Oleh :
Nama : Syifa Nurul Fauzia
NRP : 143020307
No Meja : 5 (Lima)
Kelompok :K
Tanggal Praktikum : 08 Maret 2017
Asisten : Yosi Hertianto,ST
Tanggal Pengumpulan : 14 Maret 2017
Buah
Trimming Kulit
Pemotongan
Penghancura
Albumin n
Bubur
Pembuihan Buah
Pencampuran
Dekstrin, Pengocokan
CMC 15
Pengeringan
Penggilingan
Pengayakan
Foaming
Daya dan kestabilan buih putih telur dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya yaitu umur telur, pengocokan dan penambahan bahan-bahan kimia
atau stabilisator (Stadelman dan Cotterill, 1995), konsentrasi protein, komposisi
protein, pH, pemanasan, adanya garam dan komposisi fase cair yang mungkin
mengubah konfigurasi dan stabilitas molekul protein (Alleoni dan Antunes, 2004).
1. Umur Telur
Telur akan mengalami beberapa perubahan selama penyimpanan antara lain
penguapan karbondioksida dan air, perubahan pH serta perubahan struktur serabut
protein. Penyimpanan telur pada suhu ruang selama dua minggu berakibat pada
peningkatan pH dari putih telur.Semakin meningkat umur telur, maka stabilitas
buih putih telur semakin menurun (Romanoff dan Romanoff, 1963).
2. Pengaruh pH
Telur yang baru dihasilkan mempunyai pH antara 7,6 dan 8,5. Penyimpanan akan
meningkatkan pH telur menjadi 9,7. Peningkatan pH disebabkan karena
penguapan CO2 dari dalam telur melalui pori-pori kerabang.Menurut Stadelman
dan Cotterill (1995) pada saat pH meningkat sekitar 9 terjadi interaksi antara
ovomucin dan lisozyme yang menyebabkan putih telur menjadi encer. Putih telur
yang encer akan lebih mudah menangkap udara dari pada putih telur kental.
Peningkatan pH putih telur akanmemperbesar volume buih. Volume buih tertinggi
terjadi pada pH sekitar 8,0 dan kestabilan buih yang tinggi pada pH kurang dari
8,0 (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Suhu optimum untuk foaming adalah pada suhu ruang yaitu pada suhu
20C-28C karena pada suhu itu buih akan mudah dihasilkan daripada pada suhu
yang lebih rendah atau lebih tinggi.
Kelebihan dari metode foam mat drying adalah proses penguapan air dapat
dilakukan lebih cepat, dilakukan dengan suhu rendah sehingga nilai gizi dapat
dipertahankan (Stadelman dan Cotterill, 1995). Kekurangannya adalah tingkat
efisiensinya kurang baik dibandingkan dengan spray dryer.
Buah yang dapat digunakan untuk proses foaming adalah buah yang
berdaging, buah yang dapat digunakan dagingnya atau sarinya, buah yang tidak
memiliki banyak serat yang akan mempengaruhi hasil foaming dan buah yang
tidak memiliki kandungan air yang sangat tinggi.
Foaming yang dihasilkan pada percobaan di laboratorium memiliki berat
produk 18,85 gram dengan % produk sebesar 25,13%. SNI untuk produk foaming
sendiri belum ada sehingga penulis membandingkannya dengan SNI minuman
serbuk. Menurut SNI, minuman serbuk yang baik adalah yang memiliki warna,
rasa, aroma dan bau yang normal. Hal ini sesuai dengan produk foaming buah
naga yang juga memiliki rasa, aroma, dan bau yang normal dan tidak
menyimpang.
CCP pada foaming adalah pada saat pembuihan, pencampuran,
pengocokan, pengeringan, dan pengayakan.
Pembuihan bertujuan untuk mengikat sari buah. Hal ini dimaksudkan agar
produk yang dihasilkan sesuai. Pada saat pencampuran dan pengocokan hal yang
harus diperhatikan adalah jumlah zat yang ditambahkan dan waktu yang
dibutuhkan untuk membentuk busa secara sempurna, karena dapat mempengaruhi
hasil akhir produk foaming.
Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan pangan yang paling
tua. Pengeringan ataupun dehidrasi adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan
sebagian besar air yang terkandung dalam suatu bahan pangan dengan
menggunakan suatu energi panas baik secara konduksi, konveksi serta radiasi.
Jika pengeringan tidak maksimal maka bahan akan lembab dan dapat memacu
pertumbuhan mikroorganisme patogen yaitu jamur dan kapang.
Pengayakan dimaksudkan untuk menghasilkan campuran butir dengan
ukuran tertentu, agar dapat diolah lebih lanjut atau agar diperoleh penampilan
atau bentuk komersial yang diinginkan. Proses pengayakan bahan dibagi
menjadi bahan kasar yang tertinggal (aliran atas) dan bahan lebih halus yang
lolos melalui ayakan (aliran bawah). Bahan yang tertinggal hanyalah partikel-
partikel yang berukuran lebih besar daripada lubang-lubang ayakan, sedangkan
bahan yang lolos berukuran lebih kecil daripada lubang-lubang itu. Umumnya
dalam praktek sering terjadi penyimpangan dari keadaan ideal ini. Penyimpangan
dapat dinyatakan dalam efisiensi, yaitu perbandingan antara jumlah bahan yang
lolos dalam kenyataannya dan jumlah bahan yang lolos secara teoritik. Efisiensi
selalu lebih kecil dari satu atau kurang dari 100%. Jumlah bahan yang lolos secara
teoritik ditentukan dengan analisis ayakan (Brennan, 1969).
Albumin adalah senyawa yang tergolong protein yang memiliki sifat
foaming agent sehingga dapat membentuk buih.Albumin banyak ditemukan pada
putih telur.Putih telur memiliki harga yang relatif murah dan mudah
diperoleh.Saat putih telur dikocok, gelembung udara terperangkap dalam cairan
albumin dan membentuk buih.
Tween 80 adalah senyawa ester asam lemak polioksietilen sorbitan.Tween
80 terbuat dari ekstrak sawit.Tween 80 memiliki daya pengembang lebih rendah
dari albumin, hal ini disebabkan karena tween 80 bersifat surfaktan.Tween 80
lebih sulit membentuk buih namun dapat mengikat buih atau foam sehingga foam
menjadi stabil.Sifat surfaktan ini memiliki aftertaste pahit dan buihnya tidak
semantap buih dari albumin.Pada suhu 25C, Tween 80 berwujud cair, berwarna
kekuningan dan berminyak, memiliki aroma yang khas, rasa yang pahit, larut
dalam air dan etanol, tidak larut dalam minyak mineral.Kegunaan Tween 80
adalah sebagai zat pembasah, emulgator, dan peningkat kelarutan.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan foaming pada sampel buah naga merah
dengan basis 75 gram didapatkan berat produk sebesar 18,85 gram, kadar produk
25,13% dan kadar tepung halus 25,13%. Selain itu tepung yang dihasilkan
memiliki warna ungu khas buah naga dengan rasa yang agak manis, memiliki
aroma sedikit beraroma buah naga,teksturnya berpasir dan kenampakannya
menarik.
DAFTAR PUSTAKA
Brennan, J.G, et. Al. 1969. Food Engineering Operations. London: Applied
Science Publishers Limited.
Heriyanto. 2012. Pengeringan Sari Buah Metode Foam-mat Drying.
Digilib.unpas.ac.id.Diakses : 11 Maret 2017.
Romanoff, A. L dan A. F. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. New York: John
Wiley and Sons, Inc.
Stadelman, W. F. dan O. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology
4thEdition. New York: Food Products Press., An Imprint of The Haworth
Press, Inc,.
Keadaan :
Warna Normal
Bau Normal
Rasa Normal
Cemaran Logam :
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3
Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 5,0
Seng (Zn) mg/kg Maks. 5,0
Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/250
Besi (Fe) mg/kg Maks. 15,0
Jumlah Cu, Zn, dan Fe mg/kg Maks. 20,0
Cemaran Mikroba :
Angka lempeng total Koloni/mL Maks. 2 x 102
Bakteri bentuk Coli APM/mL Maks. 20
E. coli APM/mL <3
Kapang Koloni/mL Maks. 50
Khamir Koloni/mL Maks. 50
Jawab:
Tepung yang baik memiliki rasa dan bau yang normal (bebas dari bau
asing), warna putih khas terigu, benda asing tidak ada, tidak ada serangga, tekstur
halus khas tepung dan tidak menggumpal, serta memiliki kadar gluten yang cukup
untuk proses pengolahan.
LAMPIRAN
PR
% T Halus = x 100%
18,85
= x 100% = 25,13%
75
% Product = x 100%
18,85
= x 100% = 25,13%
75