Anda di halaman 1dari 15

KONSEP MANUSIA DALAM ISLAM

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Umum

Pendidikan Agama Islam

Drs. H. Khotim Ashom, M.Pd

Kelas 72

Kelompok 2

Anggota Kelompok :

1. Choridatul Aini A. 161610101017


2. Dinda Atika S. 161610101019
3. Pramita Wahyu D. 161610101020
4. Paramudibta Lungit K. 161610101021

Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Jember

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan pendidikan merupakan kegiatan yang melibatkan
manusia secara penuh, dilakukan oleh manusia, antar manusia, dan untuk
manusia. Dengan demikian berbicara tentang pendidikan tidak dapat
dilepaskan dari pembicaraan tentang manusia. Banyak pendapat tentang
pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan pada umumya
sepakat bahwa pendidikan itu diberikan atau diselengarakan dalam rangka
mengembangkan seluruh potensi manusia ke arah yang positif.6
Melalui pendidikan, manusia diharapkan mampu meningkatkan
dan mengembangkan seluruh potensi pemberian Tuhan kepadanya
sehingga menjadi manusia yang lebih baik, lebih berbudaya, dan lebih
manusiawi. Kegiatan pendidikan yang dilaksanakan harus terarah,
sehingga hasilnya berupa pengembangan potensi manusia, yang nantinya
dapat berdaya guna dan berhasil guna dan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan pemahaman yang tepat,
utuh, dan komprehensif tentang konsep manusia.6
Beberapa ahli filsafat, Socrates misalnya, menyebut manusia
sebagai Zoon politicon atau hewan yang bermasyarakat, dan Max Scheller
menyebutnya sebagai Das Kranke Tier atau hewan yang sakit yang selalu
bermasalah dan gelisah.1 Ilmu-ilmu humaniora termasuk ilmu filsafat telah
mencoba menjawab pertanyaan mendasar tentang manusia itu, sehingga
terdapat banyak rumusan atau pengertian tentang manusia.6
Beberapa rumusan atau definisi lain tentang manusia adalah
sebagai berikut: 1. Homo sapiens atau makhluk yang mempunyai budi. 2.
Homo faber atau Tool making animal yaitu binatang yang pandai membuat
bentuk peralatan dari bahan alam untuk kebuTuhan hidupnya. 3. Homo
economicus atau makhluk ekonomi. 4. Homo religious yaitu makhluk
beragama. 5. Homo laquen atau makhluk yang pandai menciptakan bahasa
dan menjelmakan pikiran dan perasaan manusia dalam kata-kata yang
tersusun. Di samping itu masih ada ungkapan lain tentang definisi
manusia, di antaranya, manusia sebagai: animal rationale (hewan yang
rasional atau berpikir), animal symbolicum (hewan yang menggunakan
symbol) dan animal educandum (hewan yang bisa dididik).6
Tiga istilah terakhir ini menggunakan kata animal atau hewan
dalam menjelaskan manusia. Hal ini mengakibatkan banyak orang
terutama dari kalangan Islam tidak sependapat dengan ide tersebut. Dalam
Islam hewan dan manusia adalah dua makhluk yang sangat berbeda.
Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk sempurna dengan berbagai
potensi yang tidak diberikan kepada hewan, seperti potensi akal dan
potensi agama. Jadi jelas bahwa bagaimanapun keadaannya, manusia tidak
pernah sama dengan hewan.6

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep manusia dalam islam?
2. Bagaimana eksistensi dan martabat manusia dalam islam?
3. Bagaimana tanggung jawab manusia dalam alam semesta?
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Manusia dalam Al-Quran

Al-Quran adalah pedoman hidup bagi manusia serta merupakan


sumber dari segala ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini. Tafsir al-
Quran akan menjelaskan tentang berbagai hal, salah satunya tentang
manusia. Dengan dikaruniai akal, manusia dapat mengembangkan bakat
dan potensi yang dimilikinya serta mampu mengatur dan mengelola alam
semesta ciptaan Allah adalah sebagai amanah. Selain itu, manusia juga
dilengkapi unsur lain yaitu hati. Dengan hatinya, manusia dapat
menjadikan dirinya sebagai makhluk bermoral, merasakan keindahan,
kenikmatan beriman dan kehadiran ilahi secara spiritual.2

Al-Quran memberikan sebutan manusia dalam tiga kata yaitu al-


basyar, an-nas, dan al-ins atau al-insan, ketiga kata ini lazim diartikan
sebagai manusia.

a. Kata Al- Basyar


Penamaan manusia dengan kata Al-Basyar dinyatakan dalam al-
quran sebanyak 27 kali. Kata basyar secara etimologis berasal dari kata
(ba, syin, dan ra) yang berarti sesuatu yang tampak baik dan indah,
bergembira, menggembirakan, memperhatikan atau mengurus suatu. Kata
basyar dapat juga diartikan sebagai makhluk biologis. Tegasnya memberi
pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum,
hubungan seksual dan lain- lain. Sebagaimana dalam surat Yusuf ayat 31
yaitu:



Artinya: Maka tatkala wanita itu Zulaikha mendengar cercaan mereka, di-
undangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat
duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau
untuk memotong jamuan, (kemudian Dia berkata) kepada Yusuf:
(Keluarlah) nampak- kanlah dirimu (kepada mereka). Maka tatkala wanita-
wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada keelokan (rupa)nya, dan
mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: Maha sempurna Allah, ini
bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah Malaikat yang
mulia. (QS. Yusuf: 31).2
Manusia dalam pengertian basyar ini banyak juga dijelaskan
dalam al-Quran, diantaranya dalam surah Ibrahim ayat 10, surah Hud ayat
26, surah al-Muminun ayat 24 dan 33, surah asy-syuara ayat 154, surah
Yasin ayat 15, dan surah al-isra ayat 93.2
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia dengan
menggunakan kata basyar, artinya anak keturunan adam (bani adam) yang
mengalami proses reproduksi seksual dan senantiasa berupaya untuk
memenuhi semua kebutuhan biologisnya, memerlukan ruang dan waktu,
serta tunduk terhadap hukum alamiahnya, baik yang berupa sunnatullah
(sosial kemasyarakatan), maupun takdir Allah (hukum alam).2
b. Kata An-Nas.
Kata al-Nas dinyatakan dalam al-Quran sebanyak 240 kali dalam
53 surat. Kata al-nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai
makhluk hidup dan makhluk sosial, secara keseluruhan, tanpa melihat
status keimanan atau kekafirannya, atau suatu keterangan yang jelas
menunjuk kepada jenis keturunan nabi Adam. Sebagaimana dalam al-
quran Allah berfirman, tepatnya pada surah Al-Hujarat ayat 13:

) 13(
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat: 13).2
Manusia dalam pengertian An- Nas ini banyak juga dijelaskan dalam Al-
Quran, diantaranya dalam surah al- Maidah, ayat 2. Ayat ini menjelaskan
bahwa penciptaan manusia menjadi berbagai suku dan bangsa bertujuan
untuk bergaul dan berhubungan antar sesamanya (taaruf). Kemudian
surat al-hujurat: 13, al-Maidah :3, al-Ashr: 3, al-imran: 112.2
c. Kata Al-Insan
Adapun penamaan manusia dengan kata al-insan yang berasal dari
kata al-uns, dinyatakan dalam al-Quran sebanyak 73 kali dan tersebar
dalam 43 surat. Secara etimologi, al-insan dapat diartikan harmonis, lemah
lembut, tampak, atau pelupa.Kata al-insan juga digunakan dalam al-
Quran untuk menunjuk kan proses kejadian manusia sesudah dan
kejadiannya mengalami proses yang bertahap secara dinamis dan
sempurna di dalam di dalam rahim. Sebagaimana dalam al-quran dalam
surah al-Nahl ayat 78, yaitu:


Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan
tidak mengetahui sesuatupun ,dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati ,agar kamu bersyukur. (QS. Al-Nahl: 78).2

Dari ayat-ayat al-Qur'an yang menggelar tentang manusia dapat


direkam beberapa hal yaitu:

1. Kejadian dan Tugas Manusia.


Informasi pertama kali yang diberikan oleh al-Quran, manusia
diciptakan Allah dari al-'alaq (Q.S. 96 : 2). Dalam ayat Iain diungkap- kan:
manusia diciptakan dari saripati dari tanah (Q.S. 23: 12), dari setctes air
mani yang bercampur (Q.S. 76: 2), dari air rnani yang memancar (Q.S. 75:
37) dari tanah yang kering (Q.S. 55: 14), dari tanah yang kering yang
berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk (Q.S. 15: 26).4
Al-Qur'an di satu sisi mengungkapkan bahwa manusia diciptakan
dari nuthfah, air yang terpancar, mani serta dari air yang hina. Keempat hal
tersebut mengandung unsur yang sama yaitu unsur air. Nuthfah arti aslinya
setetes air dan dinamai nuthfah karena ia merupakan setetes air, sedang air
yang terpancar adalah mani yang diciptakan dari laki-laki yang memancar
ke rahim. Mani mengandung unsur air. Di sisi lain al-Qur'an
menginformasikan bahwa manusia diciptakan dari sari pati tanah (Q.S. 23:
12), dari turab (Q.S. 22: 5), dari tanah kering yang berasal dari lumpur
hitam yang dibentuk (O.S. 15: 26). Ketiganya menunjukkan unsur tanah.
Jadi manusia dijadikan dari sari pati tanah dan sari pah tanah adalah air.
Manusia dijadikan dari turab (tanah yang gembur). Tanah yang gembur
adalah tanah yang mengandung air. Manusia dicipta dari lumpur hitam
yang dibentuk. Lumpur adalah tanah yang banyak mengandung air.4
Terlepas apakah manusia dijadikan dari tanah atau dari nuthfah,
keduanya adalah materi. Hal ini bermakna bahwa manusia diciptakan oleh
Allah Swt. dari unsur materi. Dengan demikian manusia tidak dapat lepas
dari materi.4
Al-Qur'an dalam berbagai ayat menggelar tugas hidup manusia di
dunia yaitu sebagai hamba Allah Swt. Hai manusia sembahlah Tuhanmu
yang telah menjadikan kamu dan orang sebelum kamu (Q.S. 2: 21). Dan
tidaklah Aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepadaKu
(Q.S. 51: 56). Mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa
(Q.S. 9: 31). Dan mereka tidaklah disuruh kecuali untuk beribadah kepada
Allah dengan ikhlas kepadaNya dalam menjalankan agania yang lurus
(Q.S. 98: 5). Al-Qur'an juga mengetengahkan bahwa manusia di samping
bertugas sebagai hamba Allah, juga sebagai khalifah di bumi.4
2. Manusia sebagai Makhluk Berpikir dan Merasa
Manusia sebagai ciptaan Allah yang paling unik dan paling
dahsyat. Sesungguhnya Kami ciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk
(Q.S. 95: 4). Dan Kami telah muliakan anak-anak Adam (Q.S. 17:70).
Manusia adalah makhluk yang paling baik dibanding dengan makhluk lain
di dunia ini,4 manusia diberi perangkat 'aql dan dia makhluk monodualis,
jasmani sekaligus ruhani. Keberadaan manusia sebagai makhluk paling
baik itu akan luntur dan berubah ke kondisi paling hina jika ia tidak
konsisten dengan iman dan amal shalih (Q.S. 95: 5).4
Dari telaah terhadap berbagai kata yang digunakan oleh al- Qur' an
dapat direkam makna bahwa manusia adalah makhluk Allah yang diberi
perangkat oleh Allah, yang dengan perangkat itu manusia mampu berpikir
dan merasa.4
3. Manusia sebagai Makhluk Beragama
Menurut acuan yang dicanangkan al-Qur'an, manusia mem- punyai
fitrah beragama tauhid. Maka hadapkanlah mukamu dengan lurus kepada
agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah itu yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan dari fitrah itu, itulah
agama yang lurus, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S.
30: 30). Manusia telah diberi fitrah oleh Allah yaitu agama yang lurus
(tauhid). Fitrah ini hams ditumbuh-kembangkan melalui Pendidik- an.
Fitrah beragama tauhid ini ternyata dapat tertutup sinarnya oleh pengaruh
lingkungan (pendidikan). Hal ini dapat ditangkap dari sinyal-sinyal yang
dipancarkan oleh Rasulullah Saw. dalam al-sunnah.4

2.2 Eksistensi dan Martabat Manusia dalam Islam

Tujuan penciptaan manusia adalah penyembahan (ibadah) kepada


penciptanya, yaitu Allah. Pengertian penyembahan kepada Allah tidak
boleh diartikan sempit, dengan hanya membayangkan aspek ritual yang
tercermin dalam salat saja. Penyembahan berarti ketundukan manusia
kepada ajaran Allah dalam menjalankan kehidupan di muka bumi, baik
yang menyangkut hubungan vertikal (manusia dengan Allah), maupun
horizontal (manusia dengan manusia dan alam semesta). Ibadah ini harus
dilakukan secara tulus dan murni karena Allah semata (QS. Al Bayyinah :
5).8
Ibadah manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan
manusia terhadap terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang
baik dan benar. Oleh karena itu, ibadah harus dilakukan secara sukarela,
karena Allah tidak membutuhkan sedikitpun dari manusia termasuk ritual-
ritual ibadahnya melainkan seluruh makhluk termasuk manusia yang
selalu membutuhkan rahmat dan karunia Allah (QS. Adz-Dzariyat : 56-
58). 8
Masalah fungsi dan peranan manusia tidak lepas dari peranan
manusia sebagai khalifah. Manusia berperan sebagai penerus ajaran Allah.
Oleh karena itu, peran yang harus dilakukan adalah sebagai pelaku ajaran
Allah dan sekaligus sebagai pelopor dalam membudayakan ajaran Allah
Untuk menjadi pelaku ajaran Allah dan sekaligus pelopor pembudayaan,
seseorang dituntut memulai dari diri sendiri dan keluarganya. Setelah itu
baru menyampaikan kepada orang lain, dan yang harus dilakukan manusia
dalam hal ini yaitu :
1. Mempelajari dan memahami ilmu Allah
2. Mengamalkan dan membudayakan ilmu Allah
3. Mengajarkan ilmu Allah. 8

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, martabat adalah harga


diri atau tingkatan harkat kemanusiaan. Manusia pada hakikat nya adalah
makhluk yang paling sempurna dalam penciptaan nya, makhluk yang
paling tinggi derajat nya diantara makhluk yang lainnya, manusia
diciptakan sebagai khalifah di Bumi dan makhluk yang beriman serta
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 1

Di dalam Al-quran manusia disebut dengan :

1. Bani Adam ( Q.S Al-Isra : 70 )


2. Basyar ( Q.S Al-Kahfi : 10 )
3. Al-insan ( Q.S Al-Insan : 1 )
4. An-Nas (Q.S An-Anas(114) : 1 )

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi


untuk beriman kepada Allah dengan mempergunakan akalnya mampu
memahami gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas segala
perbuatannya dan berakhlak. 1

Manusia diciptakan paling sempurna diantara makhluk lainnya.


Manusia diberi kelebihan oleh Allah yaitu berupa akal, pikiran dan panca
indera secara baik dan benar. Akan tetapi manusia dapat menurunkan
derajatnya sendiri menjadi hewan. 1

Sebagaimana dalam firman Allah dalam Surat Al-Araf:179

Mereka Jin dan Manusia punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk
memahami ayat-ayat Allah, punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk
melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, punya telinga tetapi tidak
mendengar ayat-ayat Allah. Mereka yang seperti itu sama aja martabat
nya dengan hewan bahkan lebih rendah lagi dari binatang.1

2.3 Tanggung Jawab Manusia dalam Alam Semesta

Mengacu pada firman Allah yang mengatakan bahwa manusia


sebagai leader, khalifah, atau pemimpin dimuka bumi ini, manusia
dituntut untuk dapat memimpin dunia dengan didasari hati nurani dan
ajaran-ajaranilahiyah yang luhur. Ia tidak boleh memimpin hanya
berdasarkan pertimbangan logika dan emosi semata, apalagi demi
mengejar kepentingan pribadi dan kelompoknya tanpa memperhatikan
kepentingan lingkungan dan masyarakat banyak.7

Tanggung jawab manusia, perseorangan, atau kelompok terhadap


alam semesta (tidak termasuk manusia). Seringkali terjadi di masa masa
yang sudah lewat, alam yang merupakan sarana dalam kehidupan manusia
diperlakukan sebagai objek tanpa adanya rasa tanggung jawab sehingga
sumber alam dipakai secara semena-mena, tetapi tidak dipikirkan
kemungkinan pengawetan dan multiplikasi daya guna sumber alam
tersebut. Seringkali terjadi pengurasan sumber alam melalui penggunaan
media teknologi maju dilakukan tanpa memikirkan akibat sampingan yang
mengotori sumber alam yang lain atau mempercepat habisnya suatu
sumber alam tanpa suatu persiapan sumber alam yang lain sebagai
gantinya.3

Tujuan penciptaan alam semesta.

a) Tanda kekuasaan Allah bagi yang berakal (Ali Imrn/3:190), yang


mengetahui (arRm/30: 22), bertaqwa (Ynus/10: 6), yang mau
mendengarkan pelajaran, dan yang berpikir (al-Rad/13:3);
b) Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia (al-Baqarah/2: 29);
c) Sebagai rahmat dari Allah;
d) Untuk kepentingan manusia (Luqmn/31: 20);
e) Untuk menyempurnakan nikmat dan ujian bagi semua manusia
(Hd/11: 7); dan untuk menguji siapa yang amalannya lebih baik (al-
Mulk/67: 2).

Menurut Abd-al-Hamid, tujuan penciptaan manusia berkaitan


dengan keberadaan manusia. Segenap makhluk ciptaan Allah
dimaksudkan untuk melayani manusia (Luqmn/31: 20; al-Mu'min/40:
64). Tumbuh-tumbuhan, binatang, bumi, dan langit ditundukkan Allah
untuk melayani dan memenuhi kebutuhan manusia yang telah dibekali
otak dan kecerdasan (Ysn/36 :71; al-Mu'min/40: 79; Ibrhm/14 :33).
Meskipun demikian, ketundukan makhluk nonmanusia kepada manusia
bukan berarti manusia memiliki hak untuk untuk mendominasi dan
mengeruk alam. Alam juga tidak hanya dilihat dari sisi kemanfaatannya.
Sebaliknya, jagat raya ini bisa menjadi sarana bagi manusia untuk
berefleksi dan perenungan, dan juga sumber keindahan dan kepuasan hati
(Ynus/10: 6; al-Kahf/18: 7).5

Akhsin Sakho Muhammad dkk. merinci beberapa tujuan manusia


diciptakan menurut al-Qur'an sebagai berikut :

a) Bukan untuk main-main (al-Mu'minn/23:115), tetapi untuk


mengemban amanah atau tugas keagamaan dan beribadah;
b) Sebagai khalifah atau pengelola bumi (alBaqarah/2:30);
c) Untuk al-amr bi al-marf wa al-nahyi an almunkar (Alu
Imrn/3:110) dan akan dimintai tanggung jawabnya (al-
Qiymah/75:36);
d) Untuk beribadah.
e) Membangun peradaban di bumi (Hd/11:61).5

Manusia sebagai penguasa (khalifah) di muka bumi, menurut Fazlun


Khalid, diatur oleh empat prinsip utama berdasarkan alQur'an: tauhid,
firah, mzn, dan khilfah. Tauhid merupakan prinsip utama tentang
keesaan Tuhan dan kesatuan semua ciptaanNya (al Furqn/25:2). Seluruh
makhluk berasal dari sumber yang sama dan diciptakan untuk bekerja dan
berfungsi sebagai satu kesatuan (al-Baqarah/2:255). Firah merupakan
konsep Islam tentang sifat asal dari ciptaan Tuhan di mana manusia
termasuk di dalamnya (ar-Rm/30:30). Alam semesta, kata Khalid,
berjalan sebagaimana hukum-hukum kekal Allah. Apabila manusia dengan
potensi dan kehendak bebasnya merubah ciptaan, melalui intervensi
mereka terhadap bumi, maka mereka berarti juga menghancurkan dirinya.
Manusia telah memicu reaksi berantai bagi diri mereka sendiri, dan tidak
mampu bagaimana menghentikannya, kata Khalid.5

Dalam prinsip mzn, alam semesta dan seisinya, termasuk manusia


tanpa kecuali, berada dalam kepatuhan terhadap Penciptanya. Melalui
hukum alam-Nya, mereka memiliki tatanan dan tujuan tertentu (ar-
Rahmn/55:1-12). Sementara, prinsip khilfah (peran pengelola)
mengatakan bahwa manusia diberi kedudukan khusus oleh Tuhan, yakni
sebagai wakil Tuhan di muka bumi (al-Anm/6:165). Meskipun begitu,
manusia juga menjadi hamba-Nya yang harus taat. Sedangkan
hubungannya dengan alam, manusia bukanlah penguasa ataupun pemilik
alam, tetapi setara. Bersama kekhalifahannya, manusia bertanggung jawab
terhadap apa yang ia perbuat terhadap alam.5

Mustafa Abu-Sway memakai dua kategori untuk membahas


hubungan antara manusia dan lingkungan, penguasaan (khilfah) dan
penundukan (taskhr). Kategori pertama memandang bahwa manusia
adalah wakil Tuhan di muka bumi. Kekhalifahannya telah dinyatakan
sebelum penciptaan manusia pertama (al-Baqarah/2:30- 31). Dengan
kedudukan ini, manusia dilimpahi tanggung jawab untuk memelihara dan
menjaga alam sekitarnya, yang juga diiringi dengan ganjaran dan
hukuman. Pada posisi ini, kekhalifahan juga bisa menjadi ujian baginya
bagaimana ia memerlakukan lingkungannya (al-Anm/6:165), apakah ia
akan menjalankan tugasnya sesuai aturan Tuhan atau malah merusak.
Apabila suatu golongan atau kaum berbuat kerusakan, bisa jadi tugas ini
akan dilimpahkan ke generasi yang lain (al-Arf/7:69 dan 74). Tugas lain
manusia selaku khalifah adalah untuk mengamati alam semesta
(Ynus/10:14) dalam rangka pengembangan ilmu pengatahuan yang
memungkinkan mereka untuk memelihara lingkungan tempat ia hidup.5

BAB 3

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Al-Quran memberikan sebutan manusia dalam tiga kata yaitu al-


basyar, an-nas, dan al-ins atau al-insan, ketiga kata ini lazim diartikan
sebagai manusia. Kata basyar secara etimologis berasal dari kata (ba,
syin, dan ra) yang berarti sesuatu yang tampak baik dan indah,
bergembira, menggembirakan, memperhatikan atau mengurus suatu. Kata
basyar dapat juga diartikan sebagai makhluk biologis. Kata al-nas
menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk hidup dan
makhluk sosial, secara keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau
kekafirannya. Al-insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak,
atau pelupa. Dalam menunjukkan eksistensi dan martabat manusia, hal
yang harus dilakukan manusia yaitu :
1. Mempelajari dan memahami ilmu Allah
2. Mengamalkan dan membudayakan ilmu Allah
3. Mengajarkan ilmu Allah.

DAFTAR PUSTAKA
1. A.Qohar Masjkoery, Drs., H. MM., Sri Waluyo, dkk. 2003. Pendidikan
Agama Islam. Jakarta: Universitas Gunadarma.
2. Anis, Muhammad. 2008. Manusia Dalam Perspektif Al-Quran.
Yogyakarta: Kependidikan Islam. Vol. 3 No. 2.
3. Feisal, Jusuf Amir. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema
Insani Press.
4. Hariyato, Ishak. 2015. Pandangan Al-Quran Tentang Manusia. Mataram:
Komunike. Vol. 7 No. 2.
5. Iswanto, Agus. 2013. Relasi Manusia dengan Lingkungan dalam Al-
Quran. Vol 6. No 1. (1-18).
6. Khasinah, Siti. 2013. Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam dan
Barat. Vol. 8 No. 2 (297-298).
7. Purwanto, Yedi. 2007. Jurnal Sosioteknologi Tinjauan Religi Atas
Manusia Dan Lingkungan Edisi 12. (294-296)
8. Wahyuddinn, Achmad, M. Ilyas, M. Syaifullah, Z. Muhibbin. 2009.
Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Surabaya: Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai