SupportContact Us
Teori BelajarTeori Pembelajaran
Model PembelajaranModel-model Pembelajaran
Journal 1Internasional
Journal 2Nasional
Link WebsiteWebsite Pendidikan
DownloadDownload File
Loading news...
Secara umum, terdapat tiga macam teori belajar yang sudah dikenal, yakni: Teori belajar
Behavioristik, Teori Belajar Kognitif dan teori Belajar Konstruktivistik. Pada pembahasan
berikut, akan disampaikan pembahasan tentang Teori Belajar Kognitif.
Prinsip-prinsip Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif menjelaskan belajar dengan memfokuskan pada perubahan proses mental
dan struktur yang terjadi sebagai hasil dari upaya untuk memahami dunia. teori belajar kognitif
yang digunakan untuk menjelaskan tugas-tugas yang sederhana seperti mengingat nomor telepon
dan kompleks seperti pemecahan masalah yang tidak jelas.
Definisi Pembelajaran
Dari perspektif kognitif, belajar adalah perubahan dalam struktur mantal seseorang yang atas
kapasitas untuk menunjukkan perilaku yang berbeda. Perhatikan kalimat "menciptakan kapasitas.
Dari perspektif kognitif, belajar dapat terjadi tanpa ada perubahan langsung dalam perilaku, bukti
perubahan dalam struktur mental dapat terjadi dalam beberapa waktu kemudian. "struktur
mental" bahwa perubahan termasuk skema, keyakinan, tujuan, harapan dan komponen lainnya.
Dalam pelajaran david, karena randy misalnya sadar walaupun tentang kebutuhannya untuk
membuat catatan, dan Tanta, Rendy dan Juan membentuk hubungan, dalam pikiran mereka,
menghubungkan informasi dari grafik, transparansi, dan demonstrasi.
Baik teori behaviorisme atau kognitif sosial dapat menjelaskan upaya siswa-siswa. Bagaimana
informasi "di kepala pelajar itu" diperoleh, dan bagaimana disimpan? Kita menjawab
pertanyaan-pertanyaan pada bagian berikutnya kita mengamati pengolahan informasi, salah satu
yang pertama dan paling diteliti secara deskripsi tentang bagaimana orang mengingat (Hunt &
Ellis, 1999).
Pengolahan Informasi
Pengolahan informasi adalah teori belajar yang menjelaskan bagaimana rangsangan
memasukkan sistem ingatan kita, dipilih dan terorganisir untuk penyimpanan, dan diambil dari
memori (Mayer, 1998a). Teori belajar kognitif yang paling menonjol dari abad ke-20, ia
memiliki implikasi penting untuk mengajar hari ini (Mayer, 1998b).
Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih cenderung termasuk ke
dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat langsung dalam
konteks perubahan tingkah laku. Berikut adalah beberapa teori belajar kognitif menurut beberapa
pakar teori belajar kognitif:
Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahap yang
teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur tertentu yang
keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya. Adapun tahapan-
tahapan tersebut adalah:
Berdasarkan uraian diatas, Piaget membagi tahapan perkembangan kemampuan kognitif anak
menjadi empat tahap yang didasarkan pada usia anak tesebut.
* Taxonomy SOLO
Teori belajar Piaget memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan teori
pembelajaran kognitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya peneliti yang tertarik melakukan
analisis serta memperluas teori tersebut. salah satu kritik yang cukup tajam terhadap teori Piaget
adalah berkenaan dengan asumsi bahwa pengertian akan suatu struktur yang sama akan diperoleh
pada usia yang sama dalam berbagai domain intelektual. Implikasi dari hal ini adalah ketika
seorang anak sudah dapat mengawetkan besaran suatu unsur dengan mengenali bahwa besaran
dari benda tersebut sama terlepas dari bentuknya anak secara rasional dapat diduga akan
mengawetkan konsep berat, karena struktur antara konsep besaran dan berat sama. Ternyata
bersadar pada studi eksperimental yang dilakukan oleh para peneliti hal ini tidak sepenuhnya
benar. Hal ini dianggap sebagai sebuah penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud adalah
terjadinya perbedaan cara dalam memperoleh sebuah struktur yang sama oleh seorang individu.
Dari beberapa hasil pengembangan penelitian dalam teori ini ternyata penyimpangan ini lazim
terjadi sebagaimana diungkapkan oleh Biggs dan Collis (1982). Fakta ini memicu sebuah
pengembangan teori dari teori Piaget yang dikenal dengan neo-Piagetian theories.
Biggs dan Collis adalah peneliti yang turut melakukan dan analisis teori belajar Piaget. Salah
satu isu utama yang dikaji oleh kedua peneliti ini berkaitan dengan struktur kognitif. Teori
mereka dikenal dengan Structure of Observed Learning Outcomes (SOLO). Biggs dan Collis
(1982: 22) membedakan antara generalized cognitive structure atau struktur kognitif umum
anak dengan actual respon atau respon langsung anak ketika diberikan perintah-perintah.
Mereka menerima kebeadaan konsep struktur kognitif umum namun mereka menyakini bahwa
hal tersebut tidak dapat diukur langsung sehingga perlu mengacu pada sebuah hypothesized
cognitive structure (HCS) atau struktur kognitif hipotesis. Menurut mereka HCS ini relative
lebih stabil dari waktu ke waktu serta bebas dari pengaruh pembelajaran disaat anak diukur
menggunakan taxonomi SOLO dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu. Penekan pada suatu
tugas tertentu sangat penting seperti yang diasumsikan dalam taksonomi SOLO bahwa
penampilan seseorang sangatlah beragam dalam menyelesaikan satu tugas dengan tugas lainnya,
hal ini berkaitan erat dengan logika yang mendasarinya, selanjutnya asumsi ini juga meliputi
penyimpangan yang dalam model ini dikatakan:
Siswa dapat saja berada pada awal level formal dalam matematika namun berada pada level awal
konkrit dalam sejarah, atau bahkan dapat terjadi, suatu hari siswa berada pada level formal di
matematika namun dilain hari dia masih berada pada level yang konkrit pada topik yyang
berbeda. Hasil observasi seperti ini tidak dapat mengindikasikan terdapatnya pertukaran dalam
perkembangan kognitif yang berlangsung, tetapi sedikit pertukaran terjadi pada konstruksi yang
lebih proximal , pembelajaran, penampilan atau motivasi. Biggs & Collis (1991:60)
Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa teori tersebut lebih menekankan pada analisis
terhadap kualitas respon anak. Untuk melihat respon anak diperlukan butir-butir rangsangan.
Dan butir-butir rangsangan dalam konteks ini tidak difokuskan untuk melihat kebenaran dari
jawaban saja melainkan lebih pada melihat struktur alamiah dari respon siswa dan perubahannya
dari waktu ke waktu.
Untuk menjelaskan konsep pertukaran yang terjadi dalam pertumbuhan kognitif yang tidak
biasa diantara anak-anak sekolah, Biggs & Collis (1991: 60)menyediakan suatu level tersendiri
yang diberi nama post formal mode. Bagaimanapun juga terdapat satu perbedaan penting dari
teori yang dikemukakan Piaget yaitu ketika mode atau level baru mulai muncul, ini tidak akan
menggantikan level yang lama begitu saja melainkan dapat berkembang bersamaan. Oleh karena
itu mode-model tersebut tumbuh sejak lahir hingga dewasa. Level terakhir adalah batas tertinggi
dari proses abstraksi yang dapat ditunjukkan anak, bukan seluruh penampilan yang harus
menyesuaikan dengan level-nya. Secara khusus, ketika semakin banyak mode yang
memungkinkan maka multi-modal fungsioning menjadi normanya.
1. Mode Sensorimotor
Focus perhatian pada mode ini adalah lingkungan fisik sekitar anak. Anak membangun
kemampuan untuk melakukan koordinasi dan mengatur interaksinya dengan lingkungan sekitar.
Perkembangan yang berkelanjutan pada mode ini ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan fisik ketika
diperolehnya tacit knowledge.
2. Mode Iconic
Pada mode ini symbol-simbol dan gambar digunakan untuk merepresentasikan elemen-elemen
yang diperolehnya pada mode sensorimotor. Tanda-tanda tersebut digunakan sebagai peran
pengganti dari komunikasi oral. Cirri-ciri dari anak yang berada pada mode ini antara lain sering
menggunakan strategi menebak, senang menggunakan alat peraga dan senang membuat
gambaran-gambaran mental. Mode sensorimotor dan iconic adalah mode-mode alamiah dari
seorang manusia yang berkembang secara alamiah juga. Sedangkan target pertama dari sekolah
formal ada pada mode concrete symbolic.
3. Mode Concrete Symbolic
Pada mode ini anak mengalami pertukaran dalam proses abstraksi. Mereka mulai
merepresentasikan dunia fisik melalui bahasa oral ke dalam bentuk tulisan, yaitu sebuah system
symbol yang akan mereka gunakan dalam kehidupannya di dunia.
Sebuah system symbol memiliki tingkatan dan logika internal yang dapat memfasilitasi sebuah
hubungan antara sistem simbol dan lingkungan fisik di sekitarnya. Sistem symbol yang
digunakan di sekolah antara lain adalah matematika dan bahasa. Mode concrete symbolic adalah
mode terbesar sebagai target dari matematika sekolah. Karena dalam matematika anak
menggambarkan dan mengoperasikan objek-objek yang berada di sekitarnya.
4. Mode Formal
Pada mode ini titik berat kemampuan sesorang adalah pada kemampuan mengkonstruksi teori
tanpa bantuan contoh benda konkrit. Kemampuan berpikir pada tahap ini meliputi membuat
formula hipotesis dan membuat penalaran yang proporsional. Oleh karena itu kemampuan ini
dituntut pada mahasiswa-mahasiswa di Perguruan Tinggi.
Taksonomi SOLO ini terdiri dari lima tahap yang dapat menggambarkan perkembangan
kemampuan berpikir kompleks pada siswa dan dapat diterapkan di berbagai bidang.
1. Tahap Pre-Structural.
Pada tahap ini siswa hanya memiliki sangat sedikit sekali informasi yang bahkan tidak saling
berhubungan, sehingga tidak membentuk sebuah kesatuan konsep sama sekali dan tidak
mempunyai makna apapun.
2. Tahap Uni-Structural.
Pada tahap ini terlihat adanya hubungan yang jelas dan sederhana antara satu konsep dengan
konsep lainnya tetapi inti konsep tersebut secara luas belum dipahami. Beberapa kata kerja yang
dapat mengindikasi aktivitas pada tahap ini adalah; mengindentifikasikan, mengingat dan
melakukan prosedur sederhana.
3. Tahap Multi-Structural.
Pada tahap ini siswa sudah memahami beberapa komponen namun hal ini masih bersifat terpisah
satu sama lain sehingga belum membentuk pemahaman secara komprehensif. Beberapa koneksi
sederhana sudah terbentuk namun demikian kemampuan meta-kognisi belum tampak pada tahap
ini. Adapun beberapa kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan siswa pada tahap ini antara
lain; membilang atau mencacah, mengurutkan, mengklasifikasikan, menjelaskan, membuat
daftar, menggabungkan dan melakukan algoritma.
4. Tahap relational.
Pada tahap ini siswa dapat menghubungkan antara fakta dengan teori serta tindakan dan tujuan.
Pada tahap ini siswa dapat menunjukan pemahaman beberapa komponen dari satu kesatuan
konsep, memahami peran bagian-bagian bagi keseluruhan serta telah dapat mengaplikasikan
sebuah konsep pada keadaan-keadaan yang serupa. Adapun kata kerja yang mengidikasikan
kemampuan pada tahap ini antara lain; membandingkan, membedakan, menjelaskan hubungan
sebab akibat, menggabungkan, menganalisis, mengaplikasikan, menghubungkan.
Dalam belajar pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele
(1954), yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam belajar geometri. Van
Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pegajaran
geometri. Hasil penelitiannya itu, yang dirumuskan dalam disertasinya, diperoleh dari kegiatan
tanya jawab dan pengamatan.
Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran
dan metode pengajaran yang diterapkan, jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan
kemampuan berpikir anak kepada tingkatan berpikir yang lebih tinggi.
Van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima tahapan berpikir dalam belajar geometri yaitu;
a. Tahap Pengenalan
Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenali suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun
belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai
contoh jika kepada seorang anak diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat
atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus itu. Ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi-
sisi yang berupa bujur sangkar, bahwa sisinya ada 6 buah.
b. Tahap Analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai dapat mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geomeri yang
diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri
tersebut. Misalnya disaat dia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat
dua pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. Dalam tahap ini
anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan
benda geometri lainnya. Misalnya, anak belum mengetahui bahwa bujur sangkar adalah persegi
panjang, bahwa bujur sangkar adalah belah ketupat dan sebagainya.
c. Tahap Pengurutan
Pada tahap ini anak telah mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang dikenal dengan
sebutan berpikir deduktif, namun kemapuan ini belum berkembang secara penuh. Pada tahap ini
anak telah mulai mampu mengurutkan. Misalnya ia sudah mulai mengenali bahwa bujur sangkar
adalah jajargenjang, bahwa belah ketupat adalah layang-layang. Demikian pula dalam
pengenalan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan
keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk bujursangkar. Pola pikir anak pada tahap
ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama
panjang. Anak mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga
yang kongruen.
d. Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan
kesimpulan dari hal-hal yang umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Mereka juga telah
mengerti peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang telah
didefinisiskan. Misalnya anak telah mampu memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini anak telah
mampu menggunakan postulat atau aksioma yang digunakan dalam pembuktian.
Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti postulat sudut-sudut-sudut,
sisi-sisi-sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat
tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara-cara pebuktian dua
segitiga yang sama dan sebangun(kongruen).
e. Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak telah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip
dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma
atau postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berpikir yang tinggi,
rumit dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika tidak semua anak, meskipun sudah
duduk dibangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berpikir ini.
Paparan di atas baru beberapa teori pembelajaran kognitif, selain itu masih banyak teori belajar
konitif yang diungkapkan oleh beberapa pakar seperti Bruner, Bloom, Freudenthal dan lain-lain.
------
RUJUKAN:
1. Atherton J S (2005) Learning and Teaching: SOLO Taxonomy [On-line] UK: Available:
http://www.learningandteaching.info/learning/solo.htm Accessed: diakses tanggal 17
January 2009.
2. Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
3. Karso, et.al.(1993). Dasar-Dasar Pendidikan MIPA. Jakarta: Depdikbud.
4. Suherman, Erman & Winataputra, Udin S. (1992). Strategi Belajar Mengajar
Matematika. Depdikbud. Jakarta.
5. Ahmadi, Abu dan Supriono, Widodo. (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
6. Biggs, J. B. and Collis, K. F. (1991). Multimodal learning and the quality of intelligent
behaviou. In H.Rowe (ed.).
7. Crowley, L Mary.(1987). The Van Hiele Model of the development of Geometric
Thought. Dalam Learning and teaching Geometry, K-12. National of Teacher of
mathematics (NCTM). United State of America.
8. Biggs, J.B & Collis, K.F. (1982). Evaluating the Quality of Learning: the SOLO
Taxonomy. New York: Academic Press.
(8)12345
Langganan: Entri (Atom)
Kata-Kata Bijak
Sesungguhnya puncak keteguhan adalah tawadhu (rendah hati)
MATRIKULASI
Belajar Online
P4TK Kemendiknas
Semester 1
Semester 2
Semester 3
Semester 4
Artikel
Pengaruh Model PBL dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Pelatihan
Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran di Sekolah
Pengaruh Pengunaan Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah
Full Day School dan Pendidikan Terpadu
Kumpulan Artikel
Opini Anda
945943
Share
Harta Kita
Harta yang hilang bisa dikejar kembali dengan ketekunan dan kerja keras. Kesehatan yang hilang
bisa direbut kembali dengan obat-obatan, namun waktu yang hilang tak kan pernah bisa kembali
lagi.
Tugas Kita
Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba
itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil.
Tantanggan Kita
Orang yang cemerlang melihat setiap halangan sebagai peluang untuk mengasah potensi, disaat
orang lain menganggap setiap halangan sebagai alasan yang menyebabkan kegagalannya.
Published by : Magister Pendidikan
Copyright 2013. Teknologi Pembelajaran - All Rights Reserved
Created and Support by A.M.C. Purnama
Proudly powered by Blogger