Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

Pemeriksaan kesehatan pada sistem kardiovaskuler meliputi pemeriksaan fisik umum


secara per sistem. Pada makalah ini saya akan sedikit menjelaskan tentang pengkajian
pada sistem kardiovaskuler menggunakan teknik body sistem. Di dalam teknik ini ada
beberapa cara yang digunakan, antara lain sebagai berikut :
1) B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada sistem pernapasan sangat mendukung untuk mengetahui masalah
pada klien dengan gangguan sistem kardiovaskuler. Pemeriksaan ini meliputi :
a) Inspeksi bnetuk dada
Untuk melihat seberapa berat gangguan sistem kardiovaskuler. Bentuk dada yang biasa
ditemukan adalah :
Bentuk dada thoraks phfisis (panjang dan gepeng)
Bentuk dada thoraks en bateau (thoraks dada burung)
Bentuk dada thoraks emsisematous (dada berbentuk seperti tong)
Bentuk dada thoraks pektus ekskavatus (dada cekung ke dalam)
Gerakan pernapasan : kaji kesimetrisan gerakan pernapasan klien
b) Palpasi rongga dada
Tujuannya :
Melihat adanya kelainan pada dinding thoraks
Menyatakan adanya tanda penyakit paru dengan pemeriksaan sebagai berikut :
Gerakan dinding thoraks saat inspirasi dan ekspirasi
Getaran suara : getaran yang terasa oleh tangan pemeriksa yang diletakkan pada dada
klien saat klien mengucapkan kata kata.
c) Perkusi
Teknik yang dilakukan adalah pemeriksa meletakkan falang terakhir dan sebagaian falang
kedua jari tengah pada tempat yang hendak diperkusi. Ketukan ujung jari tengah tangan
kanan pada jari kiri tersebut dan lakukan gerakan bersumbu pada pergelangan tangan.
Posisi klien duduk atau berdiri.
d) Auskultasi
Suara napas normal
Trakeobronkhial, suara normal yang terdengar pada trakhea seperti meniup pipa besi, suara
napas lebih keras dan pendek saat inspirasi.
Bronkovesikuler, suara normal di daerah bronkhi, yaitu di sternum atas (torakal 3 4)
Vesikuler, suara normal di jaringan paru, suara napas saat inspirasi dan ekspirasi sama.
2) B2 (Blood)
Inspeksi
Inspeksi adanya parut pascapembedahan jantung. Posisi parut dapat memberikan
petunujuk mengenai lesi katup yang telah dioperasi
Denyut apeks : posisinya yang normal adalah pada interkostal kiri ke 5 berjarak 1 cm
medial dari garis midklavikula.
Palpasi
Tujuannya adalah mendeteksi kelainan yang tampak saat inspeksi. Teknik yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
Palpasi dilakukan dengan menggunakan telapak tangan, kemudian dilanjutkan dengan
tekanan yang sedikit keras.
Pemeriksa berdiri di kanan klien, minta klien duduk kemudian berbaring telentang.
Pemeriksa meletakkan tangan di prekordium, samping sternum dan lakukan palpasi denyut
apeks.
Berikan tekanan yang lebih keras pada telapak tangan. Kemudian tangan ditekan lebih
keras untuk menilai kekuatan denyut apeks.
Lanjutkan dengan melakukan palpasi denyut apeks menggunakan ujung jari telunjuk dan
tengah. Palpasi daerah prekordial di samping sternum.
Kaji denyut nadi arteri, tarikan dan getaran denyutan.
Palpasi denyut apeks :
Normal pada interkosta ke 5 (2 3 cm medial garis midklavikula). Dapat tidak teraba bila
klien gemuk, dinding toraks tebal, emfisema dan lain lain.
Meningkat bila curah jantung besar misalnya pada insufisiensi aorta/mitral.
Impuls Parasternal dapat teraba bila pangkal telapak tangan diletakkan tepat pada
bagian kiri dari sternum dengan jari jari agak terangkat sedikit dari dada.
Thrill
Aliran darah yang turbulen menimbulkan murmur jantung saat auskultasi,
terkadang dapat teraba. Murmmur yang teraba ini disebut thrill. Prekordium harus
dipalpasi menggunakan telapak tangan secara sistematik untuk menentukan adanya thrill.
Palpasi arteri karotis :
Arteri karotis mudah dipalpasi pada otot otot sternomastoideus. Hasil
pemeriksaan ini dapat memberikan banyak informasi mengenai bentuk gelombang denyut
aorta yang dipengaruhi oleh berbagai kelainan jantung.
Tekanan vena jugularis
Teknik pengukuran tekanan vena jugularis adalah sebagai berikut :
Minta klien berbaring telentang, dengan kepala ditinggikan pada tempat tidur atau meja
pemeriksaan
Kepala klien harus sedikit diplangkan menjauhi sisi leher yang akan diperiksa
Carilah vena jugularis eksterna
Palpasi denyutan vena jugularis interna (bedakan denyutan ini dengan denyutan arteri
karotis interna yang berada di sebelah vena jugularis interna)
Tentukan titik tertinggi denyutan vena jugularis interna yang masih terlihat
Dengan menggunakan penggaris cm, ukurlah jarak vertikal antara titik ini dengan sudut
sternal
Catatlah jarak dalam cm dan tentukan sudut kemiringan klien berbaring
Pengukuran yang lebih dari 3 -4 cm di atas sudut sternal dianggap suatu peningkatan

Perkusi
Pemeriksaan perkusi pada jantung biasanya jarang dilakukan jika pemeriksaan foto
rontgen toraks telah dilakukan. Tetapi pemeriksaan perkusi ini tetap bermanfaat untuk
menentukan adanya kardiomegali, efusi perikardium, dan aneurisma aorta. Foto rontgen
toraks akan menunjukkan daerah redup sebagai petunjuk bahwa jantung melebar. Daerah
redup jantung akan mengecil pada emfisema.

Auskultasi
Katup Pulmonal
Terdengar lebih jelas pada interkosta ke 2 dan ke 3 kiri sternum
Katup aorta
Terdengar lebih jelas pada sternum, lebih rendah dan lebih medial daripada katup
pulmonal
Katup mitral
Terdengar lebih jelas pada sternum, dekat batas atas sendi antara interkosta ke 4 dan
sternum
Katup trikuspidalis
Terdengar lebih jelas pada sternum, sesuai garis penghubung proyeksi katup mitral dengan
sendi antara sternum dengan interkosta ke 5 kanan.
Auskultasi jantung

3) B3 (Brain)
a) Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan kepala sebagai bagian pengkajian kardiovaskuler difokuskan untuk mengkaji
bibir dan cuping telinga untuk mengetahui adanya sianosis perifer.
b) Pemeriksaan raut muka
Bentuk muka : bulat, lonjong dan sebagainya
Ekspresi wajah tampak sesak, gelisah, kesakitan
Tes saraf dengan menyeringai, mengerutkan dahi untuk memeriksa fungsi saraf VII
c) Pemeriksaan bibir
Biru (sianosis) pada penyakit jantung bawaan dan lainnya
Pucat (anemia)
d) Pemeriksaan mata
Konjungtiva
Pucat (anemia)
Ptekie (perdarahan di bawah kulit atau selaput lendir) pada endokarditis bakterial
Sklera
Kuning (ikterus) pada gagal jantung kanan, penyakit hati dan lainnya
Kornea
Arkus senilis (garis melingkar putih atau abu abu di tepi kornea) berhubungan dengan
peningkatan kolesterol atau penyakit jantung koroner.
Funduskopi
Yaitu pemeriksaan fundus mata menggunakan opthalmoskop untuk menilai kondisi
pembuluh darah retina khususnya pada klien hipertensi.
e) Pemeriksaan neurosensori
Ditujukan terhadap adanya keluhan pusing, berdenyut selama tidur, bangun, duduk atau
istirahat dan nyeri dada yang timbulnya mendadak. Pengkajian meliputi wajah meringis,
perubahan postur tubuh, menangis, merintih, meregang, menggeliat, menarik diri dan
kehilangan kontak mata.
4) B4 (Bladder)
Output urine merupakan indiktor fungsi jantung yang penting. Penurunan haluaran urine
merupakan temuan signifikan yang harus dikaji lebih lanjut untuk menentukan apakah
penurunan tersebut merupakan penurunan produksi urine (yang terjadi bila perfusi ginjal
menurun) atau karena ketidakmampuan klien untuk buang air kecil. Daerah suprapubik
harus diperiksa terhadap adanya massa oval dan diperkusi terhadap adanya pekak yang
menunjukkan kandungkemih yang penuh (distensi kandung kemih).
5) B5 Bowel)
Pengkajian harus meliputi perubahan nutrisi sebelum atau pada masuk rumah sakit dan
yang terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit. Kaji penurunan turgor kulit,
kulit kering atau berkeringat, muntah dan perubahan berat badan
Refluks hepatojuguler. Pembengkakan hepar terjadi akibat penurunan aliran balik vena
yang disebabkan karena gagal ventrikel kanan. Hepar menjadi besar, keras, tidak nyeri
tekan dan halus. Ini daapt diperiksa dengan menekan hepar secara kuat selama 30 60
detik dan akan terlihat peninggian vena jugularis sebesar 1 cm.
6) B6 (Bone)
Pengkajian yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut :
Keluhan lemah, cepat lelah, pusing, dada rasa berdenyut dan berdebar
Keluhan sulit tidur (karena adanya ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, nokturia dan
keringat pada malam hari)
Istirahat tidur : kaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam klien tisur dalam 24 jam
dan apakah klien mengalami sulit tidur dan bagaimana perubahannya setelah klien
mengalami gangguan pada sistem kardiovaskuler. Perlu diketahui, klien dengan IMA sering
terbangun dan susah tidur karena nyeri dada dan sesak napas
Aktivitas : kaji aktivitas klien di rumah atau di rumah sakit. Apakah ada kesenjangan yang
berarti misalnya pembatasan aktivitas. Aktivitas klien biasanya berubah karena klien
merasa sesak napas saat beraktivitas.
pemeriksaan fisik secara B6
Hal-hal yang perlu diingat dalam pemeriksaan fisik adalah :
- Pemeriksaan fisik dilakukan pada saat pasien masuk, dan diulang kembali
dalam interval waktu tertentu sesuai kondisi pasien.
- Setiap pemeriksaan harus dikomunikasikan kepada pasien.
- Privacy pasien harus terus dipertahankan (walaupun pasien dalam
keadaan koma)
- Tehnik yang digunakan adalah : inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
- Pemeriksaan dilakukan secara Head to toe
- Pemeriksaan dilakukan pada semua sistem tubuh.
1. B 1 : Breathing (Pernafasan/Respirasi)
Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.
Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho vesikuler.
Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan adanya
atelektasis, pnemotorak atau fibrosis pada pleura.
Rales (merupakan tanda awal adanya CHF. emphysema) merupakan
bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang melalui sekresi di dalam
trakeobronkial dan alveoli.
Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran napas dan
peningkatan usaha napas)
Bentuk dada : Perubahan diameter anterior posterior (AP)
menunjukan adanya COPD
Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.
Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada
paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks, atau
penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat.
Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-otot
interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks
(retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-
otot interkostal tidak mampu menggerakan dinding dada.
Sputum.
Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan
konsistensinya. Mukoid sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik dan
astma bronkiale; sputum yang purulen (kuning hijau) biasa terjadi pada
pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut; sputum yang mengandung
darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC, dan kanker paru.
Selang oksigen : endotrakeal tube, Nasopharingeal tube, diperhatikan
panjangnya tube yang berada di luar.
Parameter pada ventilator: Volume Tidal. Normal : 10 15 cc/kg BB.
Perubahan pada uduma fidal menunjukan adanya perubahan status
ventilasi penurunan volume tidal secara mendadak menunjukan
adanya penurunan ventilasi alveolar, yang akan meningkat PCO2.
Sedangkan peningkatan volume tidal secara mendadak menunjukan
adanya peningkatan ventilasi alveolar yang akan menurunkan PCO2.
Kapasitas Vital : Normal 50 60 cc / kg BB
Minute Ventilasi
Forced expiratory volume
Peak inspiratory pressure

2. B 2 : Bleeding (Kardiovaskuler / Sirkulasi)


Irama jantung : Frekuensi ..x/m, reguler atau irreguler
Distensi Vena Jugularis
Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan
ventilator
Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi akibat
penutupan katup mitral dan trikuspid.
S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat penutupan
katup pulmonal dan katup aorta.
S3 : Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya dilatasi
ventrikel.
Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya
terdengar pada pasien gangguan katup atau CHF.
Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia dapat
terjadi akibat adanya hipoksia miokardial.
PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada interkostal
ke lima kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi menunjukan
adanya pembesaran ventrikel pasien hipoksemia kronis.
Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.
3. B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)
Tingkat kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat
terjadi akibat penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi
cerebral. Akibatnya akan menurunkan sirkulasi cerebral. Untuk menilai
tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala pengkuran yang
disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS memungkinkan
untuk menilai secara obyektif respon pasien terhadap lingkungan.
Komponen yang dinilai adalah : Respon terbaik buka mata, respon
motorik, dan respon verbal. Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-
nilai dari ketiga komponen tersebut. Tingkat kesadaran adalah ukuran
dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari
lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
- Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya..
- Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
- Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
- Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.
- Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri.
- Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor,
termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan,
kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan
tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala. Adanya defisit
tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau
sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat
kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas
(kecacatan) dan mortalitas (kematian). Jadi sangat penting dalam
mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini
bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign. GCS (Glasgow Coma
Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan
menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi
membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan
dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 6 tergantung
responnya.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :


(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,
namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya aduh, bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik) :


(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam
simbol EVM
Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15
yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Refleks pupil
- Reaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri)
- Ukuran pupil (kanan dan kiri; 2-6mm)
- Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh : stress/takut, cedera neurologis
penggunaan atropta, adrenalin, dan kokain. Dilatasi pupil pada pasien
yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat hipoksia
cerebral. Kontraksi pupil dapat disebabkan oleh kerusakan batang
otak, penggunaan narkotik, heroin.

4. B 4 : Bladder (Perkemihan Eliminasi Uri/Genitourinaria)


- Kateter urin
- Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis
urine.
- Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
- Distesi kandung kemih

5. B 5 : Bowel (Pencernaan Eliminasi Alvi/Gastrointestinal)


- Rongga mulut
Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau
perubahan pada lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.
- Bising usus
Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum
melakukan palpasi abdomen. Bising usus dapat terjadi pada paralitik
ileus dan peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama 2 menit.
Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yang
berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
- Distensi abdomen
Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui
dengan memeriksa adanya gelombang air pada abdomen. Distensi
abdomen dapat juga terjadi akibat perdarahan yang disebabkan
karena penggunaan IPPV. Penyebab lain perdarahan saluran cerna
pada pasien dengan respirator adalah stres, hipersekresi gaster,
penggunaan steroid yang berlebihan, kurangnya terapi antasid, dan
kurangnya pemasukan makanan.
- Nyeri
- Dapat menunjukan adanya perdarahan gastriintestinal
- Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya
- Mual dan muntah.
6. B 6 : Bone (Tulang Otot Integumen)
- Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.
Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya
sianosis (ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran
mukosa). Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat
berhubungan dengan rendahnya kadar haemoglobin atau shok.
Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan ventilator dapat
terjadi akibat adanya hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada
pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibatpenurunan
aliran darah portal akibat dari penggunaan FRC dalam jangka waktu
lama. Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut
tidak begitu jelas terlihat,. Warna kemerahan pada kulit dapat
menunjukan adanya demam, infeksi. Pada pasien yang menggunkan
ventilator, infeksi dapat terjadi akibat gangguan pembersihan jalan
napas dan suktion yang tidak steril.
- Integritas kulit
- Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus

Anda mungkin juga menyukai