Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ETIKA KEPERAWATAN

OLEH :

NURUL HIDAYAH (C12116004)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS MAKASSAR

2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur atas segala nikmat yang Allah
SWT. Karena atas limpahkan rahmat kesehatan yang diberikan kepada kita
terutama kepada saya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya.

Kemudian, tidak pula kita hanturkan salam dan salawat kepada junjungan alam
Nabi besar MUHAMMAD SAW, keluarga, sahabat, para ulama dan seluruh
muslim dan muslimat.

Saya menyadari bahwa makalah yang saya buat ini sebagai pengganti tugas
roleplay yang tidak sempat saya ikuti masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, saran dari dosen dan pembaca makalah ini sangat saya perlukan untuk
kesempurnaan makalah kedepannya.

Saya juga ingin mengucapkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu proses penyusunan makalah ini. Baik dari para Dosen/Ners maupun
pengarang buku sumber dan referensi yang tersedia. Demikian makalah yang
dapat kami buat. Semoga dapat bermanfaat.

Sekian dan Terimakasih. Wassalamualaikum Wr. Wb

Makassar, 04 Juni 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................

DAFTAR ISI .......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang ............................................................................................

b. Rumusan Masalah ........................................................................................

c. Tujuan Masalah ..........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

a. Sumber utama hukum di Keperawatan ........................................................

b. Perbedaan hukum substantif dan prosedural antara hukum pidana dan

hukum perdata ............................................................................................

c. Perbedaan hukum kontrak dan hukum gugatan ...........................................

d. Pengaruh hukum terhadap perkembangan profesi keperawatan ................

e. Prosedur proses pidana ...............................................................................

f. Cara mengatasi dilema hukum dan etis di keperawatan .............................

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan .......................................................................................................

b. Saran .................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keperawatan sebagai suatu profesi harus memiliki suatu landasan dan


lindungan yang jelas. Para perawat harus tahu berbagai konsep hukum yang
berkaitan dengan praktik keperawatan karena mereka mempunyai akuntabilitas
terhadap keputusan dan tindakan profesional yang mereka lakukan. Secara umum
terhadap dua alasan terhadap pentingnya para perawat tahu tentang hukum yang
mengatur praktiknya. Alasan pertama untuk memberikan kepastian bahwa
keputusan dan tindakan perawat yang dilakukan konsisten dengan prinsipprinsip
hukum. Kedua, untuk melindungi perawat dari liabilitas.

Perawat profesional harus menghadapi tanggung jawab etik dan konflik


yang mungkin meraka alami sebagai akibat dari hubungan mereka dalam praktik
profesional. Kemajuan dalam bidang kedokteran, hak klien, perubahan sosial dan
hukum telah berperan dalam peningkatan perhatian terhadap etik. Standart
perilaku perawat ditetapkan dalam kode etik yang disusun oleh asosiasi
keperawatan internasional, nasional, dan negera bagian atau provinsi. Perawat
harus mampu menerapkan prinsip etik dalam pengambilan keputusan dan
mencakup nilai dan keyakinan dari klien, profesi, perawat, dan semua pihak yang
terlibat. Perawat memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak klien dengan
bertindak sebagai advokat klien.

2. Rumusan Masalah
Apakah sumber utama hukum di Keperawatan?
Apa perbedaan hukum substantif dan prosedural antara hukum
pidana dan hukum perdata?
Apa perbedaan hukum kontrak dan hukum gugatan?
Bagaimana pengaruh hukum terhadap perkembangan profesi
keperawatan?
Bagaiamanakah prosedur proses pidana?
Bagaimana cara mengatasi dilema hukum dan etis di
keperawatan?
3. Tujuan Masalah
Untuk Mengetahui :
Sumber utama hukum di Keperawatan
Perbedaan hukum substantif dan prosedural antara hukum pidana
dan hukum perdata
Perbedaan hukum kontrak dan hukum gugatan
Pengaruh hukum terhadap perkembangan profesi keperawatan
Prosedur proses pidana
Cara mengatasi dilema hukum dan etis di keperawatan
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sumber Utama Hukum di Keperawatan

Sumber-Sumber Hukum yaitu Undang-undang, mempunyai dua arti, yaitu:

Formal atau sempit UU adala setiap peraturan atauketetapan yangdibentuk


oleh alat perlengkapan negara yang diberi kekuasaan membuatUU dan
diundangkan sebagaimana mestinya.
Material, adalah setiap peraturan atau ketetapan yang isinya berlaku
mengikat kepada umum atau semua orang dalam suatu daerah atau
golongan tertentu.

