Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Di RSUD dr.Soewondo Kendal
Disusun oleh :
30101206812
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2017
BAB I
LAPORAN KASUS
1.IDENTITAS
Umur : 6 tahun
Umur : 35 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Alamat : Brangsong
Umur : 30 tahun
Pendidikan : SMP
Alloanamnesis dengan Ibu penderita tanggal 9 Januari 2017 di Bangsal Dahlia pukul
14.00 WIB
5 hari yang lalu demam tinggi mendadak, lemas, tidak kejang, tidak batuk,
tidak pilek, tidak mual, tidak muntah, ada nyeri perut, tidak nyeri kepala,
tidak berkeringat di malam hari, tidak mengigil, tidak kejang, buang air
kecil dan buang air besar tidak ada keluhan.
Hari 2 demam masih tinggi, tidak mimisan, tidak gusi berdarah, tidak
sesak nafas, pegal-pegal, tidak nyeri, mual namun tidak muntah, makan
dan minum kurang dari biasanya
Hari ke 4 demam tinggi, badan semakin lemas, mual, nyeri perut, dan
muncul bintik-bintik merah pada lengan.
Hari ke 5 demam masih tinggi,lemas, mual, nyeri perut, bintik-bintik
merah, dan mimisan satu kali.
Saat masuk rumah sakit :
Saat masuk rumah sakit tanggal 9 Januari 2017 pukul 00.00, pasien dalam
keadaan demam subfebris, lemas, mual, bintik merah pada lengan, dan
pasien membawa hasil lab tanggal 8 Januari 2017 dengan hasil trombosit
39.000.
- Riwayat pernah sakit panas, batuk, pilek tapi tidak sampai mondok di
rumah sakit.
Penderita adalah anak pertama dari dua bersaudara. .Ayah bekerja sebagai
pedagang dan ibu tidak bekerja. Penderita tinggal bersama orang tuanya. Kebutuhan
keluarganya dicukupi oleh ayah. Biaya pengobatan menggunakan BPJS.
7. Riwayat Kelahiran
Panjang badan : 48 cm
Kesan : normal
9 bulan : campak
9. Riwayat Gizi
Pasien diberikan ASI sampai usia 2 tahun. Pasien mulai mendapat makanan
pendamping pada
usia 6 bulan. Makan 3x/hari. Porsi makanan, nasi, sayur, lauk ayam, daging, dan ikan tidak
Berat badan : 16 kg
Usia : 6 tahun
Kesan : status gizi kurang
Duduk : 7 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 12 bulan
Berbicara : 17 bulan
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present :
- Usia : 6 tahun
- Berat Badan : 16 kg
Tanda Vital :
- Suhu : 36,6 C
KU : Lemah, composmentis
Kepala : Mesocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), karies (-), lidah kotor (-)
Thorax :
Paru
Jantung
Teraba
Perkusi : Redup
Abdomen
Inspeksi : Datar
Ekstremitas :
superior inferior
5. DIAGNOSA BANDING
Demam Dengue
Demam Chikungunya
6. DIAGNOSIS SEMENTARA
7. PENATALAKSANAAN
Suportif
Infus RL 15 tpm
Medikamentosa
Ranitidin 2 x 10 mg
P.o
Monitoring
Perdarahan spontan
Hasil lab
Edukasi
Ig M dan Ig G dengue
X-foto thorax
9. PROGNOSA
O: O: O: O:
abdomen nyeri epiga abdomen nyeri epi abdomen nyeri epiga abdomen nyeri epiga
strium (+) gastrium (+) strium (-) strium (-)
pamol syr 3x1 1/2 ct pamol syr 3x1 1/2 pamol syr 3x1 1/2 ct
h cth h
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Definisi
Demam berdarah dengue, suatu penyakit demam berat yang sering mematikan,
disebabkan oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan hemostasis, dan pada
kasus berat sindrom syok kehilangan protein(1).
1.2 Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue
yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ;
DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap
serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis
dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus
dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus
dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa
keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan
manifestasi klinik yang berat (2).
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis
dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor
yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di
kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period)
sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus
dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission),
namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan
berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus
selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46
hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia
kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul(2).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis
selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat (Kabra, Jain,
Singhal, 1999)(3).
1.5 Klasifikasi/ derajat penyakit
Kriteria Klinis :
b. Manifestasi perdarahan, ditandai dengan uji torniquet positif dan salah satu bentuk
lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi), hematemesis dan
atau melena.
d. Syok ditandai dengan nadi cepat, lemah, tekanan nadi menurun, tekanan darah
turun ( 20 mmHg), kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
Kriteria Laboratoris :
3. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis sekitar
mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
4. Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak teraba dan tekanan darah
tidak terukur.
1.8 Komplikasi
Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati dengue diduga terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan, disfungsi hati, udem otak perdarahan kapiler serebral, gangguan
metabolik seperti hipoksemia atau hiponatremia serta trombosis pembuluh darah otak
sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular diseminata (KID).
Pada ensefalopati dengue kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau somnolen,
dengan atau tanpa disertai kejang, dan dapat terjadi pada DBD/SSD. Untuk memastikan
adanya ensefalopati, bila ada syok harus diatasi dulu. Pungsi lumbal dikerjakan bila syok
telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati-hati bila jml trombosit <50.000/ul). Pada
ensefalopati dengue dapat dijumpai peningkatan kada SGOT/PT, PT dan PTT
memanjang, kadar gula darah menurun, alkalosis pada analisis gas darah dan
hiponatremia.
Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindorma uremik hemolitik walaupun jarang.
Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskuler, penting diperhatikan apakah syok benar telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah
syok belum teratasi dengan baik.
Udem paru
Udem paru adalah komplikasi paling mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan
yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima biasanya tidak
akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma mesih terjadi. Akan tetapi
apabila terjadi reabsorpsi plasma dari ruang ekstravaskuler cairan masih diberikan
(kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan kadar hb dan ht tanpa memperhatikan
hari sakit) pasien akan mengalami distres pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata
dan ditunjang dengna gambaran udem paru pada foto thoraks.
1.9 Tatalaksana
Ketentuan Umum
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau
nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan
untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1. Rasa haus
dankeadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia
danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup,
susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam
pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-
100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus
diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik
diberikan antikonvulsif selama demam.
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5
fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan
laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman kebutuhan cairan intravena.
Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah
dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga
sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia,
pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu
sensitif.
Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya
adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian
cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal
dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering
(setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan
dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin. Penggantian volume
cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara
umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak
mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai
hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang
diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan
glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium
bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat
hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus
sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan
untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5
sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini.
Pemilihan jenis danvolume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat
badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat
hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan
ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan
daritabel 3 berikut.
Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500+(20x20)
=1900 ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan
plasma tidak konstan (perembesam plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun),
maka volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dankehilangan
plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume
yang bedebihan danterus menerus setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian.
Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase penyembuhan, saat terjadi
reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali kedalam intravaskuler. Apabila pada saat itu
cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema paru dandistres pernafasan. Pasien
harus dirawat dansegera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah,
letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dannadi lemah, tekanan nadi
menyempit (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, danpeningkatan mendadak dari
kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun
telahdiberi cairan intravena.
DAFTAR PUSTAKA
3 Soegijanto, Soegeng. 2010. Patogenesa Infeksi Virus Dengue Recent Update. Applied
Management of Dengue Viral Infection in Children. 6 November 2010. Halaman 11-
45.
4 Wang WK, Chao DY. High Levels of Plasma Dengue Viral Load during
Defervescence in Patients with Dengue Hemorrhagic Fever: Implications for
Pathogenesis.Virology (serial on the internet).2002 July 31 (cited 2003 Jan 31).
Available from: www.sciencedirect.com/science?_ob=article
5 Juffrie M, Van Der Meer GM, Hack CE, Hasnoot K, Sutaryo, Veerman AJP, Thijs
LG et al. Inflammatory Mediators in Dengue Virus Infection in Children:Interleukin-8
and Its Relationship to Neutrophil Degranulation.Infection and Immunity (serial on
the internet).1999 Nov 3 (cited 2000 Feb),p.702-707.Available from:
iai.asm.org/cgi/reprint/68/2/702
6 Simmonscp, Chau TNB, Thuy TT, Tuan MN, Hoang DM, Thien NT et al.Maternal
Antibody and Viral Factors in The Pathogenesis of Dengue Virus in Infants. (cited
2007August1).Availablefrom:www.exa.unne.edu.ar/bioquimica/immunoclinica/docu
mentos/maternal_antibody.pdf