Anda di halaman 1dari 30

LI 1.

MM Anatomi Alat Reproduksi Interna Wanita


LO 1.1 Makroskopis
Organa genitalia feminina interna, terdiri dari:
1) Ovarium
- Jumlah sepasang
- Terletak di dalam pelvis minor
- Berbentuk bulat memanjang, agak pipih (seperti buah almond dengan ukuran 3
x 1,5 x 1 cm)
- Terdiri dari cortex (luar) dan medulla (sebelah dalam, berisi pembuluh darah,
limfe, dan syaraf)
- Dilekatkan oleh mesovarium pada ligamentum latum (berupa lipatan peritoneum
sebelah lateral kiri dan kanan uterus. Meluas sampai dinding panggul dan dasar
panggul, sehingga seolah-olah menggantung pada tubae)
- Difiksasi oleh:
Lig. Suspensorium ovarii (Lig. Infundibulopelvicum)
Ligamentum ini menggantungkan uterus pada dinding panggul antara sudut
tuba
Lig. Ovarii proprium (mengarah ke uterus ovarium)
Lig. Teres uteri (lig. Rotundum)
Terdapat di bagian atas lateral dari uterus, caudal dari tuba, kedua ligamentum
ini melalui canalis inguinalis ke bagian cranial labium majus. Pada saat
kehamilan mengalami hipertrofi dan dapat diraba dengan pemeriksaan luar.

2) Tuba Uterina (Salpinx)


- Jumlah sepasang kanan dan kiri
- Merupakan saluran muscular, panjang 10 cm. Menjulur dari uterus ke arah
ovarium dengan ujung distal (fimbriae) terbuka ke dalam rongga peritoneum
disebut ostium abdominale
- Infundibulum adalah bangunan yang berbentuk corong
- Ampula adalah bangunan yang membesar
- Isthmus adalah bangunan yang menyempit
- Pars uterina tubae adalah bagian yang melalui dinding uterus

1
- Ostium uterinum adalah muara tuba di dalam uterus

3) Uterus
- Organ muscular, berbentuk buah jambu (pir), agak pipih, dibedakan:
Facies vesicalis, di daratan ventral menghadap ke vesica urinaria
Facies intestinalis, di daratan dorsal menghadap ke usus
Margo lateralis kanan dan kiri
- Dinding uterus dari luar ke dalam terdiri atas:
Perimetrium
Myometrium
Endometrium
- Uterus dapat dibagi dalam:
Fundus uteri, bagian yang terletak di atas (proksimal) ostium tuba uterine
Corpus uteri, bagian tengah uterus yang berbentuk bulat melebar. Batas antara
corpus uteri dan cervix uteri dibentuk oleh isthmus uteri yakni suatu
penyempitan di dalam rongga uteri yang terletak antara ostium uteri internum
anatomicum dengan ostium uteri histologicum. Distal dari isthmus uteri
terdapat ruangan melebar disebut cervix uteri
Cervix uteri, bagian yang paling sempit dan menonjol ke dalam rongga
vagina. Pada bagian ujung distal cervix ada bangunan yang menyempit
disebut ostium uteri externum. Rongga di dalam cervix uteri disebut canalis
cervicis

4) Vagina

- Bentuk tabung muskular dari cervix sampai genitalia eksterna


- Panjang antara 8-12 cm
- Bagian distal cervix menonjol ke dalam rongga vagina, disebut portio vaginalis
cervicis uteri. Bagian cervix proksimal disebut portio supravaginalis cervicis
uteri
- Rongga vagina yang mengelilingi portio vaginalis cervicis disebut fornix yang
dapat dibedakan:
Fornix lateralis dextra dan sinistra
Fornix anterior dan posterior

2
- Tunika muskularis dapat dipandang lanjutan myometrium tetapi lebih tipis
- Tunika mukosa membentuk rugae yang transversal pada dinding ventral dan
dorsal disebut columna rugarum
- Fascia endopelvis memadat menjadi ligamentum fasialis yang fungsinya
menunjang cervix dan vagina
- Ligamentum-ligamentum yang ikut memfiksasi uterus diantaranya adalah:
Lig. Cardinale (Mackenrodts) atau lig. Cervicalis lateralis
Melewati sebelah lateral cervix dan bagian atas vagina ke dinding pelvis
Lig. Uterosacrale atau lig. Rectouterina
Melewati bagian belakang cervix dan fornix vagina ke fasia yang melapisi
sendi sacroiliaca. Mulai dari isthmus ke jaringan pengikat di sebelah lateral
dari rectum setinggi vertebra sacralis III mengandung otot polos
Lig. Puboservicale
Meluas ke anterior dari lig. Cardinal ke pubis
Lig. Pubovesicale
Dari belakang symphysis pubis menuju collum vesica urinaria
- Fiksasi yang utama pada uterus ke vagina adalah:
Lig. Cardinale
Lig. Uterosacrale
- Fungsi vagina adalah:
Saluran keluar uterus yang dapat mengalirkan darah pada waktu menstruasi
dan sekret dari uterus
Alat bersenggama
Jalan lahir pada waktu partus
- Pada virgo intacta introitus vaginae sebagian ditutupi oleh suatu selaput yang
disebut hymen
- Menurut bentuknya dapat dibedakan:
Hymen anularis (sebagai cincin)
Hymen semilunaris (sebagai bulan sabit)
Hymen cribriformis (berlubang-lubang sebagai saringan)
Hymen fimbriatus (dengan tepi sebagai jari-jari)
Hymen imperforatus (tidak berlubang)

3
- Setelah diadakan coitus berulang-ulang hanya terdapat sisa-sisanya sebagai
tonjolan-tonjolan disebut carunculae hymenales yang hilang setelah melahirkan
- A. uterina pergi ke ventrocaudal setinggi isthmus uteri, membelok ke medial
berjalan di pangkal lig. Latum, cranial lig. Cardinale uteri memberi cabang a.
vaginalis ke dinding vagina, pangkalnya ke arah fundus kemudian bercabang-
cabang menjadi:
R. ovaricus melalui lig. Ovarii proprium menuju ovarium
A. ligamenti teretis uteri mengikuti lig. Teres uteri
R. tubarius mengikuti tuba uterine
- Saraf-saraf otonom systema urogenitale wanita adalah N. pudendus yang
meninggalkan pelvis melalui foramen infrapiriformis, dorsal spina ishiadica
masuk ke foramen ischiadicum minus sebagai N. clitoridis. Cabang yang lain:
N. hemorrhoidalis inferior untuk m. sphincter ani externus dan ke kulit pada
regio analis. N. perinealis berakhir sebagai N. labialis untuk labium majus yang
memberi k err musculares dan rr. Cutanei ke kulit
- Vasa lymphatica dan nodi lymphatici (lymphonodi):
Bagian proksimal mengikuti kembali r. vaginalis a. uternae ke lnn. Iliaci
interni
Bagian medial mengikuti kembali r. vaginali a. vesicalis inferior ke lnn
sepanjang a. vesicalis inferior ke lnn. Iliaci interni
Bagian dari vagina distal, dinding vestibulum vaginae, labia minora, labia
majora, minora ke lnn. Inguinale superficialis
Radang dan metastase tumor ganas dapat diketahui

(Sofwan, 2014)

4
Gambar 1. Uterus dan tuba uterina
Sumber: Sobotta

Gambar 2. Uterus dan tuba uterina


Sumber: Sobotta

Gambar 3. Perdarahan organa genitalia feminina interna


Sumber: Sobotta
LO 1.2 Mikroskopis

5
Sistem reproduksi terdiri atas sepasang ovarium internal dan sepasang tuba uterina
(oviduktus) yang merupakan saluran penghubung ovarium ke uterus. Di dekat
uterus dan dipisahkan oleh serviks terdapat vagina. Selama masa reproduktif
seorang wanita, organ-organ reproduksinya (baik struktur maupun fungsi)
mengalami perubahan siklik sebulan sekali. Pada manusia, perubahan ini disebut
siklus menstruasi. Siklus menstruasi terutama dikendalikan oleh hormon
adenohipofisis (kelenjar pituitaria), yaitu FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan
LH (Luteinizing Hormone), dan hormon ovarium yaitu estrogen dan progesterone.
Organ-organ sistem reproduksi wanita melakukan banyak fungsi penting seperti
menyekresi hormon seks wanita (estrogen dan progesterone), menghasilkan ova,
mengadakan lingkungan yang cocok untuk pembuahan oosit, membawa dan
mengimplantasi blastokist, perkembangan fetus selama kehamilan, dan nutrisi bayi
yang baru lahir (neonatus).
Ovarium
Setiap ovarium merupakan struktur lonjong gepeng yang terletak di bagian dalam
rongga pelvis. Satu bagian ovarium melekat pada ligamentum latum melalui sebuah
lipatan peritoneal yang disebut mesovarium dan bagian lain lagi pada dinding
uterus melalui ligamentum ovarii. Permukaan ovarium ditutupi selapis sel yang
disebut epitel germinal atau germinativum yang menutupi sejenis jaringan ikat
padat yaitu tunika albuginea. Di bawah tunika albuginea terdapat korteks ovarii. Di
bagian dalam terdapat pusat jaringan ovarium yang sangat vaskular yaitu medulla
ovarium. Tidak ada batas tegas antara korteks dan medulla, dan kedua bagian ini
menyatu. Korteks biasanya dipenuhi folikel ovarium dalam berbagai tahap
perkembangan, termasuk folikel besar, matang, yang menempati daerah sampai ke
bagian dalam medulla. Selain itu, mungkin terdapat korpus luteum besar yang
berasal dari folikel yang telah ovulasi, korpus albikans korpus luteum yang
berdegenerasi, dan folikel atretis yang berdegenerasi dalam berbagai tahap
perkembangan.
Semasa kehidupan reproduktif seseorang, ovarium mengalami perubahan struktur
dan fungsi selama siklus menstruasi. Perubahan ini terlihat sebagai pertumbuhan
dan pematangan folikel, ovulasi, pembentukan dan degenerasi korpus luteum.
Paruh pertama siklus menstruasi mencakup pertumbuhan folikel ovarium. FSH
adalah hormon gonadotropik utama yang beredar selama pertumbuhan folikel. FSH
mempengaruhi pertumbuhan dan pematangan folikel ovarium, dan merangsang sel-
sel teka interna folikel untuk menghasilkan androgen yang kemudian dikonversi
oleh sel granulosa menjadi estrogen. Dengan naiknya kadar estrogen yang beredar,
hormon pelepas gonadotropin dihambat pembebasannya dari hypothalamus dan
pembebasan FSH oleh hipofisis. Selain itu, hormon inhibin yang dihasilkan oleh
sel-sel granulosa di dalam folikel ovarium kemudian menghambat pembebasan
FSH dari hipofisis. Dipertengahan siklus atau sesaat sebelum ovulasi, sekresi
estrogen mencapai puncaknya. Hal ini mengakibatkan banyak LH dan sedikit FSH
dari adenohipofisis. Peningkatan kadar LH dan FSH mengakibatkan hal-hal berikut
ini: pematangan akhir folikel ovarium serta ovulasinya, penyelesaian pembelahan
meiosis pertama dan pembebasan oosit sekunder ke dalam tuba uterina, dan
luteinisasi folikel yang telah ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Pematangan
akhir oosit sekunder hanya terjadi pada saat pembuahan, sewaktu sperma memasuki

6
ovum. Telur yang dibebaskan hanya dapat dibuahi kurang lebih dalam 24 jam di
dalam saluran reproduksi wanita.
Selapis epitel germinal kuboid menutupi permukaan ovarium. Di bawah epitel
permukaan terdapat lapisan jaringan ikat padat yaitu tunika albuginea. Tepat di
bawah tunika albuginea terdapat banyak folikel primordial. Setiap folikel
primordial terdiri atas sebuah oosit primer yang dikelilingi selapis sel folikular
gepeng. Pada folikel yang lebih besar, sel-sel folikel berubah menjadi kuboid atau
silindris rendah. Pada folikel yang sedang berkembang, sel folikel berproliferasi
melalui mitosis, membentuk lapisan-lapisan sel kuboid yang disebut sel granulosa
yang mengelilingi oosit primer. Lapisan terdalam sel granulosa yang langsung
mengelilingi oosit membentuk korona radiata, sel-sel ini lebih silindris dari sel
granulosa lain. Di antara korona radiata dan oosit sekelilingnya terdapat lapisan
glikoprotein nonselular yaitu zona pelusida. Sel-sel stroma yang mengelilingi sel-
sel folikel berdiferensiasi menjadi teka interna, pada tahap perkembangan folikular
ini, teka eksterna (lapisan sel luar teka interna) belum terbentuk. Oosit yang sedang
berkembang memiliki inti besar yang letaknya eksentrik dengan nukleolus
mencolok.
Sel-sel granulosa mengelilingi sebuah rongga sentral atau antrum folikel. Antrum
ini berisi cairan folikular yang disekresi oleh sel-sel granulosa di sekitarnya.
Kumpulan terisolasi dan lebih kecil cairan folikel mungkin terlihat di antara sel
granulosa. Sebagian tampak sebagai vakuol bening atau sedikit asidofilik, asal dan
fungsinya tidak diketahui. Penebalan lokal sel granulosa pada satu sisi folikel
matang membungkus oosit matang dan menonjol ke dalam antrum membentuk
hillock yang disebut kumulus ooforus. Oosit dikelilingi zona pelusida mencolok
yang terpulas asidofilik dan selapis sel yang tersusun radier yaitu korona radiata
yang melekat pada zona pelusida. Barisan basal sel-sel granulosa terletak di atas
membrane basal tipis. Di dekat membrane basal terdapat teka interna yaitu lapisan
dalam yang vaskuler dengan sel-sel sekretoris. Di sekeliling teka interna terdapat
teka eksterna yaitu lapisan dengan sel-sel jaringan ikat.

7
Gambar 4. Ovarium
Sumber: www.pathologyoutlines.com
Korteks merupakan bagian terbesar ovarium dan mengandung folikel-folikel dan
korpus luteum. Medulla menempati bagian pusat ovarium. Di medulla terdapat
pembuluh-pembuluh darah yang lebih besar yang bercabang dan memasok daerah
korteks ovarium. Korpus luteum yang baru dibentuk adalah struktur besar, dibentuk
setelah sebuah folikel matang ruptur dan dindingnya kolaps. Lapisan tipis sel tukein
teka dibentuk oleh sel teka interna folikel, terletak di tepi korpus luteum dan di
kontur lipatan-lipatannya. Massa dinding korpus luteum dibentuk oleh sel-sel lutein
granulosa yang merupakan sel granulosa berhipertrofi folikel. Jaringan ikat teka
eksterna berproliferasi membentuk stroma bagi pembuluh darah dan kapiler di
dalam dinding korpus luteum dan mengisi berkas rongga folikel. Di dalam ovarium
juga terlihat sebagian korpus luteum yang beregresi sedang dengan bidang irisan
memotong dinding luarnya. Sel-sel granulosa lutein lebih kecil, intinya piknotik
dan pembuluh darah lebih besar dari stroma. Sel teka lutein tidak tampak. Tahap
lebih lanjut regresi korpus luteum menampakkan penciutan sel-sel lutein, piknosis
inti dengan inti pusat fibrosa. Jaringan ikat menyusup di antara sel lutein yang
beregresi dan menggantikan sel luteal yang berdegenerasi. Stroma membentuk
simpai atau kapsul di sekeliling korpus luteum yang beregresi, namun hal ini bukan
merupakan ciri tetap. Penggantian sel-sel lutein dengan jaringan ikat menghasilkan
sebuah korpus albikans yaitu parut fibrosa berhialin. Sebuah folikel normal yang
besar memiliki teka interna dan lapisan granulosa tebal, dipisahkan sebuah
membran basal tipis. kumulus ooforus mengandung sebuah oosit normal, antrum
terisi cairan folikel. Banyak folikel mengalami perubahan degeneratif yang disebut
atresia pada setiap waktu sebelum menjadi matang. Atresia pada folikel besar
terjadi berangsur, namun tahap perubahan degenerasi dapat dilihat pada folikel-
folikel yang mengalami atresia pada berbagai tingkat. Teka interna dan sel-sel
granulosa adalah intak, namun beberapa sel mulai terlepas masuk ke antrum yang
masih tetap mengandung cairan folikel. kumulus ooforus juga terlihat tidak utuh
dan degenerasi oosit sudah berada dalam tahap lanjut. Sisa oosit dikelilingi zona
pelusida tebal, tampak di dalam antrum. Juga tampak sebuah folikel pada tahap
atresia lanjut. Teka interna masih tampak, namun sel-selnya tampak agak hipertrofi.
Sel-sel granulosa suda tidak ada, semuanya telah dilepaskan dan diresorpsi.
Membran basal di antara kedua lapisan ini telah menebal dan berlipat dan kini
disebut membran vitrea (glassy membrane) yang telah mengalami hipertrofi.
Jaringan ikat longgar berasal dari stroma dan telah mengisi sebagian rongga folikel
yang telah mengecil yang masih mengandung cairan folikel. Pada atresia lebih
lanjut, jaringan ikat stroma mengganti sel-sel teka interna. Membrane vitrea yang
hipertrofi bertambah tebal dan lebih berlipat dan jaringan ikat longgar dengan
pembuluh darah mengisi bekas antrum. Pada tahap terakhir atresia, seluruh folikel
telah diganti oleh jaringan ikat, membran vitrea yang hipertrofi dan berlipat tetap
ada untuk waktu tertentu sebagai satu-satunya tanda yang menunjukkan folikel.
Setelah ovulasi folikel matang, ovarium memasuki fase luteal. Selama fase ini, LH
mengubah sel-sel granulosa dan teka interna folikel ovarium yang ruptur menjadi
sel-sel granulosa lutein dan teka lutein korpus luteum. LH kemudian merangsang
sel-sel lutein untuk menyekresi estrogen dan banyak progesterone. Kadar hormon

8
yang tinggi ini merangsang perkembangan uterus dan kelenjar mammae
selanjutnya sebagai persiapan kehamilan. Perkembangan dan aktivitas fungsi
korpus luteum tergantung pada LH. Sebaliknya, kadar progesterone yang tinggi
yang dihasilkan korpus luteum menghambat pelepasan LH lebih lanjut dengan
memengaruhi hipotalamus dan gonadotrof di dalam adenohipofisis. Jika oosit itu
tidak dibuahi, korpus luteum akhirnya beregenerasi menjadi jaringan parut
nonfungsional disebut korpus albikans. Kadar estrogen dan progesterone kemudian
menurun terjadilah menstruasi. Dengan beregresinya korpus luteum, efek
inhibitoris hormon-hormon ini terhadap hipofisis dan hipotalamus hilang. Hal ini
mengakibatkan pembebasan FSH dari adenohipofisis dan mengawali siklus
ovarium baru perkembangan folikular.
Tuba uterina
Ampulla: banyaknya percabangan lipatan mukosa tinggi membentuk lumen tidak
teratur pada tuba uterine (fallopi). Lumen itu meluas di antara lipatan mukosa dan
membentuk alur yang dalam pada tuba. Epitel pelapisnya adalah selapis silindris
dan lamina proprianya adalah jaringan ikat longgar yang sangat vaskular.
Muskularis terdiri atas dua lapisan otot polos yaitu lapisan sirkular dalam dan
lapisan longitudinal luar. Jaringan ikat interstitialnya banyak dan sebagai akibatnya,
lapisan-lapisan ototnya, khususnya lapisan luar, tidak jelas batasnya. Serosa
membentuk lapisan terluar tuba uterina.
Lipatan mukosa: epitel pelapis sebenarnya selapis, namun mungkin terlihat
bertingkat. Epitel ini terdiri atas sel-sel bersilia dan sel-sel (sekretoris) nonsilia.
Selama awal fase proliferasi siklus menstruasi, sel-sel bersilia mengalami
hipertrofi, silianya bertumbuh dan menjadi dominan. Aktivitas sekresi sel nonsilia
bertambah. Epitel tuba uterina menunjukkan perubahan siklik dan proporsi sel-sel
bersilia dan nonsilia bervariasi sesuai tahap siklus menstruasinya.

Gambar 5. Gambaran mikroskopik tuba uterina


Sumber: http://histoweb.co.za/
Tuba uterina melaksanakan sejumlah fungsi penting. Saat ovulasi, fimbria
infundibulum menyapu permukaan ovarium untuk menangkap dan menghantar
oosit ke dalam tuba uterina ke arah uterus. Fungsi ini terlaksana dengan gerak
peristaltik halus otot polos pada dinding tuba dan fimbria. Selain itu, sel-sel bersilia
lebat pada permukaan fimbria menciptakan arus yang memandu oosit masuk ke

9
infundibulum tuba uterina. Epitel tuba uterina terdiri atas sel-sel bersilia dan
nonsilia. Sebagian besar silia melecut ke arah uterus dan bersama kontraksi otot
dari dinding tuba, menghantar oosit yang tertangkap atau telur yang sudah dibuahi
melalui tuba ke uterus. Sel-sel nonsilia pada tuba uterina merupakan sel sekretoris
dan menghasilkan materi nutritif penting bagi perkembangan awal embrio. Tuba
uterina juga merupakan tempat terjadinya pembuahan bagi telur, yang umumnya
terjadi di bagian atas ampula tuba. Epitel tuba uterina mengalami perubahan siklik
yang sesuai dengan siklus ovarium. Tinggi atau tebal epitel pada tuba uterina paling
besar selama fase folikular, saat folikel ovarium sedang mematang dan kadar
estrogen yang beredar sedang tinggi.
Uterus
Selama setiap siklus menstruasi, endometrium mengalami tiga fase berurutan,
setiap fase berlanjut ke fase berikutnya. Fase proliferasi (folikular, praovulasi)
ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan endometrium. Fase ini dimulai
pada akhir fase menstruasi, kira-kira hari ke 5 dan berlanjut sampai hari ke 14
siklus. Aktivitas mitotik sel-sel di dalam lamina propria dan dari sisa kelenjar
uterina pada stratum basale ditingkatkan sehingga permukaan mukosa yang telah
rusak selama menstruasi mulai tertutup. Dengan menebalnya stratum fungsionale,
kelenjar uterina berproliferasi, memanjang dan mulai berhimpitan. Arteri spiralis
mulai tumbuh ke arah permukaan endometrium dan hanya sedikit bergelung.
Pertumbuhan endometrium selama fase proliferasi bersamaan dengan pertumbuhan
folikel ovarium dan peningkatan sekresi estrogen.
Fase sekresi (luteal, pascaovulasi) dimulai tidak lama setelah ovulasi, kira-kira hari
ke 15 dan berlanjut sampai hari ke 28 dari siklus. Fase ini tergantung pada sekresi
progesterone (terutama oleh sel-sel lutein granulosa) dan estrogen (oleh sel teka
lutein) korpus luteum fungsional ovarium yang terbentuk setelah ovulasi. Selama
fase ini endometrium tetap menebal dan menimbun cairan sehingga menjadi
edematosa. Selain itu, kelenjar uterina mengalami hipertrofi dan menjadi
gberkelok, dan lumennya mulai terisi produk sekresi yang kaya nutrient (khususnya
glikogen). Arteri spiralis di dalam endometrium memanjang, mulai bergelung dan
meluas sampai hampir ke permukaan endometrium.

Gambar 6. Lapisan-lapisan pada dinding uterus

10
Sumber: www.ansci.wisc.edu
Fase menstruasi dimulai bila tidak terjadi pembuahan atau implantasi. Kadar
progesterone dan estrogen yang menurun akibat regresi korpus luteum, mengawali
fase ini. Kadar estrogen dan progesterone yang rendah ini menyebabkan arteri
spiralis di dalam stratum fungsionale berkontriksi secara intermitten. Hal ini
mengakibatkan stratum fungsionale kurang oksigen dan menjadi iskemia
(sementara), nekrosis, dan berkerut. Setelah periode vasokontriksi yang
berkepanjangan, arteri spiralis melebar dan dindingnya pecah, timbullah
perdarahan ke dalam stroma. Stratum fungsionale yang nekrotik kemudian
dilepaskan bersama aliran menstruasi. Darah, cairan uterina, sel-sel stroma, materi
sekresi, dan sel-sel epitel stratum fungsionale bercampur jadi satu, membentuk
discharge melalui vagina. Pelepasan endometrium berlanjut hingga tersisa stratum
basale. Proliferasi cepat sel-sel dari stratum basale yang dipengaruhi oleh kadar
estrogen yang meningkat memulihkan permukaan endometrium yang hilang
sebagai persiapan fase berikut dari siklus menstruasi.
Fase proliferasi (folikular): selama siklus menstruasi normal, endometrium
mengalami sejumlah perubahan yang erat hubungannya dengan fungsi ovarium.
Aktivitas siklik pada uterus tidak hamil dibagi dalam tiga fase berbeda: fase
proliferasi (folikular), fase sekresi (luteal), dan fase menstruasi.
Dinding uterus terdiri atas tiga lapisan: endometrium (dalam), lapisan muskular
tengah (myometrium), dan membran serosa di luar (perimetrium). Endometrium
dibagi lagi menjadi dua lapisan: lapisan (stratum) basale, sempit dan dekat
myometrium, dan lapisan (stratum) fungsionale yang lebih lebar dan superfisial
terhadap lapisan basal dan meluas sampai lumen uterus.
Permukaan endometrium dilapisi epitel selapis silindris di atas lamina propria tebal.
Epitel permukaan menyusup ke dalam jaringan ikat lamina propria untuk
membentuk banyak kelenjar uterina tubular panjang. Kelenjar uterina umumnya
lurus di bagian superfisial endometrium, namun dapat bercabang di bagian lebih
dalam di dekat myometrium. Akibatnya, terlihat banyak kelenjar uterina yang
terpotong melintang.
Selama fase proliferasi, arteri yang terutama terlihat adalah potongan melintang
arteri spiralis yang terletak di bagian lebih dalam endometrium. Pada fase
proliferasi, arteri spiralis biasanya tidak meluas sampai sepertiga bagian suerfisial
endometrium yang mengandung vena dan kapiler. Endometrium melekat erat pada
myometrium yang dibawahnya sangat vaskular. Lapisan ini terdiri atas berkas-
berkas otot polos padat dan dipisahkan oleh sedikit jaringan interstitial. Berkas otot
tersebut terpotong melintang, oblik, dan memanjang.
Fase sekresi (luteal): selama fase sekresi (luteal) siklus menstruasi, stratum
fungsionale dan stratum basale menebal karena bertambahnya sekresi kelenjar dan
edema di dalam lamina propria. Epitel kelenjar uterina mengalami hipertrofi karena
menimbun banyak produk sekresi. Kelenjar uterina menjadi sangat berkelok dan
lumennya melebar dan terisi materi sekresi nutritif yang kaya karbohidrat. Arteri
spiralis kini meluas sampai bagian atas endometrium (stratum fungsionale).
Pembuluh darah ini menjadi jelas terlihat pada sediaan uterus karena dindingnya
lebih tebal. Perubahan pada epitel silindris permukaaan, kelenjar uterina, dan

11
lamina propria merupakan ciri khas stratum fungsionale endometrium selama fase
sekresi atau luteal siklus menstruasi. Stratum basale tidak banyak berubah. Di
bawah stratum basale terdapat myometrium yang terdiri atas berkas-berkas otot
polos yang terpotong melintang dan memanjang dan banyak pembuluh darah.
Fase Menstruasi
Selama setiap siklus menstruasi, endometrium stratum fungsionale dilepaskan
selama fase menstruasi. Endometrium yang dilepaskan mengandung fragmen-
fragmen stroma yang hancur, bekuan darah, dan kelenjar-kelenjar uterina. Sebagian
kelenjar uterina utuh terisi darah. Stratum basale, dasar kelenjar uterina terlihat
tetap utuh selama menstruasi pada lapisan yang lebih dalam endometrium. Stroma
endometrium kebanyakan stratum fungsionale mengandung kelompok-kelompok
eritrosit, eritrosit ini keluar dari pembuluh darah yang robek dan rusak. Selain itu,
stroma endometrium memiliki cukup banyak limfosit dan neutrophil. Stratum
basale endometrium umumnya tetap utuh selama fase ini. Bagian distal (superfisial)
arteri spiralis menjadi nekrotik dan bagian lebih dalam pembuluh ini tetap utuh.
Vagina
Mukosa vagina sangat tidak teratur dan memiliki banyak lipatan. Epitel pelapis
permukaan vagina adalah epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Lamina
propria lebar mengandung jaringan ikat tak teratur, kepadatan sedang, kaya serat
elastin. Serat-serat dari lamina propria meluas ke bawah, masuk ke dalam lapisan
muskular sebagai serat-serat interstitial. Jaringan limfatik difus, limfonoduli, dan
banyak pembuluh darah kecil (arteriole dan venula) biasanya terdapat di dalam
lamina propria. Muskularis terutama terdiri atas berkas-berkas otot polos
memanjang dan oblik. Serat-serat otot melintang tidak begitu banyak, namun lebih
banyak pada lapisan dalam. Jaringan ikat interstitial mengandung banyak serat
elastin, sedangkan adventisia mengandung pembuluh-pembuluh darah dan berkas
saraf. Epitel vagina mengalami perubahan siklik ringan selama siklus menstruasi.
Selama fase folikular dan stimulasi estrogen, epitel vagina menebal. Sel-sel vagina
menyintesis dan mengumpulkan sejumlah glikogen yang meningkat saat
bermigrasi ke arah dan dilepaskan ke dalam lumen. Bakteri di dalam vagina
memetabolisir glikogen menjadi asam laktat sehingga meningkatkan keasaman
saluran vagina.
(Eroschenko, 2003)

Gambar 7. Gambaran mikroskopik vagina

12
Sumber: www.lab.anhb.uwa.edu.au

LI 2. MM Fisiologi Menstruasi dan Hormon yang Terkait


Siklus Menstruasi
2.1 Siklus Ovarium
Sejak saat lahir, terdapat banyak folikel primordial di dalam kapsul ovarium. Tiap-
tiap folikel mengandung sebuah ovarium imatur. Pada permulaan setiap daur,
beberapa folikel membesar, dan terbentuk suatu rongga di sekitar ovarium
(pembentukan antrum). Rongga ini terisi oleh cairan folikel. Pada manusia,
biasanya satu folikel dari salah satu ovarium mulai tumbuh cepat pada sekitar hari
keenam dan menjadi folikel dominan, sementara yang lain mengalami regresi, dan
membentuk folikel atretik. Proses atresia ini melibatkan apoptosis. Tidak diketahui
cara pemilihan satu folikel menjadi folikel dominan dalam fase folikular daur haid
ini, namun hal ini tampaknya berkaitan dengan kemampuan folikel menyekresikan
estrogen yang terkandung di dalamnya yang diperlukan untuk pematangan akhir.
Bila wanita diberikan preparat gonadotropin hipofisis manusia yang sangat murni
melalui suntikan, ada banyak folikel yang berkembang secara serentak.
Struktur sebuah folikel ovarium matang (folikel Graff). Sel teka interna folikel
adalah sumber utama estrogen dalam darah. Namun, cairan folikel memiliki
kandungan estrogen yang tinggi, dan banyak dari estrogen ini berasal dari sel
granulose.
Pada sekitar hari ke 14 siklus, folikel yang membesar menjadi pecah, dan ovarium
terlepas ke dalam rongga abdomen. Ini adalah proses ovulasi. Ovum diambil oleh
ujung ujung tuba uterine (oviduk) yang berfimbria. Ovum disalurkan ke uterus,
dan keluar melalui vagina bila tidak terjadi pembuahan.
Folikel yang pecah pada saat ovulasi segera terisi darah, dan membentuk sesuatu
yang kadang kadang disebut sebagai korpus hemoragikum. Perdarahan ringan
dari folikel ke dalam rongga abdomen dapat menimbulkan iritasi peritoneum dan
iritasi peritoneum dan nyeri abdomen bawah yang berlangsung singkat
(mittelschmerz). Sel granulose dan teka yang melapisi folikel mulai berpoliferasi,
dan bekuan darah dengan cepat diganti oleh sel luteal yang kaya lemak dan
berwarna kekuningan, membentuk korpus luteum. Hal ini mencetuskan fase luteal
daur haid, saat sel luteum menyekresikan estrogen dan progesterone. Pertumbuhan
korpus luteum bergantung pada kemampuannya membentuk vaskularisasi untuk
mendapatkan darah, dan terdapat bukti bahwa VEGF penting untuk peruses ini.
Bila terjadi kehamilan, korpus luteum akan bertahan dan biasanya tidak terjadi lagi
periode haid sampai setelah melahirkan. Bila tidak terjadi kehamilan, korpus
luteum mulai mengalami degenerasi sekitar 4 hari sebelum haid berikutnya (hari ke
24 daur haid) dan akhirnya digantikan oleh jaringan ikat, yang membentuk korpus
albikans.

13
Siklus ovarium pada mamalia lain juga serupa, kecuali bahwa pada banyak spesies,
lebih dari satu folikel berovulasi dan biasanya terjadi kelahiran multiple. Pada
beberapa spesies submamalia terbentuk korpus luteum namun tidak pada spesies
lainnya.
Pada manusia, tidak ada ovum baru yang terbentuk setelah lahir. Selama
perkembangan masa janin, ovarium mengandung lebih dari 7 juta folikel
primordial. Namun, banyak yang mengalami atresia (involusi) sebelum lahir dan
yang lain menghilang setelah lahir. Pada saat lahir, terdapat 2 juta ovum, namun
50% nya mengalami atresia. Sejuta ovum yang normal mengalami bagian pertama
pembelahan meiosis I di sekitar periode ini dan masuk ke dalam tahap istirahat
dalam stadium profase tempat ovum yang bertahan menetap sampai masa dewasa.
Proses atresia berlanjut selama perkembangan sehingga jumlah ovum di kedua
ovarium pada saat puberitas adalah kurang dari 300.000. hanya satu dari ovum
ovum ini yang secara normal mencapai kematangan per siklus (atau sekitar 500
selama masa reproduksi normal); sisanya berdegenerasi. Tepat sebelum ovulasi,
pembelahan miosis pertama selesai. Salah satu sel anak, oosit sekunder, menerima
sebagian besar sitoplasma, sementara yang lain, badan polar pertama, terpecah
pecah dan menghilang. Oosit sekunder segera memulai pembelahan meiosis kedua,
tetapi pembelahan ini terhenti pada metaphase dan dilanjutkan hanya jika sperma
menembus oosit. Pada saat itu badan polar kedua terlepas dan ovum yang dibuahi
terus berkembang menjadi individu baru. Penghentian pada metaphase disebabkan,
paling tidak pada beberapa spesies, oleh pembentukan protein pp39 di ovum yang
dikode oleh proto-onkogen c-mos. Bila pembuahan terjadi, pp39 akan dihancurkan
dalam waktu 30 menit oleh kalpain, yakni suatu protease sistein yang bergantung
pada kalsium.
2.2 Siklus Uterus
Pada akhir menstruasi, semua lapisan endometrium, kecuali lapisan dalam telah
terlepas. Kemudian terbentuk kembali endometrium baru dibawah pengaruh
estrogen dari folikel yang sedang tumbuh. Ketebalan endometrium cepat meningkat
dari hari ke 5 sampai ke 14 daur haid. Seiring dengan peningkatan ketebalan,
kelenjar uterus tertarik keluar sehingga memanjang, namun kelenjar tersebut tidak
menjadi berkelok kelok atau mengeluarkan secret. Perubahan endometrium ini
disebut proliferative, dan bagian daur haid ini kadang kadang disebut fase
proliferative. Fase ini juga disebut fase praovulasi atau folikular. Setelah ovulasi,
vaskularisasi endometrium menjadi sangat meningkat dan endometrium menjadi
agak sembab dibawah pengaruh estrogen dan progesterone dari korpus luteum.
Kelenjar mulai bergelung dan berkelok kelok, serta mulai menyekresikan cairan
jernih. Akibatnya, fase daur ini disebut fase sekretorik atau luteal. Pada akhir fase
luteal, endometrium, seperti hipofisis anterior, menghasilkan prolaktin, namun
fungsi prolaktin endometrium ini tidak diketahui.
Endometrium diperdarahi oleh dua jenis arteri. Dua pertiga endometrium bagian
superficial yang terlepas sewaktu haid, yaitu stratum fungsional, dipasok oleh arteri
spiralis yang panjang dan berkelok kelok, sedangkan lapisan sebelah dalam yang
tidak terlepas, yakni stratum basal, diperdarahi oleh arteri basilaris yang pendek dan
halus.

14
Pada saat korpus luteum mengalami regresi, pasokan hormone untuk endometrium
terhenti. Endometrium menjadi lebih tipis, menambah gulungan arteri spiralis.
Focus nekrosis kemudian bermunculan di endometrium kemudian bersatu. Selain
itu, terjadi spasme dan degenerasi dinding arteri spiralis, yang menyebabkan
timbulnya bercak perdarahan yang kemudian menyatu dan menghasilkan darah
haid.
Vasopasme mungkin ditimbulkan oleh prostaglandin yang dilepaskan secara local.
Dalam endometrium fase sekretorik dan darah haid, banyak ditemukan
prostaglandin, dan pemberian PGF menyebabkan nekrosis endometrium dan
perdarahan.
Ditinjau dari fungsi endometrium, fase proliferative daur haid mencerminkan
pemulihan epitel dari haid sebelumnya, dan fase sekretorik mencerminkan
persiapan uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Lama fase sekretorik
sangat konstam yaitu sekitar 14 hari, dan variasi lama daur haid tampaknya
sebagian besar disebabkan oleh variasi lama fase proliferative. Bila pembuahan
tidak terjadi selama fase sekretorik, endometrium akan terlepas dan dimulai daur
yang baru.
(Ganong, 2008)

15
Gambar 8. Grafik siklus menstruasi
Sumber: biologi.ucoz.com
LI 3. MM Kelainan Menstruasi
LO 3.1 Definisi
Gangguan haid atau disebut juga dengan perdarahan uterus abnormal merupakan
keluhan yang sering menyebabkan seorang perempuan datang berobat ke dokter
atau tempat pertolongan pertama (Anwar et al, 2011).
Terminologi perdarahan uterus abnormal (gangguan haid):
Hipermenorea (Menoragia) adalah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal,
atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari)
Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan/ atau lebih kurang dari
biasa
Polimenorea adalah perdarahan haid kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid
biasa dengan siklus haid yang lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari)

16
Oligomenorea adalah perdarahan haid berkurang dari biasanya dengan siklus haid
lebih panjang (lebih dari 35 hari)
Amenorea adalah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-
turut.
(Winkjosastro, 1999)
LO 3.2 Etiologi
Hipermenorea (Menoragia) disebabkan oleh kondisi dalam uterus, misalnya adanya
mioma uteri dengan permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan
kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium, gangguan pelepasan
endometrium pada waktu haid (irregular endometrial shedding), dan sebagainya.
Pada gangguan pelepasan endometrium biasanya terdapat juga gangguan dalam
pertumbuhan endometrium yang diikuti dengan gangguan pelepasannya pada
waktu haid.
Hipomenorea disebabkan oleh konstitusi penderita, pada uterus misalnya sesudah
miomektomi, pada gangguan endokrin, dan lain-lain.
Oligomenorea disebabkan oleh peningkatan hormone androgen sehingga terjadi
gangguan ovulasi pada sindroma ovarium polikistik, pada remaja terjadi karena
imaturitas poros hipotalamus hipofisis ovarium endometrium, penyebab lain oleh
stress fisik dan emosi, penyakit kronis, serta gangguan nutrisi, dan oligomenorea
yang disertai infertilitasa dan obesitas mungkin berhhubungan dengan sindroma
metabolik.
Amenorea dibedakan menjadi amenorea primer yang umumnya mempunyai sebab-
sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan
kongenital dan kelainan-kelainan genetik, sedangkan amenorea sekunder
disebabkan oleh gangguan gizi, gangguan metabolism, tumor, penyakit infeksi, dan
lain-lain.
(Winkjosastro, 1999)
Tiga kategori penyebab utama kelainan menstruasi (Anwar et al, 2011), yaitu:
1. Keadaan patologi panggul
a. Lesi permukaan pada traktus genital
- Mioma uteri, adenomiosis
- Polip endometrium
- Hyperplasia endometrium
- Adenokarsinoma endometrium, sarcoma
- Infeksi pada serviks, endometrium, dan uterus
- Kanker serviks, polip
- Trauma

17
b. Lesi dalam
- Adenomiosis difus, mioma uteri, hipertrofi myometrium
- Endometriosis
- Malformasi arteri vena pada uterus
2. Penyakit medis sistemik
- Gangguan hemostasis: penyakit von Willebrand, gangguan faktor II, V, VII, VIII,
IX, XIII, trombositopenia, gangguan platelets
- Penyakit tiroid, hepar, gagal ginjal, disfungsi kelenjar adrenal, SLE
- Gangguan hipotalamus hipofisis: adenoma, proklatinoma, stress, olahraga
berlebih
3. Perdarahan uterus disfungsi (PUD)
adalah perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa adanya keadaan patologi
pada panggul, penyakit sistemik tertentu, atau kehamilan
LO 3.3 Klasifikasi
Gangguan haid dan siklus khususnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan
dalam:
1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid:
a. Hipermenorea atau menoragia
b. Hipomenorea
2. Kelainan siklus:
a. polimenorea
b. oligomenorea
c. amenorea
3. Perdarahan di luar haid:
Metroragia
4. Gangguan lain yang ada hubungan dengan haid:
a. premenstrual tension (ketegangan prahaid)
b. mastodinia
c. Mittelschmerz (rasa nyeri pada ovulasi)
d. dismenorea
(Winkjosastro, 1999)
LO 3.4 Patofisiologi

18
Pada siklus ovulasi terjadi perdarahan uterus disfungsi yang disebabkan oleh
terganggunya control lokal hemostasis dan vasokontriksi yang berguna untuk
mekanisme membatasi jumlah darah saat pelepasan jaringan endometrium haid.
Saat ini telah diketahui berbagai molekul yang berguna untuk mekanisme control
tersebut, antara lain yaitu endotelin, prostaglandin, VEGF, MMPs, enzim lisosom,
dan fungsi platelet. Beberapa keadaan lain yang dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan uterus disfungsi pada siklus ovulasi adalah korpus luteum persisten dan
insufisiensi korpus luteum.
Pada siklus anovulasi terjadi stimulasi estrogen berlebihan (unopposed estrogen)
pada endometrium. Endometrium mengalami proliferasi berlebih tetapi tidak
diikuti dengan pembentukan jaringan penyangga yang baik karena kadar
progesterone rendah. Endometrium menjadi lebih tebal tapi rapuh, jaringan
endometrium lepas tidak bersamaan dan tidak ada kolaps jaringan sehingga terjadi
perdarahan yang tidak teratur. Penyebab anovulasi bermacam-macam mulai dari
belum matangnya aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium sampai suatu keadaan yang
mengganggu aksis tersebut. Sindroma ovarium polikistik merupakan salah satu
contoh keadaan yang mengganggu aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium sehingga
terjadi perdarahan uterus disfungsi anovulasi.
(Anwar et al, 2011)
LO 3.5 Manifestasi Klinis
PUD menggambarkan spektrum pola perdarahan uterus abnormal yang dapat
terjadi setiap saat dan tidak diduga, yaitu dapat berupa perdarahan akut dan banyak,
perdarahan ireguler, metroragia, menometroragia, oligomenorea, dan menoragia.
PUD dapat terjadi pada setiap umur antara menarke dan menopause, tetapi paling
sering dijumpai pada masa perimenarke dan perimenopause (Anwar et al, 2011).
LO 3.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Perlu diperhatikan bahwa gangguan haid atau perdarahan uterus abnormal bukan
suatu diagnosis, tetapi merupakan keluhan yang membutuhkan evaluasi secara
seksama untuk mencari faktor penyebab keluhan perdarahan tersebut. Melakukan
anamnesis yang cermat merupakan langkah yang sangat penting untuk evaluasi dan
menyingkirkan diagnosis banding. Anamnesis yang baik akan menuntun kepada
penatalaksanaan lanjut secara lebih terarah. Perlu ditanyakan bagaimana mulainya
perdarahahan, apakah didahului oleh siklus memanjang, oligomenorea atau
amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit), lama perdarahan dan sebagainya.
Jangan lupa menyingkirkan adanya kehamilan atau kegagalan kehamilan pada
perempuan usia reproduksi. Keluhan terlambat haid, mual, nyeri, dan mulas
sebaiknya ditanyakan. Pemeriksaan palpasi bimanual untuk melihat pembesaran
uterus, tes kehamilan beta-hCG, dan USG sangat membantu memastikan adanya
gangguan kehamilan. Penyebab iatrogenik juga harus dievaluasi, termasuk di
dalamnya adalah pemakaian obat hormon,kontrasepsi, antikoagulan, sitostatika,
kortikosteroid, dan obat herbal. Bahan obat tersebut akan mengganggu kadar
estrogen dan faktor pembekuan darah sehingga berpotensi terjadi juga perdarahan.
Riwayat dan tanda penyakit sistemik perlu secara cermat ditanyakan. Beberapa
penyakit yang mungkin bisa jadi penyebab perdarahan, misalnya penyakit tiroid,

19
hati, gangguan pembekuan darah, tumor hipofisis, sindroma ovarium polikistik dan
keganasan tidak boleh dilewatkan untuk dieksplorasi.
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik akibat perdarahan uterus abnormal. Bila kondisi stabil selanjutnya
pemeriksaan umum ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kelainan yang
menjadi sebab perdarahan. Periksa tanda hiperandrogen, menilai indeks massa
tubuh, galaktorea, gangguan lapang pandang yang mungkin suatu sebab
adenohipofisis, ikterus, hepatomegali, dan takikardia.
Pemeriksaan ginekologi dilakukan untuk menyingkirkan kelainan organik yang
dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal, misalnya mioma uteri, polip
serviks, ulkus, trauma, erosi, tumor, atau keganasan, seringkali evaluasi untuk
menentukan diagnosis tumpang tindih dengan penanganan yang dilakukan pada
perdarahan uterus abnormal.
(Anwar et al, 2011)
LO 3.7 Penatalaksanaan
Penanganan pertama
Penanganan pertama ditentukan pada kondisi hemodinamik. Bila keadaan
hemodinamik tidak stabil segera masuk rumah sakit untuk perawatan perbaikan
keadaan umum. Bila keadaan hemodinamik stabil, segera dilakukan penanganan
untuk menghentikan perdarahan seperti tertera di bawah ini.
Perdarahan akut dan banyak
Perdarahan akut dan banyak sering terjadi pada tiga kondisi yaitu pada remaja
dengan gangguan koagulopati, dewasa dengan mioma uteri, dan pada pemakaian
obat antikoagulansia. Ditangani dengan du acara, yakni dilatasi kuret dan
medikamentosa.
a. Dilatasi dan kuretase
Tidak mutlak dilakukan, hanya bila ada kecurigaan keganasan dan kegagalan
dengan terapi medikamentosa. Perdarahan uterus abnormal dengan risiko
keganasan yaitu bila usia > 35 tahun, obesitas, dan siklus anovulasi kronis.
b. Penanganan medikamentosa
Terdapat beberapa macam obat hormone yang dapat dipakai untuk terapi
perdarahan uterus abnormal, yakni:
Kombinasi estrogen progestin
Perdarahan akut dan banyak biasanya akan membaik bila diobati dengan
kombinasi estrogen dan progesterone dalam bentuk pil kontrasepsi. Dosis
dimulai dengan 2x1 tablet selama 5-7 hari dan setelah terjadi perdarahan lucut
dilanjutkan 1x1 tablet selama 3-6 siklus. Dapat pula diberikan dengan dosis
tapering 4x1 tablet selam 4 hari, diturunkan dosis menjadi 3x1 tablet selama
3 hari, 2x1 tablet selama 2 hari, 1x1 tablet selama 3 minggu kemudian
berhenti tanpa obat selama 1 minggu, dilanjutkan pil kombinasi 1x1 tablet

20
Selama 3 siklus. Pemakaian pil kontrasepsi kombinasi akan mengurangi
jumlah darah haid sampai 60% dan patofisiologi terjadinya kondisi anovulasi
akan terkoreksi sehingga perdarahan akut dan banyak akan disembuhkan.
Estrogen
Terapi estrogen dapat diberikan dalam dua bentuk, intravena atau oral, tetapi
sediaan intravena sulit didapatkan di Indonesia. Pemberian estrogen oral
dosis tinggi cukup efektif untuk mengatasi perdarahan uterus abnormal, yakni
estrogen konjugasi dengan dosis 1,25 mg atau 17-beta-estradiol 2 mg setiap
6 jam selama 24 jam. Setelah perdarahan berhenti dilanjutkan dengan
pemberian pil kontrasepsi kombinasi. Rasa mual bisa terjadi pada pemberian
terapi estrogen.
Progestin
Progestin diberikan selama 14 hari kemudian berhenti tanpa obat selama 14
hari, diulang selama 3 bulan. Biasanya progestin diberikan bila ada
kontraindikasi terhadap estrogen. Saat ini tersedia beberapa sediaan progestin
oral yang bisa digunakan yaitu Medroksi Progesterone Asetat (MPA) dengan
dosis 2x10 mg, Noretisteron asetat dosis 2x5 mg, Didrogesteron dosis 2x10
mg dan Normegestrol asetat dosis 2x5 mg. Dalam pemilihan jenis progestin
harus diperhatikan dosis yang kuat untuk mengentikan perdarahan uterus
abnormal. Progestin merupakan anti estrogen yang akan menstimulasi
aktivitas enzim 17-beta-hidroksi steroid dehydrogenase dan sulfotransferase
sehingga mengkonversi estradiol menjadi estron. Progestin akan mencegah
terjadinya endometrium hyperplasia.

Perdarahan irregular
Perdarahan irregular dapat dalam bentuk metroragia, menometroragia,
oligomenorea, perdarahan memanjang yang sudah terjadi dalam hitungan
minggu atau bulan dan berbagai bentuk pola perdarahan lainnya. Bentuk pola
perdarahan di atas digabungkan karena mempunyai penanganan yang relatif
sama. Perdarahan irregular melibatkan banyak macam pola perdarahan dan
tentunya mempunyai berbagai macam penyebab. Metroragia, menometroragia,
oligomenorea, perdarahan memanjang, dan lain sebagainya merupakan bentuk
pola perdarahan yang bisa terjadi. Sebelum memulai dengan terapi hormone
sebaiknya penyebab sistemik dievaluasi lebih dulu, seperti yang dilakukan di
bawah ini:
- Periksa TSH: evaluasi penyakit hipotiroid dan hipertiroid sebaiknya
dilakukan sejak awal.
- Periksa prolactin: bila ada oligomenorea atau hipomenorea
- Lakukan PAP smear: bila didapatkan perdarahan pascasanggama
- Bila curiga atau terdapat risiko keganasan endometrium: lakukan biopsy
endometrium dan pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan dengan
UDG transvagina. Bila terdapat keterbatasan untuk melakukan evaluasi

21
seperti tersebut di atas dapat segera melakukan pengobatan seperti di
bawah ini:
Kombinasi estrogen progestin
Berikan pil kontrasepsi kombinasi dosis 1x1 tablet sehari, diberikan
secara siklik selama 3 bulan
Progestin
Bila terdapat kontraindikasi pemakaian pil kontrasepsi koperdmbinasi,
dapat diberikan progestin misalnya MPA 10 mg 1x1 tablet per hari.
Pengobatan dilakukan selama 14 hari dan dihentikan selama 14 hari.
Pengobatan progestin diulang selama 3 bulan
Bila pengobatan medikamentosa gagal sebaiknya dipertimbangkan untuk dirujuk
ke tempat pengobatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Pemeriksaan USG
transvagina atau infus salin sonohisterografi dilakukan untuk mendeteksi mioma
uteri dan polip endometrium. Kegagalan terapi medikamentosa bisa menjadi
pertimbangan untuk melakukan tindakan bedah, misalnya ablasi endometrium,
reseksi histeroskopi, dan histerektomi.
Pada keadaan tertentu terjadi variasi minor perdarahan irregular yang tidak
diperlukan evaluasi seperti diterangkan di atas. Perdarahan irregular yang terjadi
dalam 2 tahun setelah menarke biasanya karena anovulasi akibat belum matangnya
poros hipotalamus-hipofisis-ovarium. Haid tidak datang dengan interval
memanjang sering terjadi pada periode perimenopause. Pada keadaan demikian
konseling sangat diperlukan, tetapi bila diperlukan dapat diberi kombinasi estrogen
progesterone.
Menoragia
Menoragia adalah perdarahan lebih dari 80 ml atau ganti pembalut lebih dari 6
kali per hari dengan siklus yang normal teratur. Perhitungan jumlah darah
seringkali tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang keluar. Menoragia dapat
ditangani tanpa biopsy endometrium. Karena siklusnya yang masih teratur
jarang merupakan tanda kondisi keganasan. Walaupun demikian, bila
perdarahan lebih dari 7 hari atau terapi dengan obat gagal, pemeriksaan lanjut
menggunakan USG transvagina dan biopsy endometrium sangat dianjurkan.
Pemeriksaan faal pembekuan darah sebaiknya dilakukan.
Pengobatan medikamentosa untuk menoragia dapat dilakukan seperti di bawah
ini:
Kombinasi estrogen progestin
Tata cara pengobatan sesuai pada pengobatan perdarahan irregular
Progestin
Diberikan bila terdapat kontraindikasi pemakaian estrogen. Tata cara
pengobatan sesuai dengan pengobatan perdarahan irregular.
NSAID

22
Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) berisi levonorgestrel
AKDR levonorgestrel terbukti efektif dan efisien dibandingkan operasi
histerektomi pada kasus menoragia
Penanganan dengan medikamentosa nonhormon
Penanganan medikamentosa diberikan bila tidak ditemukan keadaan patologi pada
panggul. Tujuan medikamentosa tersebut adalah mengurangi jumlah darah yang
keluar, menurunkan risiko anemia, dan meningkatkan kualitas hidup.
Medikamentosa nonhormon yang dapat digunakan untuk perdarahan uterus
abnormal adalah sebagai berikut:
NSAID
Terdapat lima kelompok NSAID berdasarkan susunan kimianya, yaitu:
i. Salisilat (aspirin)
ii. Analog asam indoleasetik (indometasin)
iii. Derivat asam aril proponik (ibuprofen)
iv. Fenamat (asam mefenamat)
v. Coxibs (celecoxib)
Empat kelompok pertama bekerja dengan menghambat siklooksigenase-1 (COX-
1) dan kelompok terakhir bekerja menghambat siklooksigenase-2 (COX-2).
Asam mefenamat diberikan dengan dosis 250-500 mg 2-4 kali sehari. Ibuprofen
diberikan dengan dosis 600-1200 mg per hari. NSAID dapat memperbaiki
hemostasis endometrium dan mampu menurunkan jumlah darah haid 20-50 %.
Efek samping secara umum adalah dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal dan
merupakan kontraindikasi pada perempuan dengan ulkus peptikum.
Anti Fibrinolisis
Endometrium memiliki sistem fibrinolitik. Pada perempuan dengan keluhan
menoragia ditemukan kadar aktivator plasminogen pada endometrium yang
lebih tinggi dari normal. Penghambat aktivator plasminogen atau obat anti
fibrinolisis dapat digunakan untuk pengobatan menoragia.
Asam traneksamat bekerja menghambat plasminogen secara reversible dan bila
diberikan saat haid mampu menurunkan jumlah perdarahan 40-50 %. Efek
samping asam traneksamat adalah keluhan gastrointestinal dan tromboemboli
yan ternyata kejadiannya tidak berbeda bermakna dibandingkan kejadian pada
populasi normal.
Penanganan dengan terapi bedah
Faktor utama yang mempengaruhi pilihan penanganan perdarahan uterus abnormal
adalah apakah penderita telah menggunakan pengobatan medikamentosa pilihan
pertama dengan sedikit kesembuhan atau tidak ada perbaikan keluhan sama sekali.

23
Jika keadaan ini terjadi, penderita akan menolak untuk kembali ke pengobatan
medikamentosa, sehingga terapi bedah menjadi pilihan.
Histerektomi merupakan prosedur bedah utama yang dilakukan pada kegagalan
terapi medikamentosa. Angka keberhasilan terhadap perdarahan mencapai 100 %.
Angka kepuasan cukup tinggi mencapai 95 % setelah 3 tahun pascaoperasi.
Walaupun demikian komplikasi tetap bisa terjadi berupa perdarahan, infeksi, dan
masalah penyembuhan luka operasi. Saat ini telah dikembangkan prosedur bedah
invasive minimal dengan cara ablasi untuk mengurangi ketebalan endometrium.
Cara ini diduga lebih mudah dilakukan dan sedikit komplikasi. Namun, tentunya
masih perlu bukti dengan dilakukan evaluasi lebih lanjut. Beberapa prosedur bedah
yang saat ini digunakan pada penanganan perdarahan uterus abnormal adalah ablasi
endometrium, reseksi transerviks, histeroskopi operatif, miomektomi, histerektomi,
dan oklusi atau emboli arteria uterina.
(Anwar et al, 2011)
LO 3.8 Komplikasi
Amenorea: Komplikasi yang paling ditakutkan dari amenorrhea adalah infertilitas.
Komplikasi lainnya adalah tidak percaya dirinya penderita sehingga dapat
menggangu kompartemen IV dan terjadilah lingkaran setan terjadinya amenorrhea.
Komplikasi lainnya munculnya gejala-gejala lain akibat insufisiensi hormon seperti
osteoporosis (Sperof, Glass, and Kace, 1999).
Oligomenorea: Komplikasi yang paling menakutkan adalah terganggunya
fertilitas dan stress emosional pada penderita sehingga dapat meperburuk terjadinya
kelainan haid lebih lanjut. Prognosa akan buruk bila oligomenorrhea mengarah
pada infertilitas atau tanda dari keganasan.
LO 3.9 Prognosis
Prognosis pada semua ketidakteraturan adalah baik bila diterapi dari awal.
LO 3.10 Pencegahan
Penanganan PUD dilakukan untuk mencapai dua tujuan yang saling berkaitan, yaitu
yang pertama mengembalikan pertumbuhan dan perkembangan endometrium
abnormal yang menghasilkan keadaan anovulasi dan kedua membuat haid yang
teratur, siklik dengan volume dan jumlah yang normal. Kedua tujuan tersebut dapat
dicapai dengan cara menghentikan perdarahan dan mengatur haid supaya normal
kembali. Mengatur haid supaya normal kembali setelah penghentian pendarahan
tergantung dua hal, yakni usia dan paritas.
Usia remaja, dapat diberikan obat:
- Kombinasi estrogen progesterone (pil kontrasepsi kombinasi)
- Progestin siklik, misalnya MPA dosis 10 mg per hari selam 14 hari, 14 hari
berikutnya tanpa diberikan obat. Kedua pengobatan di atas diulang selama 3
bulan.
Usia reproduksi:

24
- Bila paritas multipara: berikan kontrasepsi hormone seperti di atas
- Bila infertilitas dan ingin hamil: berikan obat induksi ovulasi
Usia perimenopause:
Berikan pil kontrasepsi kombinasi dosis rendah atau injeksi DMPA
(Anwar et al, 2011)

LI 4. Haid dan Istihadhah Menurut Islam


Istihadhah berbeda dengan haidh. Perbedaan ini menuntut banyak hal. Terutama
terkait dengan praktek ibadah. Pembahasan ringkas berikut insya Allah
memberikan kemudahan untuk memahami apa sesungguhnya istihadhah itu.
Sebagian wanita ada yang mengeluarkan darah dari farji (kemaluan) di luar
kebiasaan bulanannya (haidh) dan bukan karena melahirkan. Darah ini diistilahkan
dengan darah istihadhah. Al Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan,
istihadhah adalah darah yang mengalir dari farji wanita di luar waktunya dan
berasal dari urat yang dinamakan adzil (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, 4/17).
o Keadaan Wanita yang Istihadhah
Keadaan pertama:
Dia memiliki adat (kebiasaan haidh) yang tertentu setiap bulannya sebelum
ditimpa istihadhah. Ketika keluar darah dari farjinya, untuk membedakan apakah
darah tersebut darah haidh atau darah istihadhah, kembali kepada kebiasaan
haidhnya. Dia meninggalkan shalat dan puasa di hari-hari kebiasaan haidhnya dan
berlaku padanya hukum wanita haidh. Adapun di luar waktu itu bila masih keluar
darah, berarti ia mengalami istihadhah dan berlaku pada dirinya hukum wanita suci
(yakni suci dari haidh/ nifas).
Misalnya: seorang wanita adatnya 6 hari di tiap awal bulan. Kemudian ia ditimpa
istihadhah yang menyebabkan darah keluar terus menerus dari farjinya. Maka 6 hari
di awal bulan itu dianggap haidh, selebihnya istihadhah. Ini berdasarkan sabda
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepada Fathimah bintu Abi Hubaisy
radliallahu anha. Fathimah menyangka, ia harus meninggalkan shalat karena
istihadhah yang dialaminya. Maka beliau Shallallahu Alaihi Wasallam
memberikan tuntunan: Engkau tidak boleh meninggalkan shalat. (Apa yang kau
alami) itu hanyalah darah dari urat bukan haidh. Apabila datang haidhmu maka
tinggalkanlah shalat dan bila telah berlalu hari-hari haidhmu, cucilah darah darimu
(mandilah) dan shalatlah. (HR. Al Bukhari no. 228, 306, 320, 325, 331 dan Muslim
no. 333)
Keadaan kedua:
Ia tidak memiliki adat tertentu sebelum ditimpa istihadhah ataupun ia lupa
adatnya, namun ia bisa membedakan darah. Maka untuk membedakan darah haidh
dengan istihadhah ia memakai cara tamyiz (mengenali sifat darah). Bila ia dapatkan
bau tidak sedap dari darah yang keluar dan sifat-sifat lain yang ia kenali, berarti ia
sedang haidh, selain dari itu berarti ia istihadhah.

25
Misalnya: seorang wanita keluar darah dari kemaluannya secara terus menerus,
namun 10 hari yang awal darah yang keluar berwarna hitam selebihnya berwarna
merah. Maka 10 hari yang awal itu dihitung haidh, selebihnya istihadhah. Hal ini
berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam kepada Fathimah bintu Abi
Hubaisy radliallahu anha: Apabila darah itu darah haidh, maka dia berwarna hitam
yang dikenal. Bila demikian darah yang keluar darimu, berhentilah shalat. Namun
bila tidak demikian keadaannya, berwudhulah dan shalatlah. (HR. Abu Dawud,
An Nasai, dan lainnya. Dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani t dalam Shahih
Abi Dawud no. 283, 284)
Adapun Abu Hanifah berpendapat adat didahulukan. Pendapat ini dikuatkan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dengan berdalil sabda Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam : Tinggalkanlah shalat sekadar hari-hari haidhmu kemudian mandilah.
(HR. Muslim no.334)
Dalam hadits ini Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menyuruh Ummu Habibah
untuk melihat kebiasaan haidhnya, meski Ummu Habibah bisa saja membedakan
darah tersebut. Namun ternyata beliau Shallallahu Alaihi Wasallam tidak meminta
perincian, misalnya dengan bertanya: Apakah darah yang keluar itu warnanya
berubah?. Jadi jelaslah, bahwa `adat-lah yang dipegangi bukan tamyiz.
Pendapat terakhir ini yang lebih benar, kata Asy Syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahullah,dengan alasan:
1. Hadits yang di dalamnya ada penyebutan tamyiz diperselisihkan keshahihannya.
2. Penetapan dengan adat lebih meyakinkan bagi seorang wanita karena sifat darah
terkadang berubah atau keluarnya bergeser ke akhir bulan atau awal bulan atau
terputus-putus sehari berwarna hitam, hari berikutnya berwarna merah. (Asy
Syarhul Mumti, 1/427)
Dengan demikian, bila seorang wanita adatnya 5 hari, pada hari ke-4 dari masa
haidhnya keluar darah berwarna merah seperti darah istihadhah, namun pada hari
ke 5 kembali darahnya berwarna hitam, maka ia berpegang dengan adatnya yang
5 hari sehingga hari ke-4 yang keluar darinya darah berwarna merah, tetap terhitung
dalam masa haidhnya. Wallahu alam.
Keadaan ketiga:
Wanita itu tidak memiliki kebiasaaan haidh (adat) dan tidak pula dapat
membedakan darah. Sementara, darah keluar terus menerus dari farjinya dan sifat
darah itu sama (tidak berubah) atau tidak jelas. Maka cara membedakannya dengan
melihat kebiasaan umumnya wanita, yaitu menganggap dirinya haidh selama enam
atau tujuh hari pada setiap bulannya, dimulai sejak awal dia melihat keluarnya
darah. Adapun selebihnya berarti istihadhah.
Misalnya: seorang wanita melihat pertama kali keluar darah dari vaginanya pada
hari Kamis bulan Ramadhan dan darah itu terus keluar tanpa dapat dibedakan
apakah darah haidh atau bukan. Maka dia menganggap dirinya haidh selama 6 atau
7 hari dimulai hari Kamis. Hal ini berdasarkan sabda Rasululah Shallallahu Alaihi
Wasallam kepada Hamnah: Yang demikian itu hanyalah satu gangguan dari
syaitan, maka anggaplah dirimu haidh selama enam atau tujuh hari. Setelah lewat
dari itu mandilah, maka apabila engkau telah suci shalatlah selama 24 atau 23 hari,
puasalah dan shalatlah. Hal ini mencukupimu, demikianlah engkau lakukan setiap

26
bulannya sebagaimana para wanita biasa berhaidh. (HR. Ahmad, Abu Dawud, At
Tirmidzi dan ia menshahihkannya. Dinukilkan pula penshahihan Al Imam Ahmad
terhadap hadits ini, sedangkan Al Imam Al Bukhari menghasankannya. Lihat
Subulus Salam, 1/159-160)
Definisi Istihadhah
Secara bahasa, dikatakan: Wanita itu terkena istihadhah, kalau darahnya terus
keluar padahal adat haidnya telah berakhir. [Mukhtar Ash-Shihah hal. 90]
Adapun secara istilah, maka ada beberapa definisi di kalangan ulama. Akan tetapi
mungkin bisa disimpulkan sebagai berikut: Istihadhah adalah darah yang berasal
dari urat yang pecah/putus, yang keluarnya bukan pada masa adat haid dan nifas -
dan ini kebanyakannya-, tapi terkadang juga keluar pada masa adat haid dan saat
nifas. Karena dia adalah darah berupa penyakit, maka dia tidak akan berhenti
mengalir sampai wanita itu sembuh darinya.
Karena itulah, darah istihadhah ini kadang tidak pernah berhenti keluar sama sekali
dan kadang berhentinya hanya sehari atau dua hari dalam sebulan.
[Lihat: Al-Ahkam Al-Mutarattibah ala Al-Haidh wa An-Nifas wa Al-Istihadhah
hal. 16-17]
Ciri-Ciri Darah Istihadhah
Berbeda dengan darah haid, darah istihadhah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Warnanya merah, tipis, baunya seperti darah biasa, berasal dari urat yang
pecah/putus dan ketika keluar langsung mengental.
Hukum Wanita Yang Terkena Istihadhah.
Hukumnya sama seperti wanita yang suci (tidak haid dan nifas) pada semua hal-hal
yang diwajibkan dan yang disunnahkan berupa ibadah. Ibnu Jarir dan selainnya
menukil ijma ulama akan bolehnya wanita yang terkena istihadhah untuk membaca
Al-Qur`an dan wajib atasnya untuk mengerjakan semua kewajiban yang
dibebankan kepada wanita yang suci. Lihat nukilan ijma lainnya dalam Al-Majmu
(2/542), Maalim As-Sunan (1/217) dan selainnya.
Dari penjelasan di atas, kita juga bisa menarik kesimpulan bahwa darah istihadhah
bukanlah najis, karena akan diterangkan bahwa wanita yang terkena istihadhah
tetap wajib mengerjakan shalat walaupun saat darahnya tengah mengalir keluar.
Waktu Keluarnya Istihadhah.
a. Kalau keluarnya istihadhah bukan pada waktu haid atau nifas, dalam artian waktu
keduanya tidak bertemu. Misalnya darah istihadhah keluar bukan saat masa adat
haidnya, atau darah istihadhah keluar setelah berlalunya masa nifas.
Maka di sini tidak ada masalah, masa adat haid dihukumi haid dan setelahnya
dihukumi istihadhah, demikian pula halnya dengan nifas.
b. Tapi kalau keluarnya istihadhah bertemu dengan masa adat haid atau masa nifas,
maka di sini hukumnya harus dirinci. Kami katakan:
Wanita yang terkena haid (atau pada masa adat haidnya) sekaligus terkena
istihadhah, tidak lepas dari empat keadaan:
1. Dia sudah mempunyai masa adat haid sebelum terjadinya istihadhah. Maka yang
seperti ini dia tinggal menjadikan masa adatnya sebagai patokan. Kalau adatnya

27
tiba maka dia dihukumi terkena haid, dan kalau adatnya sudah berlalu maka darah
yang keluar setelahnya -apapun ciri-cirinya- dihukumi istihadhah.
Misalnya: Seorang wanita biasanya haid selama enam hari pada setiap awal bulan,
tiba-tiba mengalami istihadhah dan darahnya keluar terus-menerus tanpa bisa
dibedakan mana yang haid dan mana yang istihadhah (misalnya karena hari
pertama keluar dengan ciri-ciri haid sedang hari yang kedua dengan ciri-ciri
istihadhah dan seterusnya). Maka masa haidnya dihitung enam hari pada setiap
awal bulan, sedang selainnya merupakan istihadhah, sehingga dia wajib untuk
mandi lalu shalat walaupun darahnya keluar terus. Ini berdasarkan sabda Nabi -
shallallahu alaihi wasallam- kepada Ummu Habibah binti Jahsy tatkala dia terkena
istihadhah, Diamlah (tinggalkan shalat) selama masa haid yang biasa
menghalangimu, lalu mandilah dan lakukan shalat. (HR. Muslim)
2. Tidak mempunyai adat sebelumnya -baik karena itu awal kali dia haid (al-
mubtada`ah) ataukah dia lupa adat haidnya karena sudah lama dia tidak haid-, tapi
dia mempunyai tamyiz, yaitu darah yang keluar bisa dibedakan mana haid dan mana
istihadhah, berdasarkan ciri-ciri haid dan nifas yang telah disebutkan.
Misalnya: Seorang wanita pada saat pertama kali mendapati darah dan darah itu
keluar terus-menerus. Akan dia dapati selama 10 hari dalam sebulan darahnya
berwarna hitam, berbau busuk, dan tebal (kental) kemudian setelah 10 hari itu darah
yang keluar berwarna merah, tidak berbau dan encer (tipis). Maka masa haidnya
adalah 10 hari tersebut, sementara sisanya dihukumi darah istihadhah.
Berdasarkan sabda Nabi -shallallahu alaihi wasallam- kepada Fathimah binti Abi
Hubaisy -tatkala dia terkena istihadhah-, Jika suatu darah itu darah haid, maka ia
berwarna hitam diketahui, jika demikian maka tinggalkan shalat. Jika selain itu
maka berwudhulah dan lakukan shalat karena itu darah penyakit. (HR. Abu
Dawud dan An Nasai).
Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata, Hadits ini, meskipun perlu ditinjau lagi dari
segi sanad dan matannya, namun telah diamalkan oleh para ulama. Dan hal ini
lebih utama daripada dikembalikan kepada kebiasaan kaum wanita pada
umumnya.
3. Dia mempunyai adat dan tamyiz sekaligus. Maka di sini ada dua keadaan:
a. Adat dan tamyiznya tidak bertentangan.
Misalnya: Dia mempunyai adat haid tanggal 1-6 tiap bulan. Ternyata darah yang
keluar pada masa adatnya mempunyai ciri-ciri haid, sedang sisanya mempunyai
ciri-ciri darah istihadhah. Maka ini tidak ada masalah.
b. Adat dan tamyiznya bertentangan.
Misalnya: Dia mempunyai adat haid 6 hari di awal bulan, akan tetapi darah yang
keluar saat itu kadang dengan ciri haid dan kadang dengan ciri istihadhah. Manakah
yang dijadikan patokan? Apakah adat ataukah tamyiznya? Yang kuat dalam
masalah ini adalah bahwa adatnya lebih didahulukan. Sehingga yang menjadi masa
haidnya adalah yang 6 hari, apapun warna darah yang keluar, sedangkan sebelum
dan setelah ke 6 hari ini bukanlah haid, walaupun cirinya darah haid. Ini adalah
pendapat Abu Hanifah, Al-Auzai, satu pendapat dari Asy-Syafii, dan juga
pendapat Imam Ahmad, dan yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiah, Syaikh Ibnu Al-
Utsaimin dan Syaikh Muqbil -rahimahumullah-.

28
4. Tidak mempunyai adat -baik karena baru pertama kali haid (al-mubtada`ah)
maupun karena lupa adat haidnya- dan tidak pula tamyiz.
Contoh: Ada seorang wanita yang pertama kali haid dan juga terkena istihadhah
dengan ciri-ciri darah yang tidak beraturan. Pada hari ini berwarna hitam (ciri-ciri
haid), besoknya berwarna merah dan demikian seterusnya, dan ini terjadi sebulan
penuh atau kurang dari itu. Apa yang harus dilakukan wanita ini?
Jawab: Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin berkata, Dalam kondisi ini, hendaklah ia
mengambil kebiasaan kaum wanita pada umumnya. Maka masa haidnya adalah
enam atau tujuh hari pada setiap bulan dihitung mulai dari saat pertama kali
mendapati darah. Sedang selebihnya merupakan darah istihadah.
Misalnya: Seorang wanita pada saat pertama kali melihat darah pada tanggal 5 dan
darah itu keluar terus menerus tanpa dapat dibedakan secara tepat mana yang darah
haid, baik melalui warna ataupun dengan cara lain. Maka haidnya pada setiap bulan
dihitung selama enam atau tujuh hari mulai dari tanggal lima tersebut.
(Al-Atsariyyah, 2010)

DAFTAR PUSTAKA
Al-Atsariyyah, U.I.Z.H (2010). Diakses melalui http://aburamiza.wordpress.com/
2010/12/15/darah-istihadhah/, 24-09-2014 08.24 pm

29
Anwar et al (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
PrawiroHardjo. Edisi III. Hal. 162-172
Eroschenko, Victor P (2003). Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional.
Jakarta: EGC. Hal. 297-320
Ganong, W.F (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hal. 451-454
Sofwan, Achmad (2014). Sistem Reproduksi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas YARSI. Hal. 5-11
Sperof, Glass, Kace (1999). Amenorrhea in Clinical Gynecologic Endokrinology &
Infertility. 6th edition. Washington. pp. 421-475
Winkjosastro, Hanifa (1999). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono PrawiroHardjo. Hal. 203-205

30

Anda mungkin juga menyukai