Anda di halaman 1dari 3

SKIP CHALLENGE DARI PERSPEKTIF MEDIS

dr. Tri Ari Susanto


Unit Pelayanan Kesehatan PMI Kabupaten Klaten

Indonesia dibuat gempar beberapa waktu lalu dengan video yang beredar di media social. Video
tersebut memperlihatkan beberapa pelajar yang sedang melakukan skip challenge. Permainan ini
dilakukan dengan cara satu orang menekan dada temannya sekuat atau sekeras mungkin selama
beberapa waktu hingga orang tersebut kejang atau pingsan.

Berbagai pihak langsung memprotes keras dan mengeluarkan maklumat himbauan agar praktek skip
challenge dihentikan dan dilarang. Tapi apa mau dikata, keberadaannya sendiri sudah viral di kalangan
remaja berkat akses internet dan sosial media yang makin mudah.

Sebenarnya apa yang mendasari skip challenge itu sendiri? Bagaimana respon tubuh dan mengapa
pelakunya sepert ketagihan untuk melakukan skip challenge? Mari kita kupas lebih lanjut di bawah ini.

Skip challenge sendiri bukan fenomena baru didunia internasional. Kasus pertama sendiri sudah
dilaporkan di jurnal kedokteran pada tahun 2000. Definisi skip challenge, atau secara internasional
dikenal sebagai the choking game, adalah perbuatan yang dilakukan secara sengaja memutus suplai
oksigen ke otak dengan maksud menginduksi kehilangan kesadaran secara temporer dan euphoria.

Praktek yang biasa dilakukan adalah mencekik leher taupun memberikan tekaknan di dada atau perut
seseorang untuk menciptakan status euphoria akibat hilangnya suplai oksigen ke otak. Sebelum si
pelaku kehilangan kesadarannya, tekanan harus dilepas, kegagalan melepaskan tekanan bisa berakibat
kematian, terutama bila permainan ini dilakukan seorang diri.

Ada dua mekanisme yang dihipotesakan mengapa praktek skip challenge bisa menyebabkan euphoria.

Mekanisme pertama akibat strangulasi atau cekikan di daerah leher, menyebabkan kompresi arteri
carotis dan baroreseptor yang ada di arteri carotis mengirimkan sinyal ke otak yang menyebabkan
pelebaran pembuluh darah sehingga perfusi darah ke otak menjadi berkurang menyebabkan kehilangan
kesadaran.

Mekanisme kedua adalah hiperventilasi, pernafasan cepat kemudian diikuti pelaku menahan napas
sementara rekannya memberikan tekanan pada rongga dada. Praktek inilah yang marak dilakukan di
Indonesia. Pernapasan yang cepat menyebabkan peningkatan kadar CO2 dalam darah. Kadar CO2 yang
tinggi menyebabkan tingakt keasaman darah meningkat atau biasa disebut alkalosis respiratorik. Gejala
dari alkalosis respiratorik diantaranya adalah kekakuan otot, kepala terasa ringan, dan sensasi merinding
di seluruh tubuh. Gejala ini yang sering disalah persepsikan sebagai euphoria. Gejala tersebut dibarengi
dengan hilangnya kesadaran akibat suplai oksigen ke otak terganggu.
Skip challenge berpotensi menyebabkan hilangnya fungsi neurologis di otak karna kematian sel saraf.
Berbeda dengan jaringan lain dalam tubuh, sel saraf tidak dapat melakukan regenerasi, sehingga
kematian sel saraf bersifat permanen.

Dr drake, dkk dalam penelitiannya yang berjudul Assocation of adolescent choking game activity with
selected risk behaviors yang dipublikasikan di jurnal academic paediatric tahun 2011, mengatakan ada
beberapa alasan kenapa kegiatan ini dilakukan oleh remaja. Alasan utama yang dikemukakan oleh
responden adalah kebanggan dan kehormatan dari teman sekelompok. Sedangkan alasan lain seperti
perasaan fly (euphoria) yang aman tanpa menggunakan zat narkoba diutarakan sebagaian kecil
responden.

Andrew AT, dkk dalam penelitiannya mengkaitkan neurodevelopmental pubertas masa remaja dengan
kecenderungan remaja untuk ikut dalam aktifitas yang cendrung berbahaya. Saat responden remaja
diperlihatkan aktifitas berbahaya di layar computer, scan otak responden menunjukkan peningkatan
aktifitas prefrontal cortex yang menunjukkan mereka sedang menilai outcome dari situasi tersebut.

Kasus ini membuktikan bahwa internet bila tidak digunakan dengan benar dapat menjadi sumber
informasi yang berbahaya. Dibutuhkan peran serta masyarakat, sekolah serta keluarga untuk mencegah
tren permainan ini memakan korban.

Daftar Pustaka

Andrew AT et al. Asphyxial games in children and adolescent, Am J Forensic Med Pathol 2007;28: 303-
307

Arias Martinez et al. Clinical Consequnces of Self-Induced Hypocapnia, Journal of Paediatric and Child
Health 2016;56: 684-686

Ullrich JN, Goodkin HP. The Choking Game and Other Asphyxial Games in Children and Adolescents,
diakses dari www.uptodate.com 14/3/2017

Anda mungkin juga menyukai