Anda di halaman 1dari 16

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN DENGUE HEMORAGIC FEVER

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak


Dosen Pembimbing: Ns. Elsa Naviati, S.Kep.M.Kep.Sp.Kep.An

Kelompok 4:
Anky Triwulan Sari 22020115120049
Ika Rahmawati 22020115120004
Iffah Nur Amalia 22020115120022
Ragil Titi Hapsari 22020115120015
Sulistiyani 22020115120051

A.15.1

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017
A. Definisi DHF (Dengue Hemoragic Fever)
Dengue Hemoragic Fever (DHF) atau yang biasa disebut dengan Demam
berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti (Ismiah, 2004).Virus ini
mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-
4.Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda,
tergantung dari serotipe virus dengue (Smeltzer, 2001).
Demam berdarah dengue merupakan salah satu infeksi arbovirus yang paling
umum muncul di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia.Infeksinya disebarkan
oleh nyamuk, menyebabkan demam, pembengkakan dan perdarahan di simpul
kelenjar getah bening.Juga menyebabkan rasa sakit yang sangat di otot dan
persendian.Penyakit yang bisa berakibat fatal ini sering kali diderita oleh anak di
bawah umur 10 tahun, dan infeksinya bisa kambuh lagi pada tahun berikutnya.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Dengue
Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui nyamuk
Aedes Aegypti yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri otot dan sendi, syok serta
dapat menimbulkan kematian.

B. Etiologi DHF
Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari Dengue Hemoragic
Fever adalah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus dengue mempunyai 4
serotive, yaitu: 1, 2, 3 dan 4 yang ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti.
Nyamuk ini biasanya hidup di kawasan tropis dan berkembangbiak pada sumber air
yang tergenang (Smeltzer, 2001). Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil,
sensitif terhadap inaktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu
70C. Keempat serotive tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotive
ke 3 sebagai serotive yang paling banyak (Hendarwanto, 2000).

C. Patofisiologi DHF
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah
viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal pegal seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie),
hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa
(Splenomegali) (Smeltzer, 2001).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan terjadinya perembesan
plasma ke ruang ekstra seluler akibatnya terjadi pengurangan volume plasma,
penurunan tekanan darah.Plasma merembes sejak permulaan demam dan mencapai
puncaknya saat terjadi renjatan (syok).Hemokonsentrasi (peningkatn hematokrit lebih
dari 20%) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran sehingga nilai
hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Setelah
pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran
plasma teratasi sehingga pemberian cairan intravena dikurangi kecepatandan
jumlahnya untuk mencegah terjadinya udem paru, sebaliknya jika tidak mendapatkan
cairan yang cukup penderita akan mengalami renjatan (Price&Wilson, 2006).

D. Manifestasi Klinis DHF


1. Fase Febris
a. Demam tinggi mendadak terus-menerus selama 2-7 hari
b. Nyeri kepala berat
c. Kemerahan pada wajah
d. Nyeri otot
e. Mual muntah
f. Nafsu makan menurun
g. Nyeri abdomen akut
h. Tekanan darah turun
i. Takikardi
j. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
k. Kulit dingin terutama di ujung jari dan ujung hidung
l. Sianosis sekitar mulut
m. Terjadi pendarahan dapat berupa epistaksis (pendarahan yang ditandai dengan
darah keluar melalui lubang hidung), pendarahan gusi, petekie (bintik merah
keunguan kecil), ekimosis (memar), hematemesis (muntah darah), melena
(BAB yang ditandai dengan warna feses berwarna hitam) (Slaven, 2007 dalam
Lardo, 2013).
2. Fase kritis
a. Terjadi pada hari 3 7 sakit
b. Penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya
kebocoran plasma yang biasanya berlangsung selama 24 48 jam. Kebocoran
plasma sering didahului oleh lekopeni progresif disertai penurunan hitung
trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok (Birgit, 2004 dalam Sudjana, 2010).
3. Fase pemulihan
Apabila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 72 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali , hemodinamik
stabil dan diuresis membaik (Birgit, 2004 dalam Sudjana, 2010).
E. Klasifikasi DHF
Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Demam Berdarah Dengue menurut
WHO (2011) dalam Heniliyati et.al (2015).

DB/ Derajat Gejala Pemeriksaan Laboratorium


DBD
DB Demam dengan diikuti dua
tanda atau lebih: 1. Leucopenia (WBC 5000
1. Sakit kepala cells/mm3)
2. Nyeri retro orbital
2. Trombositopenia (150.000
3. Myalgia
cells/mm3)
4. Arthralgia/ nyeri
3. Peningkatan hematokrit (5%-
tulang
10%)
5. Ruam
4. Tidak ada kebocoran plasma
6. Manifestasi
pendarahan
7. Tidak ada
kebocoran plasma
DBD I Demam disertai 2 atau lebih 1. Trombositopenia < 100.000
tanda: sakit kepala, nyeri cells/mm3
retro orbital, myalgia, 2. Peningkatan hematokrit 20%
arthralgia ditambah uji
bending positif dan
manifestasi pendarahan
DBD II Gejala diatas ditambah 1. Trombositopenia < 100.000
perdarahan spontan. cells/mm3
2. Peningkatan hematokrit 20%
DBD III Gejala diatas ditambah 1. Trombositopenia < 100.000
kegagalan cells/mm3
sirkulasi (denyut nadi 2. Peningkatan hematokrit 20%
rendah, penyempitan
tekanan nadi (20%), kulit
dingin dan lembab serta
gelisah)

DBD IV Syok berat disertai dengan 1. Trombositopenia < 100.000


tekanan darah dan nadi cells/mm3
tidak terukur. 2. Peningkatan hematokrit 20%

DBD derajat III dan IV juga biasa disebut Dengue Syok Syndrome (DSS).

F. Komplikasi DHF
1. Efusi pleura
2. Asites (Pengumpulan cairan di rongga perut)
3. Miokarditis (Kondisi di mana lapisan dinding jantung bagian tengah
(miokardium) mengalami peradangan atau inflamasi)
4. Ensefalopati
5. Ensefalitis
6. Gagal hati
7. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) merupakan suatu keadaan dimana
bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan
yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan(Soegijanto, 2012 dalam Lardo,
2013).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Leukosit
Jumlah leukosit dapat normal, tetap biasanya menurun dengan
dominasi sel neutrophil. Selanjutnya pada akhir fase demam, jumlah leukosit
dan sel neutrophil akan menurun sehingga jumlah sel limfosit akan meningkat
(Hadinegoro, 2005)
b. Pemeriksaan Hemoglobin
Pada kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan
terjadi kebocoran /perembesan pembuluh darah sehingga cairan
plasmanyaakan keluar dan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi.
Kenaikankadar hemoglobin >14 gr/100 ml.
c. Pemeriksaan Hematocrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya
hemokonsentrasi, yang merupakan indikator terjadinya perembesaran
plasma.Nilai peningkatan ini lebih dari 20%.Hemokonsentrasi umumnya
terjadi pada hari ketiga demam. Pada umumnya penurunan trombosit
mendahului peningkatan hematocrit (Hadinegoro, 2005)
d. Pemeriksaan Trombosit
Terjadi penurunan jumlah trombosit menjadi kurang dari
100.000/mm3.Pada umumnya tromboditopenia terjadi sebelum ada
peningkatan hematocrit dan terjadi sebelum suuhu turun.Penurunan jumlah
trombosit kurang dari 100.000/mm3 biasanya ditemukan antara hari sakit
ketiga sampai ketujuh (Hadinegoro, 2005).
e. Pemeriksaan Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi bisa didapatkan efusi pleura terutama pada
hemitoraks kanan apabila terjadi pembesaran plasma, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya
dalam posisi lateral decubitus kanan (pasien tidur pada posisi badam sebelah
kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG
(Suhendro, 2006).
H. Risiko penularan DHF
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di
sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia tenggara, Amerika tengah,
Amerika dan Karibia. Host alami DBD adalah manusia, agentnya adalah virus
dengue yang termasuk ke dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4
serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan Den-4 yang ditularkan pada manusia melalui
gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae.
albopictusyang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia. (Kurane, 2007 dalam
Candra, 2010)
Demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Ae.aegyptiyang menjadi vektor
utama serta Ae. albopictusyang menjadi vektor pendamping. Menurut wilder dan
smith (2008) dalam Candra (2010) ialah salah satu faktor risiko penularan DBD
adalah pertumbuhan penduduk perkotaan yang cepat, mobilisasi penduduk karena
membaiknya sarana dan prasarana transportasi dan terganggu atau melemahnya
pengendalian populasi sehingga memungkin terjadinya KLB.Faktor risiko lainnya
adalah kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan untuk
menyediakan rumah yang layak dan sehat, pasokan air minum dan pembuangan
sampah yang benar.Tetapi di lain pihak, DBD juga bisa menyerang penduduk yang
lebih makmur terutama yang biasa bepergian. (Knowlton et.al, 2009 dalam Candra,
2010)
Dari penelitian di pekanbaru Provinsi Riau, diketahui faktor yang berpengaruh
terhadap kejadian DBD adalah pendidikan dan pekerjaan masyarakat, jarak antar
rumah, keberadaan tempat penampungan air, keberadaan tanaman hias dan
pekarangan serta mobilisai penduduk; sedangkan tata letak rumah dan keberadaan
jentik tidak menjadi faktor risiko. (Roose, 2008 dalam Candra, 2010)
Faktor risiko yang menyebabkan munculnya antibodi IgM anti dengue yang
merupakan reaksi infeksi primer, berdasarkan hasil penelitian di wilayah Amazon
Brasil adalah jenis kelamin laki-laki, kemiskinan, dan migrasi.Sedangkan faktor
risiko terjadinya infeksi sekunder yang menyebabkan DBD adalah jenis kelamin laki-
laki, riwayat pernah terkena DBD pada periode sebelumnya serta migrasi ke daerah
perkotaan. (Silva et.al, 2008 dalam Candra, 2010)

I. Penatalaksanaan DHF
Menurut Mansjoer (2005) dalam Lapaleo (2014) penatalaksanaan demam
berdarah dengue yaitu:
1. DHF tanpa Renjatan
a. Beri minum banyak ( 1 - 2 Liter / hari )
b. Obat antipiretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres
c. Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
2. DHF dengan Renjatan
a. Pasang infus RL
b. Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 30
ml/ kg BB )
c. Tranfusi jika Hb dan Ht turun
3. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Penyulit
Menurut (Mansjoer, 2005) dalam Lapaleo (2014) terdapat pula penatalaksanaan
demam berdarah tanpa penyulit yaitu :
a. Tirah baring
b. Beri makanan lunak, dan bila belum nafsu makan di beri minum 1.5 2 liter
dalam 24 jam dengan air teh, gula atau susu
c. Berikan paracetamol bila demam
d. Monitor TTV (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan)
e. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
4. Penanganan Keperawatan Untuk Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD)
Menurut Sardjana (2007) dalam Lapaleo (2014), penanganan keperawatan
untuk pasien demam berdarah (DBD) terbagi atas berikut :
a. Tindakan Observasi
1) Observasi tanda tanda vital klien seperti suhu, nadi, tensi, pernapasan,
tiap 4 jam atau lebih sering. Pengukuran suhu tubuh menggunakan
thermometer suhu tubuh. Normal suhu tubuh (36.5C-37.5C) . Rasional
tindakan ini adalah sebagai pedoman acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
2) Observasi intake dan output, tiap 3 jam sekali atau lebih sering. Rasional :
Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan
dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
3) Observasi dan catat masukan makanan pasien. Rasional : Mengawasi
masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan.
4) Observasi capillary Refill. Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
5) Observasi adanya tanda tanda syok, rasional tindakan ini adalah agar
dapat segera dilakukan tindakan apabila klien mengalami syok.
b. Tindakan mandiri:
1) Kaji saat timbulnya demam, rasional tindakan ini adalah untuk
mengidentifikasi pola demam klien dan sebagai indikator untuk tindakan
selanjutnya.
2) Berikan kompres hangat pada axilla, rasional tindakan ini adalah untuk
membantu menurunkan suhu tubuh yang sedang mengalami demam.
3) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah
menyerap keringat. Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang
tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu
tubuh.
4) Catat intake dan output, rasional tindakan ini adalah untuk mengetahui
adanya ketidakseimbangan cairan tubuh.
5) Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai toleransi ). Rasional :
Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral
6) Kaji tanda dan gejala dehidrasi/hipovolemik (riwayat muntah, diare,
kehausan, turgor kulit buruk), rasional tindakan ini adalah untuk
mengetahui penyebab defisit volume cairan.
7) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Rasional :
Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
8) Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan ). Rasional : Mengawasi
penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
9) Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan diantara waktu
makan. Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
10) Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan Berikan dan Bantu oral hygiene
masukan peroral
11) Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas. Rasional :
Menurunkan distensi dan iritasi gaster.

c. Tindakan kolaborasi:
1) Pemberian antipiretik, rasional tindakan ini adalah untuk mengurangi
demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
2) Pemberian cairan intra vena sesuai indikasi, rasional tindakan ini adalah
untuk mengatasi defisit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk
5. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok pada Anak dirawat di rumah
sakit (ICHC, 2016)

a. Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup,
susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah/diare.
b. Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.
c. Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
1) Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
2) Kebutuhan cairan parenteral
i. Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
ii. Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
iii. Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam

3) Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
4) Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan
jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena
biasanya hanya memerlukan waktu 2448 jam sejak kebocoran pembuluh
kapiler spontan setelah pemberian cairan.
d. Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata
laksana syok terkompensasi (compensated shock).
6. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok
a. Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra
nasal.
b. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
c. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20
ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian
koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
d. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.
e. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10
ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam
sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
f. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.
Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak
daripada pemberian yang terlalu sedikit.

J. Asuhan Keperawatan
1. Kasus
Kasus 8:
Anak W laki-laki (usia 4 tahun) dengan diagnosa medis DHF grade II, dirawat
hari ke-3 dengan demam memasuki hari ke-6. Hasil pengkajian diperoleh data
tanda-tanda vital pernafasan 20x/menit, tekanan darah 100/60 mmHg, nadi
90x/menit, suhu tubuh 37oC. Hasil pemeriksaan laboratorium trombosit hari ini
50.000/dl.Hari sebelumnya trombosit 55.000/dl.

2. Analisis data
Data Pengkajian Diagnosa Keperawatan

DO: Hipertermia berhubungan dengan proses


- Suhu tubuh 370C (ada di kasus) infeksi virus (00007)
- Demam memasuki hari ke-6
(ada di kasus)
- Demam yang naik turun disertai
menggigil dan mengeluarkan
banyak keringat
(tidak ada di kasus)

DO: Resiko terjadinya perdarahan berhubungan


- Terjadi penurunan jumlah trombosit, dengan trombositopenia (00206)
50.000/dl menjadi 55.000/dl.
(ada di kasus)
- Petekie, purpura, Perdarahan
konjungtiva, epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis, melena, hematuria
(tidak ada di kasus)

3. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus
b. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia
4. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional


Keperawatan
1 Hipertermia b.d Setelah dilakukan Fever Treatment :
Proses infeksi tindakan keperawatan Memonitor suhu dan Tanda-tanda vital
virus selama 1 x 24 jam TTV merupakan acuan
diharapkan suhu tubuh untuk mengetahui
pasien kembali normal keadaan umum pasien
dan tidak demam lagi, Memonitor intake Untuk mengetahui
dengan kriteria : dan output adanya
Klien melaporkan ketidakseimbangan
kondisi suhu cairan tubuh
tubuhnya nyaman Tidak memberikan Pemberian aspirin
Penurunan suhu aspirin tanpa resep pada anak dapat
tubuh menjadi menimbulkan
normal ( 36o-37oC) komplikasi, seperti
RR normal (22-34 sindrom reye
kali/menit) Memberikan Kompres hangat dapat
Nadi normal (80-140 kompres hangat pada membuka pori-pori
kali/menit) bagian lipatan tubuh sehingga
(paha dan aksila) memperlancar
sirkulasi dan dapat
mengembalikan suhu
Temperature menjadi normal
Regulation :
Memberikan minum
(+ 1-1,5 liter/hari) Peningkatan suhu
sedikit tapi sering tubuh akan
menyebabkan
penguapan tubuh
meningkat sehingga
perlu diimbangi
Pakaikan klien dengan asupan cairan
dengan pakaian yang yang banyak
tipis Pakaian yang tipis
menyerap keringat dan
membantu
mengurangi
penguapan tubuh
akibat dari
peningkatan suhu dan
dapat terjadi konduksi
2 Resiko terjadinya Setelah dilakukan Bleeding Precautions: Dengan adanya
perdarahan b. d tindakan keperawatan Pemantauan pemantauan setiap
selama 1 x 24 jam
trombositopenia mengenai hari, akan dapat
diharapkan pasien tidak
mengalami pendarahan koagulasi, seperti diketahui tingkat
protrombin, kebocoran pembuluh
tromboplastin darah dan
parsial, fibrinogen, kemungkinan
degradasi fibrin, perdarahan yang
dan jumlah dialami pasien.
trombosit yang
sesuai
Monitor tanda- Penurunan trombosit
tanda penurunan merupakan tanda
trombosit yang adanya kebocoran
disertai tanda pembuluh darah yang
klinis. pada tahap tertentu
dapat menimbulkan
tanda-tanda klinis
Anjurkan pasien Aktifitas pasien yang
untuk banyak berlebihan dan tidak
istirahat (bed rest) terkontrol dapat
menyebabkan
terjadinya perdarahan.
Mencegah terjadinya
Penggunaan sikat perdarahan lebih
gigi yang lunak lanjut
untuk tetap
menjaga kebersihan
mulut Keterlibatan keluarga
Berikan penjelasan klien dapat membantu
untuk penanganan dini
kepada keluarga
bila terjadi perdarahan.
klien untuk
melaporkan jika
ada tanda
perdarahan.
DAFTAR PUSTAKA
A Candra. (2010). Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan
Faktor Risiko Penularan. Aspirator. Volume 2(2): 110 119
F Lapaleo.(2014). Gambaran Pengetahuan Keluarga tentang Perawatan Demam Berdarah
Dengue di Kelurahan Pulubala Kecamatan Kota Tengah. Thesis. Universitas Negeri
Gorontalo.
Hendarwanto. (2000). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta
Herdman, T.H & Shigemi Kamitsuru. (2015). Nanda International Nursing Diagnoses :
Definitions & Classification. 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.
Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. (2005). Tatalaksana Demam Berdarah
Dengue Di Indonesia. 4th ed. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.
Hospital care for children.(2016). [online].Demam Berdarah Dengue: Diagnosis dan
Tatalaksana. Diakses pada 20 maret 2017, dari:http://www.ichrc.org/622-demam-
berdarah-dengue-diagnosis-dan-tatalaksana

Isminah, Kristina, Wulandari L. (2004). Demam Berdarah Dengue.Diakses pada tanggal 20


Maret 2017, dari:
Http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah.html.
Jhonson, Marion., Mereidean Maas., Sue Moorhead., Elizabeth Swanson. (2015). Nursing
Outcomes Clasification (NOC). St. Louis: Mosby.
Lardo, Soroy. (2013). Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue dengan Penyulit.CKD-208,
40(9), 656-660
Bullechek, Gloria M., Howard Butcher., Joanne Dochterman., Cheryl Wagner. (2015).
Nursing Intervention Classifications (NIC). St. Louis : Mosby.
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta
NPN Henilayati, MM Deah Hapsari dan N Farhanah. (2015). Perbedaan Profil Laboratorium
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Anak dan Dewasa pada Fase
Kritis. Thesis. Universitas Diponegoro
Price, Sylvia A dan Lortainne M Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi Empat Buku Kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare.(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8 Volume 1.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sudjana, Primal.(2010). Diagnosis Dini Penderita Demam Berdarah Dengue.Buletin Jendela
Epidemiologi, 2, 21-25.
Suhendro, Nainggolan, L., Chen, K., Pohan, H.T. (2006). Demam Berdarah Dengue. In:
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S.,editors. Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai