Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebagai tenaga pengajar atau pendidik sudah menjadi keharusan memiliki dasar
atau pondasi yang kuat untuk mendukung profesinya dengan meningkatkan
kemampuannya dalam pembelajaran.
Di dalam proses pembelajaran memiliki berbagai kendala, berupa peserta didik
yang kurang memperhatikan atau tidak mau mendengarkan penjelasan gurunya,
pembelajaran yang berlangsung membosankan ataupun tidak adanya minat atau
ketertarikan peserta didik terhadap materi tersebut. Alhasil dalam penilaian hasil belajar
akan diperoleh nilai yang buruk. Hal ini tidak bisa menyalahkan di satu pihak, misalnya
peserta didik tetapi juga merupakan kesalahan pendidik.
Pendidik yang demikian bisa dikatakan sebagai pendidik yang kurang profesional
karena hal-hal yang membosankan pada proses pembelajaran dikelas dipicu oleh pendidik
tersebut yang tidak mampu mengkondisikan kelas senyaman mungkin bagi peserta
didiknya disaat proses belajar dilaksanakan.
Menurut Jerome S. Bruner, seorang peneliti terkemuka, memberikan beberapa
gambaran tentang perlunya teori pembelajaran untuk mendukung proses pembelajaran di
dalam kelas, serta beberapa contoh praktis untuk dapat menjadi bekal persiapan
profesionalitas para guru. Berdasarkan penelitian selama beberapa tahun terakhir, bahwa
dari segi psikologis dan dari desain kurikulum itu sendiri, sangatlah minim dibahas
tentang teori pembelajaran. Teori pembelajaran yang sudah ada selama ini, hanya
terfokus pada kepentingan teoritis semata. Sebagai contoh, pada saat membahas tentang
teori perkembangan, seorang anak tidak diajarkan pengaruhnya terhadap tantangan sosial
dan bagaimana pengalaman nyata yang nantinya akan dialami anak ketika berada di
masyarakat.
Oleh karena itu, perlunya pendidik mengetahui berbagai macam teori
pembelajaran sehingga nantinya dapat di implementasikan dalam proses
pembelajarannya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah yang kami kemukakan dalam makalah ini sebagai berikut:

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan teori pembelajaran ?


1.2.2 Apa yang dimaksud dengan :
Teori Pembelajaran Behaviorisme
Teori Pembelajaran Humanisme
Teori Pembelajaran Kognitivisme
Teori Pembelajaran Konstruktivisme
1.2.3 Bagaimana hubungan teori-teroi pembelajaran dengan proses pembelajaran?

1
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan makalah ini:

1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan teori pembelajaran.


1.3.2 Mengetahui dan mempelajari berbagai macam teori pembelajaran antara lain:
Teori Pembelajaran Behaviorisme
Teori Pembelajaran Humanisme
Teori Pembelajaran Kognitivisme
Teori Pembelajaran Konstruktivisme
1.3.3 Mengetahui hubungan teori-teroi pembelajaran dengan proses pembelajaran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN TEORI PEMBELAJARAN


Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena
dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar
variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah (Creswell, John
w.,1993:120)

Teori merupakan seperangkat proposisi yang menggambarkan suatu gejala


terjadi seperti ini. Untuk memudahkan penelitian diperlukan pedoman berfikir yaitu
kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu
menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari
sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilih. (Suyanto, 2005:34)

Jadi, teori merupakan serangkaian konsep, definisi, dan proposisi yang saling
berkaitan dan bertujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu
fenomena pada umumnya

Menurut aliran behavioristik pembelajaran adalah usaha guru membentuk


tingkah laku yang diinginkan dengan menyediaka lingkungan atau stimulus. Aliran
kognitif mendefinisikan pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berpikir agar mengenal dan memahami sesuatu yang sedang di
pelajari (Darsono, 2000: 24). Adapun humanistik mendefinisikan pembelajaran
sebagai memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara
mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya (Sugandi, 2004: 9)

Dari pendefinisian diatas, dapat kita artikan bahwa teori pembelajaran


adalah serangkaian konsep, definisi, dan proposisi yang saling berkaitan dan bertujuan
untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang proses belajar dan mengajar.

