
Memiliki sedikit hambatan dan ancaman kerusakan penutup tanah atau pupuk hijau, atau guludan

Kelerengan agak miring Dapat digarap untuk usaha tani, atau untuk: Cagar Alam, Hutan, Penggembalaan Terbatas, Penggembalaan Sedang, Penggembalaan Intensif,
Drainase buruk
Pertanian Terbatas, Pertanian Sedang.
Rekomendasi Pengolahan :
Kelas III
Permeabilitas agak cepat Tindakan pengawetan tanah khusus seperti penanaman berjalur (dalam strip), pembuatan teras, pergiliran dengan tanaman penutup tanah yang
Memiliki hambatan atau ancaman kerusakan lebih besar waktu penanamannya lebih lama dibandingkan dengan tanaman usaha tani, serta tindakan pemupukan dan pemeliharaan tanah diperlukan untuk
dibandingkan kelas II menjaga kesuburan

Kelerengan miring ( 15 % - 30 % ) Dapat digarap untuk usaha tani, atau untuk: Cagar Alam, Hutan, Penggembalaan Terbatas, Penggembalaan Sedang, Penggembalaan Intensif,
Drainase buruk
Pertanian terbatas.
Rekomendasi Pengolahan :
Kelas IV
Memiliki hambatan Tindakan pengawetan tanah khusus lebih berat dibandingkan tanah kelas III, pembuatan teras, pergiliran dengan tanaman penutup tanah yang waktu
Ancaman kerusakan lebih besar dibandingkan kelas III penanamannya lebih lama dibandingkan untuk tanah kelas III, serta tindakan pemupukan dan pemeliharaan tanah diperlukan untuk menjaga
kesuburan
Terletak pada daerah datar atau cekung sehingga selalu Tidak sesuai untuk usaha tani, atau untuk: Cagar Alam, Hutan, Penggembalaan Terbatas, Penggembalaan Sedang, Penggembalaan Intensif.
Kelas V tergenang air
Lebih sesuai untuk tanaman makanan ternak secara permanen bahkan dihutankan
Merupakan tanah liat dan masam

I - 39
Terletak pada kelerengan antara 30 % sampai 45 % Tidak sesuai untuk usaha tani, atau untuk: Cagar Alam, Hutan, Penggembalaan Terbatas, Penggembalaan Sedang.
Kelas VI
Mudah tererosi berat Lebih sesuai untuk padang rumput / tanaman makanan ternak secara permanen bahkan dihutankan. Jika untuk hutan produksi (penebangan kayu)
maka harus selektif (Hutan Produksi Terbatas)
Kelerengan 45 % - 65 % Tidak sesuai untuk usaha tani, atau untuk: Cagar Alam, Hutan, Penggembalaan Terbatas.
Kelas VII
Mudah tererosi berat Lebih sesuai untuk padang rumput / tanaman makanan ternak secara permanen bahkan dihutankan. Jika untuk hutan produksi (penebangan kayu)
maka harus selektif (Hutan Produksi Terbatas)

Kelas VIII
Kemiringan lebih dari 65 % Tidak sesuai untuk usaha tani, atau untuk: Cagar Alam.
Lebih sesuai sebagai lahan vegetasi alami / hutan alami / cagar alam / hutan lindung
Tabel 1.6 Arahan Kesesuaian Lahan Provinsi Banten

I - 40
Di sektor energi, Potensi Panas Bumi cukup prospek untuk di kembangkan, dimana
dibeberapa tempat terindikasi dengan adanya mata air panas (hotspring). Panas bumi ini
selain dapat dikembangkan untuk tujuan pariwisata juga dapat dikembangkan menjadi
pembangkit tenaga listrik yang ramah lingkungan dan merupakan sumber energi
terbarukan sebagaimana yang telah di kembangkan di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah
dan di Provinsi lainnya.

Di wilayah Kabupaten Pandeglang mata air panas terinventarisasi di daerah-daerah Kec.


Cimanggu, Malingping, G. Aseupan, G. Pulasari dan sekitar G. Karang. Sementara di
Kabupaten Serang di jumpai di sekitar Rawa Dano dan Batukuwung, Kecamatan
Padarincang. Sedangkan di Kabupaten Lebak dijumpai sekitar Kecamatan Cipanas dan
Kecamatan Muncang. Berdasarkan hasil penyelidikan terdahulu terindikasi potensi panas
bumi sebesar 700 Mw, di daerah G. Pulosari, G. Karang dan Rawa Dano.

Selain bahan galian tambang seperti yang telah disampaikan di atas di wilayah Banten
terdapat indikasi adanya minyak bumi yang kemudian oleh PT. Pertamina di sebutkan
sebagai Blok Ujungkulon yang saat ini masih ditawarkan oleh pemerintah kepada investor
untuk melakukan eksplorasi di blok tersebut.

Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar di P. Jawa terutama untuk industri dan
pembangkit listrik yang terdapat di bagian barat P. Jawa termasuk Banten didalamnya PT.
Perusahaan Gas Negara (PT. PGN) sedang membangun pipa gas dari Sumatera ke P. Jawa
melalui Kota Cilegon. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat untuk
mengganti/ mengurangi pemakaian BBM dengan menggunakan gas sebagai bahan bakar
pengganti.

Dengan keanekaragaman potensi bahan galian yang cukup besar, upaya pemanfaatannya
dilaksanakan untuk menghasilkan nilai tambah yang tinggi dalam kerangka otonomi
daerah. Dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan mentah berbagai industri yang
semakin berkembang. Pertumbuhan industri, pusat-pusat kegiatan pertanian dan
pembangunan konstruksi akan mendorong meningkatnya kebutuhan bahan galian, namun

I - 40
untuk pengembangan bahan galian lebih lanjut mengalami banyak kendala yang dihadapi
diantaranya infra struktur, transportasi, teknologi dan permodalan. Untuk saat ini kendala
umum yang dihadapi oleh pemerintahan adalah berupa iklim politik dan ekonomi yang
kurang kondusif, hal ini mengakibatkan terganggunya investasi di bidang pertambangan.
Kendala ini merupakan tantangan bagi pemerintah pusat maupun daerah untuk dapat
menciptakan iklim yang kondusif sehingga para investor dapat menanamkan modalnya di
bidang pertambangan dengan aman dan nyaman.

Dalam kaitannya dengan pengembangan potensi tambang dan energi di Provinsi Banten,
Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Banten telah melakukan beberapa studi, di
antaranya pemanfaatan potensi energi gelombang, energi surya, energi angin, dan energi
biomassa. Adapun kaitannya dengan kebijakan ketenagalistrikan menuju Banten Terang
2012, kondisi rasio elektrifikasi diluar Tangerang hingga tahun 2008 baru 72,6%, namun
demikian rasio elektrifikasi Banten relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan rasio
elektrifikasi nasional (64,3%) serta rasio elektrifikasi Jawa Barat (61,5%). Keberhasilan
dalam menaikan rasio elektrifikasi tidak lepas dari usaha serta peran semua stakeholder
ketenagalistrikan termasuk PLN, Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Salah satu upaya
meningkatkan rasio elektrifikasi adalah melalui program pembangunan listrik perdesaan
(listrik PLN dan Listrik PLTS/PLTMH).

Beberapa rekomendasi pengembangannya secara garis besar dapat dikemukakan sebagai


berikut.
1. Pengembangan Potensi Energi Surya :
a. Hampir semua daerah yang disurvei di Kabupaten Serang, Pandeglang, dan Lebak
mempunyal radiasi yang cukup untuk penerapan energi surya balk Fotovoltaik
maupun Termal.
b. Besar Radiasi rata-rata tahunan berdasarkan referensi data sekunder untuk Daerah
Banten yaitu berkisar diantara 3,5 kWh/m2/hari setelah diadakan validasi dengan
data primer ternyata tidak berbeda jauh.
c. Pada umumnya pendapatan masyarakat yang disurvel adalah dan hasil-hasil
pertanian, perkebunan dan perikanan.

I - 41
d. Pada umumnya desa-desa yang disurvei banyak yang sudah terlistriki, namun di
pedaaman masih ada yang belum terlistriki.
e. Dan hasil studi dan pengukuran langsung energi matahari merupakan energi yang
berpotensi untuk di daya gunakan, oleh sebab itu pada beberapa daerah yang
memang agak sulit dan mahal untuk pembangunan janingan listrik maka dapat
dipenuhi dengan SESF.
f. Pada beberapa daerah mungkin ada beberapa masalah sosial berkaitan dengan
pendistribusian SESF dan sosialisasinya dimasa talu sehingga
g. diperlukan kembali adanya survei yang lebih terperinci akan animo masyarakat
terhadap teknologi SESF.
h. Untuk daerah-daerah yang terdapat hasil perkebunan, persawahan, dan perikanan
maka Pengering Energi Surya Termal dapat digunakan untuk meningkatkan mutu
pengeringan hasil-hasil tersebut dan untuk penerangan kapal pencari ikan energi
SESF dapat digunakan.
i. Daerah yang penduduknya tertarik untuk menggunakan energi surya adalah
penduduk desa Barugbug.

2. Pengembangan Potensi Energi Angin :


a. Beberapa daerah yang disurvei memiliki kecepatan angin sesaat yang cukup tinggi
yang dapat ditindak lanjuti dengan pengukuran lebih detail dan lama guna
memperoleh data yang dapat digunakan sebagai dasar perancangan sistem. Daerah
pesisir pantai pada umumnya memiliki potensi angin yang cukup tinggi, seperti di
sepanjang pantai selatan Kabupaten Lebak dan Pandeglang, pesisir barat
Pandeglang dan pesisir utara Serang
b. Apabila kecepatan angin di beberapa lokasi sepanjang tahun seperti pada saat
dilakukan survei, lokasi-lokasi tersebut merupakan daerah yang sangat potensial
untuk dapat dimanfaatkan untuk lokasi pembangkit listrik tenaga angin. Namun
jika hanya beberapa saat kecepatan angin di lokasi maka perlu pengukuran lebih
ama untuk pengkajian lebih lanjut.
c. Data kecepatan angin yang diperoleh di lapangan pada saat survel dilakukan belum
dapat digunakan sebagai data rancangan pemanfaatan teknologi SKEA, karena

I - 42
belum diketahui kontinuitas atau pola dan frekuensi distribusi kecepatan angin
sebagai dasar perancangan sistem pemanfaatan SKEA. Diperlukan minimal satu
tahun pengukuran data secara terus-menerus di suatu lokasi untuk mendapatkan
pola dan distribusi kecepatan dan arah angin harlan, mingguan dan bulanan bahkan
tahunan sebagai data masukan rancangan dan perhitungan tekno-sosio-ekonomi
pemanfaatan SKEA.
d. Penyebaran potensi energi angin di wilayah-wilayah dipengaruhi oleh topografi,
kontur, rougness (hambatan kekasaran permukaan ) dan arah angin dominan,
dengan acuan di suatu lokasi pengukuran / survei. Sehingga penempatan suatu alat
ukur dan pemanfaatan SKEA merupakan suatu lokasi yang spesifik yang perlu
penelitian dan pengkajian yang mendalam.
e. Potensi energi angin yang dapat diimplementasikan akan tergantung dan potensi
energi angin di lokasi yang menentukan kapasitas pembangkit yang bisa
digunakan. Sehingga dalam satuan luasan wilayah tertentu dapat dibangkitkan
kapasitas yang dapat berbeda sesuai dengan kapasitas unit-unit SKEA terpasang.
f. Guna memperoleh data yang dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dan
perancangan pemanfaatan teknologi SKEA, diperlukan data pengukuran di suatu
lokasi untuk kurun waktu sedikitnya selama 1 tahun. Diusulkan untuk dilakukan
pengukuran potensi angin minimal 1 titik pengukuran di setiap Kabupaten yang
pada tahap awal diprediksi memiliki potensi yang cukup baik.
g. Lokasi yang dipandang cukup prospektif untuk pemanfaatan teknologi energi
angin di masa datang, untuk tahap awal diusulkan untuk dipasang peralatan ukur
potensi angin yang kontinu di Desa Muara Kecamatan Malingping (S 06 49.543
E 105 53.654) dan Desa Cihara Kecamatan Panggarangan (S 06 52.493 E 106
05.865), di Kabupaten Lebak.
h. Guna memberikan gambaran manfaat dan teknologi energi baru dan terbarukan
khususnya angin, perlu dilakukan proyek percontohan ujicoba di lokasi yang
dianggap telah memiliki persyaratan. Diusulkan untuk ujicoba pemanfaatan SKEA
untuk pemompaan air di ladang sawah tadah hujan yang memiliki sumber air
berupa sungai dengan debit yang cukup dan potensi kecepatan angin yang relatif
tinggi dan daerahnya terbuka..

I - 43
3. Pengembangan Potensi Energi Biomassa :
a. Potensi biomassa dan Iimbah pertanian yang cukup besar, di atas 1.000 kW di
Kabupaten Lebak terdapat di Bojong Manik, Leuwidamar dan Sobang. Di
Kabupaten Serang terdapat di desa Tirtayasa, sedangkan di Kabupaten Pandeglang
tidak ada yang mempunyai potensi di atas 1.000 kW
b. Potensi biomassa dan limbah Perkebunan yang cukup besar di atas 1.000 kW, di
Kabupaten Lebak terdapat di Cikareo dan Gunung Gendeng, Kabupaten
Pandeglang tidak berpotensi, dan di Kabupaten Serang terdapat di desa Wargasara,
Ujung Tebu, Batu Kuwung dan Kadubeureum.
c. Potensi Biomassa dan Iimbah peternakan di ketiga kabupaten tidak ada yang di
atas 1.000 kW.
d. Potensi biomassa hasil survei lebih rendah dan potensi menurut data sekunder,
karena survei ditujukan pada daerah yang belum terlistriki.
e. Potensi biomassa yang direkomendasikan untuk dimanfaatkan menjadi energi
panas atau listrik diperoleh dan limbah perkebunan atau pertanian dengan jumlah
energi >1.000 kW yang dapat melistriki satu desa dengan jumlah sekitar 300
Kepala Keluarga.
f. Potensi biomassa yang direkomendasikan untuk dikaji lebih lanjut untuk dapat
dimanfaatkan menjadi energi listrik dan panas dengan jumlah limbah terbesar
sekitar 5274 kW adalah di desa Bojong Manik, Kabupaten Lebak. sedangkan di
Kabupaten Serang terletak di desa Batukuwung yang mempunyai potensi biomassa
sebesar 4205 kW.
g. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam pemanfaatan
biomassa menjadi energi listrik maupun energi panas adalah sebagai berikut.
Kesinambungan bahan baku limbah
Lokasi dan infrastruktur yang ada
Teknologi yang akan digunakan
Sumber Daya Manusia yang tersedia
Faktor sosio ekonomi

I - 44
h. Potensi energi biomassa dan sampah rumah tangga penlu dievaluasi lebih lanjut,
terutama daerah yang perkembangan penduduknya di Propinsi Banten cukup pesat
terutama di Kabupaten Serang.

4. Pengembangan Potensi Energi Panas Bumi :


a. Secara umum terlihat bahwa di tiga Kabupaten yang menjadi target survel
memiliki potensi untuk pemanfaatan Panas Bumi. Dan beberapa literatur terdapat
70 titik sumber air panas bumi bertemperatur tinggi dengan kapasitas total
mencapai 19.658 MW. Namun dan hasil survey lapangan baru sekitar 50 titik
yang tenidentifikasi dengan pasti. Sebagian besar dan lokasi tersebut belum
dilakukan eksploitasi secara intensif. Dan kesemua titik sumber air panas bumi
tersebut terdapat di 3 kabupaten, yaitu Rawa Danu (possible 115 MW) dan
Batukuwung (170 MW) di Kabupaten Serang; Gunung Karang (possible 170 MW)
dan Citaman-Gunung Karang (possible 20 MW) di Kabupaten Serang dan
Pandeglang; Gunung Pulosari (Hypothetical Resources 100 Mwe) di Kabupaten
Pandeglang; Gunung Endut (Speculative 225 MW) dan Pamancalan (Speculative
225 Mwe) di Kabupaten Lebak.
b. Terutama potensi panas bumi yang ada Kabupaten Serang, tepatnya lokasi daerah
Rawa Danau sangat berpotensi untuk dijadikan pembangkit listrik. Dan data hasil
survey sebaran munculnya titik panas mehputi daerah seluas 450 km2, dengan julat
(range) temperatur antara 42 C sampal dengan 67 C di permukaan bumi, maka
diperkirakan potensi panas yang lebih besar ada pada beberapa titik di kedalaman
bumi. Potensi panas bumi mi akan bernilai ekonomis mengingat Kabupaten Serang
memiliki banyak industni padat energi, sehhngga distnibusi listriknya tidak akan
terlalu jauh.
c. Potensi panas bumi (air panas) yang terletak di dua kecamatan yaltu Kecamatan
Cipanas (desa Cipanas) dan Kecamatan Muncang (desa Sobang), Kabupaten
Lebak cukup baik terutama untuk desa Sobang yang memiliki air panas hingga
mendekati titik didih air.
d. Pemanfaatan panas bumi secara lokal sudah bisa dilakukan misalnya untuk
penggunaan energi termalnya untuk pengering atau pariwisata. Karena kebutuhan

I - 45
energi < 100 biasanya lebih banyak untuk pemanfaatan panas secara langsung
dibandingkan untuk pembangkit listrik. Panas juga tidak mudah didistribusikan
untuk jarak> 30 km, sehingga penggunaan secara lokal adalah yang paling balk,
mengingat pedesaan di wilayah Banten tersebar dalam luas wilayah yang besar.
e. Untuk mengembangkan wilayah propinsi Banten diperlukan ekplorasi lebih jauh
dan potensi-potensi panas bumi untuk pengembangan energi panas dan
ketenagalistrikan. Diperlukan sebuah studi intensif guna pemanfaatan Panas Bumi
di Wilayah Banten dengan membuat sebuah Feasibility Study atau Studi
Kelayakan. Pengembangan panas bumi untuk listrik memakan biaya yang cukup
besar. Untuk itu diperlukan studi yang sangat mendalam dan juga tentunya
kemauan dan pihak Pemda Banten sendiri.
f. Pemanfaatan panas bumi untuk tenaga listrik memerlukan temperatur> 300 C.
Mengingat panas yang timbul dipermukaan bumi di sekitar wilayah survel tidak
ada yang mencapai suhu tersebut, maka diperlukan pengeboran di beberapa tempat
untuk kemudian dilakukan teknik penetrasi ke dalam permukaan bumi untuk
mengekstrasi panas yang berada di dalamnya.
g. Perlu dilakukan kajian, apakah potensi panas bumi (air panas) di wilayah
Kecamatan Cipanas (desa Cipanas) dan Kecamatan Muncang (desa Sobang),
Kabupaten Lebak cukup potensial untuk dimanfaatkan atau tidak, perlu dilakukan
pengukuran di lokasi untuk periode waktu yang cukup dan penelitian lebih
mendalam meliputi penelitian geologi, geokimia dan geofisika dan sekitar lokasi
panas bumi.

Tabel 1.7
Jumlah Perusahaan Pertambangan Menurut Jenis Bahan Tambang
di Provinsi Banten Tahun 2013-2015

I - 46
Tahun
No. Jenis Bahan Tambang
2013 2014 2015
1 Batu Bara 16 - 4
2 Emas 19 - 15
3 Perak - - -
4 Andesit 62 - 66
5 Zeolit 1 - -
6 Galena 3 - 2
7 Pasir Darat 46 9
8 Pasir Kuarsa 4 - 1
9 Pasir Kali (Sungai) - - -
10 Bentonit 2 - 2
11 Tanah Liat 1 - 1
12 Tanah Urug 2 - -
13 Batu Gamping 10 - 5
14 Tras 2 - 5
15 Pasir Besi - - 3
16 Pasir Laut 12 - 60
17 Makadam 1 - -
18 Feldspar 1 - -
19 Breksi Tufaan - - -
20 Seng/Zn 1 - -
21 Mangan - - -
Sumber : Banten Dalam Angka (BPS), Tahun 2016

Tabel 1.8
Luas Wilayah Pertambangan Menurut Jenis Bahan Tambang
di Provinsi Banten (ha) Tahun 2013-2015

I - 47
No Tahun
Jenis Bahan Tambang
. 2013 2014 2015
1 Batu Bara 2.257,86 - 12,53
2 Emas 38.497,00 - 438,98
3 Perak 0,00 - 0,00
4 Andesit 238,52 - 340,28
5 Zeolit 101,00 - 0,00
6 Galena 519,00 - 0,14
7 Pasir Darat 243,00 - 30,00
8 Pasir Kuarsa 154,00 - 0,02
9 Pasir Kali (Sungai) 0,00 - 0,00
10 Bentonit 7,00 - 56,00
11 Tanah Liat 0,00 - 1,02
12 Tanah Urug 0,97 - 0,00
13 Batu Gamping 7 807,00 - 439,00
14 Tras 255,00 - 49,04
15 Pasir Besi 0,00 - 30,00
16 Pasir Laut 26 523,26 - 769.822,70
17 Makadam 0,00 - -
18 Feldspar 5,00 - 5,00
19 Breksi Tufaan 0,00 - -
20 Seng/Zn 500,00 - 2.566,00
21 Mangan 0,00 - -
Sumber : Banten Dalam Angka (BPS), Tahun 2016

1.1.1.2 Lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Provinsi Banten mempunyai empat kabupaten dan empat kota yang memiliki wilayah
pesisir. Panjang garis pantai mencapai 517,42 kilometer (termasuk pulau kecil). Dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak terlepas dari isu permasalahan
yang timbul terkait ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil serta sosial ekonomi dan
budaya wilayah pesisir.

A. Ekosistem Pesisir, Laut, dan Pulau-Pulau Kecil


Isu dan permasalahan ekosistem pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil yang teridentifikasi

I - 48
antara lain:
1. Kerusakan dan penurunan habitat terumbu karang. Kerusakan ekosistem terumbu
karang di Provinsi Banten umumnya disebabkan aktifitas manusia (anthropogenic
stress on coral reef) seperti kegiatan penangkapan ikan dengan bahan peledak,
bahan kimia (potassium cyanida), penangkapan ikan dengan jaring jodang dan
jaring bloon (semacam pukat harimau), penangkapan ikan hias, kegiatan industri di
pesisir Cilegon, kegiatan Pelabuhan, penambangan/pengambilan karang, kegiatan
wisata seperti pelepasan jangkar sembarangan dan penyelaman dan snorkling yang
tidak benar.
Penangkapan ikan dengan bahan peledak dan jaring menimbulkan kerusakan fisik
pada kerangka terumbu. Terumbu karang menjadi patah dan hancur, bahkan akan
menjadi potongan kecil (rubble) apabila tingkat kerusakannya tinggi. Penangkapan
ikan hias yang menggunakan bubu juga mempunyai dampak kerusakan yang sama
dengan mengangkat bongkahan terumbu. Sedangkan penangkapan ikan dengan
bahan kimia dapat menimbulkan kematian pada polip karang tanpa menimbulkan
kerusakan kerangka karang. Kematian karang yang disebabkan oleh bahan
pencemar dari kegiatan industri dan Pelabuhan juga berupa kematian polip karang,
pelepasan jangkar, penyelaman, snorkeling dan penambangan karang umumnya
menyebabkan kerusakan fisik seperti patah atau hancur pada kerangka terumbu.
2. Kerusakan dan penurunan habitat hutan mangrove. Kerusakan hutan bakau
umumnya terjadi pada kawasan yang telah mengalami tekanan dari aktifitas
manusia seperti penebangan pohon bakau, konversi lahan, penambangan batu dan
pasir, reklamasi, dan kegiatan industri. Penebangan pohon bakau umumnya
digunakan untuk keperluan kayu bakar dan sedikit untuk konstruksi bangunan dan
rumah. Penebangan pohon untuk keperluan ini tidak banyak lagi namun masih
tetap menjadi ancaman yang perlu perhatian. Reklamasi dengan menimbun
kawasan hutan bakau menjadi daratan menghilangkan sebagian dan mengurangi
habitat hutan bakau. Reklamasi terjadi di kawasan teluk Banten terutama di
Bojonegara. Kegiatan Industri dapat mempengaruhi kualitas hutan bakau melalui
pencemaranan lingkungan. Penambangan batu dan pasir secara tidak langsung juga
merusak ekosistem hutan bakau melalui perubahan pola hidrodinamika laut yang

I - 49
menimbulkan abrasi. Konversi lahan hutan bakau menjadi kepentingan lain
merupakan penyebab utama kerusakan hutan bakau di Provinsi Banten. Umumnya
konversi lahan bakau diperuntukan untuk lahan tambak. Pembukaan lahan tambak
ini menyisakan sedikit habitat hutan bakau seperti di Panimbang, Labuan, Sumur,
Pagelelaran, Cikeusik dan Cigeulis (Pandeglang), dan pesisir Cilegon. Kerusakan
ekosistem hutan bakau akan mnurunkan potensi perikanan sebagai akibat
hilangnya tempat pemijahan (spawning ground), tempat pemeliharaan larva
(nursery ground), dan tempat mencari makanan (feeding ground).
3. Kerusakan dan penurunan habitat padang lamun. Kerusakan lamun berkorelasi
dengan kerusakan habitat pesisir seperti habitat terumbu karang dan hutan bakau.
Kerusakan ekosistem padang lamun disebabkan oleh penurunan kualitas
lingkungan, reklamasi, kegiatan penangkapan ikan. Penurunan kualitas lingkungan
umumnya disebabkan oleh kegiatan industri terutama di bagian Barat Teluk Banten
dan Cilegon. Kualitas air yang tercemar akan menyebabkan terganggunya
pertumbuhan dan produktifitas lamun. Kegiatan reklamasi (pengurugan) pantai
untuk kepentingan industri, dermaga dan jetty menyebabkan hilangnya areal
padang lamun.
4. Gangguan dan penurunan biota. Penurunan biota terjadi karena akibat sekunder
penurunan kualitas lingkungan dan kerusakan habitat seperti terumbu karang,
padang lamun, hutan bakau, dan daerah aliran sungai. Kerusakan yang terjadi pada
kawasan konservasi juga akan mempengaruhi populasi biota air dan burung.
5. Gangguan Daerah Aliran Sungai (DAS). Gangguan daerah aliran air (DAS)
disebabkan adanya degradasi wilayah hulu DAS akibat penurunan kualitas air
(pencemaran), sedimentasi, dan penggundulan hutan. Penurunan kualitas air
disebabkan oleh kegiatan industri, penambangan emas dan limbah domestik yang
membuang limbahnya seperti logam berat, organik dan bahan kimia lainnya.
Sedimentasi pada DAS umumnya disebabkan oleh peningkatan run off di daerah
hulu, serta tumbuhnya tumbuhan gulma air yang sangat cepat seperti eceng
gondok, kiambang, rumput laments dan cakung. Gulma air ini akan memperlambat
aliran air, memperkecil debit air dan mempercepat pendangkalan.
6. Gangguan dan kerusakan ekosistem dan biota di kawasan konservasi. Gangguan

I - 50
ekosistem di kawasan konservasi Taman Nasional Ujung Kulon dan Cagar Alam
Pulau Dua umumnya disebabkan oleh aktifitas manusia yang tidak proposional di
dalam pemanfaatan sumberdaya alam. Berdasarkan proses yang terjadi sumber
kerusakan dapat dibedakan antara sumber primer (langsung) dan sekunder (tidak
langsung). Sumber primer yang menimbulkan permasalahan utama di kawasan
konservasi antara lain: penangkapan ikan karang dengan pengeboman, bahan
racun/kimia, alat tangkap destruktif, pengambilan batu karang dan kayu bakar,
kunjungan wisata, lintasan kawasan, penangkapan burung, telur dan satwa lainnya,
serta kurang memadainya sistem keamanan di dalam kawasan konservasi. Sedang
sumber sekunder yang menimbulkan permasalahan sekunder terhadap kawasan
konservasi seperti penggalian pasir, kegiatan industri, Pelabuhan yang berada di
luar kawasan tetapi memberikan dampak lanjutan terhadap ekosistem perairan
sekitarnya termasuk kawasan konservasi.

Muara permasalahan utama yang terjadi di kawasan konservasi adalah lemahnya


sistem keamanan yang meliputi sarana dan prasarana, tenaga keamanan, peraturan
dan perundang-undangan, sosialisasi, koordinasi antar stake holder, kesadaran
masyarakat, serta anggaran biaya pengawasan yang sangat rendah. Umumnya
permasalahan yang timbul karena sistem keamanan yang lemah akan menyebabkan
kerusakan habitat dan biotanya di kawasan konservasi.

Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran pulau-pulau di Provinsi Banten dapat


dilihat pada tabel 1.9.
Tabel 1.9
Sebaran Pulau-Pulau di Provinsi Banten

No Nama Pulau Kecamatan Desa Luas (Ha) Keterangan


Kota Cilegon
1 Merak Besar Pulomerak Taman Sari 40 Tidak berpenghuni
2 Merak Kecil Pulomerak Taman Sari 2 Tidak berpenghuni
3 Pulau Rida Pulomerak Lebak Gede 2 Tidak berpenghuni
4 Tempurung Pulomerak Lebak Gede - Tidak berpenghuni
5 Ular Ciwandan Gunung Sugih - Tidak berpenghuni
Kabupaten Pandeglang
1 Oar Sumur - 11 Pribadi (H. Toni)
2 Sumur Sumur - 1.600 -

I - 51
No Nama Pulau Kecamatan Desa Luas (Ha) Keterangan
3 Umang Sumur - 10 Wisata Pulau
4 Mangir Sumur - 1.500 Pribadi
5 Pamagangan Sumur - 900 Hutan Lindung
6 Boboko Sumur - 900 Hutan Lindung
7 Handeuleum Sumur - 60 Hutan Lindung
8 Peucang Sumur - 500 Hutan Lindung
9 Panaitan Sumur - 17.500 Hutan Lindung
10 Badul Sumur - 15 Konservasi Biota
11 Karangtikukur Sumur - 4 Hutan Lindung
12 Pindang Kecing Sumur - 4 Hutan Lindung
13 Waton Sumur - 15 Hutan Lindung
14 Handeuleum Tengah Sumur - - Tidak berpenghuni
15 Karangcopong Besar Sumur - - Tidak berpenghuni
16 Karangcopong Kecil Sumur - - Tidak berpenghuni
17 Karangcareuh Sumur Tidak berpenghuni
18 Karang Tikukur Kecil Sumur - - Tidak berpenghuni
19 Karang Ewoh Sumur - - Tidak berpenghuni
20 Karang Eurih Sumur - - Tidak berpenghuni
21 Karang Cikalapa Bareum Sumur - - Tidak berpenghuni
22 Kabuyutan Sumur - - Tidak Berpenghuni
23 Karangbidur Sumur - - Tidak Berpenghuni
24 Karang Pabayang Sumur - - Tidak Berpenghuni
25 Karang Gunung Payung Sumur - - Tidak Berpenghuni
16 Karang Jajar Sumur - - Tidak Berpenghuni
27 Batu Putih Sumur - - Tidak Berpenghuni
28 Batu Asin Sumur - - Tidak Berpenghuni
29 Batu Quran Sumur - - Tidak Berpenghuni
30 Popole Labuan - 1,2 Swasta
31 Liwungan Panimbang - 50 Swasta
32 Deli Cimanggu - 750 Penangkar Kera
33 Tinjil Cikeusik - 650 Penangkar Kera
Kabupaten Serang
1 Sangiang Anyar Cikoneng 845,50
2 Salira Bojonegara Mangunrejo 1.875 Tidak Berpenghuni
3 Tarahan Bojonegara Margagiri 11.875 Tidak Berpenghuni
4 Kemanisan Bojonegara Bojonegara 7,50 Tidak Berpenghuni
5 Cikantung Bojonegara Bojonegara 1,25 Tidak Berpenghuni
6 Karang Cawene Cinangka Cinangka - Tidak Berpenghuni
7 Karang Parejakah Cinangka Cinangka - Tidak Berpenghuni
8 Kubur Kramatwatu Terate 4.375 Tidak Berpenghuni
9 Gedang Kramatwatu Terate 1.563 Tidak Berpenghuni
10 Lima Kramatwatu Terate 3,5 Tidak Berpenghuni
11 Kali Selatan Pulo Ampel Pulo Ampel 3 -
12 Kali Utara Pulo Ampel Pulo Ampel 3,50 Tidak Berpenghuni
13 Panjang Pulo Ampel Pulo Panjang 798 Berpenghuni
14 Semut Pulo Ampel Pulo Panjang 1.875 Tidak Berpenghuni
15 Pamujan Besar Pontang Susukan 15 Tidak Berpenghuni
16 Pamujan Kecil Pontang Domas 0,63 Tidak Berpenghuni

I - 52
No Nama Pulau Kecamatan Desa Luas (Ha) Keterangan
17 Tunda/Babi Tirtayasa Wargasara 257,50 Berpenghuni
Kabupaten Tangerang
1 Pulau Betingan Teluk Naga Teluk Naga - Tidak Berpenghuni
Sumber : Dinas Kelautan dan Pesisir Provinsi Banten, 2015

B. Sosial Ekonomi dan Budaya Wilayah Pesisir


Berdasarkan karakterisitik biofisik dan oseanografi, Wilayah Pesisir Banten dapat
dibagi tiga zona, yaitu Zona Pesisir Pantai Utara, Zona Pesisir Pantai Barat, dan Zona
Pesisir Pantai Selatan. Karakteristik yang berbeda di ketiga zona tersebut memberi
pengaruh yang berbeda terhadap potensi dan permasalahan pengelolaan pesisir yang
ada.

1. Permasalahan pengembangan potensi pesisir selatan Banten adalah karena


topografi wilayah pantai selatan yang berbukit-bukit sehingga sarana jalan
untuk mencapai lokasi tersebut relatif masih terbatas bila dibandingkan dengan
pantai utara Banten. Permasalahan klasik ini cukup menghambat dalam
pergerakan orang dan barang yang diproduksi maupun yang dibutuhkan dikawasan
ini.

2. Selain itu karakteristik oseanografi pesisir Selatan yakni Samudera Hindia adalah
perairan laut lepas dengan arus dan ombak yang besar serta pengaruh perbedaan
musim barat dan timur yang sangat berperan terhadap pola pemanfaatan
sumberdaya perikanan, sehingga nelayan pantai selatan di Kabupaten Lebak
dan Pandeglang sangat tergantung pada keadaan musim ini. Pada musim barat,
kebayakan nelayan pantai selatan tidak pergi melaut. Biasanya mereka
memanfaatkan waktu luang mereka untuk memperbaiki armada perikanannya,
seperti pengecatan dan perbaikan mesin dan sebagainya. Dalam kondisi ini
praktis nelayan tidak bekerja, kecuali bagi nelayan yang mempunyai lahan
pertanian, mereka biasanya memanfaatkan waktu rehat tidak melautnya dengan
bercocok tanam.
3. Sedangkan di kawasan Utara Banten telah berkembang menjadi koridor-koridor
pertumbuhan antar kota besar seperti Serang Jakarta Cirebon. Demikian juga

I - 53
dengan pemanfaatan lahan pesisir yang sangat intensif untuk berbagai aktivitas
pembangunan seperti industri, Pelabuhan, pertanian, kawasan wisata, pemukiman
dan budidaya perairan. Permasalahan yang muncul di utara Banten bukan lagi
hambatan topografi, melainkan kepada permasalahan pemanfaatan ruang dan
aktivitasnya serta sosial ekonomi masyarakatnya.
4. Kondisi yang berbeda terjadi di pantai Barat Banten yang dapat dikatagorikan
sebagai kawasan peralihan antara wilayah pantai utara yang telah berkembang
dengan wilayah pantai selatan yang masih tertinggal. Ciri yang membedakan
tersebut adalah dengan telah berkembangnya pemenfaatan lahan seperti untuk
wisata disamping masih terdapat kawasan konservasi dan areal pertanian yang
menempati topografi yang masih berbukit-bukit serta karakteristik oseonografi
Selat Sunda yang dipengaruhi oleh karakteristik Laut Jawa dan Samudera Hindia.

1.3.4 Potensi Ekonomi Wilayah

PDRB Provinsi Banten atas dasar harga berlaku tahun 2015 sebesar 477,94 triliun rupiah.
Tiga sektor utama penyumbang PDRB Provinsi Banten terbesar adalah sektor Industri
Pengolahan sebesar 134,33 triliunrupiah (33,48%), disusul sektor Perdagangan besar dan
eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 49,15 triliun rupiah (12,08%) dan sektor
Transportasi dan Pergudangan sebesar 23,56 triliun rupiah (10,22%).

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten pada tahun 2015 sekitar 5,37 persen, lebih lambat
dibandingkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2014 (5,47%) dan tahun 2013 (6,67%). Pada
tahun 2015, wilayah dengan PDRB tertinggi yaitu Kota Tangerang sebesar 126,12 triliun
rupiah, sedangkan kabupaten Pandeglang merupakan wilayah dengan PDRB terendah
yaitu sebesar 20,28 triliun rupiah.
Pertumbuhan ekonomi yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian,
sebaliknya apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan. Indikator ini sangat
dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembangunan yang telah dicapai
oleh suatu daerah.

I - 54
Gambar Diagram 1.4
Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
di Provinsi Banten (persen), 2015

Tabel 1.10
Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Banten
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (miliar rupiah)
Tahun 2012-2015

I - 55
Tabel 1.11
Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Banten
Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha (miliar rupiah)
Tahun 2012-2015

1.3.6

Potensi Prasarana dan Sarana

1.3.6.1 Prasarana Transportasi

I - 56
Wilayah Provinsi Banten memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi, karena untuk
mendukung pergerakan orang dan barang intra provinsi maupun antar provinsi didukung
sediaan jalan kabupaten, jalan provinsi, jalan nasional dan bebas hambatan.

Jalan nasional berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor
: 290/KPTS/M/2015 yang sudah dikembangkan di Provinsi Banten yang merupakan jalan
arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer meliputi ruas-ruas jalan di
bawah ini.

Tabel 1.12
Penetapan Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional
di Provinsi Banten Tahun 2015

JALAN JALAN
PANJANG ARTERI KOLEKTOR
NO RUAS PRIMER PRIMER (JKP -
NAMA RUAS
. (AP) 1)
(KM) (KM) (KM)
1 Merak - Bts Kota Cilegon 9,40 9,40
2 JL. RAYA MERAK (CILEGON) 2,70 2,70
3 JL. RAYA CILEGON (CILEGON) 1,50 1,50
4 BTS. KOTA CILEGON - BTS. KOTA SERANG 8,40 8,40
5 JL. RAYA SERANG (CILEGON) 3,50 3,50
6 JL. RAYA CILEGON (SERANG) 2,80 2,80
7 JL. LETNAN JIDUN (SERANG) 0,59 0,59
8 JL. TB. SUWANDI (SERANG) 3,26 3,26
9 JL. ABDUL HADI (SERANG) 0,72 0,72
10 JL. KH. ABDUL FATAH HASAN (SERANG) 1,41 1,41
11 BTS. KOTA SERANG - BTS. KOTA
53,70 53,70
TANGERANG
12 JL. SUDIRMAN (SERANG) 1,78 1,78
13 JL. RAYA SERANG (TANGERANG) 8,80 8,80
14 JL. OTISTA (TANGERANG) 0,81 0,81
15 JLN. KS. TUBUN (TANGERANG) 1,12 1,12
16 JL. DAAN MOGOT (TANGERANG - BTS. DKI) 7,67 7,67
17 BTS. KOTA CILEGON - PASAURAN 38,60 38,60
18 JL. RAYA ANYER (CILEGON) 3,60 3,60
19 PASAURAN - LABUHAN 17,38 17,38
20 JL. A. YANI (LABUHAN) 1,10 1,10
21 LABUHAN - SP. LABUHAN 1,80 1,80
22 SIMP. LABUHAN - SAKETI 19,79 19,79
23 SAKETI - BTS. KOTA PANDEGLANG 15,82 15,82

I - 57
JALAN JALAN
PANJANG ARTERI KOLEKTOR
NO RUAS PRIMER PRIMER (JKP -
NAMA RUAS
. (AP) 1)
(KM) (KM) (KM)
24 CIGADUNG - CIPACUNG 10,64 10,64
BTS. KOTA PANDEGLANG - BTS. KOTA
25 11,70 11,70
RANGKASBITUNG
JL. BY PASS RANGKASBITUNG (JLN.
26 3,88 3,88
SOEKARNO HATTA RANGKASBITUNG)
BTS. KOTA RANGKASBITUNG - CIGELUNG
27 35,42 35,42
(BTS. PROV. JABAR)
28 JL.. RAYA CIIPANAS (RANGKASBIITUNG) 3,92 3,92
29 SP. LABUAN - CIBALIUNG 48,67 48,67
CIBALIUNG - CIKEUSIK - MUARA
30 37,32 37,32
BINUANGEN
31 MUARA BINUANGEUN - SIMPANG 16,85 16,85
32 SIMPANG - BAYAH 32,11 32,11
33 BAYAH - CIBARENOK - BTS. PROV. JABAR 34,50 34,50
BTS. KOTA SERANG - BTS. KOTA
34 16,64 16,64
PANDEGLANG
35 JL.. RAYA PANDEGLANG ((SERANG) 0,77 0,77
36 JL. RAYA SERANG (PANDEGLANG) 1,45 1,45
BTS.DKI/BANTEN - GANDARIA/BTS.DEPOK/
37 9,01 9,01
TANGERANG (CIPUTAT - BOGOR)
38 JLN. RAMBUTAN (CIPUTAT) 0,30 0,30
39 JL. OTISTA (CIPUTAT) 0,50 0,50
40 JL.. AKSES TOL MERAK 4,20 4,20
41 CIKANDE - RANGKASBITUNG 26,71 26,71
JL. RAYA CIKANDE (JLN. OTTO
42 0,80 0,80
ISKANDARDINATA RANGKASBITUNG)
43 CIBALIUNG - SUMUR 22,30 22,30
44 CITEUREUP - SUMUR 6,10 6,10
45 SERDANG-BOJONEGARA-MERAK 34,85 34,85
TOTAL PROVINSI BANTEN 564,89 112,36 452,53
Sumber : Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor :290/KPTS/M/2015

Tabel 1.13
Status Dan Ruas Jalan Provinsi
di Provinsi Banten Tahun 2016

No. No. Ruas Nama Ruas Panjang (Km) Fungsi Kelas

I - 58
Lama Baru

1 001 001 Pakupatan - Palima 10.320 Jalan Kolektor Primer 2 III


2 015 002 Palima - Pasang Teneng 40.729 Jalan Kolektor Primer 2 III
3 023 003 Ciruas - Petir - Wr.Gunung 25.570 Jalan Kolektor Primer 2 III
4 002 004 Lopang - Banten Lama 7.216 Jalan Kolektor Primer 2 III
5 069 005 Jl. Akses Pelabuhan Karang Hantu 0.996 Jalan Kolektor Primer 3 III
6 003 006 Jl. Trip Jamaksari 1.500 Jalan Kolektor Primer 2 III
7 004 007 Jl. Ayip Usman 2.380 Jalan Kolektor Primer 2 III
8 - 008 Jl. A. Yani (Serang) 1.599 Jalan Kolektor Primer 2 III
9 010 009 Jl. Veteran 0.715 Jalan Kolektor Primer 2 III
10 011 010 Jl. KH. Syam'un 0.530 Jalan Kolektor Primer 2 III
11 - 011 Jl. Mayor Safei (Serang) 0.539 Jalan Kolektor Primer 2 III
12 - 012 Jl. Raya Cilegon (Serang) 0.494 Jalan Kolektor Primer 2 III
13 - 013 Jl. TB. A Katib (Serang) 0.627 Jalan Kolektor Primer 2 III
14 - 014 Jl. Yusuf Martadilaga (Serang) 1.014 Jalan Kolektor Primer 2 III
15 009 015 Sempu - Dukuh Kawung 11.095 Jalan Kolektor Primer 2 III
16 013 016 Simpang Taktakan - Gn. Sari 13.040 Jalan Kolektor Primer 2 III
17 014 017 Gn. Sari - Mancak - Anyer 21.450 Jalan Kolektor Primer 2 III
18 012 018 Kramatwatu - Tonjong 4.759 Jalan Kolektor Primer 2 III
19 022 019 Ciruas - Pontang 14.607 Jalan Kolektor Primer 2 III
20 024 020 Parigi - Sukamanah 26.080 Jalan Kolektor Primer 2 III
21 068 021 Ciomas - Mandalawangi 14.300 Jalan Kolektor Primer 3 III
22 035 022 Jalan Yasin Beji 2.660 Jalan Kolektor Primer 2 III
23 073 023 Jalan Raya Industri 0.700 Jalan Kolektor Primer 2 III
24 016 024 Terate - Banten Lama 12.350 Jalan Kolektor Primer 2 III
25 017 025 Banten Lama - Pontang 16.080 Jalan Kolektor Primer 2 III
26 018 026 Pontang - Kronjo 18.430 Jalan Kolektor Primer 2 III
27 019 027 Kronjo - Mauk 11.392 Jalan Kolektor Primer 2 III
28 020 028 Mauk - Teluk Naga 20.978 Jalan Kolektor Primer 2 III
29 021 029 Teluk Naga - Dadap 8.500 Jalan Kolektor Primer 2 III
30 032 030 Citeras - Tigaraksa 27.380 Jalan Kolektor Primer 2 III
31 034 031 Tigaraksa - Malangnengah 15.500 Jalan Kolektor Primer 2 III
32 042 032 Sp.Bitung - Curug 4.850 Jalan Kolektor Primer 2 III
33 043 033 Curug - Legok - Parung Panjang 12.680 Jalan Kolektor Primer 2 III
34 046 034 Cisauk - Jaha 10.668 Jalan Kolektor Primer 2 III
35 045 035 Jl.Beringin Raya 1.725 Jalan Kolektor Primer 2 III
Jl. Raya By Pass Tangerang (Jl. III
36 047 036 4.293 Jalan Kolektor Primer 2
Sudirman)
37 048 037 Jl. M.H. Thamrin Kota Tangerang 4.182 Jalan Kolektor Primer 2 III
38 054 038 Jl. Raden Fatah (Ciledug) 4.200 Jalan Kolektor Primer 2 III
39 062 039 Jl.Raya Cipondoh (Jl. Hasyim Ashari) 10.450 Jalan Kolektor Primer 2 III

I - 59
Jl.Raya Ciledug (Jl. Hos III
40 063 040 4.694 Jalan Kolektor Primer 2
Cokroaminoto)
41 049 041 Jl. Serpong Raya 5.360 Jalan Kolektor Primer 2 III
42 050 042 Jl. Pahlawan Seribu 9.808 Jalan Kolektor Primer 2 III
43 051 043 Jl. Serpong Parung 1.550 Jalan Kolektor Primer 2 III
44 052 044 Jl. Aria Putra ( Ciputat) 4.465 Jalan Kolektor Primer 2 III
45 053 045 Jl. Raya Jombang 6.385 Jalan Kolektor Primer 2 III
46 055 046 Jl. Otto Iskandardinata (Ciputat) 0.495 Jalan Kolektor Primer 2 III
47 056 047 Jl. H. Usman ( Ciputat) 0.445 Jalan Kolektor Primer 2 III
48 057 048 Jl. Pajajaran (Ciputat) 2.100 Jalan Kolektor Primer 2 III
49 058 049 Jl. Siliwangi 2.660 Jalan Kolektor Primer 2 III
50 059 050 Jl. Puspitek Raya 4.350 Jalan Kolektor Primer 2 III
Jl. Surya Kencana - Simpang Dr. III
51 060 051 6.971 Jalan Kolektor Primer 2
Setiabudi
52 061 052 Jl. Cabe Raya - Cireundeu Raya 7.024 Jalan Kolektor Primer 2 III
53 - 053 Jl. Serang - Pandeglang (Pandeglang) 1.519 Jalan Kolektor Primer 2 III
54 - 054 Jl. A. Yani (Pandeglang) 1.536 Jalan Kolektor Primer 2 III
55 - 055 Jl. Tb. Asnawi (Pandeglang) 0.174 Jalan Kolektor Primer 2 III
56 - 056 Jl. Abdul Rahim (Pandeglang) 0.137 Jalan Kolektor Primer 2 III
57 - 057 Jl. Raya Labuan (Pandeglang) 4.024 Jalan Kolektor Primer 2 III
58 - 058 Jl. Widagdo (Pandeglang) 0.290 Jalan Kolektor Primer 2 III
Jl. Pandeglang - Rangkasbitung III
59 - 059 1.815 Jalan Kolektor Primer 2
(Pandeglang)
60 072 060 Tanjung Lesung - Sumur 25.700 Jalan Kolektor Primer 2 III
61 026 061 Mengger-Mandalawangi-Caringin 28.700 Jalan Kolektor Primer 2 III

62 027 062 Saketi - Ciandur 0.500 Jalan Kolektor Primer 2 III


63 037 063 Picung - Munjul 17.440 Jalan Kolektor Primer 2 III
64 038 064 Munjul - Panimbang 20.154 Jalan Kolektor Primer 2 III
65 039 065 Cisekeut - Sobang - Tela 12.350 Jalan Kolektor Primer 2 III
66 040 066 Munjul-Cikaludan-Cikeusik 15.990 Jalan Kolektor Primer 2 III
67 - 067 Jl. Sudirman (Labuan) 1.600 Jalan Kolektor Primer 2 III
68 070 068 Jl. Desa Teluk (Akses PPP Labuan) 0.551 Jalan Kolektor Primer 3 III
69 033 069 Maja - Koleang 16.271 Jalan Kolektor Primer 2 III
70 036 070 Saketi - Malingping - Simpang 61.420 Jalan Kolektor Primer 2 III
71 064 071 Cipanas - Warung Banten 59.000 Jalan Kolektor Primer 2 III
72 065 072 Bayah - Cikotok 15.080 Jalan Kolektor Primer 2 III
73 066 073 Cikotok - Bts Jabar 25.050 Jalan Kolektor Primer 2 III
74 067 074 Gunung Madur - Pulau Manuk 3.500 Jalan Kolektor Primer 3 III
75 - 075 Jl. A. Yani (Rangkasbitung) 2.275 Jalan Kolektor Primer 2 III
III
76 - 076 Jl. Sunan Kalijaga (Rangkasbitung) 1.797 Jalan Kolektor Primer 2

TOTAL 759.756

Sumber : Dinas Bangunan Permukiman dan Tata Ruang (DBMTR) Provinsi Banten 2016

I - 60
Prasarana kepelabuhanan yang dimiliki oleh Provinsi Banten terdiri dari Pelabuhan
khusus, Pelabuhan umum yang diusahakan, Pelabuhan umum yang tidak diusahakan
sebagaimana disajikan dalam tabel-tabel pada halaman selanjutnya. Di samping itu, di
Provinsi Banten pun sedangkan direncanakan pembangunan Pelabuhan Laut Internasional
Bojonegara, yang keberadaannya tentunya akan sangat mendukung fungsi dan peran
beberapa kota PKN di Provinsi Banten.

Adapun prasarana bandar udara yang terdapat di Provinsi Banten yaitu Bandara Budiarto
Curug, Bandara Pondok Cabe dan Bandara Gorda. Dalam uraian isu strategis daerah, di
Kabupaten Pandeglang pun akan dibangun Bandar Udara Panimbang. Gambaran kondisi
dan ketersediaan prasarana Bandar Udara Soekarno Hatta dan bandara lainnya dapat
dilihat pada Tabel 1.17 pada halaman selanjutnya.

Moda transportasi lainnya yang dimiliki oleh Provinsi Banten yaitu moda transportasi
kereta api. Sebagaimana diinformasikan dari Dinas Perhubungan Provinsi Banten, terdapat
23 stasiun yang menghubungkan Provinsi Banten dengan DKI Jakarta serta lintas
Tangerang. Gambaran kondisi dan ketersediaan prasarana kereta api dapat dilihat pada
Tabel 1.18 pada halaman selanjutnya.

Untuk lebih jelasnya mengenai sistem jaringan transportasi laut di Provinsi Banten dapat
diuraikan pada tabel-tabel sebagai berikut:

Tabel 1.14
Fasilitas Pelabuhan Penyeberangan Merak

Ukuran
Fasilitas
No Fasilitas Pelabuhan Panjang Lebar Kedalaman Luas Kapasitas Keterangan
Penunjang
(M) (M) (M Lws) (M2)

1 Dermaga I 120 80 5.5 1 Kpl/Jam Konstruksi Beton; - Dilengkapi Dengan 1


7 Kapal Moveable Brigde; Buah Gang Way
33 Trip Side Ramp; Frontal - Kemampuan Dermaga
Frame; Ruber Fender 3.000 GRT

I - 61
Ukuran
Fasilitas
No Fasilitas Pelabuhan Panjang Lebar Kedalaman Luas Kapasitas Keterangan
Penunjang
(M) (M) (M Lws) (M2)

2 Dermaga Ii 80 20 6.5 1 Kpl/Jam Break Water; - Dilengkapi Dengan


7 Kapal Konstruksi Beton; 1 Buah Gang Way
33 Trip Moveable Brigde; - Kemampuan Dermaga
Frontal Frame; Ruber 2.500 GRT
Fender; Cat Walk
3 Dermaga Iii 150 20 6.5 1 Kpl/Jam Konstruksi Beton; - Dilengkapi Dengan 1
7 Kapal Moveable Brigde; Buah Gang Way
33 Trip Side Ramp; Frontal - Kemampuan Dermaga
Frame; Ruber Fender 5.000 GRT
4 Dermaga Iv 90 20 6.5 1 Kpl/Jam Konstruksi Beton; - Milik Swasta
7 Kapal Moveable Brigde; Cat - Kemampuan Dermaga
33 Trip Walk; Ruber Fender; 3.500 GRT
Fender Baja
5 Dermaga V 125 20 10 1 Kpl/Jam Konstruksi Beton; - Kemampuan Dermaga
7 Kapal Moveable Brigde; Cat 6.000 GRT
33 Trip Walk; Ruber Fender;
Fender Baja
6 Dermaga Kapal 25 9 3.5 2 Kpl/Jam Ponton Apung; - Dilengkapi Dengan 3
Cepat 8 Kapal Konstruksi Pipa Cilinder
32 Trip Baja;Lantai Beton
7 Lahan/Areal Parkir
a. Terminal bus
b. Parkir tunggu 8.260 330 kend
c. Siap Muat Dmg I 18.818 752 kend
d. Siap Muat Dmg II 4.350 174 kend
e. Siap Muat Dmg III 4.200 168 kend
f. Siap Muat Dmg IV 8.560 342 kend
g. Siap Muat Dmg V 8.260 330 kend
9.155 366 kend
8 Kapasitas Penumpang
a. Gedung Terminal 1.535 6.140 pnp
b. Gedung loket 770 3.080 pnp
c. Gedung Ruang T. 1.155 4.620 pnp
d. Acces Brigde 2.851 11.404 pnp
Sumber : Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informasi Provinsi Banten Tahun 2015

Tabel 1.15
Pelabuhan Khusus Provinsi Banten

Konstruksi
Kedalaman Panjang Lebar
Pelabuhan Posisi Lokasi Dermaga/
No Kolam Dermaga Dermaga
Khusus Koordinat Pelabuhan Kondisi/
(M) (M) (M)
Fasilitas
1 PT. Sriwi
Dermaga 06-02'-40" LS / -2.00 150.00 20.00 Anyer Lap.
105-55'-00" BT Penumpukan
2 PT. Chandra Asri Petrochemical Centre
Dermaga 06-02'-25" LS / -8.00 75.00 52.00 Anyer Jetty /
105-55'-35" BT
3 PT. Tripolyta Indonesia, TBK
A. Dermaga 1 06-01'-58" LS / -18.00 40.00 20.00 Anyer Jetty /
105-55'-00" BT
B. Dermaga 2 06-01'-58" LS / -18.00 12.00 6.00 Anyer Jetty /
105-55'-00" BT
4 PT. Asahimas Chemical
A. Dermaga 1 06-01'-41.042" LS / -12.00 135.00 10.00 Anyer Jetty /
105-56'- 04.67" BT
B. Dermaga 2 06-01'-40" LS / -12.00 40.00 5.00 Anyer Jetty /
105-56'-20" BT
C. Dermaga 3 06-01'-34" LS / -14.00 237,77 8.00 Anyer Jetty /
105-56'-07" BT

I - 62
Konstruksi
Kedalaman Panjang Lebar
Pelabuhan Posisi Lokasi Dermaga/
No Kolam Dermaga Dermaga
Khusus Koordinat Pelabuhan Kondisi/
(M) (M) (M)
Fasilitas
5 PT. Bayer Material Science
Dermaga 06-01'-21.38" LS / -14.00 223.00 5.00 Anyer Jetty /
105-01'- 23.07" BT
6 PT. Krakatau Steel /Krakatau Bandar Samudera
A. Dermaga Luar 1 06-00'-50" LS / -12.00 170.00 17.50 Cigading Beton / Baja
105-57'-11" BT
B. Dermaga Luar 2 06-00'-50" LS / -12.00 170.00 17.50 Cigading Beton / Baja
105-57'-11" BT
C. Dermaga Luar 3 06-00'-50" LS / -15.00 230.00 17.50 Cigading Beton / Baja
105-57'-11" BT
D. Dermaga Luar 4 06-00'-50" LS / -15.00 285.00 22.15 Cigading Beton / Baja
105-57'-11" BT
E. Dermaga Luar 5 06-00'-50" LS / -10.00 240.00 30.00 Cigading Beton / Baja
105-57'-11" BT
F. Dermaga Dalam 1 06-00'-50" LS / -6.00 121.00 15.00 Cigading Beton / Baja
105-57'-11" BT
G. Dermaga Dalam 2 06-00'-50" LS / -6.00 122.00 15.00 Cigading Beton / Baja
105-57'-11" BT
H. Dermaga Dalam 3 06-00'-50" LS / -14.00 142.00 15.00 Cigading Beton / Baja
105-57'-11" BT
I. Dermaga Dalam 4 06-00'-50" LS / -14.00 142.00 15.00 Cigading Beton / Baja
105-57'-11" BT
J. Dermaga Tongkang 06-00'-50" LS / -6.00 75.00 35.00 Cigading Beton / Baja
105-57'-11" BT
7 PLTU Krakatau Steel (Krakatau Daya Listrik)
Dermaga 05-59'-45" LS / -5.00 30.00 2.50 Cigading Beton / Baja
105-58'-34" BT
8 PT. Titan Nusantara Interindo (D/H PT Peni)
Dermaga 05-58'-36" LS / -11.00 70.00 9.00 Tg. Gerem Jetty
105-53'-21" BT
9 PT. Pertamina (Terminal Transit BBM Tg. Gerem)
A. Dermaga 1 05-58'-17" LS / -13.00 40.00 4.00 Tg. Gerem Jetty
105-59'-21.5" BT
B. Dermaga 2 05-58'-24" LS / -14.00 60.00 4.00 Tg. Gerem Jetty
105-59'-18" BT
10 PT. Mitsubishi Chemical Indonesia (D/H PT Bakrie Kasei Corp)
Dermaga 05-58'-08" LS / -15.00 160.00 4.50 Tg. Gerem Jetty
105-59'-27" BT
11 PT. Unggul Indah Cahaya
Dermaga 05-57'-06" LS / -12.00 203.00 1.50 Tg. Gerem Jetty
105-59'-37" BT
12 PT. Bumimerak Terminalindo / PT Sari Sarana Kimia
Dermaga 05-57'-14" LS / -11.00 340.00 15.00 Tg. Gerem Jetty
105-59'-54" BT
13 PT. Dover Chemical
Dermaga 05-57'-07" LS / -13.00 190.00 3.00 Tg. Gerem Jetty
105-59'-55" BT
14 PT. Pro Inter Continental (Prointal)
A. Dermaga 1 05-57'-22" LS / -8.00 150.00 5.00 Tg. Gerem Jetty
105-59'-43" BT
B. Dermaga 2 05-58'-36" LS / -8.00 100.00 6.00 Tg. Gerem Jetty
105-59'-21" BT
15 PT. Indah Kiat Pulp & Paper (Merak Mas)
A. Dermaga Barat 05-55'-22" LS / -13.00 350.00 18.50 Lebak Gede Beton / Baja
105-56'-49" BT
B. Dermaga Selatan 05-55'-22" LS / -3.00 175.00 20.00 Lebak Gede Beton / Baja
105-56'-49" BT
C. Dermaga Timur 05-55'-22" LS / -13.00 300.00 27.00 Lebak Gede Beton / Baja
105-56'-49" BT
16 PT. Tomindomas Bulk Tank Terminal
Dermaga 05-54'-46" LS/ -13.00 20.00 6.00 Lebak Gede Jetty
106-57'-59" BT
17 PT. Santa Fe Pomeroy Indonesia
A. Dermaga 1 05-54'-21.06" LS / -5.00 65.00 21.50 Tj. Sekong Jetty

I - 63
Konstruksi
Kedalaman Panjang Lebar
Pelabuhan Posisi Lokasi Dermaga/
No Kolam Dermaga Dermaga
Khusus Koordinat Pelabuhan Kondisi/
(M) (M) (M)
Fasilitas
105-50'- 50.4" BT
B. Dermaga 2 05-54'-21.06" LS / -5.40 61.40 20.00 Tj. Sekong Jetty
105-50'- 50.4" BT
C. Dermaga 3 05-54'-21.06" LS / -2.40 75.50 10.00 Tj. Sekong Jetty
105-50'- 50.4" BT
18 PT. PLTU Sektor Suralaya (PT Indonesia Power)
A. Dermaga 1 05-53'-21" LS / -10.00 450.00 11.00 Suralaya Jetty
105-01'-36" BT
B. Dermaga 2 05-01'-56.27" LS / -14.00 360.00 27.50 Suralaya Jetty
106-01'- 48.82" BT
19 PT. Mesei Sarana Indonesia
A. Dermaga 1 05-53'-56" LS / -2.50 90.00 60.00 Bojonegara Jetty
106-05'-37" BT
B. Dermaga 2 05-54'-21.06" LS / -2.50 90.00 33.40 Bojonegara Jetty
105-50'- 50.4" BT
C. Dermaga 3 05-54'-21.06" LS / -2.50 90.00 60.00 Bojonegara Jetty
105-50'- 50.4" BT
20 PT. Latexia Indonesia /(dh PT Rhodia Indolatex)
Dermaga 05-52'-55.6" LS / -6.00 15.00 10.00 Bojonegara Jetty
106-02'- 01.5" BT
21 PT. Sulfindo Adiusaha
Dermaga 05-52'-58" LS / -14.00 140.00 15.00 Bojonegara Jetty
106-04'-14" BT
22 PT. Karbon Indonesia
Dermaga 05-53'-30" LS / -15.00 140.00 15.00 Bojonegara Jetty
106-05'-00" BT
23 PT. Polichem Indonesia (D/H PT GT Petrochem Industries)
Dermaga 05-53'-50.48" LS / -12.00 20.00 10.00 Bojonegara Jetty
106-04'- 40.75" BT
24 PT. Redeco Petrolin Utama
A. Dermaga 1 05-53'-00" LS / -12.00 15.00 14.00 Bojonegara Jetty
106-04'-24.36" BT
B. Dermaga 2 05-52'-52.41" LS / -12.00 15.00 14.00 Bojonegara Jetty
106-04'- 10.98" BT
25 PT. Bakrie Construction (D/H PT Trans Bakrie)
Dermaga 05-53'-46.7" LS / -5.00 46.00 5.00 Bojonegara Jetty / Beton /
106-05'- 04.4" BT Baja
26 PT. Arbe Chem (D/H PT Risjad Brasali Styrindo)
DERMAGA 05-53'-55.55" LS / -6.00 35.00 5.00 Bojonegara Jetty
106-05'- 18.15" BT
27 PT. Kusuma Raya Utama
Dermaga 05-55'-31" LS / -5.00 24.00 24.00 Bojonegara Beton / Pas.
106-06'-46" BT Batu
28 PT. Gunanusa Utama Fabricator
A. Dermaga 1 05-55'-05" LS / -7.00 100.00 20.00 Bojonegara Jetty / Beton /
106-06'-03" BT Baja
B. Dermaga 2 05-56'-40" LS / -7.00 150.00 20.00 Bojonegara Jetty / Beton /
106-06'-45" BT Baja
29 PT. Cilegon Fabricators
Dermaga 05-55'-53.5" LS / -7.00 50.00 30.00 Bojonegara Jetty
106-06'-45" BT
30 PT. Banten Java Persada (EX. PT Golden Key)
Dermaga 05-56'-16" LS / -10.00 71.00 23.00 Bojonegara Jetty
106-06'-44" BT
31 PT. Sylpha Terra (EX. PT Samandya Tandya)
Dermaga 05-57'-14" LS / -6.00 55.00 35.00 Bojonegara Beton / Pas.
106-06'-13" BT Batu
32 PT. Dias Raya Shipyard
Dermaga 05-58'-55.2" LS / -8.00 300.00 200.00 Bojonegara Beton / Pas.
106-05'-45.0" BT Batu
33 PT. Batu Alam Makmur
Dermaga 05-58'-12" LS / -8.00 40.00 40.00 Bojonegara Beton / Pas.
106-06'-05" BT Batu
34 PT. Polychem Lindo

I - 64
Konstruksi
Kedalaman Panjang Lebar
Pelabuhan Posisi Lokasi Dermaga/
No Kolam Dermaga Dermaga
Khusus Koordinat Pelabuhan Kondisi/
(M) (M) (M)
Fasilitas
Dermaga 05-53'-08.21" LS / -10.00 120.00 20.00 Puloampel Jetty
106-04'-28.89" BT
35 PT. Nusaraya Putra Mandiri
Dermaga 05-53'-52.2" LS / -12.50 10.00 15.00
105-00'-56.3" BT
Sumber : Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informasi Provinsi Banten Tahun 2015

Tabel 1.16
Pelabuhan Umum Yang Diusahakan
Pelabuhan Kedalaman Panjang Lebar
Posisi Kondisi
Umum Yang Kolam Dermaga Dermaga Lokasi Keterangan
Koordinat Fasilitas
Diusahakan (M) (M) (M)
Pelabuhan Banten (Cilegon)
06-56'-36" LS /
A. Dermaga 1 -9.50 112.00 18.00 Ciwandan Baik General Cargo
105-57'-04" BT
06-56'-36" LS /
B. Dermaga 2 -6.00 87.00 15.50 Ciwandan Baik Dry Bulk
105-57'-04" BT
06-56'-36" LS /
C. Dermaga 3 -6.00 38.00 19.00 Ciwandan Baik Dry Bulk
105-57'-04" BT
06-56'-36" LS /
D. Dermaga 4 -9.00 26.00 10.00 Ciwandan Baik Liquid Bulk
105-57'-04" BT
06-56'-36" LS /
Container / Multi
E. Dermaga 5 105-57'-04" -15.00 202.50 32.00 Ciwandan Baik
Purpose
BT
06-56'-36" LS /
F. Dermaga 6 -5.00 10.00 25.00 Ciwandan Baik Passanger Cargo
105-57'-04" BT
06-56'-36" LS /
G. Dermaga 7 -6.00 38.00 19.00 Ciwandan Baik General Cargo
105-57'-04" BT
H. Dermaga Khusus 06-56'-47" LS /
-15.00 150.00 32.00 Ciwandan Baik Container Special
Batubara 105-49'-42" BT

Pelabuhan Penyeberangan Merak


Embarkasi &
05-55'-05" LS /
A. Dermaga 1 -5.50 120.00 80.00 Merak Merak Debarkasi Pnp. &
106-56'-12" BT
Kend. / Barang
B. Dermaga 2 -6.50 80.00 20.00 Merak Merak

C. Dermaga 3 -6.50 150.00 20.00 Merak Merak

D. Dermaga 4 -5.50 90.00 20.00 Merak Merak


E. Dermaga 5 -5.50 125.00 20.00 Merak Merak
Sumber : Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informasi Provinsi Banten Tahun 2015

Tabel 1.17
Pelabuhan Umum Yang Tidak Diusahakan

I - 65
Pelabuhan
Kedalaman Panjang Lebar
Umum Posisi Kondisi
No. Kolam Dermaga Dermaga Lokasi Keterangan
Yang Tidak Koordinat Fasilitas
(M) (M) (M)
Diusahakan
1 Pelabuhan 06-02'-00" -0.50 500.00 1.00 Karangantu, Baik Konstruksi
Karangantu LS / Serang Dermaga/Talud
106-09'- 50" Pasangan Batu
BT Kali
2 Pelabuhan 05-52'-5" LS -1.50 265.00 1.00 Grenyang, Baik Konstruksi
Bojonegara / Bojonegara Dermaga/Talud
105-05'-45" Serang Pasangan Batu
BT Kali
3 Pelabuhan Anyer
A. Dermaga I 05-52'-35" -0.50 50.00 1.00 Anyer Kab. Baik Konstruksi
LS / 106- Serang Dermaga/Talud
20'-20" BT Pasangan Batu
Kali
B. Dermaga Ii 05-58'-40" -1.50 75.00 1.00 Anyer Kab. Baik Konstruksi
LS / 106- Serang Dermaga/Talud
20'-40" BT Pasangan Batu
Kali

4 Pelabuhan 06-50'-30" -3 315.00 3.00 Kp. Teluk, Baik Konstruksi


Labuan LS / 105- Ds. Teluk, Dermaga/Talud
53'-02" BT Labuan Pasangan Batu
Pandeglang Kali

Sumber : Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informasi Provinsi Banten Tahun 2015

I - 66
Tabel 1.18
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran

No Reg. Tinggi Posisi


Jenis SBNP Lokasi Pemilik
DSI (M) Koordinat
Menara Suar Cikoneng 2260 60.0 06 - 04' - 00" LS/105 - 53' - 00" BT Navigasi Klas I Tj.Priok
Menara Suar Tanjung Layar 2230 50.0 06 - 45' - 00" LS/105 - 12' - 30" BT Navigasi Klas I Tj.Priok
Menara Suar Tempurung 2280 22.0 06 - 54' - 03" LS/105 - 56' - 00" BT Navigasi Klas I Tj.Priok
Menara Suar Blimbing 2290 50.0 06 - 55' - 30" LS/104 - 33' - 30" BT Navigasi Klas I Tj.Priok
Rambu Suar Tg. Pontoh 2228 30.0 06 - 50' - 43.07" LS/105 - 52' - 48.5" BT Navigasi Klas I Tj.Priok
Rambu Suar Tg. Parat 2240 30.0 06 - 31' - 39.9" LS/105 - 15' - 58.9" BT Navigasi Klas I Tj.Priok
Rambu Suar Tg. Lesung 2245 23.0 06 - 28' - 18.4" LS/105 - 39' - 52.6" BT Navigasi Klas I Tj.Priok
Rambu Suar Karangantu 2390 10.0 06 - 01' - 40.0" LS/106 - 09' - 40.0" BT Navigasi Klas I Tj.Priok
Rambu Suar P. Rakata 2241 13.0 06 - 09' - 44" LS/105 - 17' - 31" BT Ditjen Hubla
Rambu Suar Tg. Waton 2242 25.0 06 - 36' - 46" LS/105 - 06' - 02" BT Ditjen Hubla
Rambu Suar G. Gading Front 2250.4 11.0 06 - 01' - 22" LS/105 - 57' - 33" BT PT. Peluis
Rambu Suar G. Gading Rear 2250.5 14.0 06 - 01' - 26" LS/105 - 57' - 37" BT PT. Peluis
Rambu Suar Paku 2249 5.0 06 - 02' - 22.2" LS/105 - 55' - 25.3" BT PT.Chandra Asri
Rambu Suar Pasik Brown 2268 5.0 05 - 56' - 44" LS/105 - 58' - 47.8" BT Ditjen Hubla
Rambu Suar Tg. Sekong 2269 5.0 05 - 55' - 05.4" LS/105 - 59' - 56.0" BT Ditjen Hubla
Rambu Suar Tg. Kahal 2299 5.0 05 - 53' - 20.2" LS/106 - 01' - 19.4" BT Pltn Surabaya
Rambu Suar Tg. Piala 2301 5.0 05 - 53' - 38.9" LS/106 - 05' - 03.4" BT PT. Rbs
Rambu Suar Tg. Piala 2302 5.0 05 - 53' - 39.4" LS/106 - 05' - 09.1" BT PT. Rbs
Rambu Suar Tg. Kahal 2300 7.0 05 - 53' - 40.0" LS/106 - 01' - 10.0" BT Pltn Surabaya
Rambu Suar Tg. Alang - Alang 2234 12.0 06 - 38' - 48.0" LS/105 - 22' - 12" BT Ditjen Hubla
Rambu Suar P.Ular/Pel.Cigading 2250 64.0 06 - 00' - 33.5" LS/105 - 55' - 34" BT Ditjen Hubla
Rambu Suar Cigading 2250.1 17.0 06 - 01' - 08.0" LS/105 - 57' - 02.0" BT

I - 67
No Reg. Tinggi Posisi
Jenis SBNP Lokasi Pemilik
DSI (M) Koordinat
Rambu Suar Cigading 2250.2 5.0 06 - 01' - 03.5" LS/105 - 57' - 04.2" BT
Rambu Suar Cigading 2250.3 5.0 06 - 01' - 12.7" LS/105 - 57' - 55.4" BT
Rambu Suar Anyer Terminal 2251 7.0 06 - 01' - 58.2" LS/105 - 55' - 52.4" BT
Rambu Suar Anyer Terminal 2252 10.5 06 - 02' - 10.2" LS/105 - 55' - 49.4" BT
Rambu Suar Anyer Terminal 2253 10.5 06 - 02' - 07.6" LS/105 - 55' - 45.4" BT
Rambu Suar Anyer Terminal 2254 7.0 06 - 02' -09.2 " LS/105 - 55' - 45.8" BT
Rambu Suar Anyer Terminal 2255 7.0 06 - 02' - 04.5" LS/105 - 55' - 45.4" BT
Rambu Suar Merak, Tg. Gerem 2262 5.0 05 - 58' - 26.9" LS/105 - 59' - 29.9" BT
Rambu Suar Merak, Tg. Gerem 2262.1 5.0 05 - 58' - 24.9" LS/105 - 59' - 26.8" BT
Rambu Suar Merak, Tg. Gerem 2262.2 5.0 05 - 58' - 23.1" LS/105 - 59' - 27.6" BT
Rambu Suar Merak 2263 12.0 05 - 57' - 50.6" LS/105 - 59' - 41.6" BT
Rambu Suar Merak 2264 10.0 05 - 57' - 41.0" LS/105 - 59' - 45" BT
Rambu Suar Merak 2265 12.0 05 - 57' - 50.0" LS/105 - 59' - 41.0" BT
Rambu Suar Karang Jawa 2269.5 5.0 05 - 54' - 48.7" LS/105 - 59' - 16.6" BT
Rambu Suar Merak Besar 2272 12.0 05 - 56' - 03.5" LS/105 - 59' - 31.5" BT
Rambu Suar Merak 2273 9.0 05 - 56' - 00.0" LS/105 - 59' - 44.0" BT
Rambu Suar Merak, Tg. Sekong 2277 14.0 05 - 55' - 09.5" LS/105 - 59' - 42.7" BT
Rambu Suar Sangiang Island 2281 32.0 05 - 58' - 20.0" LS/105 - 51' - 08.0" BT
Rambu Suar Uj. Cukuberagam 2292 32.0 05 - 38' - 16.0" LS/104 - 18' - 02.0" BT
Rambu Suar Suralaya 2294 9.0 05 - 53' - 04.0" LS
Rambu Suar Suralaya 2295 9.0 05 - 52' - 56.5" LS/106 - 01' - 43.0" BT
Sumber: Dishub Provinsi Banten, 2007

I - 68
Tabel 1.19
Prasarana Bandar Udara

Bandar Udara
Prasarana
Soekarno-Hatta Budiarto Curug Pondok Cabe Gorda

Runway a. 07R25L 3660mx60m a. 1230 1800mx30m a. 1836 2000mx45m a. 1836 2000mx30m

b. 07C25C 3660mx60m b. 04R22L 1660mx45m

c. 04 L22R 1100mx30m

Taxiway

A. Alpha 240.558 m2 210 m x 20 m 226 m x 23 m


2
B. Bravo 248.327 m 400 m x 20 m 238 m x 23 m
2
C. Charlie 250.773 m 230 m x 18 m 210 m x 23 m
2
D. Delta 245.626 m 764 m x 23 m; 365 m x 18 m 254 m x 12 m

E. Echo 172 m x 20 m 252 m x 23 m

F. Foxtrot 172 m x 20 m 95 m x 23 m

G. Golf 678 m x 23 m

H. Hotel 320 m x 23 m

Apron

A. Alpha 365 m x 60 m 103 m x 45 m


2
B. Bravo 266.326 m 158 m x 60 m 70 m x 55 m

C. Charlie 50 m x 60 m 353 m x 65 m

D. Delta 143 m x 6 m
2
E. Echo 472.853 m 55 m x 50 m

F. Foxtrot 120 m x 100 m

Terminal a. Terminal I 135.000 m2

Penumpang b. Terminal II 151.000 m2


Sumber : Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informasi Provinsi Banten Tahun 2015

Tabel 1.20
Prasarana Kereta Api Provinsi Banten

Jml Luas
No. Stasiun Kode Kelas Lokasi (Km+Hm) Panj. Spur Tanah Bangunan
(M) (M) (M)
Lintas Jakarta Merak
1 Pondokranji PDJ 3 20+071 2 X 1626 2.800 64
2 Sudimara SDM 2 24+244 3 X 2077 34.226 150
3 Serpong SRP 1 30+202 4 X1376 34.250 231
4 Cisauk CSK 3 32+987 2 X 1233 10.885 195
5 Parungpanjang PRP 2 41+463 4 X 1910 76.000 140
6 Cilejit CJT 3 48+505 2 X 900 7.522 21
7 Tenjo TEJ 3 55+006 2 X 920 30.920 126
8 Tigaraksa TGS 3 58+175 - 7.400 50
9 Maja MJ 3 62+548 2 X 976 20.700 81

I - 69
Jml Luas
No. Stasiun Kode Kelas Lokasi (Km+Hm) Panj. Spur Tanah Bangunan
(M) (M) (M)
10 Citeras CTR 3 69+832 2 X 957 24.000 92
11 Rks. bitung RKS B/C 79+694 8 X 1950 90.819 1.462
12 Jambubaru JBB 3 86+354 2 X 958 26.400 77
13 Catang CT 3 90+650 2 X 931 69.400 116
14 Cikeusal CKL 3 97+340 2 X 730 56.523 112
15 Walantaka WLT 3 104+907 2 X 1026 26.262 89
16 Serang SG 2 113+446 4 X 1776 44.300 358
17 Karangantu KRA 3 121+621 3 X 1182 47.208 72
18 Tonjongbaru TOJ 3 126+536 2 X 924 14.500 89
19 Cilegon CLG 2 134+227 5 X 2066 32.592 232
20 Krenceng KEN 3 137+915 3 X 1195 9.300 70
21 Merak MER 2 148+124 4 X 1291 84.000 360
Lintas Krenceng-Cigading
22 Cigadingbaru CGD 2 10+242 4 X 2540 39.479 40
Lintas Duri-Tangerang
23 Poris PIS 3 13+950 2 X 910 800 120
24 Batuceper BPR 3 15+776 1 X 188 800 20
25 Tangerang TNG 2 19+294 2 X 649 39.769 120
Sumber : Dinas Perhubungan, Komunikasi Dan Informasi Provinsi Banten Tahun 2014

1.1.1.3 Prasarana Pelayanan Umum

Salah satu kebutuhan dasar penduduk adalah pendidikan. Oleh karena itu, sarana dan
prasarana pendidikan yang bermutu dan merata di seluruh daerah khususnya daerah tertinggal
perlu diupayakan, dengan penambahan gedung sekolah dan perbaikan mutu tenaga
pengajar/guru.

Di Provinsi Banten pada tahun 2016 terdapat 4.589 unit Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah
tenaga pengajar 56.941 guru dan 1.220.057 murid. Rasio murid dan guru 21,43. Untuk
Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdapat 1.326 unit dengan jumlah tenaga pengajar
26.252 guru dan 445.545 murid Rasio murid dan guru 16,97. Sementara untuk Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), di Provinsi Banten terdapat 532 unit dengan 9.546 guru dan
150.883 murid. Rasio murid dan guru 15,81.

Selain sekolah umum, di Provinsi Banten terdapat 1.008 unit Madrasah Ibtidaiyah (MI), 952
unit Madrasah Tsanawiyah (MTs), 370 unit Madrasah Aliyah (MA) serta 3.267 pondok
pesantren.

I - 70
Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan tidak terlepas dari tersedianya sarana pendidikan
yang memadai di samping juga harus didukung oleh tenaga pendidik yang memegang
peranan utama untuk terselenggaranya proses belajar mengajar. Oleh karenanya ketersediaan
fasilitas pelayanan untuk pendidikan harus selalu disesuaikan dengan kebutuhan penduduk
yang mana dari waktu ke waktu selalu berkembang, dengan demikian penduduk dapat
terlayani dan fasilitas yang tersedia dapat berfungsi secara optimal
.
Sarana pelayanan umum lainnya adalah sarana kesehatan seperti rumah sakit, dan puskesmas
guna meningkatkan kesehatan masyarakat. Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat perlu didukung oleh sumber daya manusia di bidang kesehatan baik dalam hal
kuantitas maupun kualitas juga menjadi faktor kunci bagi upaya penyehatan masyarakat.

Jumlah rumah sakit yang ada di Provinsi Banten pada tahun 2015 berjumlah 78 unit, yang
terdiri dari 12 rumah sakit milik pemerintah dan 66 rumah sakit milik swasta. Sedangkan ,
jumlah puskesmas yang tersedia sebanyak 233 buah, jumlah Posyandu 4.766 buah dan 74
unit polindes.
Untuk Tenaga medis/kesehatan yang tersedia di Provinsi Banten selama tahun 2015 sebanyak
4.258 orang, yang terdiri dari 731 Tenaga medis, 1.597 Tenaga Keperawatan, 1.635 Tenaga
Kebidanan, 235 Tenaga Kefarmasian dan 60 Tenaga Kesehatan lainnya

3.7 Penggunaan Lahan Eksisting

Kawasan untuk fungsi lindung mempunyai status yang amat penting dalam pembangunan
berwawasan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung adalah kawasan
yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, nilai sejarah serta budaya. Untuk
kepentingan pembangunan berkelanjutan, penetapan kawasan lindung berpedoman kepada
Keppres No.32/1990.

I - 71
Sesuai dengan Keppres No.32/1990, kawasan lindung diidentifikasikan dengan
mempertimbangkan beberapa faktor antara lain ketinggian, kemiringan/sudut lereng, keadaan
hidrologi serta kawasan-kawasan yang dinyatakan sebagai kawasan bahaya alamiah maupun
kawasan-kawasan berupa cagar alam dan taman nasional.

Berdasarkan analisis kawasan lindung menurut Keppres No.32/1990, maka pengertian


kawasan lindung adalah sebagai berikut.

1. Hutan lindung, yakni yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya. Hutan


lindung yang ada adalah penjumlahan skore faktor lereng, jenis tanah dan curah hujan
melebihi angka 175.

2. Kawasan lindung yang berupa hutan adalah kawasan hutan dengan sifat khas yang
mampu memberikan pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber
daya buatan den nilai sejarah serta budaya guna kepentingan pembangunan berkelanjutan
yang berwujud kawasan suaka alam dan cagar budaya.
3. Kawasan perlindungan setempat yang terdiri dari tanah yang bergambut yang dapat
dicirikan sebagai rawa permanen.
4. Kawasan resapan air yang dicirikan dengan curah hujan yang tinggi > 2000 mm/hari,
dengan bentuk morfologi yang mampu meresapkan air hujan secara besar-besaran.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa kawasan ini sudah termasuk dalam hutan lindung.
5. Kawasan sempadan pantai, yakni kawasan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional
dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dan titik pasang tertinggi ke
arah timur.
6. Kawasan sempadan sungai, yakni sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri sungai
besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai di luar permukiman. Sedangkan untuk
sungai di kawasan permukiman diperlukan sempadan sungai antara 10 - 15 meter. Nama
dan Panjang Sungai di Provinsi Banten dapat dilihat di Tabel I.24.
7. Kawasan sempadan danau/waduk, yakni daratan sepanjang tepian danau/waduk yang
lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk yakni 50 - 100
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Untuk lebih jelasnya mengenai
situ/rawa/danau di Provinsi Banten dapat dilihat pada Tabel 1.25
8. Kawasan sekitar mata air, yakni semua mata air dilindungi pada jari-jari 200 meter dan
sekitar mata air.

I - 72
9. Kawasan rawan bencana alam berupa letusan gunung berapi, tanah longsor dan gempa
bumi.
Adapun untuk luas penggunaan lahan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten dapat
dilihat dalam Tabel I.21 berikut.

Tabel 1.21
Luas Penggunaan Lahan Menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten 2013

Jenis Lahan
Kabupaten/Kota Lahan Lahan Tadah Lahan Pasang Lahan Rawa Jumlah
Irigasi Hujan Surut Lebak
Kab. Pandeglang 22.311 32.428 - - 54.739
Kab. Lebak 23.101 23.105 7 - 46.213
Kab. Tangerang 25.605 13.092 - - 38.697
Kab. Serang 28.272 16.665 620 - 45.557
Kota Tangerang 551 264 - - 815
Kota Cilegon 356 1.406 - 10 1.772
Kota Serang 5.006 3.470 - - 8.476
Kota Tangerang
- 213 - - 213
Selatan
Banten 105.202 90.643 627 10 196.482
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten Tahun 2015.

Tabel 1.22
Nama dan Panjang Sungai di Provinsi Banten

Panjang
Kabupaten/Kota Nama Sungai Lokasi
(Km)
Kabupaten Pandeglang 01.Ciliman 111,95 Pandeglang-Lebak
02.Cisilih 7,23 Pandeglang
03.Cipaseuh 2,26 Pandeglang
04.Citraju 3,51 Pandeglang
05.Cibuluheun 9,05 Pandeglang
06.Cihideung 4,87 Pandeglang
07.Cicangkeuteuk 9,04 Pandeglang
08.Cikupaeun 7,21 Pandeglang
09.Ciruwuheun 14,61 Pandeglang-Lebak
10.Cijeungjing 8,60 Pandeglang
11.Cipanueun 2,39 Pandeglang
12.Cianghiang 12,74 Pandeglang
13.Cidilem 14,46 Pandeglang-Lebak
14.Citeupuseun 15,51 Pandeglang-Lebak
15.Cisaat 5,71 Pandeglang-Lebak
16.Cibungur 13,15 Pandeglang
17.Cilemer 57,29 Pandeglang-Lebak
18.Cisata 26,66 Pandeglang

I - 73
Panjang
Kabupaten/Kota Nama Sungai Lokasi
(Km)
19.Cipua 8,46 Pandeglang-Lebak
20.Ciheru 9,75 Pandeglang
21.Cigindang 10,62 Pandeglang
22.Cisuryaneun 21,19 Pandeglang
23.Cibeutengpeurih 16,63 Pandeglang
24.Cimoyan 43,84 Pandeglang-Lebak
25.Cikadueun 31,59 Pandeglang
26.Anak Cikadueun 1 16,47 Pandeglang
27.Cijango 1 3,35 Pandeglang
28.Ciseukeut 33,55 Pandeglang
29.Cijango 2 4,98 Pandeglang
30.Cimanis 19,30 Pandeglang
31.Cibodas 7,91 Pandeglang
32.Cibodot 7,70 Pandeglang
33.Cimalieng 29,65 Pandeglang
34.Cibama 15,66 Pandeglang
35.Ciseuleundeungen Leutik 25,62 Pandeglang
36. Anak Ciseuleundeungen Leutik 8,77 Pandeglang
37. Ciseuleundeungen 20,44 Pandeglang
38.Citundun 1 9,04 Pandeglang
39.Citundun 2 8,23 Pandeglang
40.Ciputen Agung 22,98 Pandeglang
41.Anak Ciputen Agung 1 6,67 Pandeglang
42.Cihideung 18,88 Pandeglang
43.Cimajeng 18,86 Pandeglang
44.Anak Cimajeng 1 5,77 Pandeglang
45.Anak Cimajeng 2 6,64 Pandeglang
46.Citapis 11,54 Pandeglang
47.Cikiruh 11,04 Pandeglang
48.Anak Cikiruh 1 2,46 Pandeglang
49.Citeureup 10,61 Pandeglang
50.Cisaah 9,61 Pandeglang
51.Cipedang 8,79 Pandeglang
52.Anak Cipedang 5,07 Pandeglang
53.Cikalor 8,38 Pandeglang
54.Ciparalak 8,23 Pandeglang
55.Anak Ciparalak 1 4,18 Pandeglang
56. Anak Ciparalak 2 7,29 Pandeglang
57.Cijaman 7,95 Pandeglang
58.Citajur 7,43 Pandeglang
59.Citandahin 7,34 Pandeglang
60.Cicangkok 6,29 Pandeglang
61.Cicukanggalih 5,72 Pandeglang
62.Cilurah 5,54 Pandeglang
63.Cilintang 2,66 Pandeglang
64.Cirenggit 2,06 Pandeglang
65.Cipasauran - Pandeglang
66.Cibaliung 42,62 Pandeglang
67.Cibinuangeun 50,18 Pandeglang-Lebak
68.Cikoncang 15,59 Pandeglang-Lebak
69.Cileungsir 14,39 Pandeglang
70.Cipendeuy 9,17 Pandeglang-Lebak
71.Cidolorong 24,81 Pandeglang
72.Cipanas 9,89 Pandeglang
73.Anak Cidolorong 1 17,41 Pandeglang
74.Cibutuhdeing 25,45 Pandeglang
75.Citeluk 19,98 Pandeglang
76.Anak Cilewih Buaya 1 9,04 Pandeglang
77. Anak Cilewih Buaya 2 10,49 Pandeglang
78.Cipatujah 27,50 Pandeglang

I - 74
Panjang
Kabupaten/Kota Nama Sungai Lokasi
(Km)
79.Anak Cipatujah 1 10,83 Pandeglang
80.Cibandowoh 14,06 Pandeglang
81.Cihandoyan 20,33 Pandeglang
82.Cilutuk 12,94 Pandeglang
83.Cigebang 4,78 Pandeglang
84.Anak Cilutuk 1 7,72 Pandeglang
85. Anak Cilutuk 2 4,98 Pandeglang
86.Cipunduy 9,67 Pandeglang
87.Cikelecetapi 8,64 Pandeglang
88.Cijahe 6,93 Pandeglang
89.Cijeruk 10,83 Pandeglang
90.Pamangan 5,07 Pandeglang
91.Ciarejuk 11,45 Pandeglang
92.Cikalejetan 11,78 Pandeglang
93. Cikaung 8,17 Pandeglang
94.Cimanjaya 8,52 Pandeglang
95. Ciharanas 8,78 Pandeglang
96. Cipanaitan 2,43 Pandeglang
Kabupaten Lebak 01.Cisiih 38,09 Lebak
02.Cisiih Leutik 16,09 Lebak
03.Anak Cisiih 19,91 Lebak
04.Cisawarna 37,01 Lebak
05.Anak Cisawarna 1 11,28 Lebak
06. Anak Cisawarna 2 9,00 Lebak-Bogor
07.Cibareno 36,82 Lebak-Bogor
08.Cikidang 18,16 Lebak
09.Cibareno 16,72 Lebak-Bogor
10.Cilangkahan 35,74 Lebak
11.Cipeucangpare 11,96 Lebak
12.Anak Cilangkahan 1 8,49 Lebak
12. Anak Cilangkahan 2 3,82 Lebak
13. Anak Cilangkahan 3 6,82 Lebak
14. Anak Cilangkahan 31 5,78 Lebak
15. Anak Cilangkahan 4 8,36 Lebak
16. Anak Cilangkahan 5 5,78 Lebak
17. Anak Cilangkahan 6 12,09 Lebak
18.Cipalabuh 3,26 Lebak
19. Anak Cilangkahan 7 7,37 Lebak
20.Cihara 29,6 Lebak
21.Cimapang 18,37 Lebak
22.Anak Cipagar 1 11,75 Lebak
23.Cipagar 24,95 Lebak
24.Anak Cipagar 2 5,37 Lebak
25.Anak Cipagar 3 9,78 Lebak
26.Anak Cipagar 4 6,03 Lebak
27.Anak Cipagar 5 4,48 Lebak
28.Cimadur 23,10 Lebak
29.Cidikit 21,43 Lebak
30.Cidikit Leutik 19,73 Lebak
31.Anak Cimadur 1 7,74 Lebak
32.Cileuwih Buaya 11,60 Lebak
33.Cipambulan 12,08 Lebak
34.Cibodas 17,10 Lebak
35.Cipangbuangeun 6,25 Lebak
36.Cimalur 10,42 Lebak
37.Cimaringgo 26,67 Lebak-Pandeglang
38.Cimancak 19,60 Lebak
Kabupaten Tangerang 01.Cirahab 49,00 Kabupaten Tangerang
02.Sabi 7,10 Kabupaten Tangerang
03.Cimanceuri 106,88 Kabupaten Tangerang

I - 75
Panjang
Kabupaten/Kota Nama Sungai Lokasi
(Km)
04.Dadap 6,54 Kabupaten Tangerang
Kabupaten Serang 01.K Anyer 5,775 Kabupaten Serang
02.Cikoneng 17,250 Kabupaten Serang
03.Cidagou 19,125 Kabupaten Serang
04.Citawing 7,500 Kabupaten Serang
05.Cicapa 3,900 Kabupaten Serang
06.Cisangkuy 9,000 Kabupaten Serang
07.Cilangkap 3,750 Kabupaten Serang
08.Cilampit 4,800 Kabupaten Serang
09.Ciluncang 5,025 Kabupaten Serang
10.Cibojong 6,975 Kabupaten Serang
11.Cipadarincang 6,075 Kabupaten Serang
12.Cilumpang 9,825 Kabupaten Serang
13.Cisawarna 12,000 Kabupaten Serang
14.Cibarugbug 21,600 Kabupaten Serang
15.Cipangkalan 9,975 Kabupaten Serang
16.Cisumurlubang 5,175 Kabupaten Serang
17.Cikranjung 5,625 Kabupaten Serang
18.Ciluncing 10,875 Kabupaten Serang
19.Cilengkong 9,375 Kabupaten Serang
20.Cijalupong 4,725 Kabupaten Serang
21.Ciujung 56,625 Kabupaten Serang
22.Cianyer 7,875 Kabupaten Serang
23.Cijumping 12,750 Kabupaten Serang
24.Cikopo 4,275 Kabupaten Serang
25.Cidurian 49,875 Kabupaten Serang
Kota Tangerang 01.Cisadane 79,6 Kota Tangerang- Kab
Tangerang
02.Mokervart 13,0 Kota Tangerang
03.Angke 10,5 Kota Tangerang- DKI Jakarta
Kota Cilegon 01.S. Cibeber 20,87 Kota Cilegon
02.Kali Mancak 8,93 Kota Cilegon
03.Kali Gebalk 11,82 Kota Cilegon
04.S. Ciluwit 8,05 Kota Cilegon
05.S. Kebonsari 8,53 Kota Cilegon
06.Kali Grogol 8,53 Kota Cilegon
07.Kali Gerem 6,04 Kota Cilegon
08.Kali Cibatu 4,70 Kota Cilegon
09.Kedungingas 24,23 Kota Cilegon
10.Kali Cikuasa 3,93 Kota Cilegon
11.Kali Cilangon 6,03 Kota Cilegon
12.Kali Cipala 3,28 Kota Cilegon
13.Gunungsugih 4,79 Kota Cilegon
14.Kali Malang 3,35 Kota Cilegon
15.Kali Saksak 6,76 Kota Cilegon
16. Kali Cialak 3,79 Kota Cilegon
17. Kali Cikohot 4,59 Kota Cilegon
Kota Serang 01.Cibanten 20,43 Kota Serang
02.K. Bendung 4,38 Kota Serang
03.K. Kepuh 1,32 Kota Serang
04.Cikemayungan 1,95 Kota Serang
05.K. Asin 4,29 Kota Serang
06.K. Blokpane 4,41 Kota Serang
07.Ciwaka 6,15 Kota Serang
08.Ciwuka 12,48 Kota Serang
09.Cipari 5,07 Kota Serang
10.Cipari-Ciwaka 1,80 Kota Serang
11.Ciwatek 9,78 Kota Serang
12.Cigeplak 8,67 Kota Serang
13.Cigeplak 1 1,83 Kota Serang

I - 76
Panjang
Kabupaten/Kota Nama Sungai Lokasi
(Km)
14.Ciwatu 6,24 Kota Serang
15.Cimayan 4,56 Kota Serang
16.Cikentang 6,21 Kota Serang
17.Cikentang 1 2,40 Kota Serang
Kota Tangerang Selatan 01.Pasanggrahan 73,688 Kota Tangerang Selatan - DKI
Jakarta
02.Ulujami 7,780 Kota Tangerang Selatan
03.Sarua 18,930 Kota Tangerang Selatan
Sumber : Banten Dalam Angka Tahun 2014

Tabel 1.23
Nama dan Luas Genangan Danau/Waduk/Rawa
di Provinsi Banten

Luas Area
Kabupaten/Kota Nama Waduk/Sungai/Rawa Genangan Pemanfaatan
(Ha)
Kabupaten Pandeglang 01. Situ Cikeudal 219,00 Reservoir/Irigasi
02. Situ Jami 36,00 Reservoir/Irigasi
03. Situ Kadupayung 4,00 Reservoir/Irigasi
04. Situ Gambar 5,00 Reservoir/Irigasi
05. Situ Cukang Sadang 216,00 Reservoir/Irigasi
06. Situ Ciburung 1,50 Reservoir/Irigasi
07. Situ Gede 36,00 Reservoir/Irigasi
08. Situ Gonggong 51,00 Reservoir/Irigasi
09. Situ Ciranjeng 2,00 Reservoir/Irigasi
10. Situ Kaduranca - Reservoir/Irigasi
11. Parongpong 38,00 Reservoir/Irigasi
12. Situ Alaswangi 4,50 Reservoir/Irigasi
13. Situ Cikempong 3,50 Reservoir/Irigasi
14. Situ Cicanggung 0,50 Reservoir/Irigasi
15. Situ Cibeuteng poerih 4,00 Reservoir/Irigasi
16. Situ Sibeurem 100,00 Reservoir/Irigasi
17. Waduk Ciandur 3,00 Reservoir/Irigasi
18. Siru Cihaji 100,00 Reservoir/Irigasi
19. Situ Cikuranten 5,00 Reservoir/Irigasi
20. Situ Batu Hideung 52,00 Reservoir/Irigasi
21. Situ Sadang 2,00 Reservoir/Irigasi
Kabupaten Lebak 01. Situ Palayangan 7,00 Reservoir/Irigasi
02. Situ Cileumbur 4,50 Reservoir/Irigasi
03. Situ Cijoro 10,00 Reservoir/Irigasi
04. Situ Ciboean 2,00 Reservoir/Irigasi
05. Situ Citinggar 5,00 Reservoir/Irigasi
06. Situ Cibangreng 0,50 Reservoir/Irigasi
07. Situ Cibolegar 2,00 Reservoir/Irigasi
08. Situ Cimalur 35,00 Reservoir/Irigasi
09. Situ Ciceurem 12,30 Reservoir/Irigasi
10. Waduk Cicinta 3,50 Reservoir
11. Bendung Konsolodasi Cisela - Reservoir/Irigasi
12. Bendung Konsolodasi Cimalur - Reservoir/Irigasi
13. Bendung Konsolodasi Cibeurang - Reservoir/Irigasi
14. Situ Cikamun 5,00 Reservoir/Irigasi
15. Situ Cimaesta 3,00 Reservoir/Irigasi
16. Situ Sinar Galih 3,50 Reservoir/Irigasi
17.Situ Gede Citeupeusan - Reservoir
18. situ Gunung Beleud 2 Reservoir
19. Situ Ciburial 1,50 Reservoir
20. Situ Lebak Larang 3,00 Reservoir

I - 77
Luas Area
Kabupaten/Kota Nama Waduk/Sungai/Rawa Genangan Pemanfaatan
(Ha)
21. Rawa Lebakeusik 5,00 Reservoir
22. Rawa Gunggurung 10,00 Reservoir
23. Rawa Bageudur 110,00 Reservoir
24. Waduk Cikoncang - Reservoir
25. Waduk Cibinuangeun - Reservoir
26. Waduk Cilangkahan - Reservoir
Kabupaten Tangerang 01. Rawa Ranca Liat 67,98 Reservoir
02. Rawa Waluh 70,00 Reservoir
03. Rawa Garugak 177,00 Reservoir
04. Rawa Patrasana 245,00 Reservoir
05. Rawa Gabus 9,72 Reservoir
06. Rawa Genggong 8,40 Reservoir
07. Rawa Setingin 26,40 Reservoir
08. Rawa Gede 2,80 Reservoir
09. Rawa Sulang 8,00 Reservoir
10. Rawa Koja - Reservoir
11. Rawa Kepuh 45,00 Reservoir
12. Rawa Gelam/Panggang 11,70 Reservoir
13. Rawa Pangodokan - Reservoir
14. Rawa Dadap - Reservoir
15. Rawa Warung Rebo 7,90 Reservoir
16. Situ Pondok 27,70 Reservoir
17. Situ Cilongok 23,00 Reservoir
18. Situ Pasir Gadung 7,30 Reservoir
19. Rawa Bojong 7,60 Reservoir
20. Rawa Jambu - Reservoir
21. Situ Kelapa Dua 37,50 Reservoir
22. Situ Cihuni 32,34 Reservoir/Irigasi
23. Situ Jengkol 4,10 Reservoir/Irigasi
24. Waduk Kronjo 5,70 Reservoir/Irigasi
Kabupaten Serang 01. Situ Belungan 9,37 Reservoir/Irigasi
02. Situ Ciberang Banjar 6,00 Reservoir/Irigasi
03. Situ Terate 26,00 Reservoir/Irigasi
04. Waduk Cikande 4,00 Reservoir/Irigasi
05. Situ Cibiral - Reservoir/Irigasi
06. Situ Rampones 3,00 Reservoir
07. Situ Sindangmandi 6,00 Reservoir
08. Situ Tasik Kardi 20,00 Reservoir/Irigasi
09. Situ Rawa Danau 1.300,00 Reservoir/Irigasi
10. Situ Telaga Wangsa 10,00 Reservoir/Irigasi
11. Situ Cirahab 5,00 Reservoir/Irigasi
12. Situ Ranca Gede Jakung - Reservoir/Irigasi
13. Rawa Gede Kawao 75,00 Reservoir/Irigasi
14. Rawa Bojong Herang 10,00 Reservoir/Irigasi
15. Rawa Bojong Pring 6,00 Reservoir/Irigasi
16. Rawa Pasar Raut 20,00 Reservoir/Irigasi
17. Rawa Enang 10,00 Reservoir/Irigasi
18. Situ Cibulakan 1,00 Reservoir/Irigasi
19. Situ Citaman 1,00 Reservoir/Irigasi
20. Waduk Cilesung 0,00 Irigasi/ Air Baku
Domestik
21. Waduk Balungan 40,00 Reservoir/Irigasi
22. waduk Ciranjen 3,00 Reservoir/Irigasi
23. Waduk Cibulegar 2,00 Reservoir/Irigasi
24. Waduk Cipaseh 4,50 Reservoir/Irigasi
25. Waduk Citawang 3,20 Reservoir/Irigasi
26. Waduk Ciujung Lama - Reservoir/Irigasi
27. Waduk Lontar - Reservoir/Irigasi
28. Waduk Ciligawir - Reservoir/Irigasi

I - 78
Luas Area
Kabupaten/Kota Nama Waduk/Sungai/Rawa Genangan Pemanfaatan
(Ha)
Kota Tangerang 01.Situ Cipondoh 1.261.757 Reservoir/Irigasi
02. Situ Plawad 6,5 Reservoir
03. Situ Gede (Besar) 5,4 Reservoir
04. Situ Cangkring 6,0 Reservoir
05. Situ Bulakan 30,0 Reservoir
06. Situ Kompeni 70,0 Reservoir
07. Situ kunciran 3,0 Reservoir
08. Situ Bojong 6,0 Reservoir
09. Situ Kambing - Reservoir
Kota Cilegon 01. Rawa Arum 11,0 Reservoir/Irigasi
02. Waduk Krenceng 95 Reservoir/Irigasi
Kota Serang 01. Situ Ciwaka 40,0 Reservoir/Irigasi
02. Situ Cikulur 30,0 Reservoir/Pengendali
Banjir
03. Situ Jakung 30,0 Reservoir/Irigasi
Kota Tangerang Selatan 01. Ciledug 31,44 Reservoir/Irigasi
02. Pamulang 25,30 Reservoir/Irigasi
03. Gintung 21,40 Reservoir
04. Kuru/Legoso *) 4,00 Reservoir
05. Rompong *) 1,70 Reservoir
06. Bungur 3,25 Reservoir
07. Parigi 5,24 Reservoir
08. Pondok Jagung 7,95 Reservoir
09. Loksun - Reservoir
Sumber : Banten Dalam Angka Tahun 2015 dan Datin Dinas Sumber Daya Air danPemukiman
Keterangan : *) Terjadi Perubahan Fisik

I - 79
Gambar 1.5
Bagan Alir Penentuan Kawasan Lindung
Menurut Keppres No. 32 Tahun 1990

I - 80
Kawasan-kawasan yang tidak termasuk ke dalam kriteria kawasan lindung sebagaimana
Keppres No.32/1990 dapat diarahkan sebagai kawasan budi daya, dengan tetap
memperhatikan klasifikasi kesesuaian lahannya berdasarkan faktor ketinggian,
kemiringan/sudut lereng, keadaan hidrologi.

Acuan yang dipakai dalam kajian dan penetapan kawasan budidaya ini akan meliputi:
- penggunaan lahan, yang menjadi masukan penting untuk mengindikasikan bentuk
pola ruang budidaya yang ada; dalam hal ini fungsi yang diletakkan pada suatu
kawasan didasarkan pada fungsi dominan/utama dalam kawasan tersebut;
- kajian mengenai kecenderungan atau trend perkembangan fungsi-fungsi dan bentuk-
bentuk pemanfaatan dalam kawasan;
- kajian kesesuaian fungsi atau bentuk pemanfatan dalam ruang, seperti kesesuaian
lahan untuk kawasan budidaya pertanian, posisi lokasi relatif terhadap kegiatan atau
fungsi lainnya, penguasaan lahan (land tenureship) dan berbagai pertimbangan
lainnya;
- ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- kesepakatan-kesepakatan yang dibangun dalam proses perencanaan antar berbagai
stakeholder (bentuk participatory planning).

Atas dasar itu kemudian dapat diindikasikan skenario pengembangan kawasan budidaya
tersebut pada masa datang. Adapun usulan Usulan Kerangka Pendekatan Penetapan
Kawasan Budidaya dapat dilihat pada Gambar 1.5 sebagai berikut.

I - 81
Gambar 1.6
Kerangka Pendekatan
Perumusan/Penetapan Kawasan Budidaya RTRWP Banten

Berdasarkan data eksisting yang ada, maka secara keseluruhan pola ruang di Provinsi
Banten adalah sebagai berikut.
1. Luas kawasan lindung mencapai 294.146,72 Ha atau 30,44 % dari luas wilayah
Provinsi Banten, dengan rincian berikut.

Luas
No Kawasan Lindung
Ha %
1 Kawasan Hutan Lindung 9.893,97 1,02
2 Sempadan Pantai 5.174,00 0,54
3 Sempadan Sungai 7.877,00 0,82
4 Kawasan Sekitar Danau atau Waduk 83.155,09 8,61
5 Kawasan Sekitar Mata Air 787,00 0,08
6 Kawasan Cagar Alam Rawa Danau 3.542,70 0,37
7 Kawasan Cagar Alam Tukung Gede 1.519,50 0,16
8 Kawasan Cagar Alam Pulau Dua 32,85 0,00
9 Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon 61.357,46 6,35

I - 82
10 Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun 32.014,00 3,31
Salak
11 Kawasan Taman Wisata Alam P. Sangiang 528,15 0,05
12 Kawasan Taman Hutan Raya Banten 1.595,90 0,17
13 * KHDTK Penelitian Carita 1.499,10 0,16
14 Kawasan Rawan Bencana 80.033,42 8,28
15 Kawasan Hak Ulayat Masyarakat Baduy 5.136,58 0,53

Kawasan Lindung Provinsi Banten 294.146,72 30,44

2. Kawasan budidaya seluas 672.145,28 Ha atau 69,56 %, dengan rincian sebagai


berikut.

Luas
No Kawasan Budidaya
Ha %
1 Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
* Hutan Produksi 37.516,12 3,88
* Hutan Produksi Tetap 44.267,05 4,58
2 Kawasan Budi Daya Tanaman Pangan 196.482,00 20,33
4 Kawasan Peruntukan Perkebunan 177.433,35 18,36
3 Kawan perikanan 9.761,41 1,01
4 Kawasan Pariwisata 4.459,61 0,46
5 Kawasn Industri 41.758,81 4,32
6 Kawasan Permukiman 160.466,93 16,61
Kawasan Budidaya Provinsi Banten 672.145,28 69,56

I - 83
Gambar 1.7
Peta Penggunaan Lahan Eksisting Provinsi Banten

I - 84

Anda mungkin juga menyukai