Anda di halaman 1dari 6

I.

Pendahuluan
Provinsi Jawa Barat mempunyai berbagai potensi bahan tambang dan galian, seperti minyak
dan gas bumi di daerah Cirebon dan Indramayu, tambang emas di Gunung Pongkor, Gunung Limbung,
dan Purwakarta. Selain itu, Jawa Barat juga memiliki bahan galian marmer di daerah Tasikmalaya,
Bandung, dan Sukabumi. Batu kwarsa banyak terdapat di Bogor, Sukabumi, Bekasi dan Cirebon, fosfat
banyak terdapat di daerah Ciamis dan Sukabumi, serta bentonit, zeloit dan gips tersebar di beberapa
daerah.

Produksi bahan galian golongan C di Jawa Barat tahun 1997 adalah sebagai berikut: batu kapur
12.650.408 ton, pasir 1.487.630 ton, pasir kuarsa 144.710 ton, sirtu 2.158.126 ton, tanah liat 2.074.489
ton, dan tanah urug 1.623.186 ton; andesit 4.620.641 ton; bentonit 41.591 ton; fosfat 9.454 ton; kaolin
2.623 ton; trass 768.280 ton; dan zeolit 2.553 ton.

Hasil produksi bahan galian tahun 1998 menunjukkan data berikut: andesit 1.342.321 ton; batu
kapur 3.481.841 ton; bentonit 43.576 ton; diatom 19.361 ton; feldspar 5.457 ton; gipsum 1.648 ton;
marmer 103 ton; sirtu 274.474 ton; pasir 48.626 ton; pasir kuarsa 126.286 ton; tanah liat 85.182 ton;
trass 42.936 ton; zeolit 1.452 ton; dan yarosit 324 ton.
II. Keadaan Geologi Jawa Barat

Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van
Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke selatan (Gambar 2.1), yaitu:
1. Zona Dataran Pantai Jakarta

Zona ini dimulai dari ujung barat Pulau Jawa memanjang ke timur mengikuti pantai utara Jawa Barat
ke Kota Cirebon dengan lebar sekitar 40 km. Daerah ini mempunyai morfologi relatif datar yang
sebagian besar ditempati oleh endapan alluvial dan lahar gunung api muda. Setempat dijumpai batuan
sedimen marin Tersier yang terlipat lemah.

2. Zona Bogor

Zona Bogor terletak di sebelah selatan dari Dataran Pantai Jakarta. Daerah ini memanjang barat-laut
melalui Kota Bogor, Purwakarta dan menerus sampai ke daerah Bumiayu, Jawa Tengah. Sebelah
selatan Kota Bogor terdapat perbukitan yang umumnya berarah barat-timur, sedangkan di sebelah timur
Purwakarta perbukitan ini membelok ke selatan.

3. Zona Pegunungan Bayah

Zona ini terletak di bagian barat daya Jawa Barat. Morfologi yang dapat dijumpai pada Zona
Pegunungan Bayah berupa kubah dan punggungan yang berada pada zona depresi tengah.

4. Zona Bandung

Zona Bandung merupakan depresi diantara barisan pegunungan (Intramountane depressions).


Pegunungan yang membatasi depresi-depresi tersebut pada umumnya berupa tinggian yang tersusun
atas batuan berumur tersier. Secara struktural, zona ini merupakan puncak antiklin Jawa Barat yang
runtuh setelah pengangkatan. Daerah rendah ini kemudian terisi oleh endapan gunung api muda.

5. Zona Gunung Api Kuarter

Zona Gunungapi Kuarter tersebar di sekitar bagian tengah Jawa Barat. Zona ini terbentuk hasil dari
endapan gunungapi berumur Kuarter.

6. Zona Pegunungan Selatan

Pegunungan Selatan Jawa Barat membentang dari Pelabuhan Ratu hingga Nusa Kambangan, Cilacap.
Batas Zona Pegunungan Selatan Jawa Barat dengan Zona Bandung di beberapa tempat sangat mudah
dilihat, misalnya di Lembah Cimandiri. Di lembah ini batas tersebut merupakan perbedaan morfologi
yang mencolok dari perbukitan bergelombang langsung berbatasan dengan Dataran Tinggi dari
Pegunungan Selatan. Berdasarkan pembagian zona ini, daerah penelitian termasuk ke dalam Zona
Bandung yang berada di dekat perbatasan dengan Zona Pegunungan Selatan.
Martodjojo (1984) membagi Jawa Barat menjadi 4 blok yang didasarkan pada ciri-ciri struktur
pengendapannya dan sejarah geologi. Blok- blok tersebut:

Blok Banten

Sebagian Blok Banten mempunyai kesamaan dengan Zona Bogor bagian barat yang terdiri dari endapan
Neogen yang terlipat kuat dan terobosan batuan beku (van Bemmelen, 1949). Daerah ini merupakan
daerah yang relatif stabil sejak Tersier. Pada bagian selatan Blok Banten ditemui endapan Paleogen.
Pada bagian bawah ditempati oleh Formasi Bayah yang berumur Eosen Bawah (Koolhoven, 1933
op.cit. Sujatmiko dan Santosa, 1992). Formasi Bayah terdiri dari dua fasies yang saling menjemari,
pada bagian selatan fasies tersebut bersifat paralik dan pada fasies bagian utara bersifat neritik.

Blok Jakarta Cirebon

Batuan dasar blok ini terdiri dari batuan beku dan metamorfosis derajat rendah yang terbentuk pada
akhir Tersier. Pada Tersier Bawah diendapkan batuan vulkanik dan lempung merah Formasi Jatibarang
yang berumur Eosen AtasOligosen Bawah. Pada bagian atas secara tidak selaras diendapkan Formasi
Cibulakan (Jatiluhur) yang terdiri dari batulempung dan batugamping bersisipan batupasir yang
merupakan ciri dari lingkungan laut dangkal (shelf).

Formasi Cibulakan ditutupi oleh batugamping Formasi Parigi dan pada bagian atas diendapkan Formasi
Subang yang merupakan endapan laut dangkal (tidal flat). Setelah Formasi Subang lalu diendapkan
Formasi Kaliwangu, Formasi Ciherang dengan ciri konglomerat dan pada bagian atas merupakan
endapan vulkanik Resen yang memperlihatkan lingkungan darat (Martodjojo, 1984).

Blok Bogor

Formasi Bayah yang berumur Eosen Awal merupakan batuan tertua yang ada di Blok Bogor yang terdiri
atas batupasir kuarsa, perselingan konglomerat dengan batulempung dan sedikit batubara. Di atas
Formasi Bayah, diendapkan Formasi Batuasih yang berumur Oligosen Atas yang terdiri dari
batulempung dan batulanau. Setelah itu diendapkan Formasi Rajamandala yang berumur Miosen
Bawah dan terdiri dari batugamping, batugamping terumbu dan kalkarenit. Pada beberapa tempat kita
dapat melihat singkapan Formasi Bayah ditutupi langsung oleh Formasi Rajamandala seperti yang
terlihat pada singkapan yang ada di Gunung Walat. Tetapi pada beberapa tempat ditutupi oleh Formasi
Batuasih. Melihat dari keadaan ini, kita dapat menafsirkan bahwa Formasi Rajamandala dan Formasi
Batuasih pada bagian bawahnya mempunyai umur yang sama yang diendapkan pada zaman Neogen,
dimulai oleh Formasi Citarum (N5N8) yang diperlihatkan oleh flysch dan turbidit, pada bagian atas
diendapkan secara selaras Formasi Saguling (Martodjojo, 1984).
Blok Pegunungan Selatan

Blok Pegunungan Selatan dicirikan oleh batuan yang mempunyai kedudukan hampir datar, kecuali pada
endapan bancuh pada bagian bawah yang diperkirakan berumur Eosen atau lebih tua. Pada Blok ini,
pengendapan dimulai dari Formasi Ciletuh yang dicirikan oleh flysch pada bagian bawah, berubah
menjadi endapan fluviatil (Formasi Bayah) yang diperlihatkan oleh batupasir konglomeratan.

Kemudian secara tidak selaras Formasi Ciletuh dan Formasi Bayah ditutupi oleh Formasi Jampang yang
berumur Miosen Bawah yang terdiri dari breksi vulkanik (Old Andesite Formation) dan pada bagian
barat secara tidak selaras diendapkan Formasi Cimandiri, Kab. Sukabumi, Jawa Barat akhirnya
diendapkan secara tidak selaras Formasi Bentang yang mencirikan endapan laut dangkaldarat
(Martodjojo, 1984).
III. Potensi Sumber Daya Alam

Anda mungkin juga menyukai