2.2 MACAM-MACAM TEORI PEMBELAJARAN


Adapun bebarapa teori pembelajaran antara lain:

1. TEORI BEHAVIORISME
Teori belajar behavior yang menekankan terhadap perubahan perilaku siswa
adalah teori belajar behavioristik. Teori ini dicetuskan oleh Gage dan Berliner yang
berisi tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Behavior dalam
psikologi atau juga disebut behaviorisme adalah teori pembelajaran yang didasarkan
pada tingkah laku yang diperoleh dari pengkondisian lingkungan. Pengkondisian
terjadi melalui interaksi dengan lingkungan..Menurut teori behavioristik, belajar

3
adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner, 1984).
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000).
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu
hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek aspek mental. Dengan
kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks
sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Proses
pembelajaran menurut teori Behaviorisme adalah bahwa proses pembelajaran lebih
menekankan pada proses pemberian stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon yang
dilakukan oleh siswa.
Teori behaviorisme ini memiliki tiga rumpun yang terdiri atas :
1) kondisioning klasik dengan tokohnya Ivan Pavlov.
2) psikologi penguatan (operant conditioning) dengan tokoh yang terkenal yaitu B.F
Skinner.
3) Psikologi Koneksionisme dengan tokohnya Edward L. Thorndike.

a. Ciri ciri Teori Belajar Behaviorisme


Adapun ciri-ciri teori belajar behavioristik adalah :
1. Mementingkan pengaruh lingkungan.
2. Mementingkan bagian bagian.
3. Mementingkan peranan reaksi.
4. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar .
5. Mementingkan sebab sebab di waktu yang lain.
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan.
7. Dalam pemecahan masalah, ciri khasnya trial and error.

b. Tokoh-tokoh dalam Teori Behaviorisme


1) Ivan Petrovich Pavlov
Ivan Petrovitch Pavlov merupakan tokoh aliran behaviorisme klasik (
Classical Conditioning ). Dia dilahirkan di kota Ryazan, yaitu sebuah desa kecil di
Rusia pada September 1849, satu dekade sebelum dipublikasikannya teori Darwin
Darwins On The Origin of Species ( Chance, 2002 ). Penelitian yang dilakukannya
adalah mengenai kelenjar ludah dengan menggunakan anjing sebagai subyek, dimana
perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-
ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.Teori ini menunjukkan bahwa
tingkah laku tertentu dapat dibentuk melalui proses conditioning.

2) John Watson
Watson menyatakan bahwa hanya tingkah laku yang teramati saja yang dapat
dipelajari dengan valid dan reliable. Dengan demikian stimulus dan respon harus
berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable). Watson mengatakan bahwa
ada 3 prinsip dalam aliran behaviorisme:
a) Menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku. Perilaku
muncul sebagai respon dari kondisi yang mengelilingi manusia dan hewan.

4
b) Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka
sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari.
c) Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari
perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.

3) Edward Lee Thorndike


Thorndike menyangkal pendapat bahwa hewan memecahkan masalah dengan
nalurinya. Ia justru berpendapat bahwa hewan juga memiliki kecerdasan. Menurut
Thorndike, ada beberapa hukum pokok dalam proses belajar manusia, antara lain:
a) Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul karena penyesuaian
diri dengan sekitarnya yang akan memberikan kepuasan, hubungan antara
stimulus dan respon akan mudah terbentuk apabila ada kesiapan pada diri
seseorang.
b) Law of Exercise, hubungan antara stimulus dan respon itu akan sangat kuat bila
sering dilakukan pelatihan dan pengulangan, dan akan menjadi lemah jika latihan
tidak diteruskan.
c) Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh yang
memuaskan cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan
akan dilupakan.

4) B.F Skinner
Skinner meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses operant
conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui
pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar.

IMPLIKASI TEORI BEHAVIORISME PADA PEMBELAJARAN


Penerapan teori behavioristic dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari
beberapa komponen seperti : tujuan pembelajaran, materi pelajaran, karakteristik
siswa, media, fasilitas pembelajaran, dan penguatan (Sugandi, 2007:35) .Teori ini
sangat sesuai untuk pengetahuan yang bersifat obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Dalam hal ini pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pembelajar

Penggunaan teori Behaviorisme ini adalah guru yang menggunakan paradigma


behaviorisme akan menyusun bahan pelajaran yang sudah siap sehingga tujuan
pembelajaran yang dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak
hanya memberi ceramah tetapi juga contoh - contoh. Bahan pelajaran disusun hirarki
dari yang sederhana sampai yang kompleks. Hasil dari pembelajaran dapat diukur dan
diamati, kesalahan dapat diperbaiki. Hasil yang diharapkan adalah terbentuknya suatu
perilaku yang diinginkan. Metode ini sangat cocok untuk pemerolehan kemampuan

5
yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur kecepatan
spontanitas kelenturan daya tahan dan sebagainya.

Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan peran orang tua. Kekurangan metode ini adalah pembelajaran siswa
yang berpusat pada guru bersifat mekanistis dan hanya berorientasi pada hasil. Murid
dipandang pasif, murid hanya mendengarkan, menghafal penjelasan guru sehingga
guru sebagai sentral dan bersifat otoriter. Munculnya perilaku siswa yang kuat apabila
diberikan penguatan dan akan menghilang jika dikenai hukuman (Nasution, 2006:66)
Pada teori ini guru lebih menekan kan pada tujuan pembelajaran yang lebih pada
hasil tanpa mengutamakan prosesnya sehigga siswa hanya diberi teori latihan
berulang tanpa tau prosesnya siswa itu biasa atau tidak. Teori behavioristik
menerapkan prinsip penguatan stimulus-respon. Maksudnya adalah pengetahuan yang
terbentuk melalui ikatan stimulus - respon akan semakin kuat bila diberi penguatan.
Penguatan tersebut terbagi atas penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan
positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu.
Sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau
menghilang. Teori belajar behavioristic tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran
ataupun perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati
(Putrayasa,2013:49).

Kelemahan Teori Behaviorisme


a) Hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati.
b) Kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri.
c) Pebelajar berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif.
d) Pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas
dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat.
e) Kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar

Kelebihan Teori Behaviorisme


Sesuai untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik dan
pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas,
kelenturan, reflex.

2. TEORI HUMANISME

6
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik
adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar
humanisme sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori
kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori
humanistik sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu
sendiri serta lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep pendidikan untuk
membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalam bentuk
yang paling ideal. Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si
pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya. (Uno, 2006: 13).

Faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa


belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan
terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya.
Teori humanistic berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal
tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman
diri, serta realisasi diri orang yang belajar, secara optimal. Teori humanistik bersifat
sangat eklektik yaitu memanfaatkan atau merangkumkan berbagai teori belajar
dengan tujuan untuk memanusiakan manusia dan mencapai tujuan yang diinginkan
karena tidak dapat disangkal bahwa setiap teori mempunyai kelebihan dan
kekurangan.

a. Tokoh-tokoh Penganut Aliran Humanisme


1. Kolb
Pandangan Kolb tentang belajar dikenal dengan Belajar Empat Tahap yaitu:
a) Tahap pandangan konkret
Pada tahap ini seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu
kejadian sebagaimana adanya namun belum memilki kesadaran tentang hakikat
dari peristiwa tersebut
b) Tahap pemgamatan aktif dan reflektif
Tahap ini seseorang semakin lama akan semakin mampu melakukan observasi
secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya dan lebih berkembang.
c) Tahap konseptualisasi
Pada tahap ini seseorang mulai berupaya untuk membuat abstraksi,
mengembangkan suatu teori, konsep, atau hukum dan prosedur tentang sesuatu
yang menjadi objek perhatiannya dan cara berpikirnya menggunakan induktif.
d) Tahap eksperimentasi aktif
Pada tahap ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-
teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata dan cara berpikirnya
menggunakan deduktif.

7
2. Honey dan Mumford
Honey dan Mumford menggolongkan orang yang belajar ke dalam empat
macam atau golongan, yaitu:
a) Kelompok aktivis ; Yaitu mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi
aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman-
pengalaman baru.
b) Kelompok reflector ; Yaitu mereka yang mempunyai kecenderungan
berlawanan dengan kelompok aktivis. Dalam melakukan suatu tindakan
kelompok ini sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan.
c) Kelompok teoris ; Yaitu mereka yang memiliki kecenderungan yang sangat
kritis, suka menganalisis, selalu berpikir rasional dengan menggunakan
penalarannya.
d) Kelompok pragmatis ; Yaitu mereka yang memiliki sifat-sifat praktis, tidak
suka berpanjang lebar dengan teori-teori, konsep-komsep, dalil-dalil, dan
sebagainya.

3. Habermas
Menurut Habernas, belajar baru akan tejadi jika ada interaksi antara individu
dengan lingkungannya. Ia membagi tipe belajar menjadi tiga, yaitu:
a) Belajar teknis (technical learning) ; Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat
berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar.
b) Belajar praktis (practical learning) ; Yaitu belajar bagaimana seseorang dapat
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang di
sekelilingnya dengan baik.
c) Belajar emansipatoris (emancipatory learning) ; Yaitu belajar yang
menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran
tinggi akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dengan lingkungan
sosialnya.

4. Bloom dan Krathwohl


Bloom dan Krathmohl lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti
dikuasai oleh individu (sebagai tujuan belajar), setelah melalui peristiwa-peristiwa
belajar. Tujuan belajarnya dikemukakan dengan sebutan Taksonomi Bloom, yaitu:
a) Domain kognitif, terdiri atas 6 tingkatan, yaitu: Pengetahuan, Pemahaman,
Aplikasi, Analisis, Sintesis, dan Evaluasi.
b) Domain psikomotor, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu: Peniruan, Penggunaan,
Ketepatan, Perangkaian, dan Naturalisasi.
c) Domain afektif, terdiri atas 5 tingkatan, yaitu: Pengenalan, Merespon,
Penghargaan, Pengorganisasian, dan Pengalaman.

Teori humanistik akan sangat membantu para pendidik dalam memahami


arah belajar pada dimensi yang lebih luas, sehingga upaya pembelajaran apapun dan
pada konteks manapun akan selalu diarahkan dan dilakukan untuk mencapai

8
tujuannya. Meskipun teori humanistik sering dikritik karena sulit diterapkan dalam
konteks yang lebih praktis dan dianggap lebih dekat dengan bidang filsafat, teori
kepribadian dan psikoterapi dari pada bidang pendidikan, sehingga sulit
diterjemahkan ke dalam langkah-langkah yang lebih konkret dan praktis. Namun
sumbangan teori ini amat besar. Ide-ide, konsep-konsep, taksonomi-taksonomi tujuan
yang telah dirumuskannya dapat membantu para pendidik dan guru untuk memahami
hakikat kejiwaan manusia.

Dalam praktiknya teori ini cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir


induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar. Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau
spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.
Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para
peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna
belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada
peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
(Sumanto, 1998: 235)
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar.
Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
a) Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
b) Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang
bersifat jelas, jujur dan positif.
c) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik
untuk belajar atas inisiatif sendiri.
d) Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara mandiri.
e) Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih
pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko
dari perilaku yang ditunjukkan.
f) Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran
peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik
untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
g) Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
h) Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta
didik. (Mulyati, 2005: 182)

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini tepat untuk diterapkan.


Keberhasilan aplikasi ini adalah peserta didik merasa senang bergairah, berinisiatif
dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan
sendiri. Peserta didik diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat
oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau
etika yang berlaku.

9
IMPLIKASI TEORI BELAJAR HUMANISME TERHADAP
PEMBELAJARAN
Penerapan teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses
pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam
pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan
guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan
peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan
mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku utama (stundent center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi
diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri
yang bersifat negatif. Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai
fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan
berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
a) Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi
kelompok, atau pengalaman kelas.
b) Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan
perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
c) Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing peserta didik untuk
melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan
pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
d) Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang
paling luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu
mencapai tujuan mereka.
e) Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk
dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
f) Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan
menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan
mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual
ataupun bagi kelompok.
g) Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi, seorang
anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang
individu, seperti peserta didik yang lain.
h) Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta
didik.
i) Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya
perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
j) Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir, 1993:
65).

Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :


10
a) Merespon perasaan peserta didik.
b) Menggunakan ide-ide peserta didik untuk melaksanakan interaksi yang sudah
dirancang.
c) Berdialog dan berdiskusi dengan peserta didik.
d) Menghargai peserta didik.
e) Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.
f) Menyesuaikan isi kerangka berpikir peserta didik (penjelasan untuk
mementapkan kebutuhan segera dari peserta didik).
g) Tersenyum pada peserta didik. (Syaodih, 2007: 152)

Kekurangan Teori Belajar Humanisme

1) Pemahaman yang kurang jelas dapat menghambat pembelajaran.


2) Guru biasanya tidak memberikan informasi yang lengkap sehingga peserta didik
yang kurang referensi akan kesulitan untuk belajar.
3) Kebebasan yang diberikan akan cenderung disalahgunakan. Misal saja guru
menugaskan peserta didik untuk berdiskusi sesuai kelompok, pasti ada beberapa
peserta didik yang mengandalkan teman atau tidak mau bekerja sama.
4) Pemusatan pikiran akan berkurang. Dalam hal ini guru tidak sepenuhnya
mengawasi karena system belajar yang seperti ini adalah siswa yang berperan
aktif menggali potensi, sehingga peserta didik akan memanfaatkan keadaan yang
ada. Misal dalam mencari referensi menggunakan internet peserta didik malah
bermain game atau mengaktifkan akun sosial media. Secara otomatis pemusatan
pikiran dalam belajar akan terganggu.
5) Kecurangan-kecurangan yang semakin menjadi tradisi. Dalam pembuatan tugas
peserta didik yang malas akan berinisiatif mengcopy pekerjaan temannya. Ini
akan mengurangi kepercayaan guru maupun temannya.

Kelebihan Teori Belajar Humanisme

1) Tumbuhnya kreatifitas peserta didik. Dengan belajar aktif dan mengenali diri
maka kreatifitas ang sesuai dengan karakternya akan muncul dengan sendirinya.
Dengan begitu akan muncul keragaman karya. Jika berlanjut kepada nilai jual
misalnya maka itu juga akan menambah pemasukan atau paling tidak ada
perasaan senang karena karyanya dihargai.
2) Semakin canggihnya teknologi maka akan semakin maju perkembangan
belajarnya. Canggihnya teknologi ternyata mampu membangun motivasi dalam
diri peserta didik untuk belajar. Hal inilah yang membuat pikirannya terasah
untuk menemukan pengetahuan baru.
3) Tugas guru berkurang. Dengan peserta didik yang melinbatkan dirinya dalam
proses belajar itu juga akan mengurangi tugas guru karena guru hanylah failisator

11
peserta didik. Guru tidak lagi memberikan ceramah yang panjang, cukup
dengan memberikan pengarahan-pengarahan.
4) Mendekatkan satu dengan yang lainnya. Bimbingan guru kepada peserta didik
akan mempererat hubungan antar keduanya. Seringnya berkomunikasi akan
menciptakan suasana yang nyaman karena peserta didik tidak merasa takut atau
tertekan.

3. TEORI KOGNITIVISME
Istilah Cognitive berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian,
mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan,
dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah
kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu
konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap
perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan,
memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,
pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk
kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan
afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis,
tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan
mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.

Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar
itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon,
lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah
perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu
berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.

a. Ciri-ciri Teori Kognitivisme

Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan


mempergunakan bentuk-bentuk representatif yang mewakili obyek-obyek itu di
representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau
lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental. Kognitivisme
membagi tipe-tipe siswa, yaitu:

12
a) Tipe pengalaman konkret, lebih menyukai contoh khusus yang mereka bisa
terlibat dan berhubungan dengan teman-temannya, bukan dengan orang-orang
dalam otoritas itu.
b) Tipe observasi refleksif, yaitu mengobservasi dengan teliti sebelum melakukan
tindakan.
c) Tipe konsepsualisasi abstrak, yaitu lebih suka bekerja dengan sesuatu dan
simbol-simbol daripada dengan temannya, suka belajar dengan teori dan
melakukan analisis sistematis.
d) Tipe eksperimentasi aktif, yaitu lebih suka belajar dengan melakukan praktik
proyek dan melalui kelompok diskusi. Mereka menyukai belajar metode aktif
dan berinteraksi dengan teman untuk memperoleh umpan balik dan informasi.

b. Tokoh-Tokoh Teori Kognitivisme


1. Jean Piaget.
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi
perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Menurut
Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan
untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan
lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran yaitu bahasa


dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar
dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak; Anak-anak akan
belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus
membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya; Bahan
yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing; Berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak
hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

2. Bruner.

13
Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia
berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai
tahap perkembangan tertentu. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang
dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan
menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang
terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang
sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan
dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut
Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif
kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan. (discovery learning).

Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran yaitu menghadapkan anak


pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan berusaha
membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya;
dan dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau
mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai
keseimbangan di dadalam benaknya

3. Ausebel.
Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang
dimilikinya dengan pengetahuan baru. Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap :
a) Memperhatikan stimulus yang diberikan.
b) Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah
dipahami.

Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya
didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa
(advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan
belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang
mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer
memberikan tiga manfaat yaitu menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi
yang akan dipelajari, berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang

14
sedang dipelajari dan yang akan dipelajari, serta dapat membantu siswa untuk
memahami bahan belajar secara lebih mudah

IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR KOGNITIVISME

Implementasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran yaitu guru harus


memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses
berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan
benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi
dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru
menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa
untuk mencapai keberhasilan siswa.

4. TEORI KONSTRUKSIVISME
Konstruktivisme (contructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi)
pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan yang dibangun sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba.
Untuk itu siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu
yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, yaitu siswa harus
mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dibenak mereka. Menurut teori ini, satu
prinsip yang mendasar adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada
siswa, namun siswa juga harus berperan aktif membangun sendiri pengetahuan di
dalam memorinya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan kemudahan untuk proses
ini, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan
ide ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
Makna belajar menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, dimana
peserta didik membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka
pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan
kerangka berfikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.


Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan
mereka.
Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses
saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya
secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya
yang sudah ada.

15
Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor
ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten
atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan
pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.

Glaserfeld dan Kitchener dalam Aunurrahman (2009) memberikan penekanan


tentang 3 hal mendasar berkaitan dengan pemahaman terhadap gagasan
konstruktivisme, yaitu:
1. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi
selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
2. Subjek membentuk kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu
untukpengetahuan.
3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang yang membentuk
pengetahuan, dan konsepsi itu berlaku bila berhadapan dengan
pengalamanpengalaman seseorang.

a. Teori Belajar Konstruktivisme Jean Piaget


Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159)
menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan
teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam
pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang
dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai
dengan skemata yang dimilikinya. Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan
Jean Piaget adalah sebagai berikut:

Skemata. Sekumpulan konsep yang digunakan ketika berinteraksi dengan


lingkungan disebut dengan skemata.
Asimilasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah
ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang
menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema
yang telah ada.
Akomodasi. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak
dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah
dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema
yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi.
Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru sehingga cocok dengan rangsangan
itu.
Keseimbangan. Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi
sedangkan diskuilibrasi adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses

16
asimilasi dan akomodasi, ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan
pengalaman luar dengan struktur dalamnya.
b. Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Ratumanan (2004:45) mengemukakan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada
dua ide utama. Pertama, perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau
dari konteks historis dan budaya pengalaman anak. Kedua, perkembangan bergantung
pada sistem-sistem isyarat mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya
untuk membantu orang berfikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah, dengan
demikian perkembangan kognitif anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya dan
belajar menggunakan sistem-sistem ini untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri
sendiri.

IMPLIKASI KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya konstruktivisme memandang


belajar sebagai suatu proses mengkonstruksi pengetahuan melalui keterlibatan fisik
dan mental secara aktif. Karena siswa aktif berperan membangun pengetahuan dan
pemahamannya sendiri, maka setiap siswa harus mengetahui kekuatan dan kelemahan
yang dimilikinya. Siswa hendaknya memahami karakteristik gaya belajarnya. Sebagai
contoh terdapat sebagian siswa yang merasa sangat terbantu mengingat suatu informasi
atau konsep tertentu jika yang dia pelajari dibuat dalam bentuk skema, gambar atau
symbol tertentu, sedangkan siswa yang lain sangat terbantu memahami suatu konsep
jika mereka diberi kesempatan membuat kesimpulan yang mereka susun sendiri.

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak


(Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan
individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan
setiap persoalan yang dihadapi.
2. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta
didik.
3. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang
sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan
teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi
pengetahuan pada diri peserta didik.

Dikatakan juga bahwa pembelajaran yang memenuhi metode konstruktivis


hendaknya memenuhi beberapa prinsip, yaitu:
a. Menyediakan pengalaman belajar yang menjadikan peserta didik dapat melakukan
konstruksi pengetahuan.
b. Pembelajaran dilaksanakan dengan mengkaitkan kepada kehidupan nyata.
c. Pembelajaran dilakukan dengan mengkaitkan kepada kenyataan yang sesuai.
d. Memotivasi peserta didik untuk aktif dalam pembelajaran.

17
e. Pembelajaran dilaksanakan dengan menyesuaikan kepada kehidupan social peserta
didik.
f. Pembelajaran menggunakan barbagia sarana.
g. Melibatkan peringkat emosional peserta didik dalam mengkonstruksi pengetahuan
peserta didik (Knuth & Cunningham,1996).

Kelebihan Konstruktivisme
a. Berpikir: Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berpikir untuk
menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan.
b. Paham: Oleh karena murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan
baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
c. Ingat: Oleh karena murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat
lebih lama semua konsep.
d. Yakin: Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justru
mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
e. Kecerdasan sosial: Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rekan
dan guru dalam membina pengetahuan baru.
f. Senang: Oleh karena mereka terlibat secara terus, mereka paham, ingat, yakin dan
berinteraksi dengan sehat, maka mereka akan terasa senang belajar dalam membina
pengetahuan baru.

Kelemahan Konstruktivisme
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam
proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya kurang begitu
mendukung.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1) Teori pembelajaran adalah serangkaian konsep, definisi, dan proposisi yang saling
berkaitan dan bertujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang
proses belajar dan mengajar.
2) Teori pembelajaran behaviorisme berisi tentang perubahan tingkah laku sebagai
hasil pengalaman dan dapat diamati. Teori pembelajaran humanisme bertujuan
untuk memanusiakan manusia agar mampu mengaktualisasi diri dengan sebaik-
baiknya. Teori pembelajaran kognitivisme lebih mementingkan proses belajar
daripada hasil belajar itu sendiri. Sedangkan teori pembelajaran konstruktivisme
lebih menekankan kepada aktivitas yang aktif, dimana peserta didik membina
sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan
merupakan proses menyelesaikan konsep dan idea-idea baru dengan kerangka
berfikir yang telah ada dan dimilikinya .
3) Teori-teori pembelajaran dapat diimplementasikan dalam kegiatan belajar
mengajar. Seperti teori pembelajaran humanistik dengan adanya Taksonomi
Bloom sebagai pedoman guru dalam mengajar.

3.2 SARAN
Seharusnya teori-teori pembelajaran diatas, jangan hanya sebuah wacana. Tetapi
harus diimplementasikan secara nyata oleh pendidik kepada peserta didik agar
terwujudnya tujuan pembelajaran itu sendiri.

19
DAFTAR PUSTAKA

Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta


Bruner, Jerome S. 1960. The Process of Education. Cambridge : Harvard University.
Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches.
London: Sage Publication.
Dahar, R. W. 1989. Teori Belajar Mengajar. Jakarta : Erlangga.
Dakir. 1993. Dasar-dasar psikologi. Jakarta: Pustaka Pelajar
Darsono. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Press.

Hamdani. 2017. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka setia


aristwn.staff.iainsalatiga.ac.id www.kompasiana.com

Nahar, Novi Irwan, 2016. Penerapan Teori Belajar Behavioristik Dalam Proses Pembelajaran, .
Jurnal : Ilmu Pengetahuan Sosial. Vol 1. Sumatera Barat

Nasution, 2006. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara.


Mulyati. 2005. Psikologi Belajar. CV Andi Offset: yogyakarta

Poedjiadi, Anna. 1999. Pengatar Filsafat Ilmu bagi Pendidik. Bandung: Penerbit Yayasan
Cendrakasih.

Putarayasa, Ida Bagus. 2013. Landasan Pembelajaran. Bali. Undiksha Press.

Ratumanan, T.G. 2002. Model Pembelajaran Interaktif dengan Setting Kooperatif. Surabaya:
PPS Universitas Surabaya.

Shymansky, J. A., Keyle, W.C. 1992. Establishing a research agenda: critical issues of
science curriculum reform. JRST. Vol.30, Issues 7.
Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston:
Allyn and Bacon.
Soemanto, wasty. Psikologi pendidikan. PT grafindo persada:jakarta

Sugandi, Achmad, dkk. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK UNNES.Berliner,

Gage. 1984. Educational Psychology. 3rd edition. Houghton Mifflin Company. All right
reserved

Sukmadinata Nana Syaodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung; Remaja Rosda
Karya.

Suyanto, 2005. Konsep Dasar Anak Usia Dini : Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

20
Trianto.(2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:
Prestasi Pustaka.

Uno, hamzah B. 2006. Orientasi baru dalam Psikologi Perkembangan. Bumi aksara : jakarta

https://sites.google.com/site/mulyanabanten/home/teori-belajar-behavioristik/teori-belajar-
kognitif/teori-belajar-konstruktivistik/teori-belajar-humanistik
http://www.edukaislam.com/2016/11/kelebihan-dan-kelemahan-teori.html

21

Anda mungkin juga menyukai