Hordeolum
Hordeolum
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Palpebra 1
Palpebra adalah lipatan tipis kulit, otot, dan jaringan fibrosa yang berfungsi
melindungi struktur-struktur mata yang rentan. Palpebra sangat mudah digerakkan
karena kulit disini paling tipis diantara kulit bagian tubuh lain. Palpebra superior dan
inferior adalah modifikasi lipatan kulit yang dapat menutup dan melindungi bola mata
bagian anterior. Berkedip membantu menyebarkan lapis tipis air mata, yang
melindungi kornea dan konjungtiva dari dehidrasi. Palpebra superior berakhir pada
alis mata; palpebra inferior menyatu dengan pipi.
Palpebra terdiri dari lima jaringan utama. Dari superfisial ke dalam lapisan
kulit, lapis otot rangka (orbikularis okuli), jaringan areolar, jaringan fibrosa (tarsus),
dan lapis membran mukosa (konjungtiva palpebrae).
1
C. Jaringan Areolar: jaringan areolar submuskular terdapat di bawah muskularis
orbikularis okuli berhubungan dengan lapis subaponeurotik dari kulit kepala.
D. Tarsus: struktur penyokong utama dari palpebra adalah jaringan lapis fibrosa
padat yang bersama sedikit jaringan elastis disebut tarsus superior dan
inferior. Sudut lateral dan medial dan juluran tarsus tertambat pada tepian orbita
oleh ligamen palpebra lateralis dan medialis. Tarsus superior dan inferior juga
tertambat oleh fascia tipis dan padat pada tepian atas dan bawah orbita. Fascia
tipis ini membentuk septum orbitale.
E. Konjungtiva Palpebrae: bagian posterior palpebra dilapisi selapis membran
mukosa, konjungtiva palpebrae, yang melekat erat pada tarsus. Insisi bedah
melalui garis kelabu dari tepian palpebra membelah palpebra menjadi lamel kulit
dan muskulus orbikularis okuli di anterior dan lamela tarsal dan konjungtiva
palpebra di posterior.
Tepian Palpebra
Panjang tepian bebas palpebra adalah 25-30 mm dan lebar 2 mm. Ia dipisahkan oleh
garis kelabu (batas mukokutan) menjadi tepi anterior dan posterior.
A. Tepi Anterior
a. Bulu mata: bulu mata muncul dari tepian palpebra dan tersusun tidak
teratur.
b. Glandula Zeis: ini adalah modifikasi kelenjar sebasea kecil, yang
bermuara ke dalam folikel rambut pada dasar bulu mata.
c. Glandula Moll: ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke
dalam satu baris dekat bulu mata.
B. Tepi Posterior: tepian palpebra posterior berkontak dengan bola mata, dan
sepanjang tepian ini terdapat muara-muara kecil dari kelenjar sebasea yang telah
dimodifikasi (glandula Meibom, atau tarsal)
C. Punctum Lacrimale: pada ujung medial dari tepian posterior palpebra terdapat
elevasi kecil dengan lubang kecil di pusat yang terlihat pada palpebra superior
dan inferior. Punctum ini berfungsi untuk menghantar air mata ke bawah melalui
kanalikulus terkait ke sakus lakrimalis.
Fissura Palpebra
Fisura palpebra adalah ruang elips diantara kedua palpebra yang dibuka. Fisura ini
berakhir di kanthus medialis dan lateralis.
Dua struktur yang terdapat pada lakuna lakrimalis: karankula lakrimalis yang
mengandung modifikasi kelenjar keringat dan kelenjar sebasea besar-besar yang
bermuara ke dalam folikel rambut; dan plika semilunaris.
2
Kelainan yang Dapat Terjadi pada Palpebra 1
HORDEOLUM
Definisi
Hordeolum merupakan infeksi stafilokokus pada kelenjar palpebra; biasanya
berbetuk abses dengan pus; menimbulkan gejala bengkak, kemerahan serta nyeri.2
Infeksi ini menyebabkan terjadinya inflamasi akut pada palpebra yang dikarakterisasi
dengan pembengkakan interna atau eksterna.3
Infeksi ini merupakan salah satu kelainan tersering pada kelopak mata dan
biasanya dapat sembuh sendiri.4,5
Epidemiologi 2
Tidak terdapat bukti bahwa hordeolum menyerang ras dan jenis kelamin tertentu.
Infeksi ini lebih sering mengenai orang dewasa. Apabila ditemukan pada anak, lesi
tersebut cenderung sukar diobati.
Klasifikasi 4,5,6
Hordeolum diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu hordeolum interna dan hordeolum
eksterna. Hordeolum interna relatif berukuran lebih besar, melibatkan kelenjar
Meibom yang terletak di dalam tarsus sehingga tipe ini memberikan penonjolan
terutama ke daerah konjungtiva tarsal. Hordeolum ini dapat memecah ke arah kulit
atau permukaan konjungtiva.
Tipe hordeolum yang kedua adalah hordeolum eksterna yang juga dikenal
sebagai "sty". Tipe ini berukuran lebih kecil dan superfisial, melibatkan kelenjar Moll
3
atau Zeiss. Penonjolan pada tipe ini terutama ke daerah kulit palpebra. Nanah dapat
keluar dari pangkal rambut. Hordeolum eksterna selalu pecah ke arah kulit.
Etiologi
Penyebab tersering dari infeksi kelopak mata adalah stafilokokus biasanya
Staphylococus aureus, walaupun organisme lain dapat menjadi penyebab. Seborhea
dapat merupakan predisposisi untuk terjadinya hordeolum.
Hordeolum ditemukan lebih sering pada pasien dengan diabetes, sakit berat,
blefaritis kronik, seborea, lipid serum yang tinggi (kadar lipid yang tinggi
meningkatkan sumbatan pada kelenjar sebasea, akan tetapi dengan menurunkan
kadar lipid serum pada pasien ini tidak menurunkan frekuensi rekurensi).7
7
Patofisiologi
Staphylokcocus aureus merupakan agen infeksius pada 90-95% kasus hordeolum.
Pada hordeolum eksterna terjadi sumbatan pada infeksi pada kelenjar Zeiss atau
Moll. Hordeolum interna merupakan infeksi sekunder dari kelenjar meibom pada
lempeng tarsal. Kedua tipe ini dapat merupakan komplikasi dari blefaritis.
Pada kasus yang tidak ditangani, hordeolum dapat sembuh secara spontan
atau dapat pula berlanjut menjadi granulasi kronik membentuk chalazion.
Patologi
Terdapat lesi fokal, kronis, gronuloma nodular pada palpebra sebagai akibat dari
obstruksi yang terjadi pada kelenjar Zeiss atau Meibom. Kelenjar Meibom
merupakan kelenjar sebaseus yang terletak di tarsus palpebra. Obstruksi kelenjar
Meibom ini menyebabkan sebum menumpuk di tarsus dan jaringan sekitarnya lalu
terjadilah reaksi benda asing.2
4
Pada pemeriksaan slit lamp, terdapat inflamasi di tepi palpebra pada pasien
dengan blefaritis dan riwayat multipel kalazia.
Faktor Resiko 8
Predisposing blefaritis
Higiene kelopak mata yang buruk
Menggunakan lensa kontak
Aplikasi rias wajah
Diagnosis banding 2, 4
Diagnosis banding hordeolum adalah selulitis preseptal, konjungtivitis adenovirus,
granuloma pyogenik, karsinoma sel basal palpebra, kalazion, karsinoma kelenjar
sebaseus, karsinoma sel skuamosa palpebra.
Pemeriksaan penunjang 2
Apabila dilakukan pemeriksaan histologi, akan ditemukan abses atau kumpulan
leukosit polimorfonuklear dan jaringan nekrotik. Secara histopatologi, kalazia
menunjukkan perubahan inflamasi kronik lipogranulomatosa. Dapat juga ditemukan
sel benda asing raksasa, sel epiteloid, leukosit polimorfonuklear, makrofag, limfosit,
dan sel plasma.
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma sel basal atau karsinoma kelenjar sebasea pada palpebra dan terutama
dilakukan pada pasien dengan lesi berulang atau persisten.
5
preaurikel; sedangkan antibiotik sistemik diindikasikan jika terjadi selulitis. Beberapa
literatur mengatakan karena infeksi berada dalam jaringan kelopak mata, maka
pemberian antibiotik topikal biasanya tidak efektif. Namun pada beberapa literatur
lainnya dikatakan antibiotik topikal masih dapat dipakai. Antibiotik sistemik yang
diberikan ialah eritromisin 250 mg atau dikloksasilin 125-250 mg 4 kali sehari. Dapat
juga diberikan tetrasiklin. Apabila terdapat infeksi stafilokokus di bagian tubuh yang
lain sebaiknya diobati juga bersama-sama.
Jika keadaan tidak membaik dalam waktu 48 jam setelah dilakukan kompres
hangat dan pemberian antibiotik, dilakukan injeksi steroid intralesi atau insisi dan
drainase bahan purulen. Namun, pemberian injeksi triamsinolon intralesi (40 mg/ml;
0,2 ml) tidak selalu direkomendasikan karena dapat menyebabkan depigmentasi,
oklusi pembuluh darah, atau kehilangan penglihatan.
Tatalaksana Bedah
Sebaiknya, diberikan anestesi topikal dengan pantokain tetes mata sebelum
dilakukan insisi hordeolum. Dilakukan anestesi filtrasi dengan prokain atau lidokain di
daerah hordeolum. Hendaknya dilakukan insisi vertikal pada permukaan konjungtiva
untuk menghindari terpotongnya kelenjar Meibom. Jika hordeolum mengarah ke luar,
dibuat sayatan horizontal pada kulit untuk mengurangi luka parut. Lalu, sayatan
tersebut dipencet untuk mengeluarkan sisa nanah (ekskohleasi atau kuretase) dan
diberi salap antibiotik. Setelah didrainase hordeolum biasanya akan sembuh sendiri
dalam waktu 5-7 hari.
Pencegahan 7,8
Higiene palpebra yang baik dapat mencegah untuk terkena hordeolum.
Komplikasi 7,8
Komplikasi jarang terjadi. Namun pada hordeolum internum apabila tidak diterapi
dengan baik dapat menyebabkan selulitis yang menyeluruh pada kelopak mata.
Prognosis 2
Proses inflamasi pada hordeolum biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu 5-7
hari setelah didrainase. Higiene palpebra dan kompres hangat dapat membantu
proses penyembuhan.
6
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Identitas
Nama : Tn. P
Usia : 23 tahun
Alamat : Kampung Melayu, Jakarta Timur
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum menikah
No. Rekam Medik : 300-59-46
Datang ke Poliklinik : 26 September 2007
Keluhan Utama
Kelopak mata kanan nyeri dan bengkak sejak 3 hari yang lalu.
7
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa disangkal.
Pemeriksaan Oftamologis
UCVA OD : 6/7.5
UCVA OS : 6/8.5
TIO OD/OS : Baik
Proyeksi OD : Baik
Proyeksi OS : Baik
Gerakan bola mata OD/OS : Baik/baik
Kedudukan bola mata OD/OS: dalam batas normal
OD OS
Merah (+), edema (+), Palpebra Tenang
nyeri (+)
Hiperemis di konjungtiva Konjungtiva Tenang
tarsalis superior, nodul (+)
3 mm
Jernih Kornea Jernih
Dalam Bilik mata depan Dalam
Bulat, sentral, refleks Iris/pupil Bulat, sentral, refleks
cahaya (+) cahaya (+)
Jernih Lensa Jernih
Jernih Vitreus Jernih
Diagnosis
Hordeolum Interna OD
8
Rencana Tatalaksana
Kompres air hangat 3-4 kali perhari selama 10-15 menit
Eritromisin salep mata ( E-mycin) 4 kali per hari kira-kira 2,5 cm diberikan di sakus
konjungtiva selama 7 hari.9
Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
Ad functionam : bonam
9
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
10
dilakukan pada pasien dengan lesi berulang atau persisten. Pada pasien tidak
terdapat tanda-tanda menuju keganasan yang biasanya tumbuh lambat dan tidak
menimbulkan rasa nyeri, oleh karena itu tidak diperlukan suatu pemeriksaan
penunjang pada pasien kecuali jika tidak terjadi penyembuhan setelah pengobatan
yang adekuat maka diperlukan pemeriksaan histopatologi.
Hordeolum kebanyakan disebabkan oleh Staphylococus aureus.
Pengobatannya adalah dengan kompres hangat, 3-4 kali sehari selama 10-15 menit
sampai nanah keluar. Pemberian salep antibiotika pada sakus konjungtiva ada
manfaatnya terutama bila berbakat rekuren dan terdapat pembesaran kelenjar
preaurikel. Pada pasien ini diberikan salap mata eritromisin ( E-mycin ) 4 kali per hari
kira-kira sebanyak 2,5 cm pada sakus konjungtiva selama 7 hari. Eritromisin
diberikan karena baik untuk infeksi karena S.aureus. Antibiotik sistemik hanya
diindikasikan jika terdapat selulitis. Apabila tidak terjadi perbaikan dalam waktu 48
jam, dilakukan insisi dan drainase bahan purulen. Untuk hordeolum internum
hendaknya dilakukan insisi vertikal pada permukaan konjungtiva untuk menghindari
terpotongnya kelenjar meibom. Sayatan ini dipencet untuk mengeluarkan sisa nanah.
Jika tidak terdapat perbaikan dalam waktu 3 hari maka pasien harus dirujuk ke
dokter mata.
Prognosis pada pasien ini secara keseluruhan bonam. Pada ad vitam dan
functionam prognosisnya bonam larena penyakit ini tidak mengancam nyawa dan
dapat sembuh sempurna. Pada ad sanactionam dubia ad bonam karena terdapat
riwayat hordeolum interna sebelumnya pada pasien, sehingga kemungkinan untuk
terjadi hordeolum kembali cukup besar.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan Eva P. Anatomi dan embriologi mata. Dalam: Vaughan DF, Asbury T,
Eva PR. Oftalmologi umum. Edisi ke-14. Jakarta: Widya Medika, 2000.
hal.17-8
2. Alexandrakis G. Hordeolum. 2005. [diunduh tanggal: 26 September 2007].
Tersedia di: http://www.emedicine.com
3. Berson FG, editor. Basic ophthalmology for medical students and primary
care residents. Edisi ke-6. American Academy of Ophthalmology. Hal. 68- 70.
4. Kelainan kelopak dan kelainan jaringan orbita. Dalam: Ilyas S. Ilmu penyakit
mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2005. Hal. 92-4.
5. Sullivan JH. Palpebra dan aparatus lakrimalis. Dalam: Vaughan DF, Asbury T,
Eva PR. Oftalmologi umum. Edisi ke-14. Jakarta: Widya Medika, 2000. Hal.
81-2.
6. Hordeolum. [diunduh tanggal: 26 September 2007]. Tersedia di:
http://www.spedex.com
7. Bessette M. Hordeolum and stye. 2006. [diunduh tanggal: 3 Oktober 2007].
Tersedia di: http://www.medscape.com/files/emedicine/stye/
8. Kershner RM. Hordeolum (stye). 2002. Dambro Griffiths 5-minute clinical
consult. Available from: CD-ROM.
9. Marinopaoulos S. Hordeolum (stye)/chalazion. 2007. [diumduh tanggal: 3
Oktober 2007]. Tersedia di: http://www.hopkins-hivguide.org
12