Anda di halaman 1dari 111

COVER

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN: BPH DAN INFEKSI


SALURAN KEMIH
Disusun oleh :

KELOMPOK 2 AJ2_B19

NO NAMA NIM

1. Tiur Trishastutik 131611123055


2. Reny Tjahja Hidayati 131611123056
3. Erna Eka Wulandari 131611123057
4. Intan Cahyanti Sugianto 131611123058
5. Enny Selawaty Boangmanalu 131611123059
6. Risca Maya Proboandini 131611123060
7 Yohanes Pemandi Doka 131611123061

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena
berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.
Dalam makalah ini, kami membahas tentang gangguan sistem perkemihan
khususnya pada penyakit BPH dan Infeksi Saluran Kemih.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai
penyakit pada sistem perkemihan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang membantu terselesaikannya makalah ini. Makalah ini menurut kami masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami butuhkan. Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua yang
membacanya.

Surabaya, Maret 2017

Penulis

Kelompok II

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .............................................................................................. i

Kata Pengantar ................................................................................................. ii

Daftar Isi .......................................................................................................... iii

Daftar Gambar .................................................................................................. v

Daftar Tabel ..................................................................................................... vi

Bab I Pendahuluan ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 2

1.3 Tujuan ............................................................................................... 2

1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................... 2

1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 2

Bab II Tinjauan Teoritis ............................................................................... 3

2.1 Konsep BPH....................................................................................... 3


2.2 Konsep Infeksi Saluran Kemih .......................................................... 4

Bab III Tinjauan Kasus.. 26

3.1 Narasi Kasus ...................................................................................... 25

3.2

Bab IV Penutup ............................................................................................... 36

4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 36

iii
4.2 Saran ................................................................................................. 36

Daftar Pustaka ................................................................................................. 37

iv
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Sistem perkemihan merupakan sebuah sistem vital di dalam tubuh manusia. Sistem
ini merupakan sistem yang penting untuk membuang sisa-sisa metabolisme yang
dihasilkan oeh tubuh terutama senyawa nitrogen seperti urea dan kreatinin, bahan asing
dan produk sisa lainnya. Sampah metabolism ini disekresikan oleh ginjal dalam bentuk
urin. Urin kemudian melewati ureter menuju kandung kemih untuk disimpan sementara
dan akhirnya secara periodik akan dikeluarkan melalui uretra (Jusuf, 2001). Selain
sebagai sistem yang berperan penting dalam sekresi zat-zat sisa metabolisme, sistem
perkemihan juga berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit, dan sekresi hormon renin-angiotensin yang berpengaruh terhadap pengaturan
tekanan darah.
Sistem perkemihan terdiri dari beberapa organ, yaitu: ginjal, ureter, vesica urinaria,
dan uretra. Terdapat berbagai masalah yang dapat ditemukan dalam sistem perkemihan
ini. Adanya gangguan dalam sistem perkemihan dapat meningkatkan angka mortalitas
dan morbiditas suatu bangsa, seperti halnya pada masalah gagal ginjal yang sangat
berpengaruh terhadap keseimbangan asam-basa, cairan, sekresi yang secara tidak
langsung dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian.
Berdasarkan data Riskesdas nilai Gagal Ginjal Kronis ditemukan sebanyak 0,2 %
yang telah terdiagnosis, sedangkan untuk batu ginjal sebesar 0,6%. Adapun penyakit lain
yang berkontribusi terhadap morbiditas gangguan sistem perkemihan, antara lain gagal
ginjal dengan jumlah penderita sekitar 150 juta orang dengan 10 juta orang menjalani
hemodialis (Ismail, Hasanuddin, dan Bahar, 2014), Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang
berkontribusi terhadap penyakit komunitas dan sekitar 150 juta orang di dunia mengalami
ISK setiap tahunnya, serta Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) dengan prevalensi 25 %
pada usia 50-59 tahun, dan mencapai 43% pada usia lebih dari 60 tahun.
2

Berdasarkan data di atas mengenai tingginya angka gangguan pada sistem


perkemihan dan juga dapat berpengaruh terhadap angka kesakitan (morbiditas) ataupun
mortalitas, maka penting bagi perawat untuk mempelajari lebih lanjut mengenai konsep,
penatalaksanaan, dan juga asuhan keperawatan sehingga dapat memberikan intervensi
yang tepat dan memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif tanpa terkecuali pada
kasus perkemihan yang cukup banyak, yaitu Infeksi Saluran Kemih dan BPH (Benigna
Prostat Hyperplasia).

1.2.RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan BPH (Benigna Prostat Hyperplasia)?
1.2.2 Apakah yang dimaksud dengan Infeksi Saluran Kemih?
1.2.3 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Infeksi Saluran Kemih?

1.3.TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan : BPH dan Infeksi saluran kemih
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Menjelaskan konsep teori dan asuhan keperawatan mengenai penyakit BPH
(Benigna Prostat Hyperplasia)
1.3.2.2 Menjelaskan konsep teori dan asuhan keperawatan mengenai Infeksi
Saluran Kemih
1.3.2.3 Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan Infeksi Saluran
Kemih.
3

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep BPH


2.1.1 Anatomi Fisiologi
a. Kelenjar Prostat
Menurut Purnomo (2015), kelenjar
prostat terletak disebelah inferior buli-
buli dan melingkari uretra posterior
sedangkan bagian distalnya kelenjar
prostat ini menempel pada diafragma
urogenital yang sering disebut sebagai
otot dasar panggul.
Bila mengalami pembesaran, organ ini
Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Prostat
dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran
urin keluar dari buli-buli. Kelenjar ini
pada laki-laki dewasa kurang lebih
sebesar buah walnut atau buah kenari
besar. Ukuran, panjangnya sekitar 4 -
6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya
kurang lebih 2 - 3 cm dengan berat
Gambar 2.2 Kelenjar Prostat Normal
sekitar 20 gram. Bagian- bagian
prostat terdiri dari 50 70 % jaringan
kelenjar, 30 50 % adalah jaringan stroma (penyangga) dan kapsul/muskuler.
Fungsi kelenjar prostat, menambah cairan alkalis pada cairan seminalis, yang
berguna melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang terdapat pada uretra.
4

McNeal (1976) didalam Purnomo (2015)


membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona,
yaitu anatara lain :
a. Zona perifer
b. Zona sentral
c. Zona transisional
d. Zona fibromuskuler
e. Zona periuretra Gambar 2.3 Zona Prostat
Normalzona transisional
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada
sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormontertosteron, yang
didalam kelenjar prostat, hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzin 5-reduktase. DHT inilah yang
secara langsung memacu m-RNA didalam sel kelenjar prostat untuk mensintesis
protei growth factor yang memacu pertumbuhan dan proliferasi sel kelenjar
prostat.
b. Organ-organ sekitar Kelenjar prostat
I. Kandung kemih
Buli-buli atau vesika urinaria adalah organ yang berongga
yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling beranyaman, yaitu (1)
terletak paling dalam adalah otot longitudinal, (2) ditengah merupakan
otot sirkuler, (3) paling luar adalah otot longitudinal. Buli-buli berfungsi
untuk menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Pada saat buli-buli kosong
terletak dibelakang simpfisis pubis dan pada saat penuh berada diatas
simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi. Buli-buli yang terisi
penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan mengaktifkan
pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S 2-4. Hal ini akan
menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli dan
relaksasi sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.
5

II. Uretra
Uretra merupakan
tabung yang menyalurkan
urine keluar dari buli-buli
melalui proses miksi.
Secara anatomis uretra
dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu uretra posterior dan
uretra anterior. Organ ini
berfungsi dalam
menyalurkan cairan mani.
Uretra diperlengkapi
Gambar 2.4 Anatomi Uretra
dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli
dan uretra serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan
uretra anterior dan posterior.
Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersyarafi
oleh sistem simpatetik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini
terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang
dipersyarafi oleh sistem somatik. Aktivitas sfingter ini dapat diperintah
sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini
terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.
Uretra psoterior pria terdiri atas uretra 1) pars prostatika, yakni
bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, 2) uretra pars
membranasea. Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu
tonjolan verumontanum, dan disebelah proksimal dan distal
verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vas
deferens, yaitu kedua duktus ejakulatorius, terdpat dipinggir kiri dan
kanan verumontanum. Sekresi kelenjar prostat bermuara didalam
duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.
6

c. Mekanisme Berkemih
Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya
bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi
berkemih, keadaan ini disebabkan oleh reseptor regang sensorik pada dinding
kandung kemih sampai reseptor pada uretra posterior ketika mulai terisi urin
pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor
kandung kemih ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus
kemudian secara reflek kembali lagi ke kandung kemih melalui syaraf
parasimpatis (Syaifuddin, 2001).
Berkemih pada dasarnya merupakan reflek spinal yang akan difasilitasi
dan dihambat oleh pusat-pusat susunan syaraf yang lebih tinggi. Urin yang
memasuki kandung kemih tidak begitu meningkatkan tekanan intravesika
sampai terisi penuh. Pada kandung kemih ketegangan akan meningkat dengan
meningkatnya isi organ tersebut, tetapi jari-jaripun bertambah, oleh karena itu
peningkatan tekanan hanya akan sedikit saja, sampai organ tersebut relatif
penuh. Selama proses berkemih otot-otot perinium dan sfingter uretra eksterna
relaksasi, otot detrusor berkontraksi dan urin akan mengalir melalui uretra.
Kontraksi otot-otot perinium dan sfingter eksterna dapat dilakukan secara
volunter, sehingga mencegah urin mengalir melewati uretra atau menghentikan
aliran urin saat sedang berkemih (Guyton, 2006).
Proses pengosongan kandung kemih terjadi bila kandung kemih terisi penuh.
Proses miksi terdiridari dua langkah utama:
1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah
kedua. Terjadinya distensi atau peningkatan tegangan pada kandung kemih
mencetuskan refleks I yang menghasilkan kontraksi kandung kemih dan
refleks V yang menyebabkan relaksasi uretra.
2. Timbul refleks saraf yang disebut reflek miksi (refleks berkemih) yang
berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal setidaknya
menimbulkan kesadaran dan keinginan untuk berkemih. Ketika proximal
uretra mengalirkan urin maka akan mengaktifkan refleks II yang akan
menghasilkan kontraksi kandung kemih dan IV sehingga stingfer eksternal
dan uretra akan berelaksasi, sehingga urin dapat keluar. Jika tejadi distensi
pada uretra yang bisa disebabkan karena sumbatan, atau kelemahan sfingter
7

uretra maka akan mengaktifkan refleks III, sehingga kontraksi kandung


kemih melemah. Reflek berkemih adalah refleks medulla spinalis yang
seluruhya bersifat autonomik, tetapi dapat dihambat atau dirangsang di
otak. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah berkemih, bahkan ketika
refleks berkemih muncul, yaitu dengan membuat kontraksi tonik terus
menerus pada sfingter eksternus kandung kemih sampai mendapat waktu
yang baik untuk berkemih. Jika sudah tiba saat berkemih, pusat cortical
dapat merangsang pusat berkemih sacral untuk membantu mencetuskan
refleks berkemih dan dalam waktu yang bersamaan menghambat sfingter
eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi
(Guyton,2006).
Pada kondisi tertentu, proses berkemih tidak dapat terjadi secara
normal, oleh karenanya diperlukan tindakan khusus untuk tetap dapat
mengeluarkan urin dari kandung kemih, yaitu dengan pemasangan kateter. Pola
eliminasi urin sangat tergantung pada individu, biasanya berkemih setelah
bekerja, makan atau bangun tidur. Normalnya dalam sehari sekitar lima kali.
Jumlah urin yang dikeluarkan tergantung pada usia, intake cairan, dan status
kesehatan. Pada orang dewasa sekitar 1200 sampai 1500 ml per hari atau 150-
600 ml per sekali berkemih.

2.1.2 Definisi BPH

Ada beberapa pengertian Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) menurut


beberapa ahli, yaitu
1. BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak,
disebabkan oleh hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat yang
mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Arif, Muttaqin,
2011:257).
2. BPH adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra dan menyumbat aliran
miksi (Nursalam, 2008:135).
3. BPH adalah pembesaran kelenjar prostat yang dapat menekan uretra, sehingga
menyebabkan obstruksi kemih berat (Kimberly, 2012:391).
8

4. BPH adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat mengalami pembesaran,


memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin
dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2012).
5. BPH merupakan kondisi patologis yang paling umum pada pria, yaitu suatu
keadaan yang sering terjadi pada pria umur > 50 yang ditandai dengan
terjadinya pembesaran prostat, sehingga dapat mengakibatkan obstruksi urine
(Baradero, Dayrit, dkk, 2007).
6. Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH (Benign Prostat
Hyperplasia) sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat
hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Kelenjar prostat
adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior buli-buli
dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini
membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin
keluar dari buli-buli (Purnomo,2015).

2.1.3 Klasifikasi BPH


BPH dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu berdasarkan keluhan dan gambaran
klinis, yaitu :
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi :
1. Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih, kencing tak
puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
2. Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita akan
mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam bertambah
hebat.
3. Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini maka bisa
timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden menjalar ke ginjal dan
dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.

Berdasarkan gambaran klinis :


1. Derajat 1: terdapat penonjolan prostat, batas atas mudah diraba, sisa volume
urine <50 ml
2. Derajat 2: penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai, sisa volume urine
50-100 ml
9

3. Derajat 3: batas atas prostat tidak dapat diraba, sisa volume urine > 100 ml
4. Derajat 4: terjadi retensi total

Gambar 2.5 Derajat Pembesaran Kelenjar Prostat

2.1.4 Faktor Resiko BPH


Ada beberapa hal yang menjadi faktor resiko BPH, yaitu :
1. Kadar Hormon
Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko
BPH. Testosteron akan diubah menjadi dihydrotestosteron (DHT) oleh enzim
5-reductase, yang memegang peran penting dalam proses pertumbuhan sel-sel
prostat.
2. Usia
Sesuai dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun secara
perlahan pada usia 30 tahun atau 60 tahun keatas. Selain itu pada usia tua terjadi
kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot detrusor) dalam
mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena
pembesaran prostat (Rizki, 2008).
3. Ras
Orang kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH
dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah
(Roehborn, et al, 2002).
4. Riwayat Keluarga
Semakin banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, semakin besar
risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat terkena BPH (Roehborn, et al,
2002).
5. Obesitas
Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual,
terutama pada pria, penimbunan lemak lebih banyak terjadi di bagian abdomen.
10

Beban di perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama
organ seksual kehilangan kelenturannya, juga akan mengganggu kinerja testis.
Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap
pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen
dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat.
6. Pola Diet
Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium berpengaruh pada
fungsi reproduksi pria. Defisiensi seng berat dapat menyebabkan pengecilan
testis yang selanjutnya berakibat penurunan kadar testosteron. Selain itu,
makanan tinggi lemak dan rendah serat juga membuat penurunan kadar
testosteron. Risiko lebih besar terjadinya BPH adalah mengkonsumsi margarin
dan mentega, yang termasuk makanan yang mengandung lemak jenuh.
Konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang tinggi (terutama lemak
hewani), lemak berlebihan dapat merusak keseimbangan hormon yang berujung
pada berbagai penyakit.
7. Aktivitas Seksual
BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan kebersihan. Saat
kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah
sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi
hambatan prostat yang mengakibatkan kelenjar tersebut bengkak permanen.
Seks yang tidak bersih akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan
BPH. Aktivitas seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya
kadar hormon testosterone.
8. Merokok
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan
aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar
testosteron.
9. Alkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang
penting untuk prostat yang sehat (NKUDIC, 2006).
10. Olahraga
Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit
mengalami BPH. Dengan aktif olahraga, kadar dihidrotestosteron & lemak
darah dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko BPH. Selain itu,
11

olahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat
tetap stabil. Dianjurkan olahraga ringan yang dapat memperkuat otot sekitar
pinggul dan organ seksual (Yatim, 2004).
11. Penyakit Diabetes Melitus
Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai
risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit
Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH.

2.1.5 Etiologi BPH


Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui
secara pasti, tetapi erat kaitannya dengan ketidakseimbangan hormon dan proses
penuaan (Arif, Muttaqin, 2011:257). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya BPH yaitu:
1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.
2. Ketidak seimbangan estrogen testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen
dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat
menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma selanjutnya merangsang
pembesaran epitel (Purnomo,2011).
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal growth faktor atau fibroblas growth faktor dan
penurunan transforming growth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma
dan epitel.
4. Penurunan sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem cell
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi abnormal sel stroma dan
sel epitel kelenjar prostat (Purnomo, 2015).
6. Berkurangnya kematian sel prostat
Kematian sel pada sel prostas merupakan mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada jaringan normal terdapat
12

keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat
terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah
sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan
jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan meningkat sehingga menyebabkan
pertambahan massa prostat.

2.1.6 Manifestasi Klinis BPH


Gejala klinis yang ditimbulkan oleh BPH disebut sebagai Syndroma
Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
a) Gejala Obstruktif yaitu :
1. Hesitansi : memulai kencing yang lama disebabkan oleh karena otot
destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan
tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra
prostatika.
2. Intermittency : pancaran kencing terputus-putus karena ketidakmampuan
otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra vesika sampai
berakirnya miksi.
3. Terminal dribbling : menetesnya urine pada akhir kencing.
4. Straining : mengejan saat berkemih
5. Loss of force (pancaran lemah) : kelemahan kekuatan dan kaliber
pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan
di uretra
6. Double voiding : rasa ingin berkemih lagi setelah kencing.
7. Residual urine : rasa tidak puas setelah berkemih.
b) Gejala iritasi yaitu :
1. Urgency : perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
2. Nocturia : Frekuensi miksi lebih sering pada malam hari.
3. Disuria : nyeri pada waktu kencing
4. Polakisuria : frekuensi kencing yang tidak normal
5. Hematuria : kencing berdarah (kadang-kadang).
13

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun


diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2015), tanda dan gejala dari BPH
dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah: gejala obstruksi & iritasi.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas:
gejala obstruksi (nyeri pinggang, benjolan dipinggang yang merupakan
tanda dari hidronefrosis, atau demam yang merupakan tanda infeksi atau
urosepsis).
3. Gejala diluar saluran kemih:
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada
saat miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Pada
pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri
tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada
epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan
volume residual yang besar.

