PENDAHULUAN
Disfagia atau kesulitan menelan merupakan salah satu gejala kelainan atau
penyakit di orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat
gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari
ronga mulut ke lambung.1 Disfagia merupakan kesulitan dalam memulai fase
inisiasi menelan atau merupakan sensasi dimana perjalanan makanan dan cairan
terhambat dari rongga mulut ke lambung. Manifestasi klinik yang sering
ditemukan adalah sensasi makanan yang tersangsunt di daerah leher atau dada
ketika menelan.2
Disfagia merupakan masalah yang sering ditemui, akan tetapi data
epidemiologi disfagia belum banyak dilaporkan. Disfagia dapat terjadi pada
semua kelompok usia akibat dari kelainan kongenital, kerusakan struktur,
dan/atau kondisi medis tertentu. Masalah dalam menelan merupakan keluhan yang
umum didapat di antara orang berusia lanjut, dan insiden disfagia lebih tinggi
pada orang berusia lanjut dan pasien stroke. Sekitar 51-73% pasien dengan stroke
mengalami disfagia, yang merupakan faktor resiko bermakna berkembangnya
pneumonia. Oleh karenanya, deteksi dini dan pengobatan disfagia pada pasien
yang telah mengalami stroke adalah sangat penting.2, 3
Sebuah penelitian pada tahun 2011 di United Kingdom melaporkan
prevalensi disfagia sebesar 11% pada populasi umum. Kondisi ini terjadi pada 40-
70% pada pasien stroke, 60-80% pada pasien penyakit neurodegeneratif, dimana
13% terjadi pada usia diatas 65 tahun dan lebih dari 51% terjadi pada usia yang
lebih tua.3
Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi makanan yang
tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan. Lokasi rasa sumbatan di
daerah dada dapat menunjukkan kelainan di esofagus bagian torakal. Tetapi bila
sumbatan berada di leher, kelainannya terletak di faring atau esofagus bagian
servikal. Pembagian gejala dapat menjadi dua macam yaitu disfagia orofaring dan
disfagia esophagus. Gejala disfagia orofaringeal adalah kesulitan mencoba
menelan, tersedak atau menghirup air liur ke dalam paru-paru saat menelan, batuk
saat menelan, muntah cairan melalui hidung, bernapas saat menelan makanan,
suara lemah, dan berat badan menurun. Sedangkan gejala disfagia esofagus adalah
sensasi tekanan dalam dada tengah, sensasi makanan yang menempel di
tenggorokan atau dada, nyeri dada, nyeri menelan, rasa terbakar di dada yang
berlangsung kronis, belching, dan sakit tenggorokan. Disfagia dapat menjadi
ancaman serius bagi kesehatan dan dapat meningkatkan risiko terjadi aspirasi
pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan dan sumbatan jalan
napas.4 Maka dari itu, kemampuan mendiagnosis secara tepat dan cepat sangat
dibutuhkan. Selain melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang juga dibutuhkan untuk menentukan diagnosis dan penatalaksanaan
yang sesuai.
Referat ini dibuat dengan tujuan mengenal lebih dalam mengenai penegakan
diagnosis dan tatalaksana disfagia mengingat kasus yang terjadi cukup sering
dijumpai. Penegakan diagnosis yang cepat dan penanganan yang tepat diharapkan
dapat menghindari komplikasi yang mungkin terjadi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Anatomi Faring
Faring terletak di belakang cavum nasi, mulut, dan larynx. Faring
berbentuk mirip corong dengan bagian atasnya yang lebar terletak di bawah
cranium dan bagian bawahnya yang sempit dilanjutkan sebagai esofagus setinggi
C6. Faring mempunyai dinding muskulomembranosa yang tidak sempurna di
bagian depan. Jaringan muskulomembranosa diganti oleh apertura nasalis
posterior, isthmus faucium (muara ke dalam rongga mulut), dan aditus laring.
Dinding faring terdiri atas tiga lapis, yaitu mukosa, fibrosa, dan muskular.(1,2)
Orofaring
Terletak di belakang cavum oris dan terbentang dari palatum molle sampai
ke pinggir atas epiglottis.Orofaring mempunyai atap, dasar, dinding anterior,
dinding posterior, dan dinding lateral. (3,4)
Atap dibentuk oleh permukaan bawah palatum molle dan isthmus
pharyngeus.Kumpulan kecil jaringan limfoid terdapat di dalam submukosa
permukaan bawah palatum molle. (3,4)
Dasar dibentuk oleh sepertiga posterior lidah (yang hampir vertical) dan
celah antara lidah dan permukaan anterior epiglottis. Membrana mukosa yang
meliputi sepertiga posterior lidah berbentuk irregular, yang disebabkan oleh
adanya jaringan limfoid dibawahnya, disebut tonsila linguae.Pada garis tengah
membrana mukosa terdapat elevasi yang disebut plica glossoepiglotica mediana
dan dua plica glosssoepiglottica lateralis.Lekukan kanan dan kiri plica
glossoepiglottica mediana disebut vallecula. (3,4)
Dinding anterior orofaring terbuka ke dalam rongga mulut melalui isthmus
orofaring (isthmus faucium).dibawah isthmus ini terdapat pars faringeus linguae.
Dinding posterior orofaring disokong oleh corpus vertebrae C3. Pada kedua sisi
dinding lateral orofaring terdapat arkus palatoglossus dan arkus palatofaring
dengan tonsila palatina diantaranya. (3,,4)
Arkus palatoglossus adalah lipatan membrane mukosa yang menutupi m.
palatoglossus yang terdapat di bawahnya.Celah diantara kedua arkus
palatoglossus merupakan batas antara rongga mulut dan orofaring, disebut
isthmus faucium.Arkus palatofaring adalah lipatan membrane mukosa pada
dinding lateral orofaring, di belakang arkus palatoglossus. Lipatan ini menutupi
m. palatofaring yang ada di bawahnya. (3,4)
Fossa tonsilaris adalah sebuah recessus berbentuk segitiga pada dinding
lateral orofaring di antara arkus palatoglossus di depan dan arkus palatofaring di
belakang. Fossa ini ditempati oleh tonsila palatine. (3,4
Laringofaring
Terletak di belakang aditus larynges dan permukaan posterior larynx, dan
terbentang dari pinggir atas epiglottis sampai dengan pinggir bawah cartilago
cricoidea.Laringofaring memiliki dinding anterior, posterior, dan lateral. (3,4)
Dinding anterior dibentuk oleh aditus laring dan membrana mukosa yang
meliputi permukaan posterior laring.Dinding posterior disokong oleh corpus
vertebra C3 C6. Dinding lateral disokong oleh kartilago tiroid dan membrane
tyrohyoidea. Sebuah alur kecil tetapi penting pada membrana, disebut fossa
piriformis, terletak di kanan dan kiri aditus laryngis. (1,2)
2.1.1.3 Persarafan Faring
Berasal dari plexus pharyngeus yang dibentuk oleh cabang-cabang n.
glossofaring, n. vagus, dan n. simpatik.3,4
Persarafan motorik berasal dari pars cranial nervus aksesorius, yang
berjalan melalui cabang n. vagus menuju ke plexus pharyngeus, dan mempersarafi
semua otot faring kecuali m. stilofaring yang dipersarafi oleh n.
glossopharyngeus.3,4
Persarafan sensorik membrana mukosa nasofaring terutama berasal dari n.
maksilaris.Membran mukosa orofaring terutama dipersarafi oleh n.
glossopharyngeus.Membrana mukosa disekitar aditus laryngeus dipersarafi oleh
n. ramus laryngeus internus n. vagus.3,4
Mikroskopis
Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan yaitu : mukosa, submukosa, lapisan
otot dan jaringan fibrous.5 Berbeda dengan daerah lain pada saluran pencernaan,
esofagus tidak memiliki lapisan serosa.5,9 Hal ini menyebabkan esofagus lebih
sensitif terhadap trauma mekanik.(gambar 5)
Mukosa
Mukosa esofagus terdiri dari 3 lapisan yaitu membran mukosa, lamina
propria dan mukosa muskularis. Membran mukosa dibentuk oleh epitel skuamous
bertingkat tidak berkeratinisasi yang merupakan kelanjutan dari epitel di faring
dan melapisi seluruh permukaan esofagus bagian dalam kecuali pada daerah
pertemuan esofagus dan lambung yang dibentuk oleh epitel skuamous dan
kolumnar.6,9Epitel pada esofagus memiliki fungsi utama untuk melindungi
jaringan di bawahnya.10 Lamina propria merupakan jaringan ikat yang terdiri dari
serat kolagen dan elastin serta pembuluh darah dan saraf. Mukosa muskularis
adalah lapisan tipis otot polos yang terdapat pada seluruh bagian esofagus,
semakin ke proksimal semakin tipis dan semakin ke distal semakin
tebal.6,9(gambar 5)
Submukosa
Submukosa esofagus menghubungkan membran mukosa dan lapisan muskularis
yang terdiri dari limfosit, sel plasma, sel-sel saraf (pleksus Meissners), jaringan
vaskular (pleksus Heller) dan kelenjar mukosa.Kelenjar mukosa ini menghasilkan
mukus untuk lubrikasi jalannya makanandidalam esofagus. Selain itu sekresi dari
kelenjar esofagus ini sangat penting untuk pembersihan dan pertahanan jaringan
terhadap asam. .6,9,11(gambar 5).
Muskularis propria
Lapisan ini memiliki fungsi motorik, terdiri dari otot longitudinal di bagian
luar dan sirkuler di bagian dalam. Pada esofagus bagian atas komposisinya
sebagian besar terdiri otot bergaris dan bagian bawah sebagian besar terdiri dari
otot polos.6,11 Di antaranya terdapat campuran dari kedua macam otot tersebut
yang disebut dengan zona transisi.(gambar 5)
Jaringan fibrous
Jaringan fibrous adalah jaringan yang melapisi esofagus dari luar dan
menghubungkan esofagus dengan struktur-struktur di sekitarnya. Komposisinya
terdiri dari jaringan ikat, pembuluh darah kecil, saluran limfatik dan serabut-
serabutsaraf.6(gambar 5)
2.3.2. Epidemiologi
Disfagia merupakan masalah yang sering ditemui, akan tetapi data
epidemiologi disfagia belum banyak dilaporkan. Disfagia dapat terjadi pada
semua kelompok usia akibat dari kelainan kongenital, kerusakan struktur,
dan/atau kondisi medis tertentu. Masalah dalam menelan merupakan keluhan yang
umum didapat di antara orang berusia lanjut, dan insiden disfagia lebih tinggi
pada orang berusia lanjut dan pasien stroke. Sekitar 51-73% pasien dengan stroke
mengalami disfagia, yang merupakan faktor resiko bermakna berkembangnya
pneumonia. Oleh karenanya, deteksi dini dan pengobatan disfagia pada pasien
yang telah mengalami stroke adalah sangat penting.2, 3
Sebuah penelitian pada tahun 2011 di United Kingdom melaporkan
prevalensi disfagia sebesar 11% pada populasi umum. Kondisi ini terjadi pada 40-
70% pada pasien stroke, 60-80% pada pasien penyakit neurodegeneratif, dimana
13% terjadi pada usia diatas 65 tahun dan lebih dari 51% terjadi pada usia yang
lebih tua.3
2.3.3. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi1 :
1. Disfagia mekanik, timbul bila terjadi penyempitan lumen esofagus.
Penyebab : sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor dan benda asing,
peradangan mukosa esofagus, striktur lumen esofagus, penekanana
esofagus dari luar, a.subklavia yang abnormal ( disfagia lusoria ).
2. Disfagia motorik, timbul bila terjadi kelainan neuromuskular yang
berperan dalam proses menelan ( N.V, N.VII, N.IX, N.X, dan N.XII ).
Penyebab : akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan otot faring, dan
skleroderma esofagus.
3. Disfagia oleh gangguan emosi atau tekanan jiwa yang berat dikenal
sebagai globus histerikus.
2.3.4. Patofisiologi
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang
berperan dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari
beberapa faktor, yaitu:1
a. Ukuran bolus makanan
b. Diameter lumen esofagus yang dilalui bolus
c. Kontraksi peristaltik esofagus
d. Fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah
e. Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuskular
mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring
dan uvula, persarafan ekstrinsik esofagus, serta persarafan intrinsik otot-otot
esofagus bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan lancar.
Kerusakan pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan aktivitas komponen
orofaring, otot lurik esofagus, dan sfingter esofagus bagian atas. Oleh karna otot
lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas juga mendapat persarafan dari inti
motor n. vagus, maka aktivitas peristaltik esofagus masih tampak pada kelainan di
otak. Relaksasi sfingter esofagus bagian bawah terjadi akibat perenggangan
langsung dinding esofagus.1
2.3.5. Klasifikasi
Disfagia diklasifikasikan menjadi 2 klsaifikasi yaitu berdasarkan penyebabbnya
dan berdasarkan lokasinya. Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas:
a. Disfagia mekanik
Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esofagus.
Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oleh massa
tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esofagus,
striktur lumen esofagus, serta akibat penekanan lumen esofagus dari luar,
misalnya pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di
mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta.
Letak arteri subklavia dekstra yang abnormal dapat menyebabkan disfagia
yang disebut disfagia Lusoria. Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan
lumen esofagus. Pada keadaan normal lumen esofagus orang dewasa dapat
meregang sampai 4 cm. Keluhan disfagia mulai timbul bila dilatasi ini tidak
mencapai diameter 2,5 cm.13,14
b. Disfagia motorik
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuskular yang
berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan
saraf otak n. V, n. VII, n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah,
serta gangguan peristaltik esofagus dapat menyebabkan disfagia.13,14
Kelainan otot polos esofagus yang dipersarafi oleh komponen
parasimpatik nervus vagus dan neuron nonkolinergik pasca ganglion (post
ganglionic noncholinergic) di dalam ganglion mienterik akan menyebabkan
gangguan kontraksi dinding esofagus dan relaksasi sfingter esofagus bagian
bawah, sehingga dapat timbul keluhan disfagia. Penyebab utama dari disfagia
motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan otot faring, dan
skleroderma esofagus.13,14
2.3.7 Diagnosis
Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis. dipadukan anamnesis cermat untuk
menentukan diagnosis kelainan atau penyakit yang menyebabkan timbulnya
disfagia. Riwayat neurologik yang mungkin berhubungan dengan beberapa
penyakit yang dapat menyebabkan disfagia seperti multipel sklerosis, stroke, serta
penyakit Parkinson dan Alzheimer harus ditanyakan. Selain itu jenis makanan
yang menyebabkan timbulnya disfagia dapat memberikan informasi kelainan yang
terjadi. Pada disfagia mekanik, mula-mula kesulitan menelan hanya terjadi pada
waktu menelan makanan padat. Bolus makanan tersebut kadang-kadang perlu
didorong dengan air dan pada sumbatan yang lebih lanjut cairan pun akan sulit
ditelan. Bila sumbatan ini terjadi secara progresif dalam beberapa bulan, maka
harus dicurigai kemungkinan adanya proses keganasan di esofagus. Sebaliknya
pada disfagia motorik, yaitu pada pasien akalasia dan spasme difus esofagus,
keluhan sulit menelan makanan padat dan cairan terjadi dalam waktu yang
bersamaan.
Waktu dan perjalanan keluhan disfagia dapat memberikan gambaran yang
lebih jelas untuk diagnostik. Disfagia yang hilang dalam beberapa hari dapat
disebabkan karena adanya peradangan di esofagus. Disfagia yang terjadi dalam
beberapa bulan dengan penurunan berat badan yang cepat dicurigai adanya
keganasan di esofagus. Bila disfagia ini berlangsung bertahun-tahun untuk
makanan padat perlu dipikirkan adanya kelainan yang bersifat jinak atau di
esofagus bagian distal (lower esophageal muscular ring). Lokasi rasa sumbatan di
daerah dada dapat menunjukkan kelainan esofagus bagian torakal, tetapi bila
sumbatan terasa di leher. maka kelainannya dapat terjadi di faring atau esofagus
bagian servikal. Gejala lain yang menyertai disfagia yaitu seperti masuknya cairan
ke .dalam hidung ketika sedang minum menandakan adanya kelumpuhan otot-
otot faring.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pemeriksaan pada daerah leher
untuk melihat dan meraba adanya massa tumor atau pembesaran kelanjar limfa
yang dapat menekan esofagus. Hal tersebut penting untuk menentukan penyebab
akibat mekanik ataupun lainnya. Daerah rongga mulut perlu diteliti apakah ada
tanda-tanda peradangan pada orofaring dan tonsil selain adanya massa tumor yang
dapat mengganggu proses menelan. Selain itu perlu juga diteliti adanya
kelumpuhan otot-otot lidah dan arkus faring yang disebabkan oleh gangguan
dipusat menelan maupun pada saraf otak n.V, n.VII, n.IX, n.X dan n.XII.
