Anda di halaman 1dari 15

MODUL BAB I (BAB I)

Tugas 1 : Susunlah sebuah uraian singkat mengenai sejarah

perkembangan bahasa indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa kesatuan negara Republik Indonesia,

dan menjadi bahasa persatuan Bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan

sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Bahasa Indonesia adalah

gabungan bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai

lingua franca saat awal abad penanggalan modern.

Perkembangan Bahasa Indonesia Sebelum kemerdekaan

Sejarah mengisahkan bahwa bangsa Indonesia menjadikan bahasa

melayu sebagai bahasa persatuan bangsa. yang di mulai dengan adanya

Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 Masehi) yang menggunakan bahasa Melayu

(Melayu Kuna) sebagai bahasa kerajaan. Hal ini diketahui dari beberapa

prasasti, seperti :

Tulisan yang ada di batu nisan di Minye Tujoh, Aceh tahun, 1380 M.

Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang, tahun 683.

Prasasti Talang Tuwo, di Palembang, tahun 684.

Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, tahun 686.

Prasasti Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, tahun 688.

Abad ke-15 bahasa Melayu dianggap sebagai bahasa resmi karena

dipakai oleh Kesultanan Malaka, disebut dengan bahasa Melayu Tinggi. Tetapi

hanya digunakan oleh kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa,

dan Semenanjung Malaya.


Akhir abad ke-19, terbentuklah bahasa indonesia yang mulai terpisah

dari bahasa melayu secara perlahan, yang digunakan untuk membantu

administrasi bagi kalangan pegawai pribumi, tetapi pada saat itu belum banyak

orang yang mengunakanya sebagai bahasa ibu.

Pertengahan 1800-an, Alfred Russel Wallace menuliskan buku yang

berjudul Malay Archipelago yang berceritakan tentang penghuni Malaka telah

memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling

elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa Melayu adalah yang Bahasa

yang digunakan di seluruh Hindia Belanda.

Awal abad ke-20, bahasa Melayu pecah menjadi dua. Di tahun 1901,

Indonesia di bawah Belanda yang menggunakan ejaan Van Ophuijsen

sedangkan pada tahun 1904 Malaysia di bawah Inggris menggunakan ejaan

Wilkinson.

Perkembangan Bahasa Indonesia Setelah Kemerdekaan

Dengan menyebarmya Bahasa Melayu ke seluruh negri serta

menyebarnya agama islam. juga berkembangnya bahasa melayu sebagai

bahasa penghubung antar pulau, antar suku, antar pedagang, dan antar

kerajaan, membuat tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa

Indonesia. dengan adanya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928, ini

adalah bukti yang mengiikrarkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa

yang semuanya dengan nama indonesia.


Dengan adanya sumpah pemuda, Bahasa Indonesia resmi diakui sebagai

bahasa nasional. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas

usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam

pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Jika mengacu pada masa

depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesastraannya, hanya ada dua

bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan

Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan

menjadi bahasa persatuan.

Peristiwa-peristiwa penting dalam perkembangan bahasa Indonesia

Tahun 1901 disusunnya ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. van

Ophuijsen yang dimuat dalam Kitab Logat Melayu.

Tahun 1908 Pemerintah mendirikan badan penerbit buku-buku bacaan

yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan

Rakyat), yang pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Balai

tersebut digunakan untuk membantu penyebaran bahasa Melayu di

kalangan masyarakat luas.

Tanggal 28 Oktober 1928 adalah hari yang paling menentukan dalam

perkembangan bahasa Indonesia, karena pada tanggal itulah para

pemuda mamancangkan tonggak untuk perjalanan bahasa Indonesia.

Tahun 1933 resmi didirikan angkatan sastrawan muda yang dinamakan

sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.

Tanggal 25-28 Juni 1938 diadakannya Kongres Bahasa Indonesia I di

Solo. Yang menyimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan


bahasa Indonesia dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan

budayawan Indonesia.

Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI

1945, yang menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara (Pasal

36).

Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan

Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen sebelumnya.

Tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1954 diadakannya Kongres Bahasa

Indonesia II di Medan. ini adalah suatu perwujudan tekad bangsa

Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia.

Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia,

meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan

(EYD) di hadapan sidang DPR dengan Keputusan Presiden No. 57, tahun

1972.

Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang

Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi yang

berlaku di seluruh wilayah Indonesia .

Tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 diadakannya Kongres Bahasa

Indonesia III di Jakarta yang bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda

yang ke-50 yang memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan

perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha

memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.

Tanggal 21-26 November 1983 diadkannya Kongres bahasa Indonesia IV

di Jakarta. Yang di putuskan agar pembinaan dan pengembangan


bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan, agar amanat untuk

menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai

semaksimal mungkin.

Tanggal 28 Oktober s.d. 3 November 1988 diadakannya Kongres bahasa

Indonesia V di Jakarta yang dihadiri oleh tujuh ratus ahli bahasa

Indonesia , serta tamu dari negara Brunei Darussalam, Malaysia,

Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani

dengan dipersembahkannya Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata

Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

Tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1993 diadaknnya Kongres Bahasa

Indonesia VI di Jakarta . dengan peserta sebanyak 770 ahli bahasa dari

Indonesia dan 53 tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei

Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura,

Korea Selatan, dan Amerika Syarikat. Yang mengusulkan agar Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa menjadi Lembaga Bahasa

Indonesia, dan mengusulkan agar disusunnya Undang-Undang Bahasa

Indonesia.

Tanggal 26-30 Oktober 1998 diadakannya Kongres Bahasa Indonesia VII

yang diadakan di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres mengusulkan

dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai

berikut:

Para anggota terdiri dari tokoh masyarakat dan ahli yang mempunyai

kepedulian terhadap bahasa dan sastra. Bertugas memberikan nasihat kepada

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta berupaya meningkatan

status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.


Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia (Ejaan Yang Disempurnakan)

Ejaan adalah cara, aturan untuk menuliskan kata-kata dengan huruf

menurut ilmu bahasa yang ditetapkan. Dengan adanya ejaan, diharapkan dapat

menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai aturan-aturan

yang ada. Sehingga terbentuklah kata dan kalimat yang enak didengar,

dipergunankan dalam komonikasi sehari hari.

Penyempurnaan ejaan bahasa Indonesia terdiri dari :

Ejaan van Ophuijsen

Pada tahun 1896 Charles Van Ophuijsen, Nawawi Soetan Mamoer dan

Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan ini. Ejaan yang kemudian

dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial

pada tahun 1901.

Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:

Huruf [ ] digunakan untuk membedakan antara huruf [ i ] sebagai akhiran

seperti [ mula ] dengan [ ramai ]. Dan untuk menulis huruf [ y ] seperti [

Soerabaa ].

Huruf [ j ] digunakan untuk menuliskan kata-kata seperti [ jang, pajah,

sajang ].

Huruf [ oe ] digunakan untuk menuliskan kata-kata seperti [ goeroe, itoe,

oemoer ].

Tanda yang diakri [ tik ], seperti koma ain dan tanda trema. Digunakan

untuk menuliskan kata-kata seperti [ mamoer, akal ]


Ejaan Republik

Tanggal 17 Maret 1947 digunakannya Ejaan Republik (edjaan repoeblik)

yang kemudian ejaan ini disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan saat itu. Ejaan ini mengganti Ejaan Van Ophuijsen

yang mulai berlaku pada tahun 1901.

Huruf [ oe ] diganti dengan u pada kata-kata seperti [ guru, itu, umur ].

Bunyi yang jelas yang ditulis dengan [k] pada kata-kata [ tak, pak, rakjat ].

Kata ulang ditulis dengan angka [ 2 ] seperti pada [ kanak2, ber-jalan2 ].

Awalan [ di- ] ditulis dengan kata yang mendampinginya seperti [ dibeli ].

Pada tanggal 23 Mei 1972 Mashuri Saleh, Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan pada saat itu mengesahkan penggunaan Ejaan Yang

Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi.

Ditandai dengan merubah nama jalan di depan kantor departemennya , dari [ Djl.

Tjilatjap ] menjadi [ Jl. Cilacap ].

Ejaan Melindo

Pada tahun 1959 diputuskan Perjanjian Persahabatan Indonesia dan

Malaysia yang berusaha menyatuan sistem ejaan dengan huruf Latin di

Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu. Sistem inilah yang disebut dengan

Ejaan Melindo. Tetapi sistem ini tidak sampai diterapkan.

Ejaan Yang Disempurnakan

Tanggal 23 Mei 1972, ditandatangani keputusan bersama oleh Menteri

Pelajaran Malaysia, Tun Hussien Onn dengan Menteri Pendidikan dan


Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. yang berisi tentang persetujuan Ejaan

Yang Disempurnakan.

Tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku Pedoman Umum

Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dengan penjelasan yang lebih

luas. Dan memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah dengan surat

keputusan No. 0196/1975 .

Perbedaan-perbedaan antara EYD dengan ejaan sebelumnya adalah :

[ tj ] menjadi [ c ] : tjutji > cuci

[ dj ] menjadi [ j ] : djarak > jarak

[ oe ] menjadi [ u ] : oemoem > umum

[ j ] menjadi [ y ] : sajang > sayang

[ nj ] menjadi [ny ] : njamuk > nyamuk

[ sj ] menjadi [ sy ] : sjarat > syarat

[ ch ] menjadi [ kh ] : achir > akhir

awalan [ di- ] dan kata depan [ di ] dibedakan penulisannya. kata depan [

di ] pada contoh [ di rumah ], penulisannya dipisahkan dengan spasi,

sementara [ di- ] pada [ dibeli ], ditulis dengan kata yang mengikutinya.

Tugas 2 : Jawablah pertanyaan berikut ini dengan jelas dan tepat.

a. Jelaskan mengapa bahasa Melayu dipilih menjadi dasar bahasa

nasional dan bahasa negara!


Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari

banyak ragam bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu

Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam

perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai

bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses

pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak

dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, dan merupakan awal dari

ketetapan bahasa Melayu secara de facto diangkat sebagai bahasa nasional.

Pengangkatan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional didasarkan atas:

1. Bahasa Melayu sudah lama menjadi lingua franca di kepulauan

Nusantara.

2. Bahasa Melayu memiliki sistem yang sederhana;

3. Bahasa Melayu mempunyai potensi untuk dikembangkan; dan

4. Suku-suku lain di Indonesia dengan suka rela bersedia menerima bahasa

Melayu sebagai bahasa nasional.

Kesepakatan menerima bahasa Melayu (bahasa Indonesia) menjadi

bahasa nasional secara resmi (de yure) tertuang dalam Undang-Undang Dasar

1945, Bab XV, Pasal 36. Dalam pasal itu selengkapnya berbunyi, Bahasa

negara adalah bahasa Indonesia. Sungguhpun bahasa Indonesia telah

ditetapkan sebagai bahasa nasional, pemerintah tetap memelihara keberadaan

bahasa-bahasa daerah sebagai bagian kekayaan budaya nasional.

Alasan mengapa bahasa melayu diangkat menjadi bahasa melayu

dikarenakan berdasarkan dari waktu penggunaannya. Ciri ragam bahasa

Indonesia lama masih dipengaruhi oleh bahasa Melayu. Adapun Alasan Bahasa

Melayu menjadi bahasa Indonesia :


1. Bahasa Melayu berfungsi sebagai lingua franca,

2. Bahasa Melayu sederhana karena tidak mengenal tingkatan bahasa,

3. Keikhlasan suku daerah lain ,dan

4. Bahasa Melayu berfungsi sebagai kebudayaan.

b. Jelaskan fungsi Bahasa Indnesia sebagai bahasa nasional dan

bahasa negara

FUNGSI BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA NASIONAL

Tanggal 28 Oktober 1928, pada hari Sumpah Pemuda lebih tepatnya,

Dinyatakan Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional memilki

fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Bahasa Indonesia sebagai Identitas Nasional.

Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa

Nasional dibuktikan dengan digunakan nya bahasa indonesia dalam bulir-bilir

Sumpah Pemuda. Yang bunyinya sebagai berikut :

Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe bertoempah darah satoe, Tanah

Air Indonesia. Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe berbangsa satoe,

Bangsa Indonesia. Kami poetera dan poeteri Indonesia

mendjoendjoeng bahasa persatoean, Bahasa Indonesia.

2. Bahasa Indonesia sebagai Kebanggaan Bangsa.

Kedudukan kedua dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa

Nasional dibuktikan dengan masih digunakannya Bahasa Indonesia sampai

sekarang ini. Berbeda dengan negara-negara lain yang terjajah, mereka harus

belajar dan menggunakan bahasa negara persemakmurannya. Contohnya saja

India, Malaysia, dll yang harus bisa menggunakan Bahasa Inggris.


3. Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.

Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa

Nasional dibuktikan dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam berbagai

macam media komunikasi. Misalnya saja Buku, Koran, Acara pertelevisian,

Siaran Radio, Website, dll. Karena Indonesia adalah negara yang memiliki

beragam bahasa dan budaya, maka harus ada bahasa pemersatu diantara

semua itu. Hal ini juga berkaitan dengan Kedudukan keempat dari Kedudukan

Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional sebagai Alat pemersatu Bangsa

yang berbeda Suku, Agama, ras, adat istiadat dan Budaya.

4. Bahasa Indonesia sebagai Alat pemersatu Bangsa yang berbeda

Suku, Agama, ras, adat istiadat dan Budaya.

FUNGSI BAHASA INDONESIA SEBAGAI BAHASA NEGARA

Pada tanggal 25-28 Februari 1975, Hasil perumusan seminar polotik

bahasa Nasional yang diselenggarakan di jakarta. Dikemukakan Kedudukan

bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara adalah :

1. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa resmi Kenegaraan.

Kedudukan pertama dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa

Negara dibuktikan dengan digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah

proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah bahasa Indonesia

dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk

lisan maupun tulis.

2. Bahasa Indonesia sebagai alat pengantar dalam dunia pendidikan.

Kedudukan kedua dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa

Negara dibuktikan dengan pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa

pengantar di lembaga pendidikan dari taman kanak-kanak, maka materi


pelajaran yang berbentuk media cetak juga harus berbahasa Indonesia. Hal ini

dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau

menyusunnya sendiri. Cara ini akan sangat membantu dalam meningkatkan

perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan

teknolologi (iptek)

3. Bahasa Indonesia sebagai penghubung pada tingkat Nasional untuk

kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta

pemerintah.

Kedudukan ketiga dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa

Negara dibuktikan dengan digunakannya Bahasa Indonesia dalam hubungan

antar badan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat.

Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi

dan mutu media komunikasi massa. Tujuan agar isi atau pesan yang

disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.

4. Bahasa Indonesia Sebagai pengembangan kebudayaan Nasional,

Ilmu dan Teknologi.

Kedudukan keempat dari Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa

Negara dibuktikan dengan penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi, baik

melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun

media cetak lainnya. Karena sangatlah tidak mungkin bila suatu buku yang

menjelaskan tentang suatu kebudayaan daerah, ditulis dengan menggunakan

bahasa daerah itu sendiri, dan menyebabkan orang lain belum tentu akan

mengerti.
MODUL 2 (BAB II)

Tugas 1 : Jelaskan perbedaan anatara bahasa Indonesia Ragam Ilmiah

dan Ragam Non Ilmiah

Non Ilmiah (Fiksi) adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan

fakta pribadi dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan

benar. Satu ciri yang pasti ada dalam tulisan fiksi adalah isinya yang

berupa kisah rekaan. Kisah rekaan itu dalam praktik penulisannya juga

tidak boleh dibuat sembarangan, unsur-unsur seperti penokohan, plot,

konflik, klimaks, setting dan lainnya. Bentuk karangan non ilmiah adalah

dongeng, cerpen, novel, roman, anekdot, hikayat, cerber, puisi dan naskah

drama.

Ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan

ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar.

Tugas 2 : Uraikan ciri dan sifat Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah

Bahasa Indonesia ragam ilmiah memiliki karakteristik cendikia, lugas dan jelas,

menghindari kalimat fragmentaris, bertolak dari gagasan, formal dan objektif,

ringkas dan padat, dan konsisten.

1. Cendekia

Bahasa Indonesia bersifat cendikia artinya Bahasa Indonesia itu mampu

digunakan secara tepat untuk mengungkapkan hasil berpikir logis, yakni mampu

membentuk pernyataan yang tepat dan sesksama. Hal ini sejalan dengan

pendapat Soedradjad (2010) bahwa bahasa yang cendekia mampu membentuk

pernyataan yang tepat dan seksama, sehingga gagasan yang disampaikan

penulis dapat diterima secara tepat oleh pembaca.


2. Lugas dan Jelas

Sifat lugas dan jelas dimaknai bahwa bahasa Indonesia mampu

menyampaikan gagasan ilmiah secara jelas dan tepat. Untuk itu, setiap gagasan

diungkapkan secara langsung sehingga makna yang ditimbulkan adalah makna

lugas. Pemaparan bahasa Indonesia yang lugas akan menghindari

kesalahpahaman dan kesalahan menafsirkan isi kalimat. Penulisan yang

bernada sastra pun perlu dihindari. Gagasan akan mudah dipahami apabila

dituangkan dalam bahasa yang jelas dan hubungan antara gagasan yang satu

dengan yang lain juga jelas. Kalimat yang tidak jelas umumnya akan muncul

pada kalimat yang sangat panjang.

3. Menghindari Kalimat Fragmentaris

Bahasa Indonesia ragam ilmiah juga menghindari penggunaan kalimat

fragmentaris. Kalimat fragmentaris adalah kalimat yang belum selesai. Kalimat

terjadi antara lain karena adannya keinginan penulis menggunakan gagasan

dalam beberapa kalimat tanpa menyadari kesatuan gagasan yang diungkapkan.

4. Formal

Bahasa yang digunakan dalam komunikasi ilmiah bersifat formal. Tingkat

keformalan bahasa dalam tulisan ilmiah dapat dilihat pada lapis kosa kata,

bentukan kata, dan kalimat. Bentukan kata yang formal adalah bentukan kata

yang lengkap dan utuh sesuai dengan aturan pembentukan kata dalam bahasa

Indonesia. Kalimat formal dalam tulisan ilmiah dicirikan oleh kelengkapan unsur

wajib (subyek dan predikat), ketepatan penggunaan kata fungsi atau kata tugas,

kebernalaran isi, dan tampilan esei formal.


5. Objektif dan Konsisten

Sifat objektif tidak cukup dengan hanya menempatkan gagasan sebagai

pangkal tolak, tetapi juga diwujudkan dalam penggunaan kata seperti kosa kata,

bentuk kata, dan struktur kalimat. Sementara sifat konsisten yang ditampakkan

pada penggunaan unsur bahasa, tanda baca, tanda-tanda lain dan istilah yang

sesuai dengan kaidah dan semuanya digunakan secara konsisten.

6. Bertolak dari Gagasan

Bahasa ilmiah digunakan dengan orientasi gagasan. Bahasa Indonesia

ragam ilmiah mempunyai sifat bertolak dari gagasan. Artinya, penonjolan

diadakan pada gagasan atau hal yang diungkapkan dan tidak pada penulis.

Implikasinya, kalimat-kalimat yang digunakan didominasi oleh kalimat pasif

sehingga kalimat aktif dengan penulis sebagai pelaku perlu dihindari.

7. Ringkas dan Padat

Sifat ringkas dan padat direalisasikan dengan tidak adanya unsur-unsur

bahasa yang mubazir. Itu berarti menuntut adanya penggunaan bahasa yang

hemat. Ciri padat merujuk pada kandungan gagasan yang diungkapkan dengan

unsur-unsur bahasa. Karena itu, jika gagasan yang terungkap sudah memadai

dengan unsur bahasa yang terbatas tanpa pemborosan, ciri kepadatan sudah

terpenuhi. Keringkasan dan kepadatan penggunaan bahasa tulis ilmiah juga

ditandai dengan tidak adanya kalimat atau paragraph yang berlebihan dalam

tulisan ilmiah

Anda mungkin juga menyukai