Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH GIZI DAN PENYAKIT

GIZI DAN PENYAKIT INFEKSI

Oleh:

Ahmad Tohari 10011181320010

Anita Purnamasari 10011181320011

Uswatun Hasanah 10011181320012

Dosen Pembimbing : Fatmalina Febri, S.KM., M.Kes

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015

1
1. LATAR BELAKANG

Angka kejadian diare di Indonesia begitu banyak dan setiap tahun


meningkat. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) sekitar 162 ribu
balita meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Diperkirakan
dari setiap satu juta penduduk anak balita Indonesia mengalami episode diare
sebanyak 1,6 2 kali pertahun. Selain itu, di negara berkembang, menyebabkan
kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak-anak terserang
diare infeksi 7 kali setiap tahunnya dibanding di negara berkembang lainnya yang
mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun (Irianto, 2000).
Menurut Scrimsham, (1999) ada hubungan yang sangat erat antara infeksi
(penyebab diare) dengan status gizi terutama pada anak balita karena adanya
tekanan interaksi yang sinergis. Mekanisme patologisnya dapat secara sendiri-
sendiri maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya
nafsu makan, menurunnya absorpsi, kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit,
dan peningkatan kehilangan cairan/gizi akibat penyakit diare ysng terus menerus
sehingga tubuh lemas. Begitu juga sebaliknya, ada hubungan antara status gizi
dengan infeksi diare pada anak balita. -Apabila masukan makanan atau zat gizi
kurang- akan terjadi penurunan metabolisme sehingga tubuh akan mudah
terserang penyakit. Hal ini dapat terjadi pada anak balita yang menderita penyakit
diare. Oleh sebab, itu masukan makanan atau zat gizi harus diperhatikan agar
tidak terjadi penurunan metabolisme di dalam tubuh.

2. DEFINISI OPERASIONAL
a. Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi (infectious disease), yang juga dikenal sebagai


communicable disease atau transmissible disease adalah penyakit yang nyata
secara klinik (yaitu, tanda-tanda dan/atau gejala-gejala medis karakteristik
penyakit) yang terjadi akibat dari infeksi, keberadan dan pertumbuhan agen
biologik patogenik pada organisme host individu. Dalam hal tertentu, penyakit

2
infeksi dapat berlangsung sepanjang waktu. Patogen penginfeksi meliputi virus,
bakteri, jamur, protozoa, parasit multiseluler dan protein yang menyimpang yang
dikenal sebagai prion. Patogen-patogen ini merupakan penyebab epidemi
penyakit, dalam artian bahwa tanpa patogen, tidak ada epidemi infeksi terjadi.

b. Diare

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu


penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang
lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih
dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai
dengan muntah atau tinja yang berdarah.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi,
yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.

3. PENYEBAB DIARE
Berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan beberapa jenis diare sebagai
berikut:
a. Diare akibat virus, misalnya influenza perut dan travellers diarrhea yang
disebabkan antara lain oleh rotavirus dan adenovirus. Virus melekat pada
mukosa usus, merusak, sehingga kapasitas resorpsi menurun. Diare yang
terjadi bertahan sampai beberapa hari, sesudah virus lenyap akan sembuh
dengan sendirinya, biasanya 3-6 hari.
b. Diare bakterial (invasif), agak sering terjadi tetapi mulai berkurang
berhubung semakin meningkatnya derajat higiene masyarakat. Bakteri
tertentu pada keadaan tertentu, misalnya pada bahan makanan yang terinfeksi
kuman menjadi invasif dan menyerbu ke dalam mukosa. Penyebab terkenal
dari jenis diare ini ialah bakteri Salmonella, Shigella, Campylobacter, dan
jenis Coli tertentu.

3
c. Diare parasiter, seperti protozoa Entamuba histolytica, Giardia lambia, dan
Cyclospora yang terutama terjadi di daerah subtropis. Diare ini biasanya
bercirikan mencret cairan yang intermiten dan bertahan lebih lama dari satu
minggu.
d. Diare akibat enterotoksin, diare jenis ini lebih jarang terjadi. Penyebabnya
adalah kuman yang membentuk enterotoksin, yang terpenting adalah E.coli
dan Vibrio cholerae, jarang terjadi oleh Salmonella dan Shigella. Diare jenis
ini juga bersifat self limiting yang akan sembuh dengan sendirinya lebih
kurang 5 hari. Penyebab diare lainnya diantaranya alergi makanan atau
minuman, gangguan gizi, kekurangan enzim tertentu, dan dapat pula
pengaruh psikis (diare non spesifik), (Tjay dan Rahardja, 2002)

4. KLASIFIKASI DIARE
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), jenis diare dibagi menjadi
empat yaitu:
a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan
dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
b. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri
adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat,
kemungkinanterjadinya komplikasi pada mukosa.
c. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara
terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan
gangguan metabolisme.
d. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut
dan diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti
demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi
akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-
4 minggu, dan kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Lebih dari
90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan
disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi

4
disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain.
Berbeda dengan diare akut, penyebab diare yang kronik lazim
disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti allergi dan lain-lain.

5. HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN DIARE

Pada tahun 1968, World Health Organization (WHO) menerbitkan WHO


Monograph on Nutrition-infection Interactions. Publikasi ini merupakan hasil
kerjasama Nevin S. Scrimshaw, Carl Taylor, dan John Gordon (Scrimshaw et al.
1968). Pada publikasi ini, Scrimshaw dan koleganya untuk pertama kali
mengemukakan bahwa kaitan antara malagizi dan infeksi adalah sinergistis.
Artinya, malagizi memperparah penyakit infeksi, demikian juga halnya infeksi
memperburuk malagizi. Sebaliknya, status gizi yang makin baik akan
meringankan diare, dan selanjutnya, diare yang makin ringan akan memperbaiki
status gizi. Contoh klasik untuk ini adalah kaitan antara malagizi dengan diare.

Gambar 1. Kaitan sinergistis antara malagizi dan diare

Hubungan status gizi dan kejadian diare menurut Brown, K.H. (2003),
kekurangan gizi dapat menyebabkan rentan terhadap infeksi karena dampak
negatif terjadi perubahan pada perlindungan yang diberikan oleh kulit dan selaput
lendir serta menginduksi perubahan fungsi kekebalan tubuh.

Menurut Brown, K.H. (2003), malnutrisi meningkatkan kejadian diare.


Selain itu dijelaskan juga ada hubungan antara indikator antropometri status gizi
dengan durasi penyakit diare. Pada malnutrisi terjadi peningkatan derajat
keparahan penyakit diare.

5
Hubungan antara gizi anak dan penyakit infeksi adalah hubungan dua arah,
yaitu penyakit yang sering dapat mengganggu status gizi dan status gizi yang
buruk dapat meningkatkan resiko infeksi. Pada penelitian menunjukkan bahwa
efek merugikan dari infeksi tertentu (misalnya diare) pada pertumbuhan dapat
dikurangi atau dihilangkan dengan memperbaiki gizi. Intervensi meningkatkan
gizi menjadi lebih baik dapat mencegah dan mengendalikan infeksi. Hal ini adalah
cara yang paling efektif untuk meningkatkan pertumbuhan anak (Dewey &
Mayers, 2011).

6. PENCEGAHAN

1. Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan


dengan penggunaan makanan oleh tubuh (Parajanto, 1996). Penilaian
status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, yang
tergantung dan tingkat kekurangan gizi. Menurut Gibson (1990) metode
penilaian tersebut adalah; 1) konsumsi makanan; 2) pemeriksaan
laboratorium, 3) pengukuran antropometri dan 4) pemeriksaan klinis.
Metode-metode ini dapat digunakan secara tunggal atau kombinasikan
untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif. Makin buruk gizi seseorang
anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami. Mortalitas bayi
dinegara yang jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya
kecil (Canada, 28,4 permil). Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar
timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali
sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap
kelompok organisme berkurang (Suharyono, 1986).

2. Pemberian air susu ibu (ASI) .

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap
secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga
pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Untuk menyusui dengan aman dan
nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan seperti air, air gula atau

6
susu formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan ASI segera
setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan. ASI mempunyai
khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat
lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh
mempunyai daya lindung empat kali lebih besar terhadap diare dari pada
pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak
diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya, risiko mendapatkan
diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi
ASI (Depkes, 2000). Bayi yang memperoleh ASI mempunyai morbiditas
dan mortalitas diare lebih rendah. Bayi dengan air susu buatan (ASB)
mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang selain
mendapat susu tambahan juga mendapatkan ASI, dan keduanya
mempunyai risiko diare lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang
sepenuhnya mendapatkan ASI. Risiko relatif ini tinggi dalam bulan-bulan
pertama kehidupan (Suryono, 1988).

7. PENGOBATAN DIARE BERDASARKAN PROGRAM PEMERINTAH

LINTAS Diare ( Lima Langkah Tuntaskan Diare )

1. Berikan Oralit

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah


tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat
ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang
rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan
yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila
penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk
mendapat pertolongan cairan melalui infus.

7
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a. Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
a. Keadaan Umum : baik
b. Mata : Normal
c. Rasa haus : Normal, minum biasa
d. Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun : - gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 4 tahun : - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 1 gelas setiap kali anak mencret

b. Diare dehidrasi Ringan/Sedang


Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini
atau lebih:
a. Keadaan Umum : Gelisah, rewel
b. Mata : Cekung
c. Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
d. Turgor kulit : Kembali lambat

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan


selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.

c. Diare dehidrasi berat


Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
a. Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
b. Mata : Cekung
c. Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
d. Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)

8
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk di infus.

2. Berikan obat Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel
usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi
volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan
berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc
mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot
study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 %
(Hidayat 1998 dan Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus
diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.

Dosis pemberian Zinc pada balita:


Umur < 6 bulan : tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Cara pemberian tablet zinc :
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut
berikan pada anak diare.

3. Pemberian ASI / Makanan :

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada


penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri

9
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak uis 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan
padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih
sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.

4. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian


diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat
pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek
kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di
anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping
yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti
diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).

5. Pemberian Nasehat

Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi
nasehat tentang :
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
a. Diare lebih sering
b. Muntah berulang
c. Sangat haus
d. Makan/minum sedikit
e. Timbul demam
f. Tinja berdarah
g. Tidak membaik dalam 3 hari.

10
8. BEBERAPA MAKANAN YANG BAIK UNTUK DIKONSUMSI SAAT
ANDA MENGALAMI DIARE.
1. Diet BRAT

Makanan terbaik sebagai anti diare adalah pisang, nasi, saus apel,
dan roti panggang (Banana, Rice, Applesauce, and Toast BRAT). Keempat
makanan ini mudah dicerna, sehingga tidak menyebabkan iritasi lebih lanjut pada
sistem pencernaan. Beberapa diantara makanan tersebut juga dianggap sebagai
pengikat, yang berarti dapat menyebabkan sembelit. Tapi saat mengalami diare,
makanan tersebut dapat membantu membuat tinja menjadi lebih keras. Makanan
ini dapat dimakan oleh siapapun yang berusia di atas 12 bulan, sedangkan anak
kecil yang berusia di bawah 12 bulan direkomendasikan untuk berkonsultasi
terlebih dahulu dengan dokter anak.

2. Yogurt

Bila Anda mengalami diare berarti tubuh sedang mencoba


melepaskan diri dari bakteri jahat. Yogurt membantu mengatasi diare karena
mengandung bakteri baik yang membantu menjaga sistem pencernaan menjadi
lancar. Yogurt juga mudah dicerna dan tidak akan menyebabkan masalah yang
terkait dengan produk yang terbuat dari susu. Anda harus menghindari susu saat
diare karena bisa membuat diare menjadi lebih buruk.

3. Perbanyak Asupan Cairan yang Mengandung Elektrolit

Saat diare atau tinja menjadi cair, tubuh cenderung cepat mengalami
dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Cara terbaik mengatasi diare adalah dengan
meningkatkan asupan cairan dan kaldu yang bisa merehidrasi dan menggantikan
elektrolit tubuh yang hilang. Hindari jus prune atau tipe jus yang dapat
meningkatkan gerakan usus. Selain itu, hindari kafein karena menyebabkan iritasi
pada sistem pencernaan.

11
4. Pilih Makanan Rendah Serat dan Tinggi Natrium

Meskipun nampak bertentangan dengan aturan tradisional yang


membatasi asupan garam dan mendapatkan asupan serat sebanyak mungkin,
namun makanan terbaik untuk dikonsumsi saat diare adalah makanan yang
mampu menahan cairan tubuh seperti yang dilakukan oleh garam.

5. Hilangkan Konsumsi Makanan Tinggi Lemak atau Gula

Hindari mengonsumsi makanan tinggi lemak atau gula selama diare


karena dapat membuat kondisi menjadi lebih buruk.

9. MAKANAN YANG HARUS DIHINDARI SAAT DIARE

Salah satu langkah yang harus ditempuh saat mengalami gangguan


pencernaan dan diare adalah menghindari makanan yang kemungkinan dapat
memperburuk kondisi pencernaan. Simak ulasan berikut ini.
1. Yang pertama harus dihindari ketika mengalami digestive problem atau
diare adalah gorengan. Makanan yang digoreng memiliki kandungan
lemak yang tinggi. Makanan dengan kandungan lemak tinggi merupakan
salah satu pemicu diare termasuk makanan yang dikonsumsi bersama
krim dan mentega. Daging berlemak juga merupakan makanan yang
sebaiknya tidak dikonsumsi saat diare. Pilih makanan yang diolah dengan
cara dipanggang atau dibakar. Untuk menambah rasa, Anda bisa
mengoleskan saus ringan dan sayuran.
2. Dua, jauhkan jeruk serta buah sitrus lain dari jangkauan Anda saat
mengalami diare atau masalah pencernaan. Buah jeruk meruapakan salah
satu buah yang kaya serat sehingga tidak cocok dikonsumsi penderita
diare. Selain itu jeruk dan berbagai jenis buah sitrus lain bisa
menimbulkan sakit perut atau mual pada sebagian orang yang terkena
gangguan pencernaan.

12
3. Tiga, jangan mengkonsumsi gula sintetis. Gula buatan seperti yang
banyak digunakan pada permen terbukti dapat menyebabkan diare.
Fungsi normal usus dapat terganggu hanya dengan mengkonsumsi 50
gram makanan yang mengandung gula buatan. Selain permen, gula
buatan juga banyak digunakan dalam produk makanan ringan lain.
4. Makanan yang kaya serat. sebaliknya, pada saat terkena diare dan
gangguan pencernaan, biji-bijian, buah, dan sayur yang dikenal kaya
serat harus dihindari karena menyebabkan kembung. Hal tersebut akan
memperburuk masalah pada sistem pencernaan. Setelah diare reda,
tingkatkon konsumsi makanan berserat Anda secara bertahap. Meski
demikmian, ada jenis makanan berserat yang disarankan untuk
dikonsumsi saat diare yaitu oat. Serealia tersebut dipercaya efektif
mencegah diare.
5. Kacang-kacangan. Kacang tidak disarankan untuk dikonsumsi pada saat
pencernaan bermasalah karena mengandung gula yang sulit dicerna
shingga dapat menyebabkan kembung dank ram. Bakteri dalam usus
menghasilkan gas dalam jumlah besar karena pada saat diare tubuh
kehilangan enzim pencerna gula pada kacang-kacangan.
6. Kol dan sayuran berjenis kubis. Seperti halnya kacang, kol, brokoli, dan
beragam kubis memiliki kandungan gula yang sulit dicerna sehingga
memicu gas yang berlebihan dalam usus. Selain itu, kubis juga
mengandung banyak serat sehingga dapat memperburuk diare.
7. Dalam kondisi normal fruktosa bisa memicu diare, kembung, kram, dan
masalah gangguan pencernaan lain. Jadi permen, soda, kue kecil, serta
makanan lain yang mengandung fruktosa juga sebaiknya tidak
dikonsumsi karena dapat memperburuk diare dan masalah pencernaan.
8. Makanan pedas. Cabai mengandung capsaicinyang dapat memicu rasa
panas dalam perut. Hal tersebut bisa menimbulkan rasa mulas pada orang
yang tengah mengalami gangguan pencernaan.
9. Susu dan produk olahannya juga sebaiknya tidak dikonsumsi selama
terserang diare dan gangguan pencernaan terutama penderita intoleransi
laktosa. Diare dapat semakin parah karena tubuh kehilangan enzim

13
laktase yang seharusnya berfungsi mencerna laktosa. Untuk
mengatasinya, Anda bisa menggunakan suplemen untuk mengganti
enzim laktase yang hilang.
10. Peppermint. Daun yang menimbulkan efek dingin tersebut sepertinya
cocok untuk meredakan panas pada lambung. Sayangnya anggapan itu
justru salah. Peppermint bisa menyebabkan refluks asam dan mulas.
Cokelat dan kopi juga memiliki pengaruh seperti peppermint jika
dikonsumsi pada saat diare atau mengalami gangguan pencernaan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Roni . 2010. Pengaruh Persepsi Ibu Balita Tentang Penyakit


Diare Terhadap Tindakan Pencegahan Diare di Kelurahan Terjun
Kecamatan Medan Marelan. Universitas Sumatera Utara.

Kementrian Kesehatan RI.2011. Situasi diare di Indonesia. Jakarta: Buletin


Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Volume 2 Triwulan II
2011.

Mugi. 2014. Makanan yang Harus Dihindari Saat Terkena Gangguan


Pencernaan (online) http://panduanhidupsehat.com/berita-
sehat/makanan-yang-harus-dihindari-saat-terkena-gangguan-
pencernaan . Diakses tanggal 14 september 2015.

Rosari Alania, Eka Agustia Rini, Masrul. 2013. Hubungan Diare dengan
Status Gizi Balita di Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan Koto
Tangah Kota Padang. Padang : Jurnal Kesehatan Andalas. 2013;
2(3 )
Siagian, Albiner. 2010. Gizi, Imunitas, dan Penyakit Infeksi. Medan: USU e-
Jurnal. Vol. 10 No. 2 Desember 2006.

15

Anda mungkin juga menyukai