2.1.7 Patofisiologi BPH


Pembesaran prostat menyebabkan penyempitam lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot destrusor dan divertikel buli-
buli.Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-
buli dan daerah prostad meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang
sehingga timbul divertikel. Biasanya ditemukan gejala obstruksi dan iritasi. Gejala
obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi sehingga kontraksi menjadi
terputus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak
sempurna saat miksi atau pembesaran prostat yang menyebabkan vesika sering
berkontraksi meskipun belum penuh. Fase penebalan destrusor disebut fase
kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya tidak
mampu lagi untuk berkontraksi atau terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi
urin dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada
suatu saat akan terjadi retensi total, sehingga penderita tidak mampu lagi
14

miksi.Karena produksi urine terus terjadi maka vesika tidak mampu lagi
menampung urine sehingga tekanan intravesika terus meningkat melebihi tekanan
sfingter. Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan
aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan
ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat
apabila terjadi infeksi. Sisa urine yang terjasi selama miksi akan menyebabkan
terbentuknya batu endapan yang dapat menyebabkan hematuria, sistisis dan
pielonefritis (Arif, Muttaqin, 2011:258).
2.1.8 WOC ( Terlampir )
2.1.9 Diagnosis BPH
Diagnosis BPh dapat ditegakkan berdasarkan atas bebagai pemeriksaan awal
dan pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan awal harus
dilakukan oleh setiap dokter yang menangani pasien BPH, sedangkan pemeriksaan
tambahan yang bersifat penunjang dikerjakan jika ada indikasi untuk melakukan
pemeriksaan itu. Pada international Consultation on BPH (IC-BPH) yang ke-5
membagi kategori pemeriksaan untuk mendiagnosis BPH menjadi, yaitu
pemeriksaan awal (recommended) dan pemeriksaan spesialistik urologi
(IAUI,2015).
1. Anamnesis
Pasien BPH perlu dilakukan pemeriksaan awal dengan melakukan wawancara
yang cermat sehingga bisa didapatkan data yang tepat tentang riwayat
penyakitnya. Menurut Purnomo (2015), anamnesis dapat dilakukan untuk
memperoleh gambaran klinis pada saluran kemih maupun diluar saluran kemih,
yaitu :
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan yang dirasakan oleh pasien BPH adalah gejala obstruksi dan gejala
iritatif. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan maka Organisasi
Kesehatan Dunia dan Asosiasi Ahli Urologi Amerika membuat skor
internasional gejala prostat atau IPSS (International Prostatic Symptom Score)
yang telah distandarisasi.
Analisis pada IPSS ini dimana terdiri dari gejala dengan 7 pertanyaan yang
masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35.
15

Kuesioner IPSS dibagikan kepada pasien dan diharapkan pasien mengisi


sendiri tiap-tiap pertanyaan. Keadaan pasien BPH dapat digolongkan
berdasarkan skor yang diperoleh. Selain 7 pertanyaan di atas, di dalam daftar
pertanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup
(quality of life atau QoL) yang juga terdiri atas 7 kemungkinan jawaban

Interpretasi :
Skor 0-7 : bergejala ringan
Skor 8-19 : bergejala sedang
Skor 20-35: bergejala berat

Tabel 2.1 Skor IPSS


Tidak Kurang Kurang Kadang- Lebih Hampir
pernah dari dari kadang dari selalu
Dalam 1 bulan terakhir sekali setengah (sekitar setengah Skor
dalam 50%)
lima kali

1. Seberapa sering Anda merasa 0 1 2 3 4 5


masih ada sisa selesai kencing?

2. Seberapa sering Anda harus


kembali kencing dalam waktu
kurang dari 2 jam setelah selesai 0 1 2 3 4 5
kencing?

3. Seberapa sering Anda


0 1 2 3 4 5
mendapatkan bahwa Anda
kencing terputus-putus?

4. Seberapa sering pancaran kencing


0 1 2 3 4 5
Anda lemah?

5. Seberapa sering pancaran kencing


0 1 2 3 4 5
Anda lemah?

6. Seberapa sering Anda harus


0 1 2 3 4 5
mengejan untuk mulai kencing?

7. Seberapa sering Anda harus


bangun untuk kencing, sejak
0 1 2 3 4 5
mulai tidur pada malam hari

hingga bangun di pagi hari?

Skor IPSS Total (pertanyaan 1 sampai 7) =


16

Senang Senang Pada Campuran Pada Tidak Buruk


sekali umumnya antara puas Umumnya bahagia sekali
tidak puas
(1) (2) Puas (3) dan tidak (4) (5) (6) (7)

Seandainya Anda harus menghabiskan


sisa hidup dengan fungsi kencing
seperti saat ini, bagaimana perasaan
Anda?

b. Keluhan pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis.
c. Keluhan diluar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit tersebut karena sering mengejan
pada saat miksi sehingga meningkatkan tekanan intraabdominal. Pada
pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba
massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urin. Kadang-kadang didapati
urin yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu merupakan pertanda dari
inkontinensia paradoksa.
2. Pemeriksaan Fisik
Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan
yang penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik
untuk mencari kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok
dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan
adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat (IAUI,2015).
3.
Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi kenyal
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak dapatkan
nodul, sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/teraba nodul dan
mungkin di antara lobus prostat tidak simetris (Purnomo,2015).
17

Tabel 2.2 Derajat Colok Dubur


Derajat 1 Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur
ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan
sisa urin kurang dari 50 ml
Derajat II Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur
dan batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-
100 ml.
Derajat III Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas
prostat tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari
100ml.
Derajat IV Apabila sudah terjadi retensi urine total dan batas atas prostat
tidak dapat diraba

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan
hematuria. Pemeriksaan ini dilakukan bila BPH yang sudah menimbulkan
komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang
menimbulkan keluhan miksi, di antaranya: karsinoma buli-buli in situ atau
striktura uretra. Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih
perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau terdapat kecurigaan
adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urin.
Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urine dan telah
memakai kateter, peme-riksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena
seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan
kateter.
b. Pemeriksaan fungsi ginjal
Obstruksi infravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus
urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat
BPH terjadi sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal
menyebabkan resiko terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering
dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas
menjadi enam kali lebih banyak. Oleh karena itu, pemeriksaan faal ginjal
ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan
pencitraan pada saluran kemih bagian atas (IAUI,2015).
18

c. Pemeriksaan PSA (Prostat Specific Antigen)


PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi
bukan cancer specific. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan
perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar PSA tinggi berarti:
(a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat, (b) keluhan akibat BPH/laju
pancaran urine lebih jelek, dan (c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut.
Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada peradangan,
setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada retensi
urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Rentang
kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah
(UAUI,2015),yaitu:

40-49 tahun : 0-2,5 ng/ml 50-59 tahun :0-3,5 ng/ml


60-69 tahun :0-4,5 ng/ml 70-79 tahun : 0-6,5 ng/ml

Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma


prostat, tetapi kelompok usia BPH mempunyai resiko terjangkit karsinoma
prostat. Pemeriksaan PSA bersamaan dengan colok dubur lebih superior
daripada pemeriksaan colok dubur saja dalam mendeteksi adanya karsinoma
prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA menjadi sangat
penting guna mendeteksi kemungkinan adanya karsinoma prostat. Sebagian
besar guidelines yang disusun di berbagai negara merekomendasikan
pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan BPH (IAUI,2015).
d. Catatan harian miksi (voiding diaries)
Catatan harian miksi dipakai untuk menilai fungsi traktus urinarius
bagian bawah dengan relibilitas dan validitas yang cukup baik. Asupan
cairan yang dikonsumsi serta kapan dan berapa jumlah urine yang
dikemihkan dapat dipakai untuk mengetahui seorang pasien nocturia
iodiopatik, instabilitas detrusor akibat asupan air yang berlebih.
Pencatatan dapat dilakukan tujuh hari berturut-turut.
e. Uroflometri
Uroflometri adalah pencatatan tentang pencaran urine selama proses
miksi secara elektronik sehingga diketahui gejala obstruksi saluran kemih
bagian bawah yang tidak invasif. Hasil uroflometri tidak spesifik
19

menunjukkan penyebab terjadinya kelainan pancaran urine,sebab pancaran


urine yang lemah dapat disebabkan karena BOO atau kelemahan otot
detrusor2. Demikian pula Qmax (pancaran) yang normal belum tentu tidak
ada BOO. Namun demikian sebagai patokan, pada IC-BPH 2000, terdapat
korelasi antara nilai Qmax dengan derajat BOO sebagai berikut:

Qmax < 10 ml/detik 90% BOO


Qmax 10-14 ml/detik 67% BOO
Qmax >15 ml/detik 30% BOO
Harga Qmax dapat dipakai untuk meramalkan hasil pembedahan.
Pasien tua yang mengeluh LUTS dengan Qmax normal biasanya bukan
disebabkan karena BPH dan keluhan tersebut tidak berubah setelah
pembedahan. Sedangkan pasien dengan Qmax <10 mL/detik biasanya
disebabkan karena obstruksi dan akan memberikan respons yang baik
setelah. Penilaian ada tidaknya BOO sebaiknya tidak hanya dari hasil Qmax
saja, tetapi juga digabungkan dengan pemeriksaan lain. Menurut Steele et al
(2000) kombinasi pemeriksaan skor IPSS, volume prostat, dan Qmax cukup
akurat dalam menentukan adanya BOO. Nilai Qmax dipengaruhi oleh: usia,
jumlah urine yang dikemihkan, serta terdapat variasi induvidual yang cukup
besar. Oleh karena itu hasil uroflometri menjadi bermakna jika volume urine
>150 mL dan diperiksa berulangkali pada kesempatan yang berbeda.
Spesifisitas dan nilai prediksi positif Qmax untuk menentukan BOO harus
diukur beberapa kali. Reynard et al (1996) dan Jepsen et al (1998)
menyebutkan bahwa untuk menilai ada tidak-nya BOO sebaiknya dilakukan
pengukuran pancaran urine 4 kali.
f. Pemeriksaan residual urine
Residual urine adalah sisa urin yang tertinggal didalam buli-buli
setelah miksi. Pemeriksaan ini dilakukan dengan invasif, yaitu dengan
melakukan pengukuran langsung sisa urin melalui kateterisasi uretra setelah
pasien berkemih maupun non invasif dengan mengukur sisa urin melalui
USG.
g. Pencitraan Traktus urinarius
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan terhadap traktus urinarius bagian
atas maupun bawah dan pemeriksaan prostat. Dahulu pemeriksaan IVP pada
20

BPH dikerjakan oleh sebagian besar ahli urologi untuk mengungkapkan adanya:
(a) kelainan pada saluran kemih bagian atas, (b) divertikel atau selule pada buli-
buli, (c) batu pada buli-buli, (d) perkiraan volume residual urine, dan (e)
perkiraan besarnya prostat. Pemeriksaan pencitraan terhadap pasien BPH dengan
memakai IVP atau USG, ternyata bahwa 70-75% tidak menunjukkan adanya
kelainan pada saluran kemih bagian atas; sedangkan yang menunjukkan
kelainan, hanya sebagian kecil saja (10%) yang membutuhkan penanganan
berbeda dari yang lain. Oleh karena itu pencitraan saluran kemih bagian atas
tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan pada BPH, kecuali jika pada
pemeriksaan awal diketemukan adanya: (a) hematuria, (b) infeksi saluran kemih,
(c) insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan USG), (d) riwayat
urolitiasis, dan (e) riwayat pernah menjalani pembedahan pada saluran
urogenitalia. Pemeriksaan sistografi maupun uretrografi retrograd guna
memperkirakan besarnya prostat atau mencari kelainan pada buli-buli saat ini
tidak direkomendasikan . Namun pemeriksaan itu masih berguna jika dicurigai
adanya striktura uretra.Pemeriksaan USG prostat bertujuan untuk menilai bentuk,
besar prostat, dan mencari kemungkinan adanya karsinoma prostat. Pemeriksaan
ultrasonografi prostat tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin, kecuali
hendak menjalani terapi: (a) inhibitor 5- reduktase, (b) termoterapi, (c)
pemasangan stent,(d) TUIP atau (e) prostatektomi terbuka. Menilai bentuk dan
ukuran kelenjar prostat dapat dilakukan melalui pemeriksaan transabdominal
(TAUS) ataupun transrektal (TRUS). Jika terdapat peningkatan kadar PSA,
pemeriksaan USG melalui transrektal (TRUS) sangat dibutuhkan guna menilai
kemungkinan adanya karsinoma prostat (IAUI,2015).
h. Uretrosistoskopi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan uretra prostatika
dan buli. Pada kasus yang disertai dengan hematuria atau dugaan adanya
karsinoma buli-buli, pemeriksaan ini sangat membantu dalam mencari lesi pada
buli-buli.
i. Pemeriksaan urodinamika
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui penyebab dari pancaran
urin yang lemah, apakah karena obstruksi leher buli-buli dan uretra atau
kelemahan kontraksi otot detrusor.
21

2.1.10 Penatalaksanaan BPH


Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien.
Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan
pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh
penyakitnya. Pilihannya adalah mulai dari: (1) tanpa terapi (watchful waiting), (2)
medikamentosa, dan (3) terapi intervensi. Di Indonesia, tindakan Transurethral
Resection of the prostate (TURP) masih merupakan pengobatan terpilih untuk pasien
BPH. Perlu diketahui tidak semua pasien BPH perlu mejalani tindakan medik namun
diantaranya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik.
Tabel 2.3 Penatalaksanaan BPH

Observasi Medikamentosa Operasi Invasif Minimal

Watchfull Penghambat Prostatektomi TUMT


waiting adrenergik terbuka TUBD

Penghambat Endourologi Strent uretra dengan prostacath


reduktase TUR P TUNA
Fitoterapi TUIP
Hormonal TULP (laser)
Menurut Purnomo (2015), penatalaksanaan pada BPH dilakukan dengan:
a. Terapi Konservatif Non Operatif
1. Observasi (Watchful waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang
diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi
nokturia, menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi
minum kopi, dan tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi.
Setiap 3 bulan lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan pemeriksaan
colok dubur.
22

Gambar 2.6 Skema pengelolaan BPH di Indonesia untuk dokter umum dan Non
spesialis Urologi
23

Gambar 2.7 Skema pengelolaan BPH di Indonesia untuk dokter spesialis Urologi

Gambar 2.7 Skema pengelolaan BPH di Indonesia untuk dokter spesialis


Urologi
24

2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
a. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker
(penghambat alfa adrenergik)
b. Menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT)
i. Obat Penghambat adrenergik
Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam
prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha
adrenergik.
ii. Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase
Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat
golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga
prostat yang membesar dapat mengecil.
iii. Fitoterapi
Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan, seperti: serenoa
repens atau saw palmetto dan pumpkin seeds. Saw Palmetto menunjukkan
perbaikan klinis dalam hal:
frekuensi nokturia berkurang
aliran kencing bertambah lancar
volume residu di kandung kencing berkurang
gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.
Mekanisme kerja obat diduga kuat:
menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir
reseptor androgen
bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat
aktivitas enzim cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase.
b. Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan
penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, ISK, penurunan
fungsi ginjal, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis, kelainan pada
saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan perbaikan setelah
25

menjalani pengobatan medikamentosa. Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi


terbuka atau operasi endourologi transuretra. Jenis-jenis pembedahan:
a. Prostatektomi Suprapubis
Pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih.
b. Prostatektomi Retropubis
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah
melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.
c. Prostatektomi Peritoneal
Pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui insisi diantara skrotum dan rektum.
d. Prostatektomi retropubis radikal
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan
jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah,
uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.
e. Prostatektomi terbuka
Retropubic infravesica (Terence Millin)
Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)
Trans Urethral Resection Prostatectomy (TURP)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui
sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra. Metode ini cukup
aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada
sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang
sungguh membutuhkan tindakan bedah.
Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan cairan
irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup
oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang
dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang
sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga
cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang
terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya
hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma
TURP. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran
somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.
26

Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya
jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Karena itu untuk mengurangi
timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya
lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin, membatasi jangka
waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk
mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.
Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran
prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan
pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau
incisi leher buli-buli atau bladder neck incision. Terapi ini juga dilakukan secara
endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada TUR
P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai
dari dekat muara ureter sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam
sampai tampak kapsul prostat. Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat
daripada TUR dan menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan
dengan cara TUR.
Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)
Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TURP) untuk mengangkat
prostat yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan
dengan TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan
operasi maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk
masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Terjadi
ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera
menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang
akan menyebabkan laser nekrosis lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga
hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat menyerupai rongga yang
terjadi sehabis TUR.
c. Invasif Minimal
1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara memanaskan prostat sampai 44,5C 47C dengan memanaskan
kelenjar periuretral yang membesar ini dengan gelombang mikro (microwave)
27

yaitu dengan gelombang ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan


terjadi vakuolisasi dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan
menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra
menurun sehingga obstruksi berkurang
Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat
memancarkan microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur
pada antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface costing agar
tidak merusak mucosa ureter. Dengan proses pendindingan ini memang
mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga berkurang.
Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan
gelombang radio frequency yang panjang gelombangnya lebih besar
daripada tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat
diarahkan oleh elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga
efek panasnya dapat menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain
oleh karena kateter yang ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga
pemanasan bisa lebih lama, dan selama pemanasan urine tetap dapat mengalir
keluar.
2. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)
Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan
dengan jalan melakukan commisurotomi prostat dengan jalan melalui operasi
terbuka (transvesikal). Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen
uretra melebar. Mekanismenya :
1. Kapsul prostat diregangkan
2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut
3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika & uretra pars prostatika
dirusak.
3. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)
Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk
menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang
baik guna mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan perdarahan
minimal, tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan.
28

4. Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya
saja kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada
yang spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter
(Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang
ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk
memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan
kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan
dengan kateter pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika
maka spiral tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent
ini merupakan cara mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif,
yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi penderita belum
memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih invasif.
2.1.11 Komplikasi BPH

Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah


1. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi
2. Infeksi saluran kemih
3. Involusi kontraksi kandung kemih
4. Refluk kandung kemih
5. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung
urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.
6. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
7. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat terbentuk
batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah keluhan iritasi.
Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi refluks dapat
mengakibatkan pielonefritis.
8. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada
waktu miksi pasien harus mengedan.
29

2.1.12 Asuhan Keperawatan BPH


1. Pengkajian
1) Identitas Klien
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa / ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan, penghasilan
dan alamat. BPH sering diderita oleh laki laki berusia lebih dari 30-60
tahun dan orang kulit hitam memiliki resiko 2 kali lebih besar dibanding ras
lain. Orang-orang asia memiliki insiden paling rendah (Roehborn,et al,2002).
2) Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien BPH ,yaitu adanya perubahan
volume pengeluaran urine (retensi), adanya gejala obstruksi dan iritasi pada
saluran kemih bagian bawah, nyeri dipinggang, demam, dan apabila terjadi
diluar saluran kemih diawali dengan hernia inguinalis atau hemoroid.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH dikenal dengan Lower Urinari
Tract Symptoms (LUTS) antara lain : hesitansi, pancar urin lemah,
intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah selesai miksi, urgensi,
frekuensi dan disuria. Perlu ditanyakan mengenai permulaan timbulnya
keluhan, hal-hal yang dapat menimbulkan keluhan dan ketahui pula bahwa
munculnya gejala untuk pertama kali atau berulang.
4) Riwayat penyakit dahulu.
Kaji apakah memiilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK). Apakah pasien
pernah menjalani pembedahan prostat / hernia sebelumnya. Kaji pula riwayat
DM, HT, PPOM, Jantung Koroner, Dekompensasi Kordis dan gangguan faal
darah yangdapat memperbesar resiko terjadinya penyulit pasca bedah.
5) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga berkontribusi pada kejadian BPH.
6) Riwayat psikososial
Kaji adanya emosi kecemasan, pandangan klien terhadap dirinya serta
hubungan interaksi pasca tindakan TURP.
30

2. Pemeriksaan Fisik
1) Breathing
Inspeksi : Dada tampak rata, simetris kiri dan kanan, tidak ada
pernapasan cuping hidung, pernapasan normal dengan pola teratur,tidak ada
tanda-tanda dispnea.
Auskultasi : Terdengar suara trakeobronkhial pada trakea, suara napas
lebih keras dan pendek saat inspirasi, Terdengar suara bronkovesikuler
didaerah bronki ( Sternum atas, torakal 3-4), Terdengar suara vesikuler pada
jaringan paru saat inspirasi dan ekspirasi sama.
Perkusi : Terdengar bunyi sonor pada daerah paru.
Palpasi : Teraba getaran vokal-fremitus pada dada (
kiri,kanan,depan,belakang)
2) Blood
Inspeksi : Inspeksi ictus cordis terlihat pada ICS-5 pada lineo medio
clavicularis kiri selebar 1 cm, vena jugularis tampak normal, tidak adanya
edema seluruh tubuh
Auskultasi :Bunyi jantung I terdengar pada ICS 4 Linea sternalis kiri dan
ICS 5 Linea medio clavikularis kiri, Bunyi jantung II terdengar di ICS 2 linea
sternalis kanan, terdenga bising jantung/murmur
Perkusi : Batas-batas jantung normal
Palpasi : Teraba ictus cordis 1 cm, frekuensi jantung meningkat,
tekanan darah dapat meningkat
3) Brain
Inspeksi : Klien tampak sadar, orientasi terhadap ruang waktu dan
tempat baik, ekspresi wajah baik, klien dapat membaui parfum, klien dapat
melihat benda yang ditunjukan perawat, dapat menggerakan bola mata ke
kiri kanan, klien dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, menucurkan
bibir,klien dapat merasakan gula yang manis, klien dapat menjawab apa
yang ditanya oleh perawat, klien dapat menelan makanan, klien dapat
mengangakat bahu kiri dan kanan, klien dapat menjulurkan lidah, Klien
dapat merasakan goresan kapas pada bagian dahi, pipi dan rahang bawah,
Auskultasi : -
Perkusi :-
Palpasi :-
31

4) Blader
Inspeksi : Klien tampak meringis, Terdapat penonjolan perut pada
daerah suprapubik, pada inspeksi penis uretra mengalami stenose meatus,
striktur urethra, atau femosis
Auskultasi :-
Perkusi : terdengar bunyi redup karena buli-buli penuh terisi urine
Palpasi :Saat ditekan pada daerah suprapubik, klien mau kencing,
terasa masa yang kontraktil dan ballottement, pada pemeriksaan colok dubur
dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa dan adanya
benjolan didalam rektum atau prostat, benigna menunjukkan konsistensi
kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak
dapatkan nodul, sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat
keras/teraba nodul dan mungkin di antara lobus prostat tidak simetris,
adanya nyeri ketok CVA
5) Bowel
Inspeksi : Mukosa mulut berwarna merah muda, turgor kulit baik,
abdomen tampak rata, umbilicus menonjol, tidak ada masa pada abdomen
Auskultasi : Terdengar pada suara peristaltik dengan frekuensi 5-35
x/menit,
Perkusi : Terdengar bunyi tympani pada abdomen
Palpasi : Tidak ada nyeri dan masa pada abdomen
6) Bone
Inspeksi : Tidak ada edema pada ekstremitas, ekstrimitas bawah kiri
dan kanan simetris, tidak ada deformitas dan pembengkakan pada tangan
Auskultasi : -
Perkusi :-
Palpasi : Kekuatan otot klien dengan kekuatan utuh kiri dan kanan,
refleks tendon bisep normal.
32

3. Diagnosa Keperawatan
Pre Op
No NANDA NOC NIC
1 Gangguan Eliminasi kriteria hasil : - Dorong klien untuk berkrmih
urin b.d obstruksi klien mampu tiap 24 jam dan bila tiba-tiba
mekanik, pembesaran berkemih dalam dirasakan
prostat, dekompensasi jumlah yang - observasi aliran urin,kekuatan
otot destrusor dan cukup, tidak pancaran
ketidakmampuan teraba distensi - awasi dan catat waktu
kandung kemih untuk kandung kemih berkemih
berkontraksi secara - berikan cairan dalam toleransi
adekuat jantung
- berikan obat sesuai indikasi

2 Ansietas b.d perubahan Kriteria hasil : - dampingi klien dan bina


status kesehatan atau - menyatakan hubungan saling percaya
menghadapi prosedur pengetahuan - berikan informasi tentang
bedah yang akurat prosedur tindakan yg akan
tentang situasi, dilakukan
menujukkan - dorong klien atau orang
rentang yang terdekat untuk menyatakan
tepat tentang masalah atau perasaan
perasaan dan
penurunan rasa
takut
3 Kurang pengetahuan Kriteria hasil : - dorong klien untuk
tentang kondisi, - melakukan menyatakan perasaan takutnya
prognosis dan perubahan pola - kaji ulang proses penyakit,
kebutuhan pengobatan hidup dan pengalaman klien
berhubungan dengan periilaku
kurangnya informasi - berpartisipasi
dalam program
pengobatan
4 Nyeri akut b.d iritasi - klien - kaji karakteristik nyeri,
mukosa buli-buli, melaporkan perhatkan lokasi, intensitas
distensi kandung nyeri hilang - pertahankan potensi kateter
kemih, kolik ginjal, - tampak rileks dan sstem drainase
infeksi urinaria - istirahat dan - pertahankan tirah baring bila
tidur tepat diindikasikan
- menunjukan - beri tindakan kenyamanan
keterampilan - kolaborasi medis
aktivitas dan
relaksasi
5 Risti kekurangan cairan - - awasi keluaran tiap jam bila
b.d pasca obstruksi mempertahankan diindikasikan
diuresis hidrasi adekuat - pantau intake & output
ditandai dgn : - awasi TTV
TTV stabil, nadi - Tingkatkan tirah baring dg
33

perifer teraba, kepala lebih tinggi


pengisian perifer - kolaborasi medis
baik, membran
mukos lembab
dan keluaran
urine tepat
Post Op
No. NANDA NOC NIC
1 Nyeri b.d spasmus Tujuan : nyeri - jelaskan padda klien ttg
kandung kemih dan berkurang atau gejala dini spasmus
insisi sekunder pada hulang kandung kemih
TUR-P Kriteria hasil : - beri penyuluhan pd klien
- klien menyatakan agar tdk berkemih ke
nyeri berkurang seputar kateter
Expresi wajah klien - anjurkan untuk tdk duduk
tenang dlm jangka waktu lama
- klien tisur dgn Jaga selang drainase urine
cepat tetap aman dipaha u/
- TTV dlm batas mencegah peningkatan
normal tekanan pada kandung
kemih
-observasi TTV
- kolaborasi

2 Risti infeksi b.d KH ; - pertahankan sstem kateter


prosedur invasive - klien tdk steril
mengalami infeksi - anjurkan intake cairan
- dapat mencapai cukup
waktu penyembuhan - pertahankan posisi urobag
TTV dlm rentang dibawah
normal - obs. TTV
-obs. Urine: warna, jumlah,
bau.
3 Risti cedera b.d Klien tdk -irirgasi aliran kateter jika
tindakan pembedahan menunjukan tnda2 terdeteksi gumpalan dalam
perdarahan, TTV saluran kateter
normal, urine lancar - sediakan diet makanan
lewat kateter tinggi serat dan beri obat u/
memudahkan defekasi
- pantau kateter
- obs. TTV, urine
34

2.2 Konsep Infeksi Saluran Kemih


2.2.1 Definisi

Infeksi saluran kemih adalah suatu


istilah yang dipakai untuk mengatakan
adanya invasi mikroorganisme pada saluran
kemih (Agus, 2001; Prabowo,dkk, 2014)

Infeksi saluran kemih adalah infeksi


akibat berkembang biaknya
Gambar 2.8 Infeksi saluran Kemih
mikroorganisme didalam saluran kemih,
yang dalam keadaan normal air kemih tidak mengandung bakteri, virus, dan
mikroorganisme lain yang biasanya terjadi pada pria maupun wanita dari semua
umur dari jenis kelamin (Sudoyo Aru,dkk, 2009; Huda,dkk, 2016 ).

Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter,
buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang
menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar, E.,
2004).

2.2.2 Penyebab dan Faktor Resiko


Berbagai bakteri lain penyebab ISK kekerapannya bervariasi.
Organisme penyebab ISK yang paling sering ditemukan adalah Escheriacia
coli ( 90 % Kasus ) . Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK
antara lain pseudomonas, proteus, klebsiella, Enterobacter, staphylococcus
epidemidis, enterococci.
Menurut Uropean Association Of Urology (2015), pada umumnya
faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan infeksi saluran
kemih adalah seperti yang digambarkan pada tabel dibawah ini, yaitu :
35

Tabel 2.4 Faktor-faktor Resiko Pada Manusia (Host) Perkembangan infeksi


Saluran Kemih

Type Kategori Faktor Resiko Contoh Faktor Resiko


O NO known/associated RF - Healthy premenopausal women
Recurrent UTI RF, but no risk of severe - Sexual behaviour and contraceptive
R outcome devices
- Hormonal deficiency in post
menopause
- Secretory type of certain blood
groups
- Controlled diabetes mellitus
Extra-urogenital RF, with risk of more
E severe - Pregnancy
Outcome - Male gender
- Badly controlled diabetes mellitus
- Relevant immunosuppression*
- Connective tissue diseases*
- Prematurity, new-born
Nephropathic disease, with risk of
N more severe - Relevant renal insufficiency*
Outcome - Polycystic nephropathy
Urological RF, with risk of more severe - Ureteral obstruction (i.e. stone,
U outcome, stricture)
- Transient short-term urinary tract
which can be resolved during therapy catheter
- Asymptomatic Bacteriuria**
- Controlled neurogenic bladder
dysfunction
- Urological surgery

Permanent urinary Catheter and non- - Long-term urinary tract catheter


C resolvable treatment
urological RF, with risk of more severe
outcome - Non-resolvable urinary obstruction
- Badly controlled neurogenic bladder
RF = risk factor; * = not well defined; ** = usually in combination with other RF (i.e. pregnancy, urological
internvention).

2.2.3 Insiden
Menurut Purnomo (2015), Infeksi saluran kemih dapat menyerang
pasien dari segala usia mulai dari bayi baru lahir hingga orangtua. Pada
umumnya wanita lebih sering mengalami episode ISK daripada pria; hal ini
karena uretra wanita lebih pendek daripada pria. Namun pada masa neonatus
36

ISK lebih banyak terdapat pada bayi laki-laki (2,7%) yang tidak menjalani
sirkumsisi daripada bayi perempuan (0,7%). Dengan bertambahnya usia
insiden ISK terbalik, yaitu pada masa sekolah, ISK pada anak perempuan 3%
dan anak laki-laki 1,1%. Insiden ISK ini pada usia remaja anak perempuan
meningkat 3,3 % sampai 5,8 %. Bakteriuria asimtomatik pada wanita usia 18-
40 tahun adalah 5-6 % dan angka itu meningkat menjadi 20 % pada wanita usia
lanjut.
2.2.4 Pathofisiologi
1. Pathogenesis
Mikrorganisme yang masuk didalam saluran kemih dapat masuk melalui
kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen.
a. Secara Asending
Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal
dari flora normal usus dan hidup secara komensal didalam introitus
vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan disekitar anus.
Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra prostat
vas deferens testis (pada pria) buli-buli ureter dan sampai ke
ginjal.
b. Secara Hematogen
Sering terjadi pada pasien yang sistem imunnya rendah sehingga
mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen. Ada beberapa
hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga
mempermudah penyebaran hematogen, yaitu adanya bendungan total
urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intra
renal akibat jaringan parut.
c. Secara Limfogen
Terutama dari saluran gastroinstestinalis (ada hubungan langsung
antara kelenjar getah bening kolon dan ginjal).

Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan


keseimbangan antata mikroorganismes penyebab infeksi (uropatogen)
sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan
keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang
menurun atau karena agent meningkat.
37

a. Faktor dari host


Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk
kedalam saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lan
adalah pertahanan