Anda di halaman 1dari 8

A.

ANALISIS STANDAR BELANJA


1. DEFINISI OPERASIONAL KOMPONEN-KOMPONEN SAB
Untuk mempermudah pengguna dalam menggunakan SAB, maka bentuk standar SAB
disajikan dalam format yang sama setiap jenis SAB. Komponen-komponen tersebut
dijelaskan secara detil dalam bentuk definisi operasional.
Istilah-istilah yang dimaksud dalam format SAB adalah
a. Deskripsi
Deskripsi merupakan paparan yang menjelaskan pengertian dan definisi dari suatu SAB.
Deskripsi juga menjelaskan kepada para pengguna tentang gambaran singkat dan jelas
mengenai jenis SAB. Dengan demikian, deskripsi akan mempermudah pengguna untuk
mengetahui jenis SAB apa yang seharusnya digunakan untuk suatu jenis
program/kegiatan tertentu.
b. Pengendali belanja ( cost driver )
Pengendali belanja merupakan faktor-faktor yang memicu biaya / belanja dari suatu
kegiatan yang dilakukan. Pengendali belanja berbeda-beda antara satu SAB dengan SAB
lainnya tergantung pada jenis kegiatan yang dilaksanakan. Pemicu biaya / belanja dapat
berupa jumlah peserta, jumlah hari, jumlah jpl, jumlah lembaga, jenis even, tingkat
pelatihan, luas bangunan, durasi, dan lain-lain.
c. Satuan Pengendali Belanja Tetap ( Fixed Cost )
Satuan pengendali belanja tetap merupakan belanja yang nilainya tetap untuk
melaksanakan satu kegiatan. Belanja tetap ini tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan
volume/target kinerja suatu kegiatan. Besarnya nilai satuan pengendali belanja tetap
merupakan batas maksimal untuk setiap kegiatan dimana penyusun anggaran tidak boleh
melebihi nilai tersebut, namun diperbolehkan apabila menentukan belanja tetap dibawah
nilai yang ditetapkan.
Contoh :
Belanja tetap = Rp 44.141.300,00 per kegiatan
Artinya bahwa belanja tetap maksimal yang dibutuhkan. Untuk
melaksanakan kegiatan tersebut (satu kegiatan) adalah sebesar Rp
44.141.300,00.
d. Satuan Pengendali Belanja Variabel ( Variable Cost )
Satuan pengendali belanja merupakan belanja yang besarnya berubah sesuai dengan
perubahan volume/target kinerja suatu kegiatan. Semakin tinggi target yang ditetapkan
oleh satuan kerja (semakin optimis) maka semakin besar belanja variable yang
dibutuhkan. Demikian pula sebaliknya semakin rendah (pesimis) target kinerja yang
ditetapkan maka makin kecil pula belanja variable.
Nilai belanja variable merupakan perkalian antara nilai satuan belanja variable dengan
pengendali belanja ( cost driver ). Bobot/indeks menunjukkan pembobotan kategori dari
suatu aktivitas yang akan dilakukan yang meliputi bobot untuk tingkatan, bobot jenis,
bobot orang yang dinilai, bobot proses uji, dan lain-lain. Apabila ditemui pernyataan
disesuaikan dengan maka hal ini menunjukkan bahwa perhitungan belanja variable
harus dikalikan dengan bobot masing-masing.
Contoh :
Belanja variable= Rp 6.100,00 per Jumlah Peserta
Diklat per Jumlah jpl disesuaikan dengan jenis even.
Artinya : Bahwa untuk melaksanakan kegiatan tersebut besarnya belanja variable
adalah Rp 6.100,00 untuk setiap jumlah peserta diklat dan setiap jumlah jam pelajaran
(jpl) Serta disesuaikan dengan bobot jenis evennya (contoh perhitungan: lihat teknik
penggunaan SAB).
e. Formula perhitugan Belanja Total
Merupakan rumus yang digunakan dalam menghitung besarnya belanja total dari suatu
kegiatan. Formula ini merupakan penjumlahan antara belanja tetap dan belanja variable.
f. Batasan Akolasi Obyek Belanja
Batasan Akolasi Obyek Belanja merupakan proporsi dari obyek belanja terhadap total
belanja suatu kegiatan. Proporsi tersebut terbagi dalam 3 (tiga) jenis, yaitu rata-rata, batas
bawah, dan batas atas. Ketiga proporsi tersebut disajikan dalam bentuk prosentase
sehingga apabila akan menghitung besarnya proporsi untuk komponen belanja adalah
dengan cara mengalikan proporsi tersebut dengan belanja total.
Contoh :
Proporsi Belanja bahan material: 7,77 %, maka besarnya Belanja bahan material adalah
7,77% x belanja total.
2. TEKNIK PENGGUNAAN SAB
SAB ini digunakan oleh setiap satuan kerja pada tahap penyusunan anggaran. Langkah-
langkah yang dilakukan dalam penggunaan SAB adalah sebagai berikut :
1. Satuan kerja harus mengetahui kegiatan yang akan dilaksanakan tergolong dalam
jenis SAB yang mana dari daftar SAB yang tersedia ;
2. Satuan kerja harus mengetahui apa yang menjadi pengendali belanja (cost driver)
untuk kegiatan yang akan dilaksanakan sehingga mereka mampu membedakan
antara belanja tetap (fixed cost) dan belanja variable (variable cost);
3. Menentukan target kinerja dari masing-masing kegiatan yang akan dilaksanakan;
4. Menghitung besarnya total belanja untuk kegiatan dengan menggunakan formula
yaitu penjumlahan belanja tetap dan belanja variable. Belanja tetap telah ditetapkan
untuk masing-masing kegiatan sedangkan belanja variable harus dihitung oleh
penyusun anggaran dengan menggunakan rumus yang disediakan menyesuaikan
dengan target kinerja yang direncanakan.
5. Setelah diperoleh besarnya total belanja untuk suatu kegiatan,selanjutnya total
belanja dialokasikan menurut proporsi belanja yang telah ditentukan pada masing-
masing SAB.Perhitungan alokasi proporsi belanja dapat menggunakan proporsi rata-
rata atau angka diantara batas bawah dan batas atas.
Proporsi rata-rata merupakan alokasi beban belanja untuk masing-masing obyek belanja
dari belanja total yang dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu kegiatan.Satuan kerja
Perangkat Daerah dapat menggunakan proporsi belanja rata-rata sebagaimana yang
disajikan dalam table pada masing-masing SAB.Total proporsi allokasi belanja ini akan
berjulmlah 100 %.
Contoh :
Alokasi rata-rata untuk belanja bahan material adalah 7,77 %,maka proporsi untuk belanja
bahan material adalah 7,77% x balanja total.
Satuan Kerja Perangkat Daerah dapat juga tidak menggunakan proporsi belanja rata-rata
apabila mereka perlu melakukan penambahan atau pengurangan belanja pada
komponen-komponen tertentu.Hal ini dilakukan dengan cara menggeser proporsi/nilai
nominal anggaran pada masing-masing obyek belanja dengan menggunakan nilai
diantara batas bawah dan batas atas.
Contoh :
Rentang batas bawah-batas atas untuk belanja bahan material adalah 3,27%-12,26%,ini
berarti bahwa para penyusun aggaran dapat mengalokasikan belanja bahan material
sebesar batas bawah 3,27% atau batas atas 12,26% atau diantara rentang proporsi
tersebut. Namun yang harus diingat adalah bahwa jumlah total proporsi belanja tidak
boleh melebihi 100% dan harus tetap 100%.
B. STANDARISASI HARGA BARANG DAN JASA
Definisi Operasional
1. Standarisasi Harga Barang dan Jasa merupakan pedoman pembakuan barang dan
jasa merurut jenis, spesifikasi dan kualitas serta harga tertinggi dalam periode
tertentu, yang dipergunakan sebagai acuan perencanaan dan pelaksanaan anggaran
dalam tahun anggaran tertentu.
2. Merupakan harga satuan tertinggi setiap unit barang/jasa yang berlaku disuatu daerah
dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Penggunaan SHBJ
1. Standar Harga Barang dan Jasa yang diatur adalah batasan tertinggi, artinya di dalam
satuan harga dimaksud telah memuat unsur pajak, unsur biaya pengangkutan atau
unsur biaya lainnya. Pengadaan barang dan jasa yang melebihi harga patokan
ataupun pengadaan barang dan jasa yang tidak tercantum dalam darfar, tatacara
pengadaannya harus melalui ijin tertulis dari pejabat yang berwenang.
2. Pengecualian harga dari pengadaan barang dan jasa , dapat dilakukan apabila
pengadaan barang dan jasa tersebut dilakukan dan digunakan diluar provinsi DIY.
Terhadap pengadaan yang demikian maka standar yang digunakan adalah harga
standar yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang ditempat di mana pengadaan
tersebut dilakukan.
Susunan SHBJ
Pada dasarnya tidak ada ketentuan yang mengatur susunan/ tata urutan daftar harga
barang maupun jasa. Namun demikian untuk memudahkan pengguna dalam mencari
harga barang/jasa yang dibutuhkan perlu disusun secara sistematis.
Dalam SHBJ yang disusun oleh Biro Organisasi Setda Prvinsi DIY, susunan SHBJ diatur
sebagai berikut :

o Kelompok Jasa

Memuat jasa-jasa yang secara umum digunakan oleh setiap SKPD. Dalam kelompok
jasa ini ada juga jasa yang penggunaannya hanya diperuntukkan bagi instansi tertentu.
Namun demikian apabila ada SKPD yang memerluka jasa tersebut, memungkinkan untuk
menggunakan jasa yang bersifat khusus tersebut..

o Kelompok Jasa Konstruksi

Memuat jasa-jasa yang secara umum mengatur tentang pengadaan barang dan jasa di
bidang ke-kimpraswil-an. Namun demikian dalam kelompok ini juga memuat pengadaan
barang dan jasa pemborongan umum lainnya.

o Kelompok Barang.

Memuat barang-barang baik yang secara umum digunakan oleh setiap SKPD maupun
barang-barang yang khusus dibutuhkan oleh SKPD tertentu. Susunan penyajian daftar
barang diatur dari barang-barang yang bersifat umum dan digunakan oleh setiap SKPD,
sampai barang-barang yang bersifat khusus yang digunakan oleh SKPD tertentu.
C. PENGGUNAAN ASB DAN SHBJ DALAM PENGANGGARAN
Dalam penyusunan RKA-SKPD setiap unsur belanja harus didasarkan atas aturan tertulis
yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, baik kode rekening, susunan belanja,
maupun harga barang dan jasa yang akan dibeli. SHBJ adalah salah satu alat yang dapat
membatu untuk mengukur harga wajar suatu barang/jasa yang akan dibeli., sedangkan
ASB adalah salah satu alat untuk mengukur harga wajar sebuah kegiatan.
Tatacara penggunaan ASB dan SHBJ dalan Penganggaran adalah sebagai berikut :
1.
1. Tentukan diskripsi kegiatan yang diinginkan
2. Cari Kegiatan sesuai diskripsi/ yang sejenis dalam daftar ASB
3. Tentukan Target kenerja yang diinginkan untuk menentukan Variabelnya.
4. Hitung seluruh belanja yang dibutuhkan.
5. Masukkan/ sebarkan belanja dimaksud kedalam obyek belanja sesuai prosentase
masing-masing. ( Tabel ASB )
6. Cari barang yang ingin dibeli sesuai spesifikasi yang dikehendaki (SHBJ) dengan
valume yang harganya telah dibatasi oleh prosentase ASB.
7. Masukkan valune harga barang dan jasa tersebut dalam RKA sesuai tata urutannya.
8. Dalam satu kegiatan yang bersifat siklik hanya dapat menggunakan satu SAB
9. Belanja di luar ketentuan yang telah diatur diinventarisir untuk dimintakan ijin secara
kolektif kepada pejabat yang berwenang.
PENDEKATAN PENYUSUNAN ANALISIS STANDAR BELANJA
Penyusunan Analisis Standar Belanja menggunakan tiga pendekatan utama, yaitu:
pendekatan Activity Based Costing (ABC), pendekatan Ordinary Least Square (regresi
sederhana) dan pendekatan metode diskusi (focused group discussion).
PENDEKATAN ABC
Pendekatan ABC merupakan suatu teknik untuk mengukur secara kuantitatif biaya dan
kinerja dari satu kegiatan (the cost and performance of activities) serta teknik
mengalokasikan penggunaan sumber daya dan biaya kepada masing-masing objek biaya
(operasional maupun administrasi) dalam satu kegiatan.
Pendekatan ABC bertujuan untuk meningkatkan akurasi biaya penyediaan barang dan
jasa yang dihasilkan dengan menghitung biaya tetap (fixed cost) dan biaya
variabel (variable cost), sehingga total biaya dengan pendekatan ABC adalah : Disamping
itu, proses evaluasi dan penilaian kewajaran biaya dengan pendekatan ABC dilakukan
atas dasar biaya-biaya per kegiatan dan bukan atas dasar alokasi bruto (gross
allocations) pada suatu organisasi atau SKPD. Adapun langkah-langkah yang ditempuh
dalam menggunakan pendekatan ABC
adalah :
1. Mengelompokkan kegiatan-kegiatan yang menghasilkan output yang sama dalam
satu kelompok.
2. Menentukan aktivitas-aktivitas apa saja yang akan menyebabkan timbulnya biaya
dalam satu kegiatan.
3. Menentukan cost driver . yang merupakan faktor-faktor yang mempunyai efek
terhadap perubahan level biaya total dalam satu kegiatan, atau cost driver merupakan
variabel-variabel yang menjadi penyebab munculnya perbedaan biaya dalam
melaksanakan suatu kegiatan tertentu.
PENDEKATAN REGRESI SEDERHANA
Analisis regresi sederhana adalah suatu teknik yang digunakan untuk membangun suatu
persamaan yang menghubungkan antara variabel tidak bebas (Y) dengan variabel bebas
(X) sekaligus untuk menentukan nilai ramalan atau dugaannya. Dalam regresi sederhana
ini, variabel tidak bebas merupakan total biaya dari suatu kegiatan, sedangkan variabel
bebas merupakan cost driver dari kegiatan tersebut. Penggunaan regresi sederhana
dalam menyusun ASB berguna untuk membuat model (persamaan) regresi untuk
peramalan belanja dari suatu kegiatan. Peramalan belanja dengan model regresi ini
dengan cara menghitung belanja rata-rata, menghitung batas minimum belanja, dan batas
maksimum belanja, serta menghitung prosentase alokasi kepada masing-masing objek
belanja.
Berikut ini adalah langkah-langkah sistematis yang digunakan untuk penyusunan ASB
dengan menggunakan ketiga pendekatan-pendekatan diatas :
1. Mengumpulkan data sekunder berupa kegiatan eksisting pemerintah daerah pada
tahun berjalan (dapat berupa RKA atau DPA) dan juga data sekunder berupa standar
harga satuan.
2. Memeriksa kesesuai harga satuan yang ada pada RKA/DPA dengan peraturan
gubernur/bupati/walikota tentang standar harga satuan.
3. Mengidentifikasi setiap jenis kegiatan tentang output dan cost drivernya.
4. Menentukan kegiatan-kegiatan apa saja yang perlu dan akan dibuatkan ASBnya.
5. Melakukan pengelompokan awal setiap kegiatan yang memiliki kesamaan output dan
cost drivernya menjadi satu kelompok ASB, lalu memberi nama kelompok ASB
tersebut.
6. Melakukan diskusi atas pengelompokan awal yang telah dibuat tentang aktivitas,
output dan cost driver dari suatu kegiatan. Lalu menyepakati penyempurnaan atas
kelompok-kelompok ASB tersebut.
7. Membuat model regresi sederhana masing-masing kelompok ASB yang telah
disepakati.
8. Menghitung nilai minimum dan maksimum belanja dari model regresi sederhana dari
masing-masing kelompok ASB.
9. Menghitung prosentase alokasi belanja kepada masing-masing objek belanja
(aktivitas) pada satu kelompok ASB, baik alokasi belanja rata-rata, alokasi belanja
minimum, dan alokasi belanja maksimum.
10. Menyusun buku panduan ASB secara keseluruhan.

Anda mungkin juga menyukai