Sumber Hukum Keperawatan, yaitu:

1. UU Kesehatan No.23/1992,
a. Pasal 32, Ayat 2,3,4 & 5
(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan
pengobatan dan atau perawatan.
(2) Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu
kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.
(4) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan cara lain
yang dapat dipertanggungjawabkan.
b. Pasal 50
(1) Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan dan melakukan
kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan/ atau
kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan.
c. Pasal 53
(1) Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
(2) Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban
untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak-hak pasien
(3) Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien
sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.
d. Pasal 54
(1) Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau
kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan
tindakan disiplin.
(2) Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 ditentukan oleh Majelis disiplin tenaga
kesehatan
e. Pasal 55
(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Pasal 73
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang
berkaitan dengan prnyelenggaraan upaya kesehatan.
g. Pasal 77
Pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap
tenaga kesehatan dan atau sarana kesehatan yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.
2. PP RI No.32/1996, Tentang Tenaga Kesehatan
3. Kep Menkes 1239/2001, Tentang Registrasi & Praktik Perawat

2. Perbedaan Hukum Substantif dan Prosedural antara hukum pidana dan


hukum perdata

Hukum substantif adalah perundang-undangan atau hukum tertulis yang


mengatur hak dan kewajiban orang-orang yang tunduk pada hukum tersebut.
Hukum substantif mendefinisikan hubungan hukum seseorang dengan orang lain
atau di antara mereka dan negara. Hukum substantif mengatur hak-hak serta tugas
seseorang dalam segala tindakan dan perilakunya di masyarakat. Ini berarti bahwa
apa yang secara formal-prosedural benar bisa saja disalahkan secara materiil dan
substansinya melanggar keadilan. Demikian sebaliknya, apa yang secara formal
salah bisa saja dibenarkan jika secara materiil dan substansinya sudah cukup adil
(hakim dapat menoleransi pelanggaran procedural asalkan tidak melanggar
substansi keadilan). Dengan kata lain, keadilan substantif bukan berarti hakim
harus selalu mengabaikan bunyi undang-undang. Melainkan, dengan keadilan
substantif berarti hakim bisa mengabaikan undang-undang yang tidak memberi
rasa keadilan, tetapi tetap berpedoman pada formal-prosedural undang-undang
yang sudah memberi rasa keadilan sekaligus menjamin kepastian hukum.

Sedangkan hukum prosedural mengendalikan/mengontrolperilaku dari


badan pemerintah (terutama pengadilan) sebagai badan yang mendirikandan
mendorong aturan-aturan hukum substantif. Sebuah undang-undang ataskejahatan
melakukan pembunuhan, sebagai contoh, adalah termasuh aturan
hukumsubstantif. Tetapi aturan yang menerangkan peruatan percobaan tindak
kejahatanadalah termasuk prosedural.

Karena hukum acara merupakan sarana untuk menegakkan aturan-aturan


substantif, ada berbagai jenis hukum prosedural, sesuai dengan berbagai jenis
hukum substantif. Hukum Pidana adalah cabang dari hukum substantif berurusan
dengan hukuman bagi pelanggaran terhadap publik dan memiliki sebagai
konsekuensinya prosedur kriminal , yang menunjukkan bagaimana sanksi hukum
pidana harus diterapkan. Hukum privat substantif, yang berkaitan dengan
hubungan antara orang pribadi (yaitu, non-pemerintah), apakah individu atau
badan hukum, telah sebagai konsekuensinya aturan prosedur sipil. Karena objek
proses pengadilan adalah untuk sampai pada kebenaran dengan menggunakan
bukti-bukti terbaik yang tersedia, harus ada hukum-hukum prosedural bukti untuk
mengatur presentasi saksi, dokumentasi, dan bukti fisik (Mahrus Ali, 2011).

3. Perbedaan Hukum Kontrak dan Hukum Gugatan

Hukum kontrak dilakukan untuk melindungi, membela dan memeriksa


kontrak-kontrak yang dibuat antara orang-orang, lembaga, kelompok, organisasi,
dll berada di bawah sistem hukum sipil dan dianggap bagian dari hukum
sekitarnya kewajiban, atau 'hukum kewajiban (Sudarto, 1997). Hukum kontrak
meliputi undang-undang atau peraturan diarahkan untuk menegakkan janji-janji
tertentu.

Hukum gugatan atau Torts adalah kesalahan sipil diakui oleh hukum
sebagai dasar untuk gugatan. Kesalahan ini mengakibatkan cedera atau kerugian
yang menjadi dasar klaim oleh pihak yang dirugikan. Sementara beberapa torts
juga kejahatan diancam dengan pidana penjara, tujuan utama dari gugatan hukum
adalah untuk menyediakan bantuan bagi kerusakan yang terjadi dan mencegah
orang melakukan bahaya yang sama. Orang yang terluka bisa menuntut perintah
untuk mencegah kelanjutan dari perilaku menyakitkan atau untuk kerusakan
moneter (Wirjono Prodjodikorro, 1962).

4. Pengaruh Hukum terhadap Perkembangan Profesi Keperawatan

Perawat merupakan aspek penting dalam pembangunan kesehatan Perawat


merupakan salah satu tenaga kesehatan yang diatur dalam PP No. 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan. Bahkan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan,
tenaga perawat merupakan jenis tenaga kesehatan terbesar yang dalam
kesehariannya selalu berhubungan langsung dengan pasien dan tenaga kesehatan
lainnya (Sri Praptianingsih, 2006).
Namun di dalam menjalankan tugasnya tak jarang perawat bersinggungan
dengan masalah hukum. Bahkan profesi perawat sangat rentan dengan kasus
hukum seperti gugatan 4 malpraktik sebagai akibat kesalahan yang dilakukannya
dalam pelayanan kesehatan. Terlebih lagi bahwa perawat bukan lagi sekedar
tenaga kesehatan yang pasif. Bahkan di New York sejak tahun 1985 melalui suatu
kepeutusan Pengadilan Tinggi diakui bahwa perawat bukan lagi menjadi petugas
kesehatan yang pasif, tetapi penyedia jasa perawatan kesehatan yang desisif dan
asertif (Cecep Triwibowo, 2010).

Dalam lingkup modern dan pandangan baru itu, selain adanya perubahan
status yuridis dari perpanjangan tangan menjadi kemitraan atau
kemandirian, seorang perawat juga telah dianggap bertanggung jawab hukum
untuk malpraktik keperawatan yang dilakukannya, berdasarkan standar profesi
yang berlaku. Dalam hal ini dibedakan tanggung jawab untuk masing-masing
kesalahan atau kelalaian, yakni dalam bentuk malpraktik medik (yang dilakukan
oleh dokter) dan malpraktik keperawatan (Cecep Triwibowo, 2010).

5. Hukum Pidana yang Berlaku untuk Keperawatan

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang


menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana,
serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang
melakukannya. Sementara dari aspek pertanggungjawaban secara hukum pidana
seorang perawat baru dapat dimintai pertanggungjawaban apabila terdapat unsur-
unsur sebagai berikut:

a. Suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum; dalam hal ini apabila
perawat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang
tertuang dalam Pasal 8 Permenkes No. 148/2010.
b. Mampu bertanggung jawab, dalam hal ini seorang perawat yang
memahami konsekuensi dan resiko dari setiap tindakannya dan secara
kemampuan, telah mendapat pelatihan dan pendidikan untuk itu. Artinya
seorang perawat yang menyadari bahwa tindakannya dapat merugikan
pasien.
c. Adanya kesalahan (schuld) berupa kesengajaan (dolus) atau karena
kealpaan (culpa). Kesalahan disini bergantung pada niat (sengaja) atau
hanya karena lalai. Apabila tindakan tersebut dilakukan karena niat dan
ada unsur kesengajaan, maka perawat yang bersangkutan dapat dijerat
sebagai pelaku tindak pidana. Sebagai contoh seorang perawat yang
dengan sadar dan sengaja memberikan suntikan mematikan kepada pasien
yang sudah terminal (disebut dengan tindakan euthanasia aktif)
d. Tidak adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf; dalam hal ini tidak ada
alasan pemaaf seperti tidak adanya aturan yang mengijinkannya
melakukan suatu tindakan, ataupun tidak ada alasan pembenar. Sebagai
contoh perawat yang menjalankan peran terapeutik atau yang
melaksanakan delegated medical activities dengan beranggapan perintah
itu adalah sebuah tindakan yang benar. Tindakan tersebut tidak menjadi
benar namun alasan perawat melakukan hal tersebut dapat dimaafkan.
Cakupan Hukum Pidana Tentang Perilaku Perawat adalah sebagai berikut :
1. Tindak pidana terhadap nyawa
2. Tindak terhadap tubuh
3. Tindak pidana yang berkenaan dengan Asuhan Keperawatan semata untuk
tujuan komersial
4. Tindak pidana yang berkenaan dengan pelaksanan Asuhan Keperawatan
tanpa keahlian atau kewenangan
5. Tindak pidana yang berkenaan dengan tidak dipenuhinya persyaratan
administrative
6. Tindak pidana yang berkenaan dengan hak atas informasi
7. Tindak pidana yang berkenaan dengan produksi dan peredaran alat
kesehatan dan sediaan informasi
6. Prosedur Proses Pidana

Jalur untuk mengetahui adanya suatu tindak pidana adalah melalui:


a. Pengaduan, yaitu pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang
berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum
seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikan (pasal 1
butir 25 KUHAP)
b. Laporan, yaitu pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang
telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana (Pasal 1 butir 24
KUHAP)

Dalam melaksanakan penyelidikan, penyelidik memiliki kewajiban dan


kewenangan. Penyelidik karena kewajibannya memiliki kewenangan antara lain sebagai
berikut:
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
(Pasal 5 KUHAP)
2. Mencari keterangan dan barang bukti;(Pasal 5 KUHAP)
3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa
tanda pengenal diri; (Pasal 5 KUHAP)
4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung-jawab. (Pasal 5
KUHAP)
5. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
a. penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan
penahanan;
b. pemeriksaan dan penyitaan surat;
c. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
d. membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik. (Pasal 5
KUHAP)
e. Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan
tindakan sebagaimana tersebut diatas. (Pasal 5 KUHAP)
f. Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik
berwenang melakukan penangkapan. (Pasal 16 ayat (1) KUHAP)
7. Cara mengatasi dilema hukum & etis di keperawatan
Dalam mengatasi dilema hukum dan etis di keperawatan ada beberapa cara
menurut para ahli :
Model Pemecahan masalah/ Dilema Etik ( Megan, 1989 )
Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik.
1. Mengkaji situasi
2. Mendiagnosa masalah etik moral
3. Membuat tujuan dan rencana pemecahan
4. Melaksanakan rencana
5. Mengevaluasi hasil
Kerangka Pemecahan dilema etik (kozier & erb, 2004 )
a. Mengembangkan data dasar.
Untuk melakukan ini perawat memerlukan pengumpulan informasi sebanyak
mungkin meliputi :
1) Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana
keterlibatannya
2) Apa tindakan yang diusulkan
3) Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
4) Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan
yang diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi
tindakan tersebut
d. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa
pengambil keputusan yang tepat
e. Mengidentifikasi kewajiban perawat
f. Membuat keputusan
Murphy dan Murphy
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
b. Mengidentifikasi masalah etik
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d. Mengidentifikasi peran perawat
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif
keputusan
g. Memberi keputusan
h. Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai
dengan falsafah umum untuk perawatan klien
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan
menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat
keputusan berikutnya.
Langkah penyelesaian dilema etik menurut Tappen (2005) adalah :
a. Pengkajian

Target tahap ini adalah terkumpulnya data dari seluruh pengambil keputusan

b. Perencanaan

Untuk merencanakan dengan tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat
dalam pengambilan keputusan harus masuk dalam proses. Thomson and Thomson
(1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal yang sangat spesifik namun terintegrasi dalam
perencanaan, yaitu :

1. Tentukan tujuan dari treatment.


2. Identifikasi pembuat keputusan
3. Daftarkan dan beri bobot seluruh opsi / pilihan.
c. Implementasi

Selama implementasi, klien/keluarganya yang menjadi pengambil


keputusan beserta anggota tim kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan
yang dapat diterima dan saling menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka
dan kadang diperlukan bernegosiasi. Peran perawat selama implementasi adalah
menjaga agar komunikasi tak memburuk, karena dilema etis seringkali
menimbulkan efek emosional seperti rasa bersalah, sedih / berduka, marah, dan
emosi kuat yang lain
d. Evaluasi

Tujuan dari evaluasi adalah terselesaikannya dilema etis seperti yang


ditentukan sebagai outcome-nya. Perubahan status klien, kemungkinan treatment
medik, dan fakta sosial dapat dipakai untuk mengevaluasi ulang situasi dan akibat
treatment perlu untuk dirubah. Komunikasi diantara para pengambil keputusan
masih harus dipelihara.
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan
Sumber utama hukum keperawatan adalah
- UU Kesehatan No.23/1992,Pasal 32, Ayat 2,3,4 & 5,Pasal 50,Pasal
53,Pasal 54,Pasal 55,Pasal 73 ,Pasal 77
- PP RI No.32/1996, Tentang Tenaga Kesehatan
- Kep Menkes 1239/2001, Tentang Registrasi & Praktik Perawat
Hukum substantif adalah perundang-undangan atau hukum tertulis yang
mengatur hak dan kewajiban orang-orang yang tunduk pada hukum tersebut.
Hukum substantif mendefinisikan hubungan hukum seseorang dengan orang
lain atau di antara mereka dan negara sedangkan hukum prosedural adalah
mengendalikan/mengontrolperilaku dari badan pemerintah (terutama
pengadilan) sebagai badan yang mendirikandan mendorong aturan-aturan
hukum substantif.
Hukum kontrak dilakukan untuk melindungi, membela dan memeriksa
kontrak-kontrak yang dibuat antara orang-orang, lembaga, kelompok,
organisasi, dll berada di bawah sistem hukum sipil dan dianggap bagian dari
hukum sekitarnya kewajiban, atau 'hukum kewajiban sedangkan Hukum
gugatan atau Torts adalah kesalahan sipil diakui oleh hukum sebagai dasar
untuk gugatan. Kesalahan ini mengakibatkan cedera atau kerugian yang
menjadi dasar klaim oleh pihak yang dirugikan

b. Saran

Dengan makalah ini diharapkan pembaca dapat mengerti dan memahami


mengenai hukum keperawatan dan penerapannya dalam dunia kesehatan dan bisa
memahami mengenai aspek hukum yang berkaitan dengan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Kozier B., Erb G., Berman A., & Snyder.2004. Fundamental Keperawatan.
Konsep Proses dan Praktik.Ed.7.EGC

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta : PT Rineka


Cipta

Ismani, N. 2001. Etika keperawatan. Jakarta: Widya Medika.

(Online https://olhachayo.files.wordpress.com/2014/08/bab-i-iv1.pdf). Diakses


tanggal 02 Juni 2017. Diposkan tanggal 30 Agustus 2014

Anda mungkin juga menyukai