PENDAHULUAN
1.2 Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat ditarik suatu rumusan masalah antara lain sebagai berikut.
1.Apa yang dimaksud dengan filariasis?
2.Bagaimana mekanisme terjadinya filariasis?
3.Bagaimana upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah mengacu pada rumusan masalah di atas
sebagai berikut.
1.Untuk mengetahui yang dimaksud dengan filariasis.
2.Untuk mengetahui mekanisme terjadinya filariasis.
3.Untuk mengetahui upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis.
1.4 Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah agar masyarakat dapat mengetahui segala sesuatu
tentang filariasis, bagaimana mekanisme terjadinya filariasis, dan bagaimana upaya
pencegahan, pengobatan serta rehabilitasi filariasis. Dengan demikian, diharapkan
masyarakat ikut memberantas penyakit ini secara aktif sehingga tidak menjadi endemi di
masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A B C
Gambar 1. Mikrofilaria Wuchereria bancrofti (A), Brugia malayi (B), dan Brugia timori (C).
(Sumber : Juni Prianto L.A. dkk., 1999)
Hospes cacing filaria ini dapat berupa hewan dan atau manusia. Manusia yang mengandung
parasit dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain. Pada umumnya laki-laki lebih dmudah
terinfeksi, karena memiliki lebih banyak kesempatan mendapat infeksi (exposure). Hospes
reservoar adalah hewan yang dapat menjadi hospes bagi cacing filaria, misalnya Brugia
malayi yang dapat hidup pada kucing, kera, kuda, dan sapi.
Banyak spesies nyamuk yang ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada jenis
cacing filarianya dan habitat nyamuk itu sendiri. Wuchereria bancrofti yang terdapat di
daerah perkotaan ditularkan oleh Culex quinquefasciatus, menggunakan air kotor dan
tercemar sebagai tempat perindukannya. Wuchereria bancrofti yang ada di daerah pedesaan
dapat ditularkan oleh berbagai macam spesies nyamuk. Di Irian Jaya, Wuchereria bancrofti
terutama ditularkan oleh Anopheles farauti yang menggunakan bekas jejak kaki binatang
untuk tempat perindukannya. Di daerah pantai di NTT, Wuchereria bancrofti ditularkan oleh
Anopheles subpictus. Brugia malayi yang hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh
berbagai spesies Mansonia seperti Mansonia uniformis, Mansonia bonneae, dan Mansonia
dives yang berkembang biak di daerah rawa di Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Di daerah
Sulawesi, Brugia malayi ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang menggunakan sawah
sebagai tempat perindukannya. Brugia timori ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang
berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman. Brugia
timori hanya ditemukan di daerah NTT dan Timor Timur.
Gejala klinis filariais antara lain adalah berupa :
1. Demam berulang-ulang selama 3 5 hari, demam dapat hilang bila beristirahat dan
muncul kembali setelah bekerja berat.
2. Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak
(lymphadenitis) yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran kelenjar
limfe yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal
lengan ke arah ujung (Retrograde lymphangitis) yang dapat pecah dan mengeluarkan
nanah serta darah.
3. Pembesaran tungkai, buah dada, dan buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan
terasa panas (Early lymphodema). Gejala klinis yang kronis berupa pembesaran yang
menetap pada tungkai, lengan, buah dada, dan buah zakar tersebut.
Seseorang yang menderita filariasis dapat didiagnosis secara klinis dengan cara sebagai
berikut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam
sistem limfe dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat
menetap. Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar
limfe, pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan cara
deteksi parasit dan pemeriksaan USG pada skrotum.
2. Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif
menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam
tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe.
Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.
3.2 Saran
Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis karena
penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan menjadi
beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis ini pula,
diharapkan Indonesia mampu mewujudkan program Indonesia Sehat Tahun 2010.
DAFTAR PUSTAKA
5. Eka. 2008. Pengobatan Massal Penyakit Filariasis Secara Gratis. Diakses dari situs
http://www.enrekangkab.go.id. pada tanggal 30 Maret 2008.
7. Noble, Elmer R. & Glenn A. Noble. 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan Edisi
Kelima. Yogyakarta :Gajah Mada University Press.
9. Prianto, Juni L.A., dkk. 1999. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
12. Schnurrenberger, Paul R., William T. Hubbert. 1991. Ikhtisar Zoonosis. Bandung :
Penerbit ITB Bandung.
13. Sofyan, Iyan. 2007. Cegah Penyakit Kaki Gajah, Sembilan Ratus Ribu Warga Bogor
Diharuskan Minum Obat Cacing. Diakses dari situs http://www.kotabogor.go.id. pada
tanggal 30 Maret 2008.
15. Yatim, Wildan. 2003. Kamus Biologi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
LAMPIRAN