Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA KEPALA DI RUANG

BEDAH F RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

A. Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala


Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya
elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.
Berat/ringannya cedera tergantung pada :
1. Lokasi yang terpengaruh :
Cedera kulit.
Cedera jaringan tulang.
Cedera jaringan otak.
2. Keadaan kepala saat terjadi benturan.
Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)
TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).
2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).
3. Volume LCS ( 75 - 150 ml).

Trauma kepala

Kulit Tulang kepala


Jaringan otak

Fraktur - Komusio
Fraktur linear. - Edema
Fraktur comnunited - Kontusio
Fraktur depressed - Hematom
Fraktur basis

TIK meningkat
Gangguan kesadaran
Gangguan tanda-tanda vital
Kelainan neurologis

B. Etiologi
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan.
C. Patofisiologi
Cidera Kepala

Cidera otak primer Cidera otak


sekunder

Kontosio
Laserasi Kerusakan sel otak Respon biologik

Sembuh Gangguan aliran darah otak TIK meningkat :


Edema
Hematom
Metabolisme anaerobik
Hipoximia

Respon biologik

Gejala :
1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.
2. Muntah proyektil.
3. Papil edema.
4. Kesadaran makin menurun.
5. Perubahan tipe kesadaran.
6. Tekanan darah menurun, bradikardia.
7. An isokor.
8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.
Trauma Kepala

Gangguan auto regulasi

TIK meningkat Aliran darah otak menurun

Edema otak Gangguan metabolisme


O2 menurun.
CO2 meningkat.
Asam laktat meningkat

Metabolik anaerobik

Tipe Trauma kepala :


1. Trauma kepala terbuka.
2. Trauma kepala tertutup.

Trauma kepala terbuka :


Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan
melukai :
Merobek duramater -----LCS merembes.
Saraf otak
Jaringan otak.

Gejala fraktur basis :


Battle sign.
Hemotympanum.
Periorbital echymosis.
Rhinorrhoe.
Orthorrhoe.
Brill hematom.

Trauma Kepala Tertutup :


1. Komosio
2. Kontosio.
3. Hematom epidural.
4. Hematom subdural.
5. Hematom intrakranial.

Komosio / gegar otak :


Cidera kepala ringan
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.
Tanpa kerusakan otak permanen.
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
Disorientasi sementara.
Tidak ada gejala sisa.
MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.
Tidak ada terapi khusus.
Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk ---
berdiri -- pulang.
Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.

Kontosio Cerebri / memar otak :


Ada memar otak.
Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.
Gejala :
- Gangguan kesadaran lebih lama.
- Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
- Gejala TIK meningkat.
- Amnesia retrograd lebih nyata.

Hematom Epidural :
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit -
beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi,
pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.

Hematom Subdural :
Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
Akut :
- Gejala 24 - 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.

Sub Akut :
- Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat ---
kesadaran menurun.

Kronis :
-Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
-Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
-Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.

Hematom Intrakranial :
Perdarahan intraserebral 25 cc atau lebih.
Selalu diikuti oleh kontosio.
Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi
mendadak.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.
Pengaruh Trauma Kepala :
Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler.
Sistem Metabolisme.

Sistem Pernapasan :
TIK meningkat

Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis

Peningkatan hambatan difusi O2 - Co2.

Edema paru Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah

Meningkatkan tek, hidrostatik


Kebocoran cairan kapiler

Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.


Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :
Chyne stokes.
Hiperventilasi.
Apneu.

Sistem Kardivaskuler :
Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek.
Vaskuler.
Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :
-Disritmia.
-Fibrilasi.
-Takikardia.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas
ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri ---
edema paru.

Sistem Metabolisme :
Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah
nitrogen.
Dalam keadaan stress fisiologis.

Trauma

ADH dilepas

Retensi Na dan air

Out put urine menurun


Konsentrasi elektrolit meningkat

Normal kembali setelah 1 - 2 hari.


Pada keadaan lain :

Fraktur Tengkorak Kerusakan hipofisis


Atau hipotalamus

Penurunan ADH Diabetes Mellitus

Ginjal

Ekskresi air Dehidrasi


Hilang nitrogen meningkat ------------ respon metabolik terhadap trauma.

Trauma

Tubuh perlu energi untuk perbaikan

Nutrisi berkurang

Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.

]
Pengaruh Pada G.I Tract. :
3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.

Lambung hiperacidi

Hipotalamus ------ hipofisis anterior

Adrenal

Steroid

Peningkatan sekresi asam lambung

Hiperacidi
Trauma

Stress Perdarahan lambung

Katekolamin meningkat.

Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem
persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin,
agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan,
hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.
2. Riwayat Kesehatan :
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan
penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah,
dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise,
luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung
dan telinga, dan adanya kejang.
Riwayat penyakit dahulu :
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun
penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga,
terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat
dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat
berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.
3. Pemeriksaan Fisik :
Aspek Neurologis :
Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi
orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai
tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan
didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.
Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus
rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan
ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian
sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar,
dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak
karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) :
memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus
II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan
gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan
Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang
pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat
mengikuti perintah, anisokor.
Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi.
Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas
unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial,
melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah
anterior lidah.
Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya
pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X
(Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita
akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping
(cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi
spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan
yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah
satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.
Aspek Kardiovaskuler :
Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan
intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian
takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu
dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut,
hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya
perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu
pengkajian dari kepalal hingga kaki.
Aspek sistem pernapasan :
Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu
cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas
ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus.
Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan
terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.
Aspek sistem eliminasi :
Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau
hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan
fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya
mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.

Glasgow Coma Scale :


I. Reaksi Membuka Mata.
4. Buka mata spontan.
3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.
2 2. Buka mata bila dirangsang nyeri.
1.Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.

II. Reaksi Berbicara


4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.
3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.
3 2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.
1. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.

III. Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai


6. Mengikuti perintah.
5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.
4 4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.
5 3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.
2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.
1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

4. Pengkajian Psikologis :
Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data
psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat
kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan
tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan
keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-
orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya
dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami
trauma kepala dan rasa aman.

5. Data spiritual :
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup
pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila
tidak ada penurunan kesadaran.

6. Pemeriksaan Diagnostik :
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis
adalah :
X-Ray tengkorak.
CT-Scan.
Angiografi.

7. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :


Obat-obatan :
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringanya trauma.
Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol.
Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18
jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit
maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8
jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada
hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric
tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
Pembedahan.
Prioritas Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran
darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).
2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan
kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.
3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan
adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan
produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.
5. Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhan nutrisi : Kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat
menurunnya kesadaran.
6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi
untuk tirah baring.
7. Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya
penangkapan sensoris.
8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya kuman melalui
jaringan atau kontinuitas yang rusak.
9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dengan kerusakan
jaringan otak dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.
10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan
ketidakpastian terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi
dan krisis.

Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan
perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status
neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau
tindakan pembedahan.
2. Monitor GCS dan mencatatnya.
R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan
menentukan lokasi dari lesi.
3. Memonitor tanda-tanda vital.
R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau
fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator
kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral.
Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan
tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari
multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia
merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.
4. Evaluasi pupil.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari
gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara
simpatik dan parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.
5. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.
R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek
penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan
merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya
injuri pada otak piramidal.
6. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme
dan O2 akan menunjang peningkatan ICP.
7. Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.
R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan
diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
8. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal.
Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage
pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.
9. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan
komulatif.
10. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung,
lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang
tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon
psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.
11. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan
dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.
12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau
memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan
secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.
13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara
paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.
Kolaborasi :
14. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan
tolenransi/indikasi.
R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral
dan edema/resiko terjadi ICP.
15. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.
R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral,
peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.
16. Berikan Oksigen.
R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan
volume darah dan menaikkan ICP.
17. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.
R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain
cells, dan mengurangi edema cerebral dan ICP.
18. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.
19. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.
R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif
pada ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.
20. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.
R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.
21. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang
diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.

Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. (1999). Penatalaksanaan Pada


Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang bedah.
Tidak dipublikasikan.

Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Bandung.

Makalah Kuliah Medikal bedah PSIK FK Unair Surabaya. Tidak Dipublikasikan

Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa
Aksara.

Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.

Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG.
ASUHAN KEPERAWATAN TN.M DENGAN CEDERA OTAK BERAT
DI RUANG BEDAH F
RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

1. PENGKAJIAN:
1.1 Identitas
Nama : Tn. Utomo.
Umur : 25 tahun.
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia.
Agama : Islam
Alamat : Lamongan.
No. Register : 678049
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
Tgl.MRS : 6 April 2002 jam: 02.30
Tgl. Pengkajian : 17 April 2002 jam: 18.00
Diagnosa Medik : Cedera Otak Berat.

1.2 Alasan dirawat : Tidak sadar setelah jatuh dari truk.

1.3 Keluhan Utama : Tidak bisa dikaji karena klien masih belum sadar, belum ada
kontak maupunrespon
1.4 Riwayat keperawatan
a. Riwayat penyakit dahulu
Menurut orang tuanya, klien belum pernah sakit dan belum pernah MRS
sebelumnya
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien post Trepanasi hari ke XI, terpasang canule trachea (Post
Tracheostomy)
1.5 Observasi dan pemeriksaan fisik:
a. Keadaan Umum
Keadaan Umum jelek, Kesadaran Coma, GCS 2 X 4.

b. Tanda-tanda Vital
Tekanan darah = 150/80 nnHg
Nadi = 120 x/menit
Suhu = 37,8 0C
RR = 30 x/menit.

c.Body System
B1 (Breathing/Pernapasan)
Klien bernafas melalui trachea, post tracheostomy. Bentuk/gerakan dada
simetris, tidak ada jejas pada daerah dada, wheezing (-), Ronchi , sering
batuk, produksi sputum banyak (2 3 menit sekali keluar sputum), RR 30
x/menit. Pada hidung terpasang NGT.
B2 (Bleeding/Kardiovaskuler/sirkulasi)
S1, S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus 120
x/menit, tekanan darah: 150/80 nnHg, suhu: 37,8 0C, terpasang infus RD 5%
1500 cc/24 jam, Manitol 4 X 100 cc/24 jam.
B3. (Brain/Persarafan/neurosensori)
Kesadaran coma, GCS: 2 X 4, sklera mata putih, conjunctiva merah muda,
pupil isokor, reaksi cahaya , Defisit persepsi sensori, klien tampak gelisah.
B4. (Bladder/Perkemihan Eliminasi uri)
Terpasang Dower kateter sejak tanggal 6 April 2002, produksi urine 1200 cc/24
jam warna kekuningan
B5. (Bowel/Pencernaan Eliminasi alvi
Nutrisi Enteral B1 per sonde 6 x 100 cc. Tidak ada jejas pada daerah abdomen,
bising usus (+), klien belum buang air besar sejak MRS.
B6. (Tulang otot integumen)
Pada kepala ada luka operasi tertutup hipafix, tidak tampak adanya perdarahan,
Kulit wajah tampak lecet-lecet, kelopak mata odem dan hematoma. Pergerakan
sendi kaku, Pada kulit daerah punggung lecet, kemerawan

1.6 Pemeriksaan Penunjang


CT Scan tanggal 6 April 2002:
Kesimpulan : di daerah temporoparietal kanan dengan mid line shiff sejauh 10
mm edema cerebri fractur temporal kiri.

Laboratorium tanggal 11 April 2002:


Blood Gas:
PH : 7,406
PCO2 : 33,1 mmHg
PO2 : 111,7 mmHg
HCO3 : 20,3 mmol/L
BE : -4,4 mmol/L
O2 Sat : 98,2%

Laboratorium tanggal 13 April 2002:


Hb : 8,4 gr/dl.
Kalium : 4,1 mcq/dl
Natrium : 1432 mcq/dl
Glukosa acak: 92

1.7 Terapi:
Infus RD 5% 1500 cc/24 jam Antrain 3 X 1 Amp
Manitol 4 X 100 cc/24 jam Voltarin 2 X 1 mg
Cefthriaxon 1 X 2 gr IV Dilantin 2 X 1 Amp
Phenitoin 3 X 1 amp IV Rantin 2 X 1 Amp

2. ANALISA DATA
DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH
DS: - Trauma kepala Gangguan perfusi jaringan
DO: cerebral
Klien tampak gelisah, fractur temporal kiri
Kesadaran me , GCS: 1 x 4,
CT Scan tanggal 6 April Odema otak
2002:
Kesimpulan : di daerah TIK
temporoparietal kanan
dengan mid line shiff sejauh Aliran darah ke otak
10 mm edema cerebri fractur
temporal kiri.
O2
DS: - TIK Gangguan pola napas
DO:
Wheezing (-), Ronchi (+), rangsangan simpatis
RR 30 x/menit Pada hidung
terpasang NGT terpasang tahanan vaskuler
canule trachea (Post
Tracheostomy) sistemik

terjadi pe tek. pada
sist. pemb. darah
pulmonal.