Pemeriksaan intraoral dilakukan dengan inspeksi intraoral untuk melihat
lesi, sisa makanan, atau kelainan struktural. Palpasi dengan sarung tangan pada
dasar mulut, gusi, fosa tonsiler, bahkan lidah, untuk menyingkirkan adanya tumor.
Adanya atrofi, kelemahan, dan fasikulasi lidah dicatat. Kekuatan lidah bisa diukur
dengan menempatkan jari pada pipi bagian luar dan menahan lidah penderita yang
diminta untuk menekan pipi dari dalam. Selain itu palatum diinspeksi untuk
melihat posisi simetris pada saat istirahat dan saat fonasi. Setiap sisi palatum
distimulasi untuk menimbulkan refleks muntah, sambil memperhatikan apakah
palatum mole dan dinding faring berkontraksi secara simetris. Adanya refleks
primitif (sucking, biting, dan snout) perlu dicatat. Terdapatnya refleks-refleks ini
pada orang dewasa mengindikasikan adanya kerusakan pada kedua hemisfer atau
lobus frontalis yang menyebabkan kelemahan oral motor control. Pembesaran
jantung sebelah kiri, elongasi aorta, tumor bronkus kiri dan pembesaran kelenjar
limfa mediastinum juga dapat menyebabkan keluhan disfagia.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah:
1. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan penunjang foto polos esofagus dan yang memakai zat
kontras, dapat membantu menegakkan diagnosis kelainan pada esofagus.
Pemeriksaan ini tidak invasif. Dengan pemeriksaan fluoroskopi dapat dilihat
kelenturan dinding esofagus, adanya gangguan peristaltik, penekanan lumen
esofagus dari luar, isi lumen esofagus dan kadang-kadang kelainan mukosa
esofagus. Pemeriksaan kontras ganda dapat memperlihatkan karsinoma
stadium dini. Untuk memperlihatkan adanya gangguan motilitas esofagus
dibuat cine-film atau video tapenya. Pemeriksaan Tomogram dan CT scan
dapat mengevaluasi bentuk esofagus dan jaringan di sekitarnya.
MRI(Magnetic Resonance Imaging) dapat membantu melihat kelainan di otak
yang menyebabkan disfagia motorik.
2. Esofagoskopi
Tujuan dilakukan tindakan esofagoskopi adalah untuk melihat secara
langsung isi lumen esofagus dan keadaan mukosanya. Diperlukan alat
esofagoskop yang kaku (rigid sophagoscope) atau yang lentur (flexible
fiberoptic esophagoscope). Oleh karena pemeriksaan ini bersifat invasif, maka
diperlukan persiapan yang baik. Dapat didilakukan dengan analgesia (lokal
atau anastesia umum). Untuk menghindari komplikasi yang mungkin timbul
perlu diperhatikan indikasi dan kontraindikasi tindakan. Persiapan pasien,
operator, peralatan dan ruang pemeriksaan perlu dilakukan. Risiko dari
tindakan, seperti perdarahan dan perforasi pasca biopsi harus
dipertimbangkan.1
3. Pemeriksaan manometrik
Pemeriksaan manometrik bertujuan untuk menilai fungsi motorik
esofagus. Dengan mengukur tekanan dalam lumen esofagus dan tekanan
sfingter esofagus dapat dinilai gerakan peristaltik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
Jarang
Spasme esoagus difus
Sangat Jarang
Akalasia
2.3.9 Tatalaksana
Penatalaksanaan disfagia orofaring bertujuan untuk menghilangkan
aspirasi atau memperbaiki proses menelan yang tidak efisien. Modalitas terapi
yang dipilih antara lain modifikasi diet, pengalihan rute pemberian makanan
dengan Nasogastric Tube (NGT), infus, penggunaan prostetik dalam rongga
mulut, atau intervensi operatif.3
Berikut beberapa penatalaksanaan disfagia berdasarkan penyebabnya:5
1. Striktur Peptikum: striktur yang berhubungan dengan refluks esofagus
kadang-kadang membutuhkan dilatasi endoskopik. Rekurensi mungkin bisa
dikurangi dengan inhibitor pompa proton.
2. Akalasia: penatalaksanaan alkalasia bisa dengan beberapa cara. Injeksi
botulinum endoskopik ke sfingter esofagus bawah relative aman, namun
hanya sedikit mengurangi gejala.
3. Disfagia neuromuskular: seperti yang ditemukan pada penyakit
serebrovaskular, miastenia gravis dan lain-lain. Penatalaksanaannya sesuai
penyebab. Apabila penyebab tidak dapat diterapi, bisa dipasang PEG
(Percutanous enterogastrostomy).
4. Penyakit sistemik seperti pada skleroderma, harus diberikan inhibitor poma
proton dosis tinggi.
Dapat juga diberikan penanganan disfagia melalui pembedahan, pada teknik ini
dapat menggunakan metode sebagai berikut:
- Pembedahan gastrostomy
Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy memerlukan
laparotomy dengan anestesi umum ataupun lokal.
- Cricofaringeal myotomy
Cricofaringeal myotomy (CPM) adalah prosedur yang dilakukan unutk
mengurangi tekanan pada sphicter faringoesophageal (PES) dengan
mengincisi komponen otot utama dari PES.
Injeksi botulinum toxin kedalam PES telah diperkenalkan sebagai ganti
dari CPM.
2.3.10 Komplikasi
Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan dan dapat
meningkatkan risiko terjadi aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan
berat badan dan sumbatan jalan napas. Selain itu, penderita disfagia akan
mengalami kesulitan menelan makanan sehingga suplai nutrisi yang dibutuhkan
tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan cairan berkurang.
Dampak lanjut akan mengalami defisiensi zat gizi dan tubuh mengalami gangguan
metabolisme.
Salah satu resiko yang paling serius adalah aspirasi pneumonia terutama
dapat terjadi pada setiap kelainan yang mengenai organ yang berperan pada fase
oral dan fase faringal dan gangguan pertahanan paru. Hiegene mulut yang buruk
juga berperan dalam terjadinya aspirasi pneumonia karena sekresi mulut
mengandung bakteri anaerob yang ikut teraspirasi bersama dengan makanan. Hal
ini sering terjadi pada pasien dengan usia lanjut karena fungsi menelan yang
menurun.1,4
2.3.11 Prognosis
Gangguan menelan yang diakibatkan oleh stroke atau traumatic brain
injury memiliki potensi untuk pulih. Mann et al. mendapatkan bahwa sekitar 87%
penderita stroke kembali ke diet semula setelah 6 bulan, tetapi hasil
videofluroskopi menun-jukkan terdapat 51% penderita yang tetap menunjukkan
adanya gangguan pada proses menelan. Penderita dengan kondisi yang statis atau
progresif seperti amyo-thropic lateral sclerosis, multipel sklerosis, muskular
distrofik, dan Parkinsonisme harus dievaluasi secara periodik, dengan
mempertimbangkann pemberian nonoral feeding18
BAB III
KESIMPULAN
Disfagia atau kesulitan menelan merupakan salah satu gejala kelainan atau
penyakit di orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat
gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari
ronga mulut ke lambung. Manifestasi klinik yang sering ditemukan adalah sensasi
1
makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan. Disfagia
dapat terjadi pada semua rentang usia, namun resiko meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Disfagia diklasifikasikan menjadi dua yaitu berdasarkan
penyebabnya dan berdasarkan lokasinya. Berdasarkan penyebabnya difagia di
bagi menjadi disfagia mekanik, disfagia motorik dan disfagia oleh gangguan
emosi.
Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan anamnesis cermat untuk
menentukan diagnosis kelainan atau penyakit yang menyebabkan timbulnya
disfagia.Manifestasi klinis disfagia yang sering ditemukan ialah sensasi makanan
yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan. Disfagia dapat juga
disertai dengan keluhan seperti odinofagia, rasa panas di dada, mual, muntah,
regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk, dan berat badan
yang cepat berkurang.Pada disfagia mekanik, mula-mula kesulitan menelan hanya
terjadi pada waktu menelan makanan padat.Sebaliknya pada disfagia motorik,
keluhan sulit menelan makanan padat dan cairan terjadi dalam waktu yang
bersamaan.
Pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan pembesaran kelenjar limfe
dan pemeriksaan intraoral. Selain itu, diperlukan juga pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan radiologi, esofagoskopi, dan pemeriksaan manometrik.
Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan dan dapat
meningkatkan risiko terjadi aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan
berat badan dan sumbatan jalan napas. Diagnosis dan penatalaksanaan disfagia
harus dilakukan dengan tepat untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
DAFTAR PUSTAKA