Kelompok 4:
Anky Triwulan Sari 22020115120049
Ika Rahmawati 22020115120004
Iffah Nur Amalia 22020115120022
Ragil Titi Hapsari 22020115120015
Sulistiyani 22020115120051
A.15.1
B. Etiologi DHF
Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari Dengue Hemoragic
Fever adalah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus dengue mempunyai 4
serotive, yaitu: 1, 2, 3 dan 4 yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti.
Nyamuk ini biasanya hidup di kawasan tropis dan berkembangbiak pada sumber air
yang tergenang (Smeltzer, 2001). Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil,
sensitif terhadap inaktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu
70C. Keempat serotive tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotive
ke 3 sebagai serotive yang paling banyak (Hendarwanto, 2000).
C. Patofisiologi DHF
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah
viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal pegal seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie),
hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa
(Splenomegali) (Smeltzer, 2001).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan terjadinya perembesan
plasma ke ruang ekstra seluler akibatnya terjadi pengurangan volume plasma,
penurunan tekanan darah.Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai
puncaknya saat terjadi renjatan (syok).Hemokonsentrasi (peningkatn hematokrit lebih
dari 20%) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran sehingga nilai
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Setelah
pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran
plasma teratasi sehingga pemberian cairan intravena dikurangi kecepatandan
jumlahnya untuk mencegah terjadinya udem paru, sebaliknya jika tidak mendapatkan
cairan yang cukup penderita akan mengalami renjatan (Price&Wilson, 2006).
DBD derajat III dan IV juga biasa disebut Dengue Syok Syndrome (DSS).
F. Komplikasi DHF
1. Efusi pleura
2. Asites (Pengumpulan cairan di rongga perut)
3. Miokarditis (Kondisi di mana lapisan dinding jantung bagian tengah
(miokardium) mengalami peradangan atau inflamasi)
4. Ensefalopati
5. Ensefalitis
6. Gagal hati
7. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) merupakan suatu keadaan dimana
bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan
yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan(Soegijanto, 2012 dalam Lardo,
2013).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Leukosit
Jumlah leukosit dapat normal, tetap biasanya menurun dengan
dominasi sel neutrophil. Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit
dan sel neutrophil akan menurun sehingga jumlah sel limfosit akan meningkat
(Hadinegoro, 2005)
b. Pemeriksaan Hemoglobin
Pada kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan
terjadi kebocoran /perembesan pembuluh darah sehingga cairan
plasmanyaakan keluar dan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi.
Kenaikankadar hemoglobin >14 gr/100 ml.
c. Pemeriksaan Hematocrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya
hemokonsentrasi, yang merupakan indikator terjadinya perembesaran
plasma.Nilai peningkatan ini lebih dari 20%.Hemokonsentrasi umumnya
terjadi pada hari ketiga demam. Pada umumnya penurunan trombosit
mendahului peningkatan hematocrit (Hadinegoro, 2005)
d. Pemeriksaan Trombosit
Terjadi penurunan jumlah trombosit menjadi kurang dari
100.000/mm3.Pada umumnya tromboditopenia terjadi sebelum ada
peningkatan hematocrit dan terjadi sebelum suuhu turun.Penurunan jumlah
trombosit kurang dari 100.000/mm3 biasanya ditemukan antara hari sakit
ketiga sampai ketujuh (Hadinegoro, 2005).
e. Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi bisa didapatkan efusi pleura terutama pada
hemitoraks kanan apabila terjadi pembesaran plasma, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya
dalam posisi lateral decubitus kanan (pasien tidur pada posisi badam sebelah
kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG
(Suhendro, 2006).
H. Risiko penularan DHF
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di
sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia tenggara, Amerika tengah,
Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus
dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4
serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-4 yang ditularkan pada manusia melalui
gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae.
albopictusyang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. (Kurane, 2007 dalam
Candra, 2010)
Demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Ae.aegyptiyang menjadi vektor
utama serta Ae. albopictusyang menjadi vektor pendamping. Menurut wilder dan
smith (2008) dalam Candra (2010) ialah salah satu faktor risiko penularan DBD
adalah pertumbuhan penduduk perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena
membaiknya sarana dan prasarana transportasi dan terganggu atau melemahnya
pengendalian populasi sehingga memungkin terjadinya KLB.Faktor risiko lainnya
adalah kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk
menyediakan rumah yang layak dan sehat, pasokan air minum dan pembuangan
sampah yang benar.Tetapi di lain pihak, DBD juga bisa menyerang penduduk yang
lebih makmur terutama yang biasa bepergian. (Knowlton et.al, 2009 dalam Candra,
2010)
Dari penelitian di pekanbaru Provinsi Riau, diketahui faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian DBD adalah pendidikan dan pekerjaan masyarakat, jarak antar
rumah, keberadaan tempat penampungan air, keberadaan tanaman hias dan
pekarangan serta mobilisai penduduk; sedangkan tata letak rumah dan keberadaan
jentik tidak menjadi faktor risiko. (Roose, 2008 dalam Candra, 2010)
Faktor risiko yang menyebabkan munculnya antibodi IgM anti dengue yang
merupakan reaksi infeksi primer, berdasarkan hasil penelitian di wilayah Amazon
Brasil adalah jenis kelamin laki-laki, kemiskinan, dan migrasi.Sedangkan faktor
risiko terjadinya infeksi sekunder yang menyebabkan DBD adalah jenis kelamin laki-
laki, riwayat pernah terkena DBD pada periode sebelumnya serta migrasi ke daerah
perkotaan. (Silva et.al, 2008 dalam Candra, 2010)
I. Penatalaksanaan DHF
Menurut Mansjoer (2005) dalam Lapaleo (2014) penatalaksanaan demam
berdarah dengue yaitu:
1. DHF tanpa Renjatan
a. Beri minum banyak ( 1 - 2 Liter / hari )
b. Obat antipiretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres
c. Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
2. DHF dengan Renjatan
a. Pasang infus RL
b. Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 30
ml/ kg BB )
c. Tranfusi jika Hb dan Ht turun
3. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Penyulit
Menurut (Mansjoer, 2005) dalam Lapaleo (2014) terdapat pula penatalaksanaan
demam berdarah tanpa penyulit yaitu :
a. Tirah baring
b. Beri makanan lunak, dan bila belum nafsu makan di beri minum 1.5 2 liter
dalam 24 jam dengan air teh, gula atau susu
c. Berikan paracetamol bila demam
d. Monitor TTV (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan)
e. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
4. Penanganan Keperawatan Untuk Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD)
Menurut Sardjana (2007) dalam Lapaleo (2014), penanganan keperawatan
untuk pasien demam berdarah (DBD) terbagi atas berikut :
a. Tindakan Observasi
1) Observasi tanda tanda vital klien seperti suhu, nadi, tensi, pernapasan,
tiap 4 jam atau lebih sering. Pengukuran suhu tubuh menggunakan
thermometer suhu tubuh. Normal suhu tubuh (36.5C-37.5C) . Rasional
tindakan ini adalah sebagai pedoman acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
2) Observasi intake dan output, tiap 3 jam sekali atau lebih sering. Rasional :
Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan
dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
3) Observasi dan catat masukan makanan pasien. Rasional : Mengawasi
masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan.
4) Observasi capillary Refill. Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
5) Observasi adanya tanda tanda syok, rasional tindakan ini adalah agar
dapat segera dilakukan tindakan apabila klien mengalami syok.
b. Tindakan mandiri:
1) Kaji saat timbulnya demam, rasional tindakan ini adalah untuk
mengidentifikasi pola demam klien dan sebagai indikator untuk tindakan
selanjutnya.
2) Berikan kompres hangat pada axilla, rasional tindakan ini adalah untuk
membantu menurunkan suhu tubuh yang sedang mengalami demam.
3) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah
menyerap keringat. Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang
tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu
tubuh.
4) Catat intake dan output, rasional tindakan ini adalah untuk mengetahui
adanya ketidakseimbangan cairan tubuh.
5) Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi ). Rasional :
Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral
6) Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah, diare,
kehausan, turgor kulit buruk), rasional tindakan ini adalah untuk
mengetahui penyebab defisit volume cairan.
7) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Rasional :
Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
8) Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan ). Rasional : Mengawasi
penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
9) Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu
makan. Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
10) Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan Berikan dan Bantu oral hygiene
masukan peroral
11) Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas. Rasional :
Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
c. Tindakan kolaborasi:
1) Pemberian antipiretik, rasional tindakan ini adalah untuk mengurangi
demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
2) Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi, rasional tindakan ini adalah
untuk mengatasi defisit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk
5. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok pada Anak dirawat di rumah
sakit (ICHC, 2016)
a. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup,
susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah/diare.
b. Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
c. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
1) Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
2) Kebutuhan cairan parenteral
i. Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
ii. Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
iii. Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
3) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
4) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 2448 jam sejak kebocoran pembuluh
kapiler spontan setelah pemberian cairan.
d. Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata
laksana syok terkompensasi (compensated shock).
6. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok
a. Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra
nasal.
b. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
c. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
d. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.
e. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
f. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak
daripada pemberian yang terlalu sedikit.
J. Asuhan Keperawatan
1. Kasus
Kasus 8:
Anak W laki-laki (usia 4 tahun) dengan diagnosa medis DHF grade II, dirawat
hari ke-3 dengan demam memasuki hari ke-6. Hasil pengkajian diperoleh data
tanda-tanda vital pernafasan 20x/menit, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi
90x/menit, suhu tubuh 37oC. Hasil pemeriksaan laboratorium trombosit hari ini
50.000/dl.Hari sebelumnya trombosit 55.000/dl.
2. Analisis data
Data Pengkajian Diagnosa Keperawatan
3. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus
b. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
4. Rencana Keperawatan