Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................. 2
A. Latar belakang........................................................................ 2
BAB II
PEMBAHASAN................................................................................ 3
A. Pengertian Hadist hasan.......................................................... 3
B. Sebab-sebab timbulnya hadist hasan ..................................... 4
C. Klasifikasi hadist hasan.......................................................... 7
D. Kedudukan hadist hasan................................................................. 9
E. Kitab-kitab yang mengandung hadist hasan................................... 10
F. Istilah istilah semakna hadist hasan................................................ 10

BAB III
PENUTUP.......................................................................................... 11

A. Kesimpulan............................................................................. 11

B. Saran....................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kata hadits seringkali disebut juga dengan istilah khabar atau sunnah. Hadits atau
Sunnah merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Alquran. Keduanya merupakan
pedoman hidup yang mengatur segala tingkah laku dan perbuatan manusia. Al-Quran
mempunyai kedudukan sebagai suatu yang mutlak kebenaran beritanya, sedangkan hadits Nabi
belum dapat dipertanggungjawabkan periwayatannya, apakah berasal dari Nabi atau tidak.

Hadits mempunyai fungsi penting dalam menjelaskan setiap ayat-ayat Alquran, baik
ayat Muhkamat maupun Mutasyabihat. Sehingga hadits sangat perlu untuk dijadikan sebagai
sandaran umat Islam dalam mempelajari / mendalami ajaran-ajaran agama Islam.

Dalam hadits ada yang dalam periwatannya telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk
diterimanya sebagai sebuah hadits atau yang dikenal dengan hadits maqbul (diterima). Namun
disisi lain terdapat hadits-hadits yang dalam periwayatannya tidak memenuhi kriteria-kriteria
tertentu atau lebih dikenal dengan istilah hadits mardud (ditolak) atau bahkan ada yang palsu
(maudhu), hal ini dihasilkan setelah melakukan pemyelidikan, pemeriksaan dan penelitian yang
seksama tentang para rawinya serta segi-segi lainnya untuk menentukan diterima atau ditolaknya
hadits tersebut.

Hal ini terjadi disebabkan keragaman orang yang menerima maupun meriwayatkan
hadits Rasulullah. Berbagai macam hadits yang menimbulkan kontraversi dari berbagai
kalangan. berbagai analisis atas kesahihan sebuah hadits baik dari segi putusnya Sanad dan
tumpang tindihnya makna dari Matan pun bermunculan untuk menentukan kualitas sebuah
hadits.
Dilihat dari segi kualitas hadits, maka hadits bisa dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
hadits shahih, hadits hasan dan hadits dhaif. Namun dalam makalah ini, hanya akan membahas
hadits hasan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits Hasan

Hasan menurut bahasa artinya baik dan bagus, 1[1] Sesuatu yang disenangi dan
dicondongi oleh nafsu2[2].

Sedangkan secara istilah, hadits hasan didefinisikan secara beragam oleh ahli Hadits,
sebagai berikut :

1. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani

Khobar ahad yang dinukil oleh orang yang adil, kurang sempurna hapalannya, bersambung
sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz.3[3] .

2. Menurut Imam at-Tirmidzi

Tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta, pada matannya
tidak terdapat keganjalan, dan hadits itu diriwayatkan tidak hanya dengan satu jalan
(mempunyai banyak jalan) yang sepadan dengannya

Definisi hadits hasan menurut at-Tirmidzi ini terlihat kurang jelas, sebab bisa jadi hadits
yang perawinya tidak tertuduh dusta dan juga hadits gharib, sekalipun pada hakikatnya berstatus
hasan. Tidak dapat dirumuskan dalam definisi ini sebab dalam definisi tersebut disyariatkan
tidak hanya melalui satu jalan periwayatan (mempunyai banyak jalan periwayatan). Meskipun
demikian, melalui definisi ini at-Tirmidzi tidak bermaksud menyamakan hadits hasan dengan

1[1] Syaikh Manna Al-Qattan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, terj. Mifdhol Abdurrahman (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar), 2005, 121

2[2] Sohari Sahrani, Ulumul Hadits,(Bogor: Ghalia Indonesia,2002), 114

3[3] M. Solahuddin & Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung, Pustaka Setia, 2011), 145-146

3
hadits shahih, sebab justru at-Tirmidzilah yang mula-mula memunculkan istilah hadits hasan ini.4
[4]

3. Menurut At-Thibi

.
Hadits musnad ( muttasil dan marfu ) yang sanad-sanadnya mendekati derajat tsiqah. Atau
hadits mursal yang sanad-sanadnya tsiqah, tetapi pada keduanya ada perawi lain, dan hadits itu
terhindar dari syadz ( kejanggalan ) dan illat (kekacauan).5[5]

Dengan kata lain hadits hasan adalah :

Hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, kurang
sedikit ke-dhabit-annya, tidak ada keganjilan (syadz) dan tidak ada illat.6[6]

Atas dasar pengertian hadits hasan tersebut, maka syarat-syarat hadits hasan itu ada lima macam,
yaitu:

1. Muttasil sanadnya
2. Rawinya adil
3. Rawinya dhabith
Kedhabitan rawi disini tingkatannya dibawah kedhabitan rawi hadits shahih, yakni kurang
sempurna kedhabitannya.
4. Tidak temasuk hadits syadz
5. Tidak terdapat illat [cacat]7[7]
B. Sebab-sebab timbulnya Hadits Hasan
`Sebelumnya butuh kami ingatkan bahwa istilah hadits hasan di kalangan ulama
mutaqaddimin (terdahulu) tidaklah dikenal. Di kalangan mereka, hadits hanya terbagi menjadi
dua: Shahih dan dhaif. Ini dibuktikan dengan karya tulis para ulama terdahulu, dimana mereka
menamakan kitabnya dengan nama Ash-Shahih, akan tetapi di dalamnya mereka menyebutkan

4[4] Sohari Sahrani, Ulumul Hadits,114

5[5] Sohari Sahrani, Ulumul Hadits,115

6[6] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (Jakarta:Amzah,2009), 159

7[7] Muhammad Alawi Al-Maliki, Al-Manhalu Al-Lathiifu fi Ushuuli Al-Hadisi Al-Syarifi, terj. Adnan
Qohar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 59

4
hadits yang hasan. Misalnya Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, walaupun keduanya disifati
dengan nama shahih, akan tetapi kenyataannya di dalam keduanya terdapat tidak sedikit hadits-
hadits yang hasan.
Belakangan, para ulama ahli hadits mulai menyendirikan jenis hadits hasan ini dan
membedakannya dari hadits shahih. Akan tetapi mereka kemudian berbeda pendapat dalam
memberikan batasan dan definisinya, bahkan hingga mencapai 16 pendapat. Adanya banyak
pendapat dalam definisinya ini adalah hal yang wajar, mengingat hadits hasan ini berada di
antara shahih dan dhaif dan istilah hasan ini belum dikenal di kalangan ulama mutaqaddimin .
Akan tetapi walaupun demikian, tetap sebagian ulama belakangan merajihkan dan memilih satu
pendapat terkuat mengenai definisi hadits hasan, dan itu yang insya Allah akan kami sebutkan di
bawah.8[8]
Ketika berbicara mengenai sejarah pengklasifikasian kualitas hadits mayoritas para ahli
hadits mutaakhirin didalam kitab-kitab ilmu hadits karangan mereka berpendapat bahwa
sebelum masa Imam Abu Musa At-Tirmidzi, istilah hadits hasan sebagai salah satu bagian dari
pengklasifikasian kualitas hadits belum dikenal dikalangan para ulama hadits.
Pada masa itu hadits hanya diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu hadits sahih dan
hadits dhaif. Adapun setelah masa beliau terjadi perkembangan dalam pengklasifiakasian hadits,
pada masa ini hadits bila ditinjau dari segi kualitasnya diklasifikasikan menjadi tiga macam,
yaitu hadits sahih, hadits hasan, dan hadits dhaif. Dan beliaulah yang pertama kali
memperkenalkan hal itu. Pendapat ini disandarkan kepada pendirian imam Taqiyuddin Ibnu
Taimiyah didalam kitab majmu fatawa, beliau menjelaskan:
Orang yang pertama kali memperkenalkan bahwa hadits terbagi atas pembagian sahih ,
hasan dan dhaif adalah abu Isa At- Tirmidzi dan pembagian ini tidak dikenal dari seorang pun
pada masa-masa sebelumnya. Adapun sebelum masa at-Tirmidzi dikalangan ulama hadits
pembagian tiga kualitas hadits ini tidak dikenal oleh mereka hanya membagi hadits itu menjadi
sahih dan dhaif (Majmu Fatawa Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah XVII: 23 & 25).
Menurut Imam Ibnu Taimiyyah hadits daif pada masa sebelum Imam At-Tarmidzi itu
terbagi menjadi dua macam.
1. Hadits daif dengan kedaifan yang tidak terhalang untuk mengamalkannya dan dhaif ini
menyerupai Hasan dalam istilah At-Tirmidzi.
2. Hadits daif dengan kedaifan yang wajib ditinggalkan (tidak boleh diamalkan). Karena itu
pada masa sebelum imam at-tirmidzi, hadits hasan dikatergorikan kedalam hadits daif, namun

8[8] http://penuntutilmu.com/hadits-hasan-dan-kriterianya/16

5
dengan kedaifan yang tidak terlalu parah hingga layak untuk diamalkan. Itulah sebabnya
dikalangan para ulama ada yang berpendapat bahwa hadits daif boleh diamalkan pada hal-hal
yang tidak bersifat esensial, diataranya seperti sirah, tarikh, fadhailul amal dan mengamalkan
hadits itu lebih mereka sukai dari pada pendapat seseorang (Rayu). Menurut imam ibnu
Taimiyah hadits hasan yang dimaksud oleh para ulama salaf tersebut adalah hadits yang
menempati derajat hasan pada istilah tirmidzi.
Anggapan bahwa Imam At-Tirmidzi adalah orang paling pertama yang memperkenalkan
istilah hadits Hasan yang diusung oleh Imam Ibnu Taimiyyah ini, diikuti pula oleh muridnya, Al-
Hafid Syamsyuddin Muhammad bin Ahmad Adz-Dzahabi di dalam kitabnya, Al-Muqidhah fi
Ilmi Musthalah Al-Hadits dan sebagian besar ulama besar hadits.
Namun pendapat Imam Ibnu Taimiyyah ini ditolak oleh Abdul Fatah Abu Guddah
pada Tahqiq-nya dalam kitab Al-Muqidhah fi Ilmi Musthalah Al-Hadits ia berkata:
Dan yang benar, sesungguhnya penggunaan istilah Hasan sudah ada dan dikenal sebelum masa
Imam At-Tirmidzi dalam waktu yang lama.(Al-Muqiidhah fi Ilmi Musthalah Al-Hadits, 1982:
27).
Pendapat Abdul Fatah Abu Guddah dalam mengkritisi pendapat Imam Ibnu Taimiyyah
tadi, masih bisa dikatakan berupa sebuah hipotesis yang harus dibuktikan untuk menjadi sebuah
kesimpulan, dengan mencari bukti-bukti yang sekiranya layak dijadikan landasan pendapat
tersebut.
Dalam hal ini Ibnu Shalah juga memberikan komentar, yang pada akhirnya bisa
dijadikan sebagai sebuah landasan dan sekaligus memperkuat pendapat Abdul Fatah Abu Gudah.
Bahwa ditemukan istilah Hasan pada beberapa tempat yang berbeda dari perbincangan
sebagian guru-gurunya (Imam At-Tirmidzi) dan generasi sebelumnya seperti Ahmad bin Hanbal,
Al-Bukhari, dan selain keduanya. (Muqaddimah Ibnu Shalah fi Ulum Al-Hadits,:1 18).9[9]
(18 / 1) -


Berdasarkan keterangan dari Ibnu Sholah diatas, dapat diambil sebuah kesimpulan
bahwa pemakaian istilah hasan dalam mengklasifikasikan suatu hadits berdasarkan kualitasnya,
sudah dilakukan oleh guru-guru imam turmudzi dan generasi sebelumnya walaupun tidak
memasyarakat. Dengan demikian terbantahlah pendapat imam Ibnu Taimiyah yang mengatakan
bahwa Imam Tirmidzi sebagai orang yang memperkenalkan istilah hadits hasan.

9[9] http://makalahmeza.blogspot.com/2012/03/hadits-hasan.html/D iakses

6
C. Klasifikasi Hadits Hasan

1. Hadits Hasan Li Dzatihii


Hadits hasan li dzatihii adalah hadits yang memenuhi segala syarat-syarat hadits hasan,10[10]
hadits hasan dengan sendirinya, karena telah memenuhi segala kriteria dan persyaratan yang
ditentukan.11[11]
Sebuah hadits dikategorikan sebagai hasan li dzatihi karena jalur periwayatannya, hanya
melalui satu jalur periwayatan saja. Sementara hadits hasan pada umumnya, ada kemungkinan
melalui jalur riwayat yang lebih dari satu. Atau didukung dengan riwayat yang lainnya. Bila
hadits hasan ini jumlah jalur riwayatnya hanya satu, maka hadits hasan itu disebut dengan hadits
hasan li dzatihi. Tetapi jika jumlahnya banyak, maka ia akan saling menguatkan dan akan naik
derajatnya menjadi hadits shahih li ghairihi.12[12]

Contoh hadits hasan lidzatihii :


Diriwayatkan oleh At-Tirmizi, dia berkata: telah bercerita kepada kami Qutaibah, telah
bercerita kepada kami Jafar bin Sulaiman Ad-DhabI, dari Abi Imran Al-Jauni, dari Abu Bakar
bin Abu Musa Al-Asyari, dia berkata, Aku telah mendengar ayahku berkata dihadapan musuh,
Rasulullah bersabda, :



......dari Abu Bakar bin Abu Musa al-Asyari, (berkata), saya mendengar ayahku ketika berada
dihadapan musuh berkata, Rasulullah saw. Bersabda: sesungguhnya pintu-pintu surga berada
dibawah bayang-bayang pedang. (HR. al-Tirmidzi)

Empat perawi hadits tersebut adalah tsiqoh kecuali Jafar bin Sulaiman ad-DhabI,
sehingga hadits ini sebagai hadits hasan.13[13]

2. Hadits Hasan Li Gahirihi

10[10] M. Solahuddin & Agus Suyadi, Ulumul Hadits,146

11[11] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits,161

12[12] Zuhdi Rifai, Mengenal Ilmu Hadits,(Jakarta: al-Ghuraba, 2008), 167

13[13] Syaikh Manna Al-Qattan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, terj. Mifdhol Abdurrahman,122

7
Hadits hasan li ghairihi adalah hadits dhaif yang bukan dikarenakan perawinya pelupa,
banyak salah dan orang fasik, yang mempunyai mutabi dan syahid, 14[14] hadits yang dhaif
dikuatkan dengan beberapa jalan, dan sebab kedhaifannya bukan karena kefasikan perawi (yang
keluar dari jalan kebenaran) atau kedustaannya.
Seperti satu hadits yang dalam sanadnya ada perawi yang mastur (tidak diketahui
keadaannya), atau rawi yang kurang kuat hafalannya, atau rawi yang tercampur hafalannya
karena tuanya, atau rawi yang pernah keliru dalam meriwayatkan, lalu dikuatkan dengan jalan
lain yang sebanding dengannya, atau yang lebih kuat darinya. Hadits ini derjatnya lebih rendah
dari pada hasan lidzatihii dan dapat dijadikan hujjah.15[15]
Contoh hadits hasan li ghairihi
Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dan dia menilainya hasan, dari riwayat
Syubah dari Asim bin Ubaidillah dari Abdullah bin Amir bin Rabiah dari ayahnya, berbunyi
sebagai berikut:

:




" :
.
() . : . : "
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari jalur Syubah dari ashim bin Ubaidillah,dari Abdillah bin
Amir bin Rabiah, dari ayahnya bahwasanya seorang perempuan dari bani Fazarah menikah
dengan mahar sepasang sandal

Al-Turmudzi mengomentari bahwa hadits itu terdapat riwayat-riwayat lain, yaitu dari
Umar, Abu Hurairah, Aisyah dan Abu Hadrad. Dalam hal ini Al-Turmudzi menilai hadits tersebut
hasan, karena meskipun Asim dalam sanad hadits yang diriwayatkannya itu dhaif karena jelek
hafalannya, hadits ini didukung oleh adanya riwayat-riwayat lain.16[16]

D. Kedudukan Hadits Hasan

14[14] M. Solahuddin & Agus Suyadi, Ulumul Hadits,146

15[15] Syaikh Manna Al-Qattan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, terj. Mifdhol Abdurrahman,124

16[16] Muhammad Alawi Al-Maliki, Al-Manhalu Al-Lathiifu fi Ushuuli Al-Hadisi Al-Syarifi, terj. Adnan
Qohar,63

8
Hadits hasan sama seperti hadits shahih dalam pemakaiannya sebagai hujjah, walaupun
kekuatannya lebih rendah dibawah hadits shahih.17[17] Hanya saja, jika terjadi pertentangan
antara hadits shahih dengan hadits hasan, maka harus mendahulukan hadits shahih, karena
tingkat kualitas hadits hasan berada dibawah hadits shahih. Hal ini merupakan konsekuensi logis
dari dimensi kesempurnaan kedhabitan rawi-rawi hadits hasan, yang tidak seoptimal
kesempurnaan kedhabithan rawi-rawi hadits shahih.18[18]
Kebanyakan ulama ahli hadits dan fuqoha bersepakat untuk menggunakan hadits shahih
dan hadits hasan sebagai hujjah. Disamping itu, ada ulama yang mensyaratkan bahwa hadits
hasan dapat digunakan sebagai hujjah, bilamana memenuhi sifat-sifat yang diterima. Pendapat
terakhir ini memerlukan peninjauan yang seksama. Sebab, sifat-sifat yang dapat diterima itu ada
yang tinggi, menengah dan rendah. Hadits yang sifat dapat diterimanya tinggi dan menengah
adalah hadits shahih, sedangkan hadits yang sifat dapat diterimanya rendah adalah hadits hasan.
Hadits-hadits yang mempunyai sifat dapat diterima sebagai hujjah disebut hadits maqbul,
dan hadits yang tidak mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima disebut hadits mardud.
yang termasuk hadits maqbul adalah:
1. Hadits shahih, baik shahih li dzatihi maupun shahih li ghairihi
2. Hadits hasan, baik hasan li dzatihi maupun hasan li ghairihi
Yang termasuk hadits mardud adalah segala macam hadits dhaif. Hadits mardud tidak
dapat diterima sebagai hujjah karena terdapat sifat-sifat tercela pada rawi-rawinya atau pada
sanadnya.19[19]
Ringkasnya, hadits yang dapat diterima sebagai hujjah atau dalam istimbath [konklusi]
hukum hanyalah hadits shahih dan hasan. Hadits dhaif tidak dapat digunakan baik sebagai
hujjah maupun istimbath hukum.20[20]

E. Kitab-kitab yang mengandung Hadits hasan

17[17] Syaikh Manna Al-Qattan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, terj. Mifdhol Abdurrahman,121

18[18] Muhammad Alawi Al-Maliki, Al-Manhalu Al-Lathiifu fi Ushuuli Al-Hadisi Al-Syarifi, terj. Adnan
Qohar,60

19[19] M. Solahuddin & Agus Suyadi, Ulumul Hadits,147

20[20] Muhammad Ismail, Prinsip-prinsip Pemahaman Al-Quran dan Hadits, (Jakarta:Khairul Bayaan,
2002), 145

9
Para ulama belum menyusun kitab khusus tentang hadits-hadits hasan secara terpisah
sebagaimana mereka melakukannya dalam hadits shahih, tetapi hadits hasan banyak kita
dapatkan pada sebagian kitab, diantaranya:
1. Jami At-Tirmidzi, dikenal dengan Sunan At-Tirmidzi, merupakan sumber untuk mengetahui
hadits hasan.
2. Sunan Abi Dawud
3. Sunan Ad-Daruqutni21[21]

F. Istilah-istilah yang semakna hadits hasan


Istilah-istilah yang digunakan oleh para ahli hadits dalam menyebut hadits maqbul ialah:
1. Jayyid
2. Qowiy
3. Shalih
4. Tsabit
5. Maqbul
6. Mujawad22[22]

BAB III

PENUTUP

Berdasarkan latar belakang dan pembahasan diatas , maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Bahwa hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil,
kurang sedikit ke-dhabit-annya, tidak ada keganjilan (syadz) dan tidak ada illat.
2. Macam-macam hadits hasan adalah :
a) Hadits Hasan Li Dzatihi
b) Hadits Hasan Li Ghairih
3. Kriteria Hadits hasan :
a) Sanad Hadits harus bersambung.
b) Perawinya adil
c) Perawinya mempunyai sifat dhabit, namun kualitasnya lebih rendah (kurang) dari yang
dimiliki oleh perawi Hadits shahih
d) Hadits yang diriwayatkan tersebut tidak syadz
e) Hadits yang diriwayatkan terhindar dari illat
4. Hadits hasan sama seperti hadits shahih dalam pemakaiannya dapat dijadikan sebagai hujjah,
walaupun kekuatannya lebih rendah dibawah hadits shahih.

21[21] M. Solahuddin & Agus Suyadi, Ulumul Hadits,147

22[22] Muhammad Alawi Al-Maliki, Al-Manhalu Al-Lathiifu fi Ushuuli Al-Hadisi Al-Syarifi, terj. Adnan

10
5. Kitab-kitab Yang Memuat Hadits Hasan
a) Sunan at-Tirmidzy
b) Sunan Abu Daud
c) Sunan ad-Dar Quthny

DAFTAR PUSTAKA

Alawi Al-Maliki,Muhammad, 2009, Al-Manhalu Al-Lathiifu fi Ushuuli Al-Haditsi Al-Syarifi,


terj. Adnan Qohar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Al-Qattan, Syaikh Manna, 2005, Pengantar Studi Ilmu Hadits, terj. Mifdhol Abdurrahman,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

http://makalahmeza.blogspot.com/2012/03/hadits-hasan.html/Diakses 16 /10/2012

http://penuntutilmu.com/hadits-hasan-dan-kriterianya/16 /10/ 2012

Ismail, Muhammad, 2002, prinsip-prinsip pemahaman Al-Quran dan hadits, Jakarta:Khairul


Bayaan

Majid Khon, Abdul, 2009, Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah

RifaI, Zuhdi, 2008, Mengenal Ilmu Hadits, Jakarta: al-Ghuraba

Sahrani, Sohari, 2002, Ulumul Hadits, Bogor: Ghalia Indonesia

Solahuddin,M:Agus Suyadi, 2011, Ulumul Hadits, Bandung, Pustaka Setia

11

Anda mungkin juga menyukai