Lapsus Mata
Lapsus Mata
LAPORAN KASUS
KATARAK KOMPLIKATA ODS
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian IlmuPenyakit Mata
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Diajukan Kepada :
Pembimbing :dr. Retno Wahyuningsih, Sp.M
Disusun Oleh :
Miftakhun nissa (H2A011029)
1
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
jumlah katarak yang mengakibatkan kebutaan reversible melebihi 17 juta (47,8%)
dari 37 juta penderita kebutaan di dunia dan angka ini diperkirakan mencapai 40 juta
pada tahun 2020.Tingginya angka kebutaan di Indonesia menempatkan Indonesia
pada urutan pertama di Asia dengan tingkat kebutaan yang tertinggi, dengan
perbandingan angka kebutaan 3 juta orang buta diantara 210 juta penduduk
Indonesia, sedangkan didunia Indonesia menempatkan diri pada posisi kedua setelah
negara-negara di Afrika Tengah dan sekitar Gurun Sahara yang masalah utama kasus
kebutaan disebabkan oleh Katarak.Berdasarkan data survei kesehatan indera
penglihatan tahun 1993-1996 menunjukkan bahwa di Indonesia angka kebutaan
mencapai 1,5% penyebab kebutaan di Indonesia adalah katarak yaitu memberikan
andil terbesar 0,78 % diakibatkan oleh katarak dan akan terus meningkat angka
kebutaan karena katarak kejadiannya diperkirakan 0,1 % atau (sekitar 210.000).3
4
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M M
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : laki laki
Alamat : Nyemoh Timur RT 02/ RW 02, kelurahan Nyemoh
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SD
Suku : Jawa
Pekerjaan : Tidak bekerja
Tanggal Pemeriksaan : 10 Oktober 2016
No. Rekam Medis : 104294-2016
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dari keluarga
pasien tanggal 10 Oktober 2016 pukul 11.00 WIB di Poli Mata RSUD Ambarawa.
1. Keluhan Utama : Penglihatan kedua mata kabur 2 tahun
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh penglihatan kedua mata kabur + sejak 2 tahun yang lalu, jika
melihat seperti tertutup kabut . Penglihatan kabur dirasakan perlahan lahan dan
semakin lama dirasakan semakin bertambah. Penglihatan kabur dimulai dari kesulitan
membaca, sehingga mata dirasa lelah setelah membaca hingga tidak dapat mengenali
wajah orang. Awalnya pasien mengalami pandangan kabur dimulai dari mata kanan
kemudian disusul mata kiri. Penglihatan kabur dirasakan terus menerus sepanjang
hari, saat melihat dekat maupun jauh.
2 bulan SMRS keluhan dirasakan semakin memberat sehingga pasien tidak
dapat melihat. Pasien tidak mengeluh silau jika melihat cahaya, mata merah (-), nyeri
(-), cekot-cekot (-), mata berair (-), gatal (-), keluar kotoran air mata (-), melihat
5
ganda (-), melihat pelangi disekitar sumber cahaya (-).Pasien belum mengobati kedua
matanya. Keluhan dirasa semakin memberat hingga pasien merasa terganggu untuk
beraktivitas. Oleh karena itu, pasien berobat ke Poli Mata RSUD Ambarawa.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
o Riwayat penyakit mata : disangkal
o Riwayat darah tinggi : disangkal
o Riwayat kencing manis : diakui, sudah sejak 3 tahun .
pasien rajin kontrol dan berobat
o Riwayat trauma : disangkal
o Riwayat operasi pada mata : disangkal
o Riwayat penyakit jantung : disangkal
o Riwayat pemakaian kacamata : disangkal
6
o BB : 41 kg
o TB : 143 cm
o BMI : 20.09 normoweight
5. Status generalis :
o Kepala : Bentuk normocephal
o Wajah : Nyeri ketok sinus (-), edema (-), wajah kanan dan kiri simetris
(+)
o Telinga: Normotia, sekret -/-, tanda radang -/-, nyeri tekan tragus -/-,
nyeri ketok mastoid -/-
o Hidung : Deviasi septum (-), Massa -/-, secret -/-
o Mulut : Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (+), coated
tongue (-)
o Tenggorokan : Hiperemis (-), uvula ditengah, arcus faring simetris
kanan kiri, tonsil T1-T1 tenang
o Leher : Pebesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-),trakea
ditengah (+).
o Thoraks :
Pulmo :
Inspeksi :
o Statis : Normochest, lesi (-), dinding dada
simetris
kanan dan kiri
o Dinamis: Pergerakan dinding dada simetris
kanan dan
kiri, retraksi sela iga (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, ronkhi -/-,
wheezing -/-
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 1-2 cm
medial linea midclavicula sinistra, thrill (-)
Perkusi :
7
o Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis
dekstra
o Batas jantung kiri ICS V 1- 2 cm medial linea
midclavikularis sinistra
o Pinggang jantung ICS III linea parasternalis
sinistra
o Batas atas jantung ICS II linea parasternalis
sinistra
Auskultasi : BJ 1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
o Abdomen :
Inspeksi : Perut cembung, supel, striae (-), spider navi
(-).
Auskultasi : BU (+) normal.
Palpasi : NT (-), Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba,
ginjal tidak teraba, shifting dullness (-)
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
o Ekstremitas :
Atas : akral hangat +/+, edema -/-, CTR < 2 detik +/+
Bawah : akral hangat +/+, edema -/-, CTR < 2 detik +/+
6. Status Ophtalmologi:
OD Keterangan OS
1/ 300 LP(+) Persepsi Visus 6/60
warna (+)
Enoftalmus (-), Bulbi Occuli Enoftalmus (-),
Exoftalmus (-), Exoftalmus (-),
Strabismus (-), gerakan Strabismus (-), gerakan
bola mata simetris, bola mata simetris,
8
kedudukan ortoforia. kedudukan ortoforia.
Tumbuh Teratur, Silia Tumbuh Teratur, Trikiasis
Trikiasis (-), Distikiasis (-), Distikiasis (-)
(-)
Tanda radang (-), Palpebra Superior Tanda radang (-), Oedem
Oedem (-), Spasme (-), (-), Spasme (-), Massa
Massa (-), Entropion (-), Entropion (-),
(-), Ektropion (-), Ektropion (-), Kalazion
Kalazion (-), (-), Hordeolum (-),
Hordeolum (-),
Hiperemis (-) edema (-) Palpebra Inferior Hiperemis (-) edema (-)
spasme (-) massa (-) spasme (-) massa (-)
Oedem (-), Corpus Konjungtiva Oedem (-), Corpus
alineum (-), Infiltrat (-), Palpebra Superior alineum (-), Infiltrat
hiperemis (-), folikel(-), (-),hiperemis (-),
cobel stone (-), giant folikel(-), cobel stone (-),
papil (-) giant papil (-)
Oedem (-), Hiperemis Konjungtiva Oedem (-),Hiperemis (-),
(-), Injeksi (-), Corpus Palpebra Inferior Injeksi (-), Corpus
alineum (-),Infiltrat (-) alineum (-),Infiltrat (-)
Injeksi konjungtiva (-), Konjungtiva Fornik Injeksi konjungtiva (+),
Injeksi silier (-). Sekret & Bulbi Injeksi silier (+). Sekret
(-) (-)
Ikterik (-) hiperemis (-) Sklera Ikterik (-) hiperemis (-)
Jernih (+),oedem (-), Kornea Jernih (+),oedem (-),
Sikatrik (-), Infiltrat (-) Sikatrik (-), Infiltrat(-)
ulkus (-), ulkus (-),
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (-)
Bentuk tidak teratur, Iris Bentuk tidak
sinekia (-), kripte teratur,sinekia (-), kripte
melebar (-) melebar (-)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (-)
Letak (sentral), bentuk Pupil Letak (sentral), bentuk
(bulat), ukuran ( 4 (bulat), ukuran ( 4
mm), refleks cahaya (+) mm), refleks cahaya (+)
9
Tidak dilakukan Uji konfrontasi Tidak dilakukan
V. RESUME
Seorang laki laki, 29 th datang ke Poli Mata RSUD Ambarawa dengan
keluhan kedua mata kabur. 2 tahun yang lalu pasien mengeluh penglihatan kedua
mata kabur seperti berkabut, perlahan-lahan, semakin lama dirasakan semakin kabut.
Penglihatan kabur dimulai dari kesulitan membaca, sehingga mata dirasa lelah setelah
membaca hingga tidak dapat mengenali wajah orang. Awalnya pasien mengalami
pandangan kabur dimulai dari mata kanan kemudian disusul mata kiri. Penglihatan
kabur dirasakan terus menerus sepanjang hari, saat melihat dekat maupun jauh. + 2
bulan yang lalu, penglihatan kedua mata semakin kabur hingga mengganggu
aktivitas. Pasien belum mengobati kedua matanya. Keluhan dirasa semakin memberat
10
hingga pasien merasa terganggu untuk beraktivitas. Riwayat penyakit dahulu
didapatkan riwayat darah tinggi diakui, sejak 3 tahun yang lalu, kontrol teratur.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran
kompos mentis, tekanan darah 105/75 mmHg, nadi 88 x/menit, RR 20 x/menit, suhu
36,50C per aksila. Status internus dalam batas normal. Pada pemeriksaan oftalmologi
didapatkan visus OD 1/300 LP(+) PW(+) dan OS 6/60 . Kekeruhan lensa merata, iris
shadow (-) OS, kekeruhan lensa merata dan iris shadow (-) OD. Pada pemeriksaan
penunjang Tonometer Schiotz, didapatkan hasil TIO OD 6/5.5 14.6 mmHg. TIO
OS 5/5.5 17.3 mmHg. Gula darah sewaktu 250 mg/dl
ASSESMENT
Diagnosis Banding :
1. Katarak komplikata ODS
2. Katarak juvenil ODS
3. Katarak Matur ODS
4. Katarak hipermatur ODS
5. Retinopati diabetika
Diagnosis Kerja :
1. Katarak komplikata ODS
Diagnosis sekunder :
1. Diabetes Melitus tipe I
VI. INISIAL PLAN
- Ip Dx:
o S:-
o O : Usulan pemeriksaan :
- Pemeriksaan mata : retinometri, keratometri, tonometri, USG
B Scan, USG Biometri, spoeling test
- Pemeriksaan penunjang : darah rutin
- Ip Tx :
o Non Medikamentosa
- Konsul dr Sp.PD untuk menangani kadar Gula darah tinggi.
o Medicamentosa :
- Pro Operasi EKEK dan IOL
- Operasi dilakukan setelah kadar gula darah pasien terkontrol.
11
- Tatalaksana Sp.PD:
Novorapid 3x 20
- Ip Mx :
o Keadaan umum
o Tanda vital
o Kadar gula darah
o Monitoring komplikasi
- Ip Ex :
o Menjelaskan pada pasien bahwa pandangan kedua mata yang kabur
disebabkan katarak pada kedua lensa mata,
o Menjelaskan pada pasien bahwa katarak tidak dapat diobati dengan
obat tetapi dapat disembuhkan dengan operasi dan pemberian lensa
tanam pada mata,
o Menjelaskan pada pasien mengenai pentingnya operasi ekstraksi
katarak, jenis tindakan, persiapan, kelebihan dan kekurangan,
o Menjelaskan tentang komplikasi yang akan terjadi apabila tidak
dioperasi, kemungkinan lensa akan mencair, isi lensa akan keluar,
menimbulkan reaksi peradangan dan peningkatan tekanan bola mata,
o Menjelaskan tentang komplikasi yang mungkin timbul selama operasi
dan pascaoperasi.
VII. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam Dubia Ad bonam Dubia ad bonam
12
BAB III
ANALISIS KASUS
13
OS memiliki Visus 6/60 lensa hampir keruh seluruh nya dengan
shadow test (-), bilik mata depan normal. Dari hasil pemeriksaan tersebut
diagnosis katarak imatur.Pada pemeriksaan tonometri TIO normal
menyingkirkan glaukoma kronik.
Pemeriksaan anjuran:
1. Pemeriksaan Hb, Hct, Leukosit, Trombosit, PT dan aPTT: persiapan
operasi serta menilai fungsi hemostasis.
2. Pemeriksaan glukosa darah : untuk melihat apakah gula darah dalam
kondisi yang baik untuk operasi agar tidak terjadi komplikasi seperti
ketoasidosis dan untuk memastikan apakah pasien memiliki Diabetes
Mellitus dalam pemberian penatalaksanaan medikamentosa dan non-
medikamentosa
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
14
Gambar 1. Anatomi mata
A. ANATOMI LENSA
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah
(avaskular), tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang
memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan
memberikan akomodasi.. Ke depan berhubungan dengan cairan bilik mata, ke
belakang berhubungan dengan badan kaca. Digantung oleh Zunula zinii
(Ligamentum suspensorium lentis), yang menghubungkannya dengan korpus
siliaris. Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Lensa
diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran yang sempermiabel,
yang akan memperoleh air dan elektrolit untuk masuk.1-3
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan
kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dengan persambungan lamellae ini
ujung ke ujung berbentuk ( Y ) bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak
15
di anterior dan terbalik di posterior. Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamen yang
dikenal zonula zinii, yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus
siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa.1-3
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara
jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada
dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di
lensa.1-3
B. FISIOLOGI LENSA
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan
serat zonula zinii dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga
16
berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari
benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang.
Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis
diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus
siliaris, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi.2,4
Pada orang dewasa lensa lebih padat dan bagaian posterior lebih konveks.
Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus
berlangsung perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah
cepat, dimana nukleus menjadi besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua
lensa lebih besar, lebih gepeng, warnanya kekuningan, kurang jernih. Karna
proses sklerosis ini lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya
berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dimana pada orang Indonesia dimulai
pada usia 40 tahun.2,4
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium
dan kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kadar kalium
dibagian anterior lensa lebih tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar
Natrium lebih tinggi dibagian posterior lensa. Ion kalium bergerak ke bagian
posterior dan keluar ke humor aqueus, dari luar ion natrium masuk secara difusi
bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion kalium dan keluar melalui
pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan didalam
oleh Ca-ATPase.2
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).
Jalur HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan
ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose
reduktase adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol
dirubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase.2
C. PEMERIKSAAN LENSA
17
Pemeriksaan yang dilakukan pada penyakit lensa adalah pemeriksaan tajam
penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slit lamp, oftalmoskop, penlight,
loop, sebaiknya dengan pupil dilatasi.3
II. KATARAK
A. DEFINISI
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa
yang menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering
dijumpai pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh
dunia. Penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga
factor lain yang mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik
(mis; diabetes), merokok, dan herediter. Kata katarak berasal dari Yunani
katarraktes yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak sendiri
sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi, denaturasi protein,
dan proses penuaan.sehingga memberikan gambaran area berawan atau putih.1,3
Kekeuruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina,
sehingga penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek
terlihat kabur. Mereka mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah
mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah
lensanya.1,3
Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi
secara instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita
terganggu secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular
dari satu mata ke mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara
bersamaan.1,2
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasen
mungkin meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan
pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaii ketajaman penglihtan
18
pada > 90% kasus.sisanya mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami
penyulit pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang
menghambat pemulihan daya pandang.1,3
B. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang
usia 60 tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat
kekeruhan lensa. Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-
80%. Prevalensi katarak kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000
kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh
dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.5
19
disebut sebagai katarak kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya
peradangan/infeksi ketika hamil, atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat
terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan metabolik lainnya seperti diabetes
mellitus.1
D. PATOFISIOLOGI
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang
dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein
lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan
tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.1,3
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang
berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari lensa.
Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik
yangmenyebabkan kekeruhan lensa.3
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen
terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin
lama serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis
nukleus lensa.3
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:3
1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
20
b. Mulai presbiopiac
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular
2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah
proteinnukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa
nucleusmengandung histidin dan triptofan disbanding normal
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan
kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan
pada serabut halus multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar
daerah di luar lensa, misalnya menyebabkan penglihatan mengalami distorsi.
Pada protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan
pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina.3
21
Gambar 4. Perbandingan penglihatan normal dan penglihatan katarak
E. KLASIFIKASI
Tabel Klasifikasi Katarak 3
Morfologi Maturitas Onset
Kapsular Insipien Kongenital
Subkapsular Intumesen Infantile
Kortikal Immatur Juvenile
Supranuklear Matur Presenile
Nuklear Hipermatur Senile
Polar Morgagni
22
III. KATARAK KOMPLIKATA
Katarak komplikata adalah keadaan dimana kekeruhan terjadi pada lensa yang
diakibatkan keadaan lokal atau penyakit sistemik. Ini dapat terjadi pada semua
usia. Suatu penyakit dapat merusak lensa dengan menganggu nutrisi yang dimiliki
lensa atau efek toksik yang mempengaruhi lensa.
Katarak ini biasanya melibatkan daerah subkapsular posterior karena bagian
kapsul posterior lebih tipis yang akhirnya berkembang hingga mengenai seluruh
lensa. Katarak komplikata biasanya dapat bersifat unilateral dan bilateral. Pada
kasus yang unilateral biasanya bersifat akibat penyakit yang bersifat lokal, seperti
glaukoma, uveitis, pemakaian lokal atau sistemik steroid, miopia tinggi, ablasio
retina, retinitis pigmentosa, tumor intraokular. Sedangkan bilateral katarak
komplikata biasanya terjadi berhubungan dengan penyakit sistemik seperti
diabetes melitus, hipoparatiroid, miotonik distrofi, atopik dermatitis,galaktosemia.
B. Patofisiologi
23
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin.
Kristalin dan adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat
shock protein berguna untuk menjaga keadaan normal dan mempertahankan
molekul protein agar tetap inaktif sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa
tidak dapat lagi mensintesis kristalin untuk menggantikan kristalin yang rusak,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.1,3
24
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa.
Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik, bahan
lensa yang degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma sekunder.1
- Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian lensa.
Deposisi ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada derajat
maturasi ini. Bila terus berlanjut, dapat menyebabkan kalsifikasi lensa.1,5
- Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah mencair.
Cairan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa menjadi mengerut.1,5
- Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa
menggenang bebas di dalam kantung kapsul. Pengeretuan dapat berjalan
terus dan menyebabkan hubungan dengan zonula Zinii menjadi longgar.1
25
2. Katarak senilis nuklear
Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan lensa menjadi
keras dan kehilangan daya akomodasi.
Maturasi pada katarak senilis nuklear terjadi melalui proses sklerotik, dimana
lensa kehilangan daya elastisitas dan keras, yang mengakibatkan menurunnya
kemampuan akomodasi lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya yang melewati
lensa mata. Maturasi dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna
terjadi akibat adanya deposit pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus
berwarna coklat (katarak brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit
pigmen dan jarang berwarna merah (katarak rubra).3,5
Gambar (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara
progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi,
tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.3,5
Gejala dan tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
26
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata
Tanda pada penderita katarak dapat diperiksa melalui:3
1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan slit lamp
D. Diagnosa
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.1,3
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk
mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler
posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan
struktur intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan
prognosis penglihatannya.3
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa
tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata
depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus
dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan
intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat
mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau
katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan
stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan
indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai.3
27
E. Diagnosis Banding
Katarak kongenital yang bermanifestasi sebagai leukokoria perlu dibedakan
dengan kondisi lain yang menyebabkan leukokoria, seperti retinoblastoma,
retinopathy of prematurity, atau persistent hyperplastic primary vitreus (PHPV).5
F. Tatalaksana
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.
Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu
intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi
(ECCE).3
Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus,
medis, dan kosmetik.3
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada
tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak
terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan
pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi
katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis
fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retiopati diabetik atau
ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk
memperoleh pupil yang hitam.
Tiga prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu
ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi, SICS.
1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan
28
depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan
dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
tindakan pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak boleh dilakukan
atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan
perdarahan.3,5
29
Gambar ECCE dengan pemasangan IOL
3. Phacoemulsification
Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan
irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm)
di kornea. Getaran ultrasonic akan
digunakan untuk menghancurkan
katarak, selanjutnya mesin PHACO
akan menyedot massa katarak yang
telah hancur sampai bersih. Sebuah
lensa Intra Okular yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak
diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien
dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.Tehnik ini
bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak
senilis.3,5
4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
30
Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm.
Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan, Penutupan
luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini dapat
dilakukan pada stadium katarak immature, mature, dan hypermature. Teknik
ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik dan dapat
dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.5
Jenis tehnik bedah Keuntungan Kerugian
katarak
Extra capsular Incisi kecil Kekeruhan pada
cataract extraction Tidak ada komplikasi kapsul posterior
(ECCE) vitreus Dapat terjadi
Kejadian perlengketan iris dengan
endophtalmodonesis lebih kapsul
sedikit
Edema sistoid makula
lebih jarang
Trauma terhadap
endotelium kornea lebih
sedikit
Retinal detachment lebih
sedikit
Lebih mudah dilakukan
Intra capsular Semua komponen lensa Incisi lebih besar
cataract extraction diangkat Edema cistoid
(ICCE) makula
Komplikasi vitreus
Sulit pada < 40
tahun
Endopthalmitis
Fakoemulsifikasi Incisi paling kecil Memerlukan
Astigmatisma jarang dilatasi pupil yang baik
terjadi Pelebaran luka jika
Pendarahan lebih sedikit ada IOL
Teknik paling cepat
G. KOMPLIKASI
31
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif,
postoperatif awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa
intra okular (intra ocular lens, IOL).5
Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat
ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat
memperbaiki keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid
dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida
oral untuk mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical
preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep
antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2
hari.
Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau
selama insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat
terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat
terjadi akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik
ECCE.
Komplikasi postoperatif awal
32
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps
iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis
bakterial.
Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative
endophtalmitis, Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan
katarak sekunder merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa
waktu post operasi.
Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-
hyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa
toksik (toxic lens syndrome).
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
2. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar
Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
33
3. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya Medika, 2000.
4. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11 th ed. Philadelphia : W.B.
Saunders Company ; 2006.
5. Ocampo VVD. Cataract, Senile: Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview
34