Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PRAKTIKUM KEPERAWATAN GERONTIK

RESIKO JATUH DAN KESEIMBANGAN TUBUH

DISUSUN OLEH :

1. M FATURRAHMAN
2. MARISTA FIANA
3. MEILITA WIDIA FIKASARI
4. MERLIN SELVIANA
5. MIA LISTYANINGRUM
6. MIFTAH SOPIANA
7. NIKEN SARI
8. NINA HERMAYANI
9. NISHAUL FAUZIYAH

INTENSIVE CARE UNIT

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

YOGYAKARTA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kemajuan yang terjadi dalam bidang kesehatan, meningkatnya kondisi sosial dan
perekonomian masyarakat, semakin meningkatknya wawasan masyarakat yang
bersamaan dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat akan meningkatkan harapan
hidup masyarakat sehingga akan menyebabkan jumlah penduduk pada lanjut usia setiap
tahun semakin meningkat. Jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia berdasarkan
sumber BPS tahun 2007 sebanyak 18, 96 juta jiwa dan akan bertambah menjadi
20.547.541 jiwa sehingga akan terjadi peningkatan sekitar delapan persen dari jumlah
semua penduduk Indonesia. Diperkirakan bahwa tahun 2025, jumlah lansia akan
memenuhi kapasitas yaitu sekitar 40 jutaan. Terlebih pada tahun 2050 jumlah lansia di
Indonesia telah diprediksi sampai 71,6 jutajiwa di Indonesia (Supratiwi, 2012).
Lanjut usia yaitu tahap akhir dari suatu proses penuaan dimana individu telah
mencapai kemasakan dalam kehidupan dari orang yang sudah melewati umur lebih dari
60 tahun (Maryam dkk, 2008). Pada seorang lanjut usia akan membawa perubahan yang
meyeluruh pada fisiknya yang berkaitan dengan menurunnya kemampuan jaringan
tubuh terutama pada fungsi fisiologi dalam sistem muskuloskeletal dan sistem
neurologis (Padila, 2013). Perubahan morfologis yang terjadi pada sistem
muskuloskeletal dapat mengakibatkan perubahan fungsional otot yaitu terjadinya
penurunan kekuatan otot, kontraksi otot, daya tahan otot dan tulang, elastisitas dan
fleksibilitas otot sehingga menyebabkan keterbatasan gerak pada tubuh (Nitz, 2004).
Perubahan-perubahan yang dialami oleh lanjut usia akan berdampak pada penurunan
kekuatan genggaman tangan 5-15%, kekuatan kaki 20-40%, dan kehilangan kekuatan
otot diperkirakan sebesar 1-3% per tahun (Mauk, 2010).
Penurunan sistem neurologis mengakibatkan perubahan central processing dan
penurunan respon tubuh otomatis (Mauk, 2010). Hal itu dapat mempengaruhi
terjadinya penurunan keseimbangan pada lanjut usia. Keseimbangan adalah
kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi dan equilibrium baik statis maupun
dimanis ketika ditempatkan dalam posisi tegak maupun dalam berbagai posisi (Delito,
2003).
Pada lansia biasanya tidak menyadari bahwa fungsi keseimbangan tubuhnya
mulai menurun, hal ini sering berakibat jatuh (Setiabudhi, 2013). Kemampuan
keseimbangan tubuh baik saat diam maupun bergerak akan mengalami penurunan
seiring dengan terjadinya proses penuaan dan makin bertambahnya usia (Avers, 2007).
Dengan semakin meningkatnya usia pada seseorang sejalan dengan terjadinya proses
menjadi tua, dapat mengakibatkan menurunnya reseptor propioseptive di kaki,
peningkatan goyangan postural, penurunan sensasi getaran pada bagian distal
ekstremitas bawah, penurunan kekuatan dan mengalami gangguan sensoris seperti
sistem visual dan sistem vestibular (Goldstein, 1999). Penurunan fungsi tersebut
mengakibatkan kurang stabilnya tubuh pada lansia. Berkurangnya kemampuan untuk
mempertahankan stabilitas dan keseimbangan tubuh pada lansia dapat mengakibatkan
peningkatan resiko jatuh yang lebih tinggi (Howe, et al., 2008).
Jatuh merupakan masalah fisik yang sering dialami oleh lansia. Banyak faktor
yang mempengaruhi kejadian jatuh, misalnya faktor intrinsik seperti gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, langkah yangnpendek, kekakuan sendi,
kaki tidak menapak dengan kuat, dan kelambanan dalam bergerak, serta faktor
ekstrinsik seperti lantai yang tidak rata dan penglihatan yang kurang karena cahaya
kurang terang. Faktor-faktor tersebut akibat terjadinya ketidakseimbangan tubuh
terutama pada saat posisi saat bergerak yang memperbesar resiko jatuh pada lansia
(Nugroho, 2008).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang
melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat
yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2004).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi berada
di permukaan tanah tanpa disengaja. Dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan keras,
kehilangan kesadaran, atau kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab yang spesifik
yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar mengalami
jatuh (Stanley, 2006).
Risiko jatuh (risk for fall) merupakan diagnosa keperawatan berdasarkan North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA), yang didefinisikan sebagai peningkatan
kemungkinan terjadinya jatuh yang dapat menyebabkan cedera fisik (Wilkinson, 2005).
Jatuh merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak sengaja tergeletak di lantai,
tanah atau tempat yang lebih rendah, hal tersebut tidak termasuk orang yang sengaja
berpindah posisi ketika tidur (WHO, 2007).

Faktor Resiko

a. Faktor instrinsik

Faktor instrinsik adalah variabel-variabel yang menentukan mengapa seseorang dapat jatuh
pada waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi yang sama mungkin tidak jatuh (Stanley,
2006). Faktor intrinsik tersebut antara lain adalah gangguan muskuloskeletal misalnya
menyebabkan gangguan gaya berjalan, kelemahan ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope
yaitu kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke
otak dengan gejala lemah, penglihatan gelap, keringat dingin, pucat dan pusing (Lumbantobing,
2004).
b. Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar (lingkungan sekitarnya) diantaranya
cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tersandung benda-benda
(Nugroho, 2000). Faktor-faktor ekstrinsik tersebut antara lain lingkungan yang tidak
mendukung meliputi cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tempat
berpegangan yang tidak kuat, tidak stabil, atau tergeletak di bawah, tempat tidur
atau WC yang rendah atau jongkok, obat-obatan yang diminum dan alat-alat bantu
berjalan (Darmojo, 2004).
BAB III
HASIL PENGKAJIAN
NAMA PENGKAJI : NIKEN SARI
NAMA KLIEN : Ny. G
UMUR : 80 THN

NO PENGKAJIAN SKALA NILAI KETERANGAN


1 Riwayat Jatuh : Apakah lansia pernh jatuh Tidak 0 0 Ny.g tidak pernah jyuh
dalam 3 bulan terakhir? selama 3 bulan terakhir
Ya 25 0
2 Diagnosa Sekunder : Apakah lansia Tidak 0 0 lansia mengeluh sakit di
memiliki lebih dari satu penyakit? bagian punggung
Ya 15 15
3 Alat Bantu Jalan : Lansia tidak menggunakan
alat bantu untuk berjalan
Cuma berpegagan pada
benda di sekitar
Bed Rest/Dibantu 0 0
Kruk/Tongkat/Walker 15 0
Berpegangan pada benda-benda sekitar 30 30
(kursi, meja, lemari)
4 Terapi intravena : Apakah lansia Tidak 0 0 Lansia tidak mendapatkan
mendapatkan terapi cairan/terpasang terapi cairan/terpasang infus
infus? Ya 20 0
5 Gaya berjalan/Berpindah:
Normal/bed rest/immobile (tidak dapat 0 0 Lansia mampu bejaln sendiri
bergerak sendiri) dengan
merambat/berpegangan
benda sekitar dan agak
lemah
Lemah (tidak bertenaga) 10 0
Gangguan/tidak normal (pincang/diseret) 20 0
6 Status Mental
Lansia menyadari kondisi dirinya 0 0 Lnsia menyadari kondisinya
yang rentan dan sudah muli
menua
Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15 0 Lansia tidak mengalami
keterbatasan daya ingat dia
mmpu mengingat nama ank
dan suminya serta tetangga
sekitar

Total : 45 resiko rendah dengan pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai