Anda di halaman 1dari 6

2.

5 Senyawa Sulfur
Belerang atau sulfur adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang
memiliki lambang S dan nomor atom 16. Bentuknya adalah non metal yang tak
berasa, tak berbau dan multitalent. Belerang dalam bentuk aslinya adalah
sebuah zat pada kristalin kuning. Di alam belerang dapat ditemukan sebagai
unsur murni atau sebagai mineral-mineral sulfit dan sulfat. Ini adalah unsur
penting untuk kehidupan dann ditemukan dalam dua asam amino. Penggunaan
komersilnya terutama dalam fertilizer namun juga dalam bubuk mesiu, korek
apai, insektida, dan fungisida.
Belerang atau sulfur adalah mineral yang dihasilkan oleh proses
vulkanisme. Sifat-sifat fisik belerang adalah :
Kristal belerang berwarna kuning, kuning kegelapan dan kehitam-hitaman
karena pengaruh unsur pengotornya.
Berat jenis :2,05 2,09
Kekerasan : 1,5 2,5 (skala Mohs)
Ketahanan : getas / mudah hancur (brittle)
Pecahan : berbentuk konkoidal dan tidak rata
Kilap : dammar
Gores :berwarna putih.
Sifat belerang lainnya adalah tidak larut dalam air atau H2SO4
Titik lebur 129 0C
Titik didihnya 446 0C.
Mudah larut dalam CS2, CCl4, minyak bumi, minyak tanah dan aniline,
penghantar panas dan listrik yang buruk.
Apabila dibakar apinya berwarna biru dan menghasilkan gas-gas SO2 yang
berbau busuk.
2.6 Sulfur pada Batubara
Di dalam batubara, sulfur dapat merupakan bagian dari mineral sulfat dan
sulfida. Dengan sifatnya yang mudah bersenyawa dengan unsur hidrogen dan
oksigen untuk membentuk senyawa asam, maka keberadaan sufur diharapkan
dapat seminimal mungkin karena sifat tersebut yang merupakan pemicu polusi,
maka beberapa negara pengguna batubara menerapkan batas kandungan 1 %
maksimum untuk batubara yang dimanfaatkan untuk keperluan industri.
Sulfur dalam batubara terdapat dalam tiga bentuk, yaitu pirit sulfur, sufat
sulfur dan organik sulfur. Sulfur dalam bentuk pirit dan sulfat merupakan bagian
dari mineral matter yang terdapat dalam batubara yang jumlahnya masih dapat
dikurangi dengan teknik pencuci. Sedangkan organik sulfur terdapat pada
seluruh material karbon dalm batubara dan jumlahnya tidak dapat dikurangi
dengan teknik pencucian. Terdapatnya sulfat sulfur dalam batubara sering
dipergunakan sebagai petunjuk bahwa batubara telah mengalami oksidasi,
sedangkan pirit sulfur dianggap sebagai salah satu penyebab timbulnya
pembakaran secara spontan.

Sulfur kemungkinan merupakan pengotor utama nomor dua (setelah ash)


dalam batubara ;
a) Dalam batubara bahan bakar, hasil pembakarannya mempunyai daya korosif dan
sumber polusi udara.
b) Moisture dan sulfur (terutama sebagai pirit) dapat menunjang terjadinya
pembakaran spontan.
c) Semua batubara bentuk sulfur tidak dapat dihilangkan dalam proses pencucian.
Hasil penentuan sulfur digunakan untuk menunjang evaluasi pencucian
batubara, emisi udara, dan evaluasi kualitas batubara berkaitan dengan
spesifikasi dalam kontrak serta untuk keperluan penelitian.
Batubara dengan kadar sulfur yang tinggi menimbulkan banyak masalah
dalam pemanfaatannya. Bila batubara itu dibakar, sulfur menyebabkan korosi
dalam ketel dan membentuk endapan isolasi pada tabung ketel uap (yang
disebut slagging). Disamping itu juga menimbulkan pencemaran udara.
Sebagaian sulfur akan terbawa dalam hasil pencairan batubara, gasifikasi, dan
pembuatan kokas. Jadi, harus dihilangkan dulu sebelum di lakukan proses-proses
tersebut.
Unsur belerang terdapat pada batubara terdapat dengan kadar bervariasi
dari rendah (jauh dibawah 1 %) sampai lebih dari 4%. Unsur ini terdapat dalam
batubara dalam tiga bentuk yakni belerang organik, pirit, dan sulfat. Dari ketiga
bentuk belerang tersebut, belerang organik dan belerang pirit merupakan
sumber utama emisi oksida belerang. Dalam pembakaran batubara semua
belerang organik dan sebagian belerang pirit menjadi SO2. Oksida belerang ini
selanjutnya dapat teroksidasi menjadi SO3. Sedangkan belerang sulfat disamping
stabil dan sulit menjadi oksida belerang, kadar relatifnya sangat mudah
dibanding belerang bentuk lainnya. Oksida-oksida belerang yang terbawa gas
buang dapat bereaksi dengan lelehan abu yang menempel pada dinding tungku
maupun pipa boiler sehingga menyebabkan korosi. Sebagian SO2 yang diemisikan
ke udara dapat teroksidasi menjadi SO3 yang apabila bereaksi dengan uap air
menjadi kabut asam sehingga menimbulkan turunnya hujan asam.

2.7 Analisa Sulfur


Belerang atau sulfur dalam batu bara dapat terjadi dalam beberapa bentuk:
(1) Sebagai organik sulfur, di mana sulfur terikat pada senyawa hidrokarbon dalam
coal matter
(2) Sebagai mineral sulfida, sulfur ada dalam fraksi anorganik, misalnya dalam pirit
(3) Sebagai mineral sulfat yang dihasilkan dari oksidasi mineral sulfida dengan
bantuan udara (besi sulfida besi sulfat, kalsium sulfida kalsium sulfat).
Dalam analisis ultimat ditentukan total sulfur (TS) yang mewakili semua
bentuk sulfur dalam batubara. Penentuan masing-masing bentuk sulfur atau
forms of sulfphur tidak termasuk dalam analisis ultimat.
Standar ISO 334-1975 dan ISO 351-1975 memberikan dua cara penentuan
sulfur total, masing-masing cara Eschka dan high temperature combustion.
Dalam cara Esckha, 1 g sampel batubara halus dicampurkan dengan 3 g reagens
Eschka (2 bagian berat magnesium oksida ditambah 1 bagian berat natrium
karbonat anhidrous) di dalam cawan porselen khusus atau cawan platina,
kemudian ditutup dengan 1 g reagens Eschka. Cawan dipanaskan dalam tungku
pembakaran yang biasa dipakai untuk penentuan ash, dari mulai dalam keadaan
dingin sampai suhu 800C selama 1 jam dengan kecepatan pemanasan yang
rendah pada permulaannya. Pada suhu 800C dibiarkan 1 jam lagi. Setelah
didinginkan, diitambahkan larutan barium klorida dan endapan barium sulfat
hasil reaksi ditentukan secara gravimetri.
Dalam cara kedua, yaitu cara High Temperature combustion (HTM),
sekitar 0,5 g sampel batubara halus ditimbang dalam perahu porselen,ditutupi
oleh 0,5 g aluminium oksida. Perahu dipanaskan di dalam tabung dari furnace
bersama aliran gas oksigen murni pada suhu 1350 C. Sulfur oksida dan klor
oksida yang terbentuk diabsorbsi dalam larutan hidrogen peroksida, kemudian
asam sulfat hasil reaksi sulfur dan asam klorida hasil reaksi klor, ditentukan
secara titrimetri. Cara ini lebih cepat bila dibandingkan dengan cara Eschka,
tetapi dengan cara ini akan diperoleh penjumlahan persentase sulfur dan klor.
Untuk memperoleh persentase sulfur, sebelum titrasi harus ditambahkan
merkuri oksianida (racun).
Selain penentuan sulfur cara HTM yang diakhiri dengan titrasi, dapat pula
diakhiri dengan mendeteksi gas sulfur dioksida menggunakan instrumen,
misalnya dengan Leco sulfur determinator SC 132.

Dalam standar ASTM 3177 diberikan cara penentuan total sulfur dari
larutan hasil penentuan calorific value yang disebut cara bomb washing. Setelah
penentuan calorific value selesai, larutan sisa diambil dan ditentukan total
sulfurnya menggunakan cara Eschka.
Gambar 2.8 Furnace Total Sulfur HTM Carbolite

2.8 Pengaruh Sulfur


Di dalam dunia industri, pemanfaatan pokok batubara adalah untuk
pembangkit listrik dan pabrik baja, keduanya menuntut batubara berkandungan
sulfur rendah. Pada kontrak jual-beli batubara (pemasaran) kandungan sulfur
merupakan salah satu persyaratan pokok dan mempengaruhi harga.
Batubara bersulfur tinggi juga menimbulkan masalah teknis dan
lingkungan. Pada proses pembakaran (power plant), sulfur dikonversi ke oksida
dan dapat menimbulkan pengkaratan atau korosi kuat pada peralatan atau
komponen logam. Batubara bersulfur tinggi dapat menimbulkan masalah
lingkungan, baik di lokasi tambang, sepanjang jalur pengangkutan batubara,
penumpukan, hingga di lokasi pemanfaatan. Pada lokasi-lokasi tersebut, selain
menimbulkan polusi udara, juga dapat menghasilkan aliran air bersifat asam,
sedangkan pembakaran batubara dapat menghasilkan gas SOx yang mengganggu
atmosfer.
Disisi lain, kenyataan di lapangan sebaran kandungan sulfur pada lapisan
batubara dapat sangat bervariasu dan berubah-ubah nilainya, baik secara vertical
maupun lateral, bahkan pada jarak yang dekat sekalipun. Kondisi ini dapat
dipengaruhi oleh proses-proses geologi yang berlangsung bersamaan maupun
setelah pembentukan lapisan batubara. Oleh karena itu, data kandungan sulfur
pada batubara merupakan hal yang penting untuk diketahui secara lebih baik
karena berkaitan dengan aspek pemanfaatan, lingkungan pemasaran, perencana,
dan operasi penambangan, serta aspek geologi.

Energi batubara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah


lingkungan, terutama kandungan sulfur sebagai polutan utama. Sulfur batubara
juga dapat menyebabkan kenaikan suhu global serta gangguan pernafasan.
Oksida belerang merupakan hasil pembakaran batubara juga menyebabkan
perubahan aroma masakan / minuman yang dimasak atau dibakar dengan
batubara (briket), sehingga menyebabkan menurunnya kualitas makanan atau
minuman, serta berbahaya bagi kesehatan (pernafasan). Cara yang tepat untuk
mengatasi hal tersebut adalah dengan mewujudkan gagasan clean coal
combustion melalui desulfurisasi batubara.

Anda mungkin juga menyukai