Pe tek.hidrostatik
kebocoran cairan
kapiler

Pe hambatan difusi
O2 - CO2

Hipoksemia
DS: - Trauma kepala Resiko nutrisi kurang dari
DO: kebutuhan tubuh
GCS: 2 X 4, terpasang sonde Stress
diiet enteral 6x100 cc, infus
RD5% 1500 cc/24 jam. Pe katekolamin

Pe sekresi asam
lambung

Mual, muntah

Asupan tidak adekuat
DS: -
DO:
Pada kepala ada luka operasi Trauma jaringan, kulit Resiko tinggi terhadap
tertutup hipafix, Trepanasi rusak, prosedur invasif. infeksi
hari ke XI. Terpasang canule
trachea (Post Tracheostomy).
Terpasang Dower kateter
sejak tanggal 6 April 2002.
Pada hidung terpasang NGT.
suhu: 37,8 0C
DS: - Trauma kepala Sindroma defisit
DO: perawatan diri
Kesadaran me , GCS: 2 x 4 edema cerebri
Terpasang dower katheter,
NGT. TIK

Aliran darah ke otak

O2

Penurunan kesadaran
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma;
edema cerebral
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera
pada pusat pernapasan otak).
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, kulit rusak,
prosedur invasif.
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang
tidak adekuat
5. Sindroma defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kesadaran

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


DP 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma;
edema cerebral.

Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.

Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Tingkat kesadaran membaik

INTERVENSI RASIONAL
Pantau /catat status neurologis Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial
secara teratur dan bandingkan peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
dengan nilai standar GCS. menentukan lokasi, perluasan dan
perkembangan kerusakan SSP.
Evaluasi keadaan pupil, ukuran, Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial
kesamaan antara kiri dan kanan, okulomotor (III) berguna untuk menentukan
reaksi terhadap cahaya. apakah batang otak masih baik. Ukuran/
kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara
persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang
terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh
frekuensi nafas, suhu. penurunan TD diastolik (nadi yang membesar)
merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK,
jika diikuti oleh penurunan kesadaran.
Hipovolemia/hipertensi dapat mengakibatkan
kerusakan/iskhemia cerebral. Demam dapat
mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan
konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam
dan menggigil) yang selanjutnya menyebabkan
peningkatan TIK.
Pantau intake dan out put, turgor Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total
kulit dan membran mukosa. tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.
Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan
diabetes insipidus. Gangguan ini dapat
mengarahkan pada masalah hipotermia atau
pelebaran pembuluh darah yang akhirnya akan
berpengaruh negatif terhadap tekanan serebral.
Turunkan stimulasi eksternal dan Memberikan efek ketenangan, menurunkan
berikan kenyamanan, seperti reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan
lingkungan yang tenang. istirahat untuk mempertahankan atau
menurunkan TIK.
Bantu pasien untuk Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan
menghindari /membatasi batuk, intrathorak dan intraabdomen yang dapat
muntah, mengejan. meningkatkan TIK.

Tinggikan kepala pasien 15-45 Meningkatkan aliran balik vena dari kepala
derajad. sehingga akan mengurangi kongesti dan
oedema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.
Batasi pemberian cairan sesuai Pembatasan cairan diperlukan untuk
indikasi. menurunkan edema serebral, meminimalkan
fluktuasi aliran vaskuler TD dan TIK.
Berikan oksigen tambahan sesuai Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat
indikasi. meningkatkan vasodilatasi dan volume darah
serebral yang meningkatkan TIK.
Berikan obat:
Infus RD 5% 1500 cc/24 jam
Antrain 3 X 1 Amp
Manitol 4 X 100 cc/24 jam Manitol digunakan untuk menurunkan air dari
Voltarin 2 X 1 mg sel otak, menurunkan edema otak dan TIK.
Dilantin 2 X 1 Amp Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif
Phenitoin 3 X 1 amp IV digunakan untuk mengendalikan kegelisahan,
Rantin 2 X 1 Amp agitasi.

DP 2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera


pada pusat pernapasan otak).
Tujuan:
Mempertahankan pola pernapasan efektif
Kriteria evaluasi:
Tidak ada sianosis, Blood Gas dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL
Pantau frekuensi, irama, Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi
kedalaman pernapasan setiap 1 pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya
jam. Catat ketidakteraturan keterlibatan otak.
pernapasan.
Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak
adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan
penyebaran udara yang tidak adekuat.

Siapkan ambu bag tetap berada Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila
didekat pasien ada gangguan pada ventilator.

Lakukan penghisapan dengan Penghisapan pada trakhea dapat menyebabkan atau


ekstra hati-hati, jangan lebih meningkatkan hipoksia yang menimbulkan
dari 10-15 detik. Catat vasokonstriksi yang pada akhirnya akan
karakter, warna dan kekeruhan berpengaruh cukup besar pada perfusi jaringan.
dari sekret.
Lakukan fisioterapi dada . Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien
dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan
ini seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi
untuk memobilisasi dan membersihkan jalan napas
dan menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru
lainnya.
Auskultasi suara napas, Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru
perhatikan daerah hipoventilasi seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan
dan adanya suara tambahan napas yang membahayakan oksigenasi cerebral
yang tidak normal misal: dan/atau menandakan terjadinya infeksi paru.
ronkhi, wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah,
tekanan oksimetri Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan
asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Lakukan ronsen thoraks ulang.
Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-
tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi
atau bronkopneumoni.

DP 3:
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, kulit rusak,
prosedur invasif.
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria evaluasi:
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
INTERVENSI RASIONAL
Berikan perawatan aseptik dan Cara pertama untuk menghindari
antiseptik, pertahankan tehnik cuci terjadinya infeksi nosokomial.
tangan yang baik.
Observasi daerah kulit yang mengalami Deteksi dini perkembangan infeksi
kerusakan, daerah yang terpasang alat memungkinkan untuk melakukan
invasi, catat karakteristik dari drainase tindakan dengan segera dan pencegahan
dan adanya inflamasi. terhadap komplikasi selanjutnya.

Pantau suhu tubuh secara teratur, catat Dapat mengindikasikan perkembangan


adanya demam, menggigil, diaforesis. sepsis yang selanjutnya memerlukan
evaluasi atau tindakan dengan segera.
Berikan antibiotik sesuai program dokter. Terapi profilatik dapat digunakan pada
Cefthriaxon 1 X 2 gr IV pasien yang mengalami trauma, atau
setelah dilakukan pembedahan untuk
menurunkan resiko terjadinya infeksi.

TINDAKAN KEPERAWATAN
TANG DIAGN TINDAKAN KEPERAWATAN
GAL OSA
17/4/02 1 - Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-
tanda vital setiap 1 jam, GCS: 2 X 4, pupil: isokor reaksi
cahaya +/+, TD 150/80, nadi 120 x/menit, RR: 30x/menit,
suhu 37,8 0C.
- Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30
derajad.
- Memberian cairan infus RD5% 20 tetes/menit.
- Memberikan obat:
Manitol 4 x 100 cc/drip ( jam 09.00 15.00 - 21.00
03.00)
Ceftriaxon 1 x 2 gr iv (jam 09.00)
Dilantin 2 X 1 Amp (jam 09.00 21.00)
Rantin 2 X 1 Amp (jam 09.00 21.00)
Voltarin 2 X 1 mg (jam 09.00 21.00)
2
Antrain 3 X 1 Amp iv ( jam 09.00 17.00
01.00)
Phenitoin 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 17.00 01.00)

- Melakukan fisioterapi napas dan melakukan penghisapan


3 sekret setiap 3 jam (jam 08.00 11.00 14.00 17.00
20.00 23.00 02.00 05.00) , mencatat karakter warna
lendir putih kental.
- .Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.

- Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,


daerah yang terpasang alat invasi (infus, NGT, catheter),
infus tidak ada plebitis, cateter terfiksasi baik, warna
urine kuning jernih. Kulit kering tidak tampak tanda
inflamasi.
- Melakukan perawatan luka secara aseptik.
18/4/02 1 - Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-
tanda vital setiap 3 jam, GCS: 2 x 4, pupil: isokor reaksi
cahaya +/+, TD 150/80, nadi 120 x/menit, RR:
20x/menit, suhu: 37,80C.
- Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30
derajad.
- Memberikan cairan infus RD5% 20 tetes/menit.
- Memberikan obat:
Manitol 4 x 100 cc/drip ( jam 09.00 15.00 - 21.00
03.00)
Ceftriaxon 1 x 2 gr iv (jam 09.00)
Dilantin 2 X 1 Amp (jam 09.00 21.00)
Rantin 2 X 1 Amp (jam 09.00 21.00)
Voltarin 2 X 1 mg (jam 09.00 21.00)
Antrain 3 X 1 Amp iv ( jam 09.00 17.00 01.00)
Phenitoin 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 17.00 01.00)
2
- Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan
melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00
11.00 14.00 17.00 20.00 23.00 02.00 05.00) ,
mencatat karakter warna lendir putih kental.
Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
3
- Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),
drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis,
cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit
kering tidak tampak tanda inflamasi.
- Melakukan perawatan luka secara aseptik.
17/4/02 1 - Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tanda-
tanda vital setiap 3 jam, GCS: 2 x 4, pupil: isokor reaksi
cahaya +/+, TD 150/90, nadi 74 , RR: 20x/menit, suhu:
37,5C.
- Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
- Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30
derajad.
- Memberikan cairan infus: 20 tetes/menit
- Memberikan obat:
Manitol 4 x 100 cc/drip ( jam 09.00 15.00 - 21.00
03.00)
Ceftriaxon 1 x 2 gr iv (jam 09.00)
Dilantin 2 X 1 Amp (jam 09.00 21.00)
Rantin 2 X 1 Amp (jam 09.00 21.00)
Voltarin2 X 1 mg (jam 09.00 21.00)
Antrain 3 X 1 Amp iv ( jam 09.00 17.00 01.00)
Phenitoin 3 x 1 amp iv ( jam 09.00 17.00 01.00)
2
- Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan
melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00
11.00 14.00 17.00 20.00 23.00 02.00 05.00) ,
mencatat karakter warna lendir putih kental.
Mendengarkan suara napas: ronkhi -/-, wheezing -/-.
- Klien terpasang trakheostomi
3
- Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, NGT, catheter),
infus plebitis diganti lokasi, cateter terfiksasi baik, warna
urine kuning jernih.
- Melakukan perawatan luka secara aseptik. Luka dikepala
merembes cairan warna merah.
EVALUASI
TGL DIAGNOSA EVALUASI
17/4/2002 1. Perubahan S: -
perfusi jaringan O:
serebral Klien masih tampak gelisah, GCS: 2 x 4 pupil
berhubungan isokor reaksi cahaya +/+
dengan hemoragi/ TTV stabil TD berkisar antara 120/80 -
hematoma; edema 140/100, nadi: 110 - 120 x/menit, RR: 20 30
cerebral. x/menit, suhu : 36,6 37,8 C.
A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan
18/4/2002 2. Pola napas tidak S: -
efektif O:
berhubungan TTV stabil TD berkisar antara 120/80 -
dengan kerusakan 150/100, nadi: 100 - 120 x/menit, RR: 20 30
neurovaskuler x/menit. klien napas spontan, tidak tampak
(cedera pada pusat sianosis.
pernapasan otak). Hasil Blood Gas Blood Gas:
PH : 7,406
PCO2 : 33,1 mmHg
PO2 : 111,7 mmHg
HCO3 : 20,3 mmol/L
BE : -4,4 mmol/L
O2 Sat : 98,2%
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana keperawatan dilanjutkan.
17/4/2002 3. Resiko tinggi S:
terhadap infeksi O:
berhubungan TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -
dengan trauma 150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 22
jaringan, kulit x/menit. suhu : 36,8 37,5 C.
rusak, prosedur Hasil lab:
invasif. Hb : 8,4 gr/dl.
Kalium : 4,1 mcq/dl
Natrium : 1432 mcq/dl
Glukosa acak: 92
Cairan drain kepala warna merah, luka dikaki
merembes cairan (serum) warna kemerahan.
A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan
18/4/2002 Perubahan perfusi S: -
jaringan serebral O:
berhubungan GCS: 2 x 4 pupil isokor reaksi cahaya +/+
dengan hemoragi/ TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -
hematoma; edema 150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 22
cerebral. x/menit, suhu : 36,6 37,5 C.
A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan
19/4/2002 Pola napas tidak S: -
efektif O:
berhubungan TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -
dengan kerusakan 150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 22
neurovaskuler x/menit. Napas spontan, tidak tampak sianosis.
(cedera pada pusat Klien dipasang tracheostomi
pernapasan otak). A: Masalah belum teratasi
P: Rencana keperawatan no 1, 3, 4, 5, 6, 7
dilanjutkan,
19/4/2002 Resiko tinggi S: -
terhadap infeksi O:
b.d trauma TTV stabil TD berkisar antara 140/80 -
jaringan, kulit 150/100, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 22
rusak, prosedur x/menit.
invasif. Klien dipasang tracheostomi
Influs plebitis
A: Masalah belum teratasi
P: Rencana keperawatan dilanjutkan

Catatan:

Anda mungkin juga menyukai