ABSTRAK
Pada daerah pantai dengan kondisi tanah berupa tanah endapan sangat sulit untuk mencapai tanah keras
sehingga dibutuhkan banyak tiang, Pile cap dengan sifat fleksibel memberikan kesempatan tanah dibawah pile cap
untuk memikul sebagian beban pile cap sehingga beban untuk tiang pancang tidak terlalu besar. Perencanaan pile
cap dapat dihitung dengan teori balok pada pondasi elastis (Beam on Elastic Fondation, BoEF)(Hetenyi,1974).
Dimana, pile cap dianggap sebagai sebuah balok lentur yang didukung oleh tiang pancang dan tanah dasar sebagai
dasar pondasinya. Untuk menghitung lendutan dan gaya-gaya dalam yang terjadi pada pile cap dibutuhkan modulus
reaksi tanah dasar (k) yang nilainya dipengaruhi oleh jarak antar tiang pancang. Jarak antar tiang diambil 3D; 3,5D;
4D; 4,5D; dan 5D. Dari hasil analisa dan perhitungan yang telah dilakukan, pile cap dengan jarak tiang pancang 3D
cenderung bersifat kaku dimana defleksi pelat sangat kecil namun beban aksial tiang pancang cukup besar
dibandingkan dengan 5D. Beban aksial kolom yang dapat ditingkatkan adalah sebesar 11% sampai dengan 18%
untuk jarak tiang antara 3D sampai 5D.
Kata kunci : pile cap, BoEF, tiang pancang.
ABSTRACT
In coastal areas with alluvial soils form is very difficult to reach the ground so hard that it takes a lot of
piles, Pile cap with flexible properties allow the soil under the pile cap to shoulder part of the burden so that the
pile cap load for piles is not too big. Planning pile cap can be calculated with the theory of beams on elastic
foundation (Hetenyi, 1974). Where, pile cap is considered as a flexible beam supported by a pile foundation and soil
as a base foundation. To calculate the deflections and forces that occur in the pile cap required modulus of
subgrade reaction (k) whose value is affected by the distance between the stake. The distance between the piles is
taken 3D; 3.5 D; 4D, 4.5 D, and 5D. From the analysis and calculation was done, pile cap with 3D pile spacing
tends to be rigid where the deflection of the plate is very small but the pile axial load is quite large compared to the
5D. Column axial load that can be improved is by 11% to 18% for pole spacing between 3D to 5D.
Keywords: pile cap, Boef, pile.
1. PENDAHULUAN
Pile cap merupakan salah satu elemen penting dari suatu struktur karena memiliki peranan penting dalam
pendistribusian beban struktur ke tiang pancang untuk kemudian diteruskan ke dalam tanah. Pile cap digunakan
sebagai pondasi untuk mengikat tiang pancang yang sudah tertanam dengan struktur yang berada di atasnya. Pada
umumnya para geotechnical dan structure engineer mendesain pondasi dalam (deep foundation) sama sekali tidak
memperhitungkan kontribusi pile cap. Padahal sering sekali dimensi pile cap cukup besar dan tebal. RL Mowka
(Hicks Tyler, 2002) meneliti bahwa untuk gaya lateral bahkan sering sekali lebih besar gaya yang dipikul pile cap
dibanding dengan tiang. Begitu juga dengan gaya aksial tekan. Dengan memperhitungkan distribusi pile cap maka
kita akan mendapatkan desain group tiang yang lebih ekonomis. Oleh karena itu, penting sekali para engineer
memahami perilaku pile cap agar mampu memperhitungkan kontribusi pile cap dalam memperhitungkan daya
dukung group tiang baik terhadap gaya lateral maupun gaya aksial.
Pada dasarnya perilaku pile cap hampir sama dengan balok tinggi. Hal ini dikarenakakan pile cap memikul
beban geser yang sangat besar yang hampir sama dengan perilaku balok tinggi yang juga memikul beban geser yang
besar. Namun pada pile cap perbandingan antara lebar dan tinggi membuat perbedaan kedua struktur ini berbeda
dalam perencanaannya. Karena geometrinya inilah maka pile cap ini lebih berperilaku dua dimensi bukan satu
dimensi dan mengalami keadaan tegangan dua dimensi. Sebagai akibatnya, bidang datar sebelum melentur tidak
harus tetap datar setelah melentur. Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang diabaikan pada
balok biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan deformasi lentur murni. Sebagai akibatnya,
balok tegangan menjadi nonlinier meskipun masih pada taraf elastis.
Pondasi tiang mengapung merupakan jenis pondasi tiang yang sering digunakan pada lapisan tanah lunak,
ujung tiang tidak menyentuh lapisan tanah keras, sehingga kapasitas dukung pondasi hanya terdapat pada tahanan
dinding tiang. Pondasi mengapung sangat bergantung pada koefisien friksi, diameter dan panjangnya tiang yang
merupakan sifat fisik dari pondasi tiang yang digunakan.
2. METODOLOGI
Pelat penutup (pile cap) yang mengikat pondasi tiang diasumsikan sebagai balok. Analisis lendutan balok
pada pondasi elastis (beam on elastic foundation) dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa gaya reaksi pada setiap
titik akan sebanding dengan defleksi pada titik tersebut yang dikembangkan oleh Winkler, 1867 (Hetenyi, 1974).
x
B p = k.y
Gambar 1. Balok mendukung beban vertical di atas tumpua
y
Dari gambar 1. diatas dapat dilihat bahwa akibat beban P balok akan terdefleksi, menghasilkan gaya reaksi
yang terdistribusi secara menerus pada media pendukungnya. Besarnya p pada setiap titik sebanding dengan defleksi
balok y pada titik tersebut, sehingga p = k y. Nilai kekakuan (k) dapat dihitung dengan rumus berikut. (Boules,
Josep. E, 1988)
0.108
0.95E s B E s
4
k 2 (1)
(1 s ) (1 s ) EI
2
Gaya reaksi diasumsikan bekerja vertikal dan berlawanan dengan defleksi balok. Pada saat defleksi kearah
bawah (positif) akan terjadi tekanan pada media pendukung, sebaliknya bila defleksi negatif akan terjadi tarikan
pada media pendukung, di sini diasumsikan bahwa media pendukung dapat menahan tarikan. Sehingga asumsi p = k
y mengimplikasikan bahwa media pendukung bersifat elastis, berlaku hukum Hooke. Elastisitas media pendukung
dapat dirumuskan sebagai gaya yang terdistribusi persatuan luas akan menyebabkan defleksi yang besarnya satu
satuan.
Balok yang ditinjau mempunyai penampang melintang yang sama, dengan lebar yang didukung fondasi B,
sehingga defleksi pada balok ini akan menyebabkan reaksi sebesar Bkv pada pondasi, akibatnya pada titik
defleksi = y akan menimbulkan reaksi (perunit panjang balok) sebesar p = Bkvy, untuk menyingkat cukup ditulis
p = ky dengan k yang sudah memperhitungkan lebar dari balok. Konstanta media pendukung, ko disebut koefisien
reaksi fondasi (Hetenyi, 1974).
Pada saat balok berdefleksi, kemungkinan selain reaksi arah vertikal bisa juga terjadi raeksi arah horisontal
(friksi) pada sepanjang permukaan balok yang menempel pada tanah. Pada analisis, pengaruh gaya horisontal
tersebut diabaikan karena kontribusinya kecil.
Daya dukung yang diterima oleh masing-masing tiang pancang dihitung berdasarkan kapasitas kuat geser
tanah dan data SPT berdasarkan rumus Mayerhof. Kapasitas daya dukung tanah dihitung dengan memperhatikan
jenis tanahnya apakah tanah kohesif atau nonkohesif. Kemudian kedua data kuat geser tanah dan SPT tersebut
dicari rata-ratanya (Braja. M. Das, 1999).
Kemudian untuk penurunan tiang dianggap bahwa tiang tidak mengalami penurunan akibat konsolidasi
hanya terjadi penurunan akibat elastisitas saja dengan menggunakan rumus S=Ss+Sp+Sps. Hal ini dianggap karena
penurunan akibat konsolidasi pada pondasi dalam terjadi dalam waktu yang sangat lama dan besarannya sangat kecil
(H. G. Paulos, H. E. Davis, 1980).
Hetenyi dalam bukunya Beam on Elastic Foundation mengemukakan pelat dengan panjang tak hingga yang
dipikul oleh pondasi elastis dengan nilai kekakuan k akan mengalami penurunan (defleksi) bila dibebani dimana
nilainya mengikuti persamaan garis trigonometri. Persamaan umum garis defleksi untuk balok prismatik lurus pada
fondasi elastis yang diberikan beban lentur transversal adalah,
ye
x (C cos x C sin x) e x (C cos x sin x)
1 2 3 4 (2)
Gambar 2. Balok panjang tak terhingga dibebani beban terpusat dan momen titik
(Hetenyi, 1974)
Balok dengan panjang tak terhingga (infinite beam) adalah balok dengan pengaruh beban pada salah satu
ujung sudah tidak berpengaruh pada ujung lainnya, dapat diasumsikan bahwa kedua ujung terletak berjauhan
(infinite beam).
Untuk kondisi pelat dengan pembebanan yang terpusat P seperti terlihat pada gambar 2 persamaan lendutan
(y) balok, rotasi (), momen (M) dan gaya lintang (Q) dengan kondisi panjang pelat yang tak terhingga dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
P
y Ax (3a)
2k
2
dy P
B x (3b)
dx k
2
d y P
EI M C (3c)
dx
2 4 x
3
d y P
EI Q D x (3d)
3 2
dx
Untuk kondisi pelat dengan pembebanan momen yang terpusat M 0 seperti terlihat pada gambar 2
persamaan lendutan (y) balok, rotasi (), momen (M) dan gaya lintang (Q) dengan kondisi panjang pelat yang tak
terhingga dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
2
M o
y B x (4a)
k
3
M o
C x (4b)
k
Mo
M D x (4c)
2
M o
Q A x (4d)
2
Untuk balok yang terbebani secara merata dapat dibagi dalam 3 kondisi titik tinjauan yang akan dihitung
reaksinya. Kondisi tersebut antara lain titik tinjauan C berada dibawah beban merata, titik tinjauan C berada dikiri
beban merata, dan titik tnjauan C berada di kanan beban merata. Kondisi tersebut seperti ditunjukkan pada gambar
3.12 berikut ini.
x dx q
a)
a b
A C B
x dx q
b)
a b
C A B
q dx x
c)
a b
A B C
Gambar 3. Titik tinjau gaya dalam pada balok panjang tak terhingga dengan beban merata (Hetenyi, 1974)
Untuk kondisi pelat dengan pembebanan merata dengan titik tinjauan berada dibawah beban merata q
seperti terlihat pada gambar 3(a) persamaan lendutan (y) balok, rotasi (), momen (M) dan gaya lintang (Q) dengan
kondisi panjang pelat yang tak terhingga dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
yc
2k
q
2 Da Db (5a)
c
q
2k
Aa Ab (5b)
Mc
q
B Bb
2 a
(5c)
4
Qc
q
4
Ca Cb (5d)
Untuk kondisi pelat dengan pembebanan merata dengan titik tinjauan berada di kiri beban merata q seperti
terlihat pada gambar 3(b) persamaan lendutan (y) balok, rotasi (), momen (M) dan gaya lintang (Q) dengan kondisi
panjang pelat yang tak terhingga dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
yc
q
2k
Da Db (6a)
c
q
2k
Aa Ab (6b)
Mc
q
B B b
2 a
(6c)
4
Qc
q
4
Ca Cb (6d)
Untuk kondisi pelat dengan pembebanan merata dengan titik tinjauan berada di kanan beban merata q
seperti terlihat pada gambar 3(c) persamaan lendutan (y) balok, rotasi (), momen (M) dan gaya lintang (Q) dengan
kondisi panjang pelat yang tak terhingga dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
yc
q
2k
Da Db (7a)
c
q
2k
Aa Ab (7b)
Mc
q
B B b
2 a
(7c)
4
Qc
q
4
Ca Cb (7d)
Balok dengan panjang terhingga adalah balok yang memiliki nilai batas pada gaya-gaya dalamnya. Untuk
pile cap berlaku sifat balok dengan panjang terhingga (finite beam). Sehingga nilai momen dan geser di kedua ujung
pil cap adalah nol (0) akibat beban yang bekerja pada salah satu ujung akan mempengaruhi ujung yang lainnya
(Destika, 2005).
MA MB
P
q
QA QB
A l B
POA P POB
MOA q MOB
A l B
P
q
A B
l
Pada balok dengan panjang terhingga, harus memenuhi persamaan diferensial garis elastic dan kondisi
ujungnya (boundary condition). Persamaan untuk menentukan lendutan pada balok dengan panjang terhingga
diturunkan dari persamaan lendutan dengan panjang tak terhingga dengan mengkondisikan pelat dengan panjang
terhingga seperti pelat dengan panjang tak terhingga yaitu dengan memberikan gaya (P OA dan POB) dan momen
(MOA dan MOB) pada ujung pelat, agar pengaruh momen dan gaya lintang pada ujung pelat dengan panjang
terhingga seperti pelat dengan panjang tak terhingga. Ilustrasi pemberian gaya dan momen ujung pada balok tak
terhingga untuk menjadikan balok terhingga seperti pada Gambar 4.
Persamaanpersamaan yang digunakan adalah,
POA POB M OA M OB
MA C Dl 0 (8a)
4 4 l 2 2
POA POB M OA M OB
QA D l Al 0 (8b)
2 2 2 2
POA POB M OA M OB
MB C l Dl 0 (8c)
4 4 2 2
POA POB M OA M OB
QB D l Al 0 (8d)
2 2 2 2
x P
A B
a b
l
Gambar 5. Balok terhingga yang dibebani beban titik pada jarak tertentu
Pada pelat panjang terhingga dengan kondisi beban tertentu, Hetenyi memberikan penyelesaian umum
(general solution), seperti beban titik yang terletak pada jarak tertentu pada balok untuk menentukan lendutan, gaya
lintang, momen, dan rotasi, (Gambar 3.13) yaitu :
sinh l cos a cosh b
2 cosh x cos x
sin l cosh a cos b
P
cosh x sin x sinh x cos x
1
y (9a)
2 2
k sinh l sin l
sinh l sin a cosh b cos a sin b
sin l sinh a cos b cosh a sin b
cosh x cos x
2 sinh (sin a cosh b cos a sinh b)
2 P 1
sin l (sinh a cos b cosh a sin b) (9b)
k sinh 2 l sin 2 l
cosh x sin x sinh x cos x
sinh l cos a cosh b sin l cosh a cos b
Hasil dari perhitungan gaya dalam dengan menggunakan rumus diatas kemudian diperhitungkan sebagai
gaya yang bekerja di dalam pile cap dan digunakan untuk mendisain struktur pile cap dan perencanaan penulangan
lentur dan geser. Perencanaan dilakukan dengan menggunakan SK SNI T-15-1991-03 atau peraturan perencanaan
struktur bangunan beton bertulang penggantinya atau peraturan lainnya (Istimawan, 1994).
Pemodelan pil cap dan tiang pancang dibuat seperti sebuah balok yang diletakkan pada dua tumpuan
dengan bantuan pegas-pegas dibawah pile cap dimana tiang pancang sebagai kedua tumpuan (Canonika, 1991).
Gambar 7. Reaksi beban efektif tiang yang diperhitungkan sebagai beban geser pada daerah kritis
Soil Layer
Layer 1 : Lempung berpasir plastisitas sedang
Layer 2 : Pasir halus plastisitas sangat rendah
Layer 3 : Pasir berlempung plastisitas rendah
Layer 4 : Pasir tidak plastis
Layer 5 : Pasir berlempung plastisitas rendah
Layer 6 : Lempung plastisitas tinggi
Layer 7 : Lempung organik plastisitas rendah
Layer 8 : Pasir halus plastisitas rendah
Layer 9 : Pasir berempung plastisitas rendah
Dept Soil N- Cu w
(m) layer SPT (kN/m2) (kN/m3)
0.0 1 0 0 1.0 0 0
3.0 1 4 26.67 0.96 15,83 4,782
6.0 1 3 20 1.0 15,83 4,782
9.0 1 6 40 0.67 15,83 4,782
12.0 2 12 - - 19,025 20,816
15.0 2 30 - - 19,025 20,816
18.0 2 27 - - 19,025 20,816
21.0 2 42 - - 19,025 20,816
24.0 3 33 - - 18,9 24,513
27.0 4 34 - - 19,3 25,594
30.0 5 14 93.33 0.5 16,6 10,121
33.0 6 11 73.33 0.5 16,5 11,948
36.0 6 15 100 0.5 16,5 11,948
39.0 7 50 333.33 0.5 15,6 10,665
42.0 8 50 - - 19,8 32,227
45.0 8 50 - - 19,8 32,227
48.0 8 50 - - 19,8 32,227
51.0 8 50 - - 19,8 32,227
54.0 8 41 - - 19,8 32,227
57.0 9 35 - - 17,25 25,082
60.0 9 36 - - 17,25 25,082
Penyelesaian:
0 0 0 0 0, 0 0 0 0
Tabel 1. Kapasitas daya dukung yang dipikul tanah dibawah pile cap untuk masing-masing susunan tiang pancang
Total beban Daya
Kekakuan tanah Penurunan
Jarak antar yang dipikul Lebar dukung Beban yang
dibawah pile rata-rata Daya
tiang oleh kelompok pile tanah bekerja pada
cap dibawah dukung total
pancang tiang akibat cap dibawah pile pile cap
(k) pile cap
pembebanan cap
3 7006,44 kN 3m 4641,23 kN/m2 0,05807 m 808,55 kN 7814,99 kN 7815 kN
2
3,5 6968,08 kN 3,3 m 4753,15 kN/m 0,05822 m 913,20 kN 7881,28 kN 7881,15 kN
4 6932,44 kN 3,6 m 4857,67 kN/m2 0,05836 m 1020,58 kN 7953,02 kN 7953,6 kN
2
4,5 6899,24 kN 3,9 m 4955,86 kN/m 0,05857 m 1132,03 kN 8031,27 kN 8032,35 kN
2
5 6868,24 kN 4,2 m 5048,53 kN/m 0,05882 m 1241,91 kN 8110,15 kN 8060 kN
Tabel 2. Persentase kenaikan beban untuk masing-masing susunan tiang pancang
Total beban yang Beban yang
Jarak antar Kemampuan
dipikul oleh dapat di Persentase
tiang kelompok tiang FS
kelompok tiang tambahkan pada kenaikan
pancang pancang
pancang sebelum kolom
3 14647,940 kN 1,874 7006,44 kN 810,00 kN 11,56%
3,5 15163,844 kN 1,924 6968,08 kN 913,34 kN 13,11%
4 15550,772 kN 1,955 6932,44 kN 1021,92 kN 14,61%
4,5 15863,996 kN 1,975 6899,24 kN 1133,18 kN 16,42%
5 16103,524 kN 1,998 6868,24 kN 1191,60 kN 17,35%
Tabel 3. Volume beton dan jumlah tulangan pada pile cap untuk masing-masing susunan tiang pancang
Jumlah Jumlah
Jarak antar tiang Volume
tulangan tulangan
pancang beton
lentur geser
3 9 m3 32 D-32 28 D-22
3,5 10,89 m3 38 D-32 32 D-22
3
4 12,96 m 44 D-32 36 D-22
4,5 15,21 m3 50 D-32 40 D-22
5 17,64 m3 56 D-32 44 D-22