Disusun oleh : Kartika Ayu Wandari 16/397449/GE/08328
FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2017 Ringkasan Materi Kajian
1. Tema : Ibadah di Hari Tarwiyah
Pemateri : Ustadz Ridwan Hamidi,LC.,M.P.I.,M.A Waktu : Rabu, 30 Agustus 2017 Pukul : 15.30 Tempat : Musola Al Ardhu Fakultas Geografi UGM Materi : Tarwiyah merupakan hari kedelapan di bulan Dzulhijjah yang artinya merenung atau berpikir. Tarwiyah erat kaitannya dengan peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim AS. Pada hari Tarwiyah inilah Nabi Ibrahim bermimpi mendapat perintah untuk menyembelih anak kesayangannya dari Siti Hajar, Ismail AS. Perintah ini tertuang dalam surah As Saffat ayat 102-107. Maka pada malam itu dan pagi harinya, Ibrahim AS dengan sangat gelisah terus menerus merenung dan berpikir, apakah mimpinya ini berasal dari Allah SWT ataukah dari setan. Karena ragu tentang kebenaran mimpinya, maka Ibrahim tidak segera melaksanakan perintah itu di siang hari. Ia masih terus berpikir. Hingga pada malam kesembilan, Ibrahim kembali bermimpi dengan perintah yang sama, menyembelih Ismail. Mimpi yang sama untuk kedua kalinya ini membuat Ibrahim yakin bahwa mimpinya itu merupakan perintah Allah SWT. Karenanya hari kesembilan disebut hari Arafah (mengetahui). Pada malam kesepuluh, Ibrahim AS bermimpi lagi untuk ketiga kalinya dengan mimpi yang sama persis. Maka keesokan harinya pada 10 Dzulhijjah, di pagi hari, ia melaksanakan perintah itu. Karenanya hari kesepuuh ini dinamakan hari Nahar, yang artinya menyembelih. Soal hari Tarwiyah ini terdapat hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ibnu Abbas. Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah SAW salat dzuhur pada hari Tarwiyah dan salat subuh pada hari Arafah dari Mina." Dari hadis ini diketahui, hari Tarwiyah terjadi sebelum hari Arafah, dan Nabi Muhammad SAW menunaikan salat dzuhur, ashar, maghrib, isya, dan subuh di Mina pada hari Tarwiyah, malam hari Arafah dan pagi hari Arafah. Ini berarti Rasulullah SAW tidak meninggalkan Mina sebelum terbit matahari di hari Arafah.
2. Tema : Memaknai Idul Kurban
Pemateri : Ustad --- Waktu : Jumat, 1 September 2017 Pukul: 07.00 Tempat : Grha Sabha Pramana, UGM Materi : Setiap kali merayakan Idul Adha, tidak bisa lepas dari kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Bapak - anak ini menjadi suri tauladan bagi kita semua dalam banyak hal, seperti dalam ketaatan dan kepasrahan diri kepada Allah SWT, kesabaran dan keikhlasan beribadah, serta dalam menjalani hidup dan kehidupan ini. Nabi Ibrahim AS adalah seorang ayah sekaligus seorang hamba Allah yang lurus, berhati lembut, lagi penyantun. Beliau seorang Nabi dengan teladan kepemimpinan yang mencerahkan. Sedangkan sang anak, Nabi Ismail AS, adalah seorang anak yang sabar dan berbakti kepada kedua orang tua; dan tentunya juga taat kepada Allah SWT. Kisah bagaimana Nabi Ibrahim AS melaksanakan perintah Allah SWT bisa kita simak sebagaimana termaktub dalam Al-Quran Surat Ash-Shaffat, ayat 102. Ayat tersebut merupakan perintah dari Allah SWT agar Nabi Ibrahim menyembelih Ismail yang belum cukup dewasa atau masih anak-anak karena baru berusia kurang dari 14 tahun. Maka Nabi Ibrahim sebagai orang tua bertanya kepada Ismail bagaimana pendapatnya tentang perintah tersebut. Pertanyaan Nabi Ibrahim kepada Ismail ini sebenarnya mengandung pelajaran berharga bahwa seorang ayah atau orang tua tidak ada jeleknya, bahkan sangat bagus, memberikan hak bertanya atau mengemukakan pendapat bagi anak-anaknya berkaitan dengan masa depan mereka. Apalagi menyangkut soal hidup dan mati. Dengan kata lain, ini sesungguhnya pelajaran tentang demokrasi atau musyawarah dimana dialog untuk mencapai persepsi yang sama diperlukan untuk meraih tujuan baik yang akan dicapai bersama. Dengan cara seperti ini tentu keikhlasan untuk menerima sebuah keputusan bisa dicapai dengan baik secara bersama pula. Maka tidak mengherankan ketika memberikan jawaban kepada Ibrahim , Ismail menjawab dengan jawaban yang sangat bagus, penuh kesabaran dan keikhlasan. Dengan ketaatan kepada Allah SWT yang luar biasa sebagaimana ditunjukkan Nabi Ibrahim dan Ismail, maka Allah berfirman kepada Nabi Ibrahim sebagaimana termaktub dalam Surat As-Shaffat, ayat 104 -105 yang menunjukkan bahwa Allah hanya menghendaki ketundukan dan penyerahan diri Nabi Ibrahim AS, sehingga tiada lagi tersisa dalam diri beliau kecuali ketaatan kepada Allah. Nabi Ibrahim meyakini tidak ada perintah yang lebih berharga dan lebih tinggi daripada perintah Allah SWT. Nabi Ibrahim rela mengorbankan segalanya, termasuk yang paling berharga, yakni Ismail dengan pengorbanan yang penuh keridhaan, ketenangan, kedamaian, dan keyakinan akan kebenaran. Maka, Allah kemudian menebus putra itu, Ismaildengan seekor hewan sembelihan yang besar. Dengan peristiwa inilah, kemudian dimulailah sunnah berkurban pada shalat Idul Adha hingga sekarang. Disembelihnya hewan-hewan kurban menjadi pengingat kita atas kejadian besar tersebut. Peristiwa itu akan terus menyibak tabiat keimanan yang kita genggam supaya kita lebih paham mengenai bagaimana kita berserah diri seutuhnya kepada Allah SWT; bagaimana kita taat kepada Allah dengan ketaatan yang penuh keridhaan. Semua itu agar kita makin mengerti, bahwa Allah tidak hendak menghinakan manusia dengan cobaan. Pun tidak ingin menganiaya dengan ujian. Melainkan, Allah menghendaki agar kita bersegera memenuhi panggilan tugas dan kewajiban secara total.
3. Tema : Hadits Keutamaan Ibadah Haji Dan Umrah
Pemateri : Al Ustadz Dr. Khalid Basalamah, M.A Waktu : Sabtu, 9 September 2017 Tempat : https://www.youtube.com/watch?v=Qxh4TWXoa8I Materi : Ibadah haji dan umrah adalah salah satu perintah dalam agama Islam. Haji dan umrah yaitu kegiatan mendatangi rumah Allah Swt. Kakbah di Mekkah dengan melakukan kegiatan tertentu seperti Sai dan Tawaf. Keutamaan umrah dan haji dapat menghilangkan kefakiran seperti api menghilangkan karat dari besi. Haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga. Harta yang dikeluarkan pun termasuk sodaqoh. Kegiatan yang dilakukan selama umrah dan haji bernilai pahala dan mendapatkan tambahan nikmat iman di kota suci serta informasi tentang sejarah islam. Nabi bersabda: "Ibadah umrah ke ibadah umrah berikutnya adalah penggugur (dosa) di antara keduanya, dan haji yang mabrur tiada balasan (bagi pelakunya) melainkan surga". Dan di antara dalil yang menunjukkan keatamaan mempersering dan memperbanyak umrah adalah hadits Abdullah bin Masud radhiallahuanhu, bahwa Rasulullah Shallallahualaihi Wasallam bersabda:
Iringilah ibadah haji dengan (memperbanyak) ibadah umrah (berikutnya),
karena sesungguhnya keduanya dapat menghilangkan kefakiran dan dosa-dosa sebagaimana alat peniup besi panas menghilangkan karat pada besi, emas dan perak. Dan tidak ada (balasan) bagi (pelaku) haji yang mabrur melainkan surga [Hadits ini dikeluarkan oleh Imam at-Tirmidzi (810), dan an-Nasa-i (5/115), dan Ahmad (6/185); dari jalan Abu Khalid alAhmar, ia berkata: Aku mendengar Amr bin Qais, dari Ashim, dari Syaqiq, dari Abdullah bin Masud radhiallahuanhu secara marfu. Dan at-Tirmidzi mengatakan: Hadits hasan shahih gharib dari hadits Ibnu Masud . Hadits ini pada sanadnya terdapat Abu Khalid al-Ahmar, ia bernama Sulaiman bin Hayyan. Dan terdapat pula Ashim bin Abi an-Nujud. Hadits mereka berdua dikategorikan hadits hasan. Karena Abu Khalid al-Ahmar seorang yang shoduqun yukhthi (perawi yang banyak benarnya dan terkadang salah dalam haditsnya), sedangkan Ashim bin Abi an- Nujud adalah seorang yang shoduqun lahu awhaam (perawi yang banyak benarnya dan memiliki beberapa kekeliruan dalam haditsnya)].