Dilihat dari posisi geografisnya terletak di bagian timur Jawa Barat berada pada
lintasan jalan regional yang menghubungkan kota Cirebon dengan wilayah Priangan Timur
dan sebagai jalan alternatif jalur tengah yang menghubungkan Bandung-Majalengka dengan
Jawa Tengah.
Kelembaban : 80-90%
Peta Wilayah:
Wilayah administratif:
Luas Jumlah
No. Nama Desa
Wilayah Dsn RT RW
1. NUSAHERANG 97,698 5 22 5
2. CIKADU 176,6 7 26 6
3. JAMBAR 38,838 5 19 5
4. KERTAWIRAMA 33,23 5 13 -
5. HAURKUNING 190,737 5 28 5
6. WINDUSARI 144,50 3 8 -
7. KERTAYUGA 18,3 3 10 3
8. CIASIH. 32 2 4 2
JUMLAH 35 130 26
Data Kependudukan:
Jumlah Penduduk
No Nama Desa Total
Laki-laki Perempuan
a. Jumlah SD : 15 Buah
b. Jumlah MI : - Buah
g. Jumlah MA : - Buah
2. Agama
3. Kesehatan
a. Jalan Provinsi : 3 KM
b. Jalan Kabupaten : 4 KM
Identifikasi Vulnerability
Vulnerability adalah kerentanan dari manusia itu sendiri. Perilaku manusia yang
menyebabkan ketidakmampuan seseorang untuk menghadapi bahaya atau ancaman.
Kerentanan tersebut adalah keadaan atau suatu sifat atau perilaku manusia yang
menyebabkan ketidakmampuan untuk menghadapi bahaya atau ancaman.
Kerentanan Fisik : lokasi dari Kecamatan Bakauheni, dekat dengan daerah pesisir pantai
dan dari segi geografis berada disekitar gunung krakatau. Sehingga sangat rentan terhadap
bahaya ancaman tsunami.
Kerentanan Sosial : kerentanan sosial masih cukup tinggi mengingat tingkat pendidikan
yang masih rendah
Kerentanan Teknologi : teknologi sudah cukup baik untuk pemantauan bahaya dini.
Mekanisme Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana BPBD Kabupaten Kuningan:
Tahap tindak awal (initial action stage). Adalah tahap seleksi informasi yang diterima,
untuk segera dianalisa dan ditetapkan. Berdasarkan informasi tersebut, maka keadaan
darurat saat itu diklasifikasikan sebagai:
2. Komunikasi, sebagai sarana untuk melakukan fungsi deteksi adanya bencana, fungsi
komando dan pengendalian operasi dan koordinasi selama operasi penanggulangan
bencana.
3. Fasilitas, adalah komponen unsur, peralatan/perlengkapan serta fasilitas pendukung
lainnya yang dapat digunakan dalam operasi/misi penanggulangan bencana.
4. Pertolongan Darurat, adalah kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat
kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan
dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana
dan sarana.
5. Dokumentasi, berupa pendataan laporan, analisa serta data kemampuan operasi
penangulangan bencana guna kepentingan misi penanggulangan bencana yang akan
datang
Bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam,
manusia dan/atau keduanya yang mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta
benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana dan fasilitas umum serta
menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Potensi bencana yang ada dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok utama, yaitu
potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Dari
indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Kuningan memiliki potensi
bahaya utama (main hazard potency) yang tinggi. Disamping tingginya potensi bahaya utama,
juga memiliki potensi bahaya ikutan (collateral hazard potency) yang sangat tinggi. Hal ini
dapat dilihat dari beberapa indikator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat
dari kayu, kepadatan bangunan, dan kepadatan industri berbahaya. Potensi bahaya ikutan
(collateral hazard potency) ini sangat tinggi terutama di daerah yang memiliki kepadatan,
persentase bangunan kayu, dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi.
Tingkat kerentanan (vulnerability) adalah suatu hal penting untuk diketahui sebagai salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana alami, karena bencana baru akan
terjadi bila bahaya alam terjadi pada kondisi yang rentan. Tingkat kerentanan dapat
ditinjau dari kerentanan fisik (infrastruktur), sosial kependudukan, dan ekonomi. Kerentanan
fisik (infrastruktur) menggambarkan perkiraan tingkat kerusakan terhadap fisik (infrastruktur)
bila ada faktor berbahaya (hazard) tertentu. Melihat dari berbagai indikator sebagai berikut :
persentase kawasan terbangun; kepadatan bangunan; persentase bangunan konstruksi darurat;
jaringan listrik; rasio panjang jalan; jaringan telekomunikasi; dan jaringan PDAM.
Kerentanan sosial menunjukkan perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan
jiwa/kesehatan penduduk apabila ada bahaya. Dari beberapa indikator antara lain kepadatan
penduduk, laju pertumbuhan penduduk, persentase penduduk usia tua-balita dan penduduk
wanita, maka memiliki kerentanan sosial yang tinggi. Belum lagi jika kita melihat kondisi
sosial saat ini yang semakin rentan terhadap bencana non-alam (man made disaster), seperti
rentannya kondisi sosial masyarakat terhadap kerusuhan, tingginya angka pengangguran,
instabilitas politik, dan tekanan ekonomi. Kerentanan ekonomi menggambarkan besarnya
kerugian atau rusaknya kegiatan ekonomi (proses ekonomi) yang terjadi bila terjadi ancaman
bahaya. Indikator yang dapat kita lihat menunjukkan tingginya tingkat kerentanan ini
misalnya adalah persentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan (sektor jasa dan
distribusi) dan persentase rumah tangga miskin.
Berdasarkan potensi bencana dan tingkat kerentanan yang ada, maka dapat diperkirakan
risiko bencana yang akan terjadi tergolong tinggi. Risiko bencana pada wilayah Indonesia
yang tinggi tersebut disebabkan oleh potensi bencana yang dimiliki wilayah-wilayah tersebut
yang memang sudah tinggi, ditambah dengan tingkat kerentanan yang sangat tinggi pula.
Sementara faktor lain yang mendorong semakin tingginya risiko bencana ini adalah
menyangkut pilihan masyarakat (public choice). Banyak penduduk yang memilih atau
dengan sengaja tinggal di kawasan yang rawan/rentan terhadap bencana dengan berbagai
alasan seperti kesuburan tanah, atau opportunity lainnya yang dijanjikan oleh lokasi tersebut.
Beberapa indikator kerentanan fisik, ekonomi dan sosial tersebut di atas menunjukkan bahwa
Kabupaten Kuningan memiliki tingkat kerentanan yang tinggi, sehingga hal ini
mempengaruhi/menyebabkan tingginya risiko terjadinya bencana di wilayah. Dilihat dari
potensi bencana yang ada, Kabupaten Kuningan merupakan kabupaten dengan potensi
bencana (hazard potency) yang tinggi. Beberapa potensi bencana yang ada antara lain adalah
bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor, dan lain-lain.
Bencana Alam dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu:
1.bencana letusan gunung berapi;
2.bencana instabilitas gerakan tanah;
3.bencana banjir;
4.bencana gempa bumi;
5.bencana kekeringan;
6.kebakaran hutan; dan
7.bencana angin kencang.
3.Bencana Banjir
Kejadian banjir bandang di Kuningan diantaranya pernah terjadi di Desa Garajati Kecamatan
Ciwaru karena wilayah tersebut merupakan pertemuan atau muaranya Citaal ke Cisanggarung.
Banjir bandang lainnya pernah terjadi di Desa Datar Kecamatan Cidahu dan Desa Benda
Kecamatan Cimahi, terjadi karena tanggul sungai Cisanggarung sepanjang 30 meter roboh
diterjang derasnya arus sungai. Akibatnya puluhan hektar sawah terendam dan mengikis
tebing sungai dekat kawasan pemukiman.
Selain itu, keberadaan Waduk Darma yang besar volumenya, dan beberapa situ serta embung
di wilayah ini bisa juga berpotensi menyebabkan banjir bandang jika tanggul waduk dan situ
tersebut mengalami kerusakan dan jebol seperti kejadian Situ Gintung di Tanggerang.
Sehingga pemantauan kualitas dan daya tahan bendungan atau tanggul waduk,situ dan
embung tersebut harus secara intensif dilakukan.
Beberapa catatan sejarah kejadian akibat bencana gempa di Kabupaten Kuningan. Tahun
1875 tepatnya tanggal 25 Oktober 1875 kabarnya pernah ada kejadian gempa besar di
Kuningan. Selain itu pada tahun 1947, 1955 dan 1973 terjadi gempa tektonik yang melanda
daerah baratdaya G. Ciremai, yang diduga berkaitan dengan struktur sesar berarah tenggara -
baratlaut. Kejadian gempa yang merusak sejumlah bangunan di daerah Maja dan Talaga
sebelah barat G. Ciremai tahun 1990 dan tahun 2001, getarannya terasa hingga desa Cilimus
di timur G. Ciremai. Terakhir, tanggal 2 september 2009. Pusat gempa berada pada koordinat
7,77 LS dan 107,32 BT, kedalaman 49 km dan berjarak sekitar 142 km dari Barat daya
Tasikmalaya.
5.Bencana Kekeringan
Hampir seluruh wilayah kecamatan mengalami rawan kekeringan air baik yang dialami tiap
tahun atau sepanjang tahun serta sumber daya manusia yang masih kurang/terbatas dalam
pengelolaan air minum baik dari sisi teknis maupun manajemen.
6.Bencana Kebakaran Hutan
Wilayah Kabupaten Kuningan termasuk daerah yang mempunyai luasan hutan lebih dari 30%,
tersebar di wilayah hutan Gunung Ciremai dan daerah perbukitan yang memanjang dari
Selatan Gunung Ciremai bersambung ke Selatan Kuningan sampai wilayah Timur Kuningan.
Keberadaan wilayah hutan yang luas tersebut disertai dengan musim kemarau panjang dan
faktor ulah manusia karena terdapat wilayah hutan yang berdekatan dengan wilayah pedesaan,
biasanya menjadi faktor utama penyebab terjadinya kebakaran hutan.
Pemerintah Kabupaten Kuningan mendeteksi terdapat tujuh titik rawan kebakaran di wilayah
hutan Kuningan. Lima titik rawan kebakaran hutan di kawasan Gunung Ciremai itu terdapat
di areal hutan Pasawahan, Padabeunghar, Setianegara, Trijaya, dan Palutungan. Sedangkan
dua lokasi lainnya yang juga ditengarai rawan kebakaran hutan aalah kawasan hutan
Cibingbin, dan Garawangi. Untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran di kawasan tersebut,
pihak Pemerintahan Kab.Kuningan kini melakukan pengawasan secara ketat terutama
aktifitas manusia memasuki kawasan hutan di musim kemarau.
7.Bencana Angin Kencang;
Hal yang harus diwaspadai yaitu terjadinya angin barat terutama pada saat musim kemarau.