Anda di halaman 1dari 8

PERATURAN DIREKTUR

RS ORTOPEDI PROF DR R SOEHARSO SURAKARTA


NOMOR /2012

TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT ORTOPEDI PROF DR R SOEHARSO
SURAKARTA

Menimbang :
a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Ortopedi Prof DR R
Soeharso Surakarta, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan yang bermutu tinggi;
b. bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit Ortopedi Prof DR R Soeharso Surakarta dapat
terlaksana dengan baik, perlu adanya Peraturan Direktur tentang Kebijakan Pelayanan
Rumah Sakit Ortopedi Prof DR R Soeharso Surakarta sebagai landasan bagi
penyelenggaraan seluruh pelayanan di Rumah Sakit Ortopedi Prof DR R Soeharso
Surakarta;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b,perlu ditetapkan
dengan Peraturan Direktur Rumah Sakit Ortopedi Prof DR R Soeharso Surakarta.

Mengingat :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. .

ME MUTUSKAN:

Menetapkan :
Pertama : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ORTOPEDI PROF DR R
SOEHARSO SURAKARTA TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN
RUMAH SAKIT ORTOPEDI PROF DR R SOEHARSO SURAKARTA
Kedua : Kebijakan pelayanan Rumah Sakit Ortopedi Prof DR R Soeharso Surakarta
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan Rumah Sakit
Ortopedi Prof DR R Soeharso Surakarta dilaksanakan oleh Direksi dan Jajaran
Struktural Pelayanan Rumah Sakit Ortopedi Prof DR R Soeharso Surakarta.
Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila dikemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya

Ditetapkan di J a k a r t a
Pada tanggal ................ 2012
Direktur Utama,

Prof Dr dr Respati Suryanto Dradjad SpOT(K)


Lampiran
Peraturan Direktur RS Ortopedi Prof DR R Soeharso Surakarta
Nomor :
Tanggal :

KEBIJAKAN PELAYANAN
RUMAH SAKIT ORTOPEDI PROF DR R SOEHARSO SURAKARTA

1. Pelayanan Instalasi :
Pelayanan Instalasi Gawat Darurat, Rawat Inap, Rawat Intensif, Laboratorium dan
Radiologi dilaksanakan dalam 24 jam. Pelayanan Rawat Jalan sesuai dengan jadwal
praktek dokter.
Pelayanan Kamar Operasi dilaksanakan dalam jam kerja, dan dilanjutkan dengan sistem
shift jaga.
Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.
Seluruh staf RS harus bekerja sesuai dengan standar profesi, pedoman/panduan dan
standar prosedur opersional yang berlaku, serta sesuai dengan etika profesi, etika RS dan
etiket RS yang berlaku.
Seluruh staf RS dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu sesuai dengan ketentuan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3), termasuk dalam penggunaan alat
pelindung diri (APD).
Asuhan pasien diberikan kepada seluruh pasien dengan tidak membedakan kelasa
perawatan.
2. Skrining dan triase :
Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien dapat dilayani
oleh RS.
Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik,
psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya.
Kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diidentifikasi dengan proses triase berbasis
bukti untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.
3. Identifikasi :
Setiap pasien yang masuk rawat inap harus dipasangkan gelang identitas pasien.
Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, sebelum transfusi darah atau produk
darah lainnya, sebelum pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
laboratorium klinis, sebelum pemeriksaan radiologi, serta sebelumdilakukan tindakan.
4. Transfer/ perpindahan di dalam rumah sakit :
Transfer dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Pasien yang ditransfer harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum dipindahkan.
5. Transfer keluar rumah sakit / rujukan :
Stabilisasi terlebih dahulu sebelum dirujuk.
Rujukan kerumah sakit ditujukan kepada individu secara spesifik.
Merujuk berdasarkan atas kondisi kesehatan dan kebutuhan akan pelayanan
berkelanjutan.
Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan serta perbekalan
dan peralatan apa yang dibutuhkan selama transportasi.
Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan rumah sakit penerima.
Proses rujukan didokumentasikan didalam rekam medis pasien.
6. Penundaan pelayanan :
Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau penundaan untuk
pelayanan diagnostik dan pengobatan
Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau pengobatan
Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan informasi tentang
alternatif yang tersedia sesuai dengan keperluan klinik mereka.
7. Pemulangan pasien :
DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus menentukan
kesiapan pasien untuk dipulangkan.
Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang terbaik atau
sesuai kebutuhan pasien.
Rencana pemulangan pasien meliputi kebutuhan pelayanan penunjang dan kelanjutan
pelayanan medis.
Identifikasi organisasi dan individu penyedia pelayanan kesehatan di lingkungannya yang
sangat berhubungan dengan pelayanan yang ada di rumah sakit serta populasi pasien.
Resume pasien pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang.
Resume berisi pula instruksi untuk tindak lanjut.
Salinan resume pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis.
Salinan resume pasien pulang diberikan kepada praktisi kesehatan perujuk.
8. Transportasi :
Transportasi milik rumah sakit, harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku
berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan
Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien
Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi, baik kontrak maupun milik
rumah sakit, dilengkapi dengan peralatan yang memadai, perbekalan dan medikamentosa
sesuai dengan kebutuhan pasien yang dibawa.
9. Hak pasien dan keluarga :
Menghormati kebutuhan privasi pasien.
Melindungi barang milik pasien dari pencurian atau kehilangan.
Melindungi dari kekerasan fisik.
Anak-anak, individu yang cacat, lanjut usia dan lainnya yang berisiko mendapatkan
perlindungan yang layak.
Membantu mencari second opinion dan kompromi dalam pelayanan didalam maupun
diluar rumah sakit.
Pernyataan persetujuan (lnformed Consent) dari pasien didapat melalui suatu proses yang
ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih, dalam bahasa yang
dipahami pasien.
Informed consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, penggunaan darah atau produk
darah dan tindakan serta pengobatan lain yang berisiko tinggi.
10. Penolakan pelayanan dan pengobatan :
Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak melanjutkan
pengobatan.
Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggung jawab berkaitan dengan keputusan
tersebut dan tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan.
Memberitahukan pasien dan keluarganya tentang Menghormati keinginan dan pilihan
pasien untuk menolak pelayanan resusitasi atau memberhentikan pengobatan bantuan
hidup dasar ( Do Not Resuscitate )
o Rumah sakit telah menetapkan posisinya pada saat pasien menolak pelayanan
resusitasi dan membatalkan atau mundur dari pengobatan bantuan hidup dasar.
o Posisi rumah sakit sesuai dengan norma agama dan budaya masyarakat, serta
persyaratan hukum dan peraturan.
11. Pelayanan pasien tahap terminal :
Mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat dan kasih
sayang pada akhir kehidupannya
Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek
pelayanan pada tahap akhir kehidupan
Semua staf harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupannya yaitu
meliputi pengobatan terhadap gejala primer dan sekunder, manajemen nyeri, respon
terhadap aspek psikologis, sosial, emosional, agama dan budaya pasien dan keluarganya
serta keterlibatannya dalam keputusan pelayanan.
12. Asesmen pasien :
Semua pasien yang dilayani rumah sakit harus diidentifikasi kebutuhan pelayanannya
melalui suatu proses asesmen yang baku.
Asesmen awal setiap pasien meliputi evaluasi faktor fisik, psikologis, sosial dan
ekonomi, termasuk pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan
Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan peraturan yang
berlaku dan sertifikasi dapat melakukan asesmen
Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih
dini/cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
Asesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau
lebih cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau sebelum
tindakan pada rawat jalan di rumah sakit, tidak boleh lebih dari 30 hari, atau riwayat
medis telah diperbaharui dan pemeriksaan fisik telah diulangi.
Untuk asesmen kurang dari 30 hari, setiap perubahan kondisi pasien yang signifikan,
sejak asesmen dicatat dalam rekam medis pasien pada saat masuk rawat inap
Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan pasien (discharge)
Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar kondisi dan
pengobatan untuk menetapkan respons terhadap pengobatan dan untuk merencanakan
pengobatan atau untuk pemulangan pasien.
Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan.
13. Manajemen obat :
Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di area
tersebut,bila diperkenankan kebijakan.
Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang jelas dan
disimpan dengan cara yang membatasi akses (restrict access).
14. Manajemen nutrisi :
Pasien di skrining untuk status gizi.
Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan
pembusukan.
Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
Distribusi makanan secara tepat waktu, dan memenuhi permintaan khusus.
15. Manajemen nyeri:
Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan dilakukan
asesmen apabila ada rasa nyerinya.
Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.

Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai pedoman dan protokol.

Komunikasi dengan dan mendidik pasien dan keluarga tentang pengelolaan nyeri dan
gejala dalam konteks pribadi, budaya dan kepercayaan agama masing-masing.

16. Surgical Safety Checklist :

Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan
melibatkan pasien dalam proses penandaan / pemberian tanda.

Menggunakan suatu checklist untuk melakukan verifikasi praoperasi tepat-lokasi, tepat-


prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia,
tepat/benar, dan fungsional.

Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/mendokumentasikan prosedur


sebelum insisi / time-out tepat sebelum dimulainya suatu prosedur / tindakan
pembedahan.

17. Hand hygiene :


Mengadaptasi pedoman hand hygieneterbaru yang baru-baru ini diterbitkan dan sudah
diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
Menerapkan program hand hygiene yang efektif.

18. Risiko jatuh :


Penerapan asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang terhadap
pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesmen dianggap berisiko.
Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan cedera
akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.

19. Komunikasi efektif :

Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara
lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.

Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan
kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.

Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah atau
hasil pemeriksaan tersebut.
20. Manajemen di instalasi :
Semua petugas instalasi wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
Melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutinbulanan minimal
satu bulan sekali.
Setiap bulan wajib membuat laporan.
21. Peralatan di instalasi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kaliberasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk menjamin semua sediaan farmasi tetap dalam kondisi yang
baik.
22. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

Direktur Utama,

Prof Dr dr Respati Suryanto Dradjad SpOT(K)

Anda mungkin juga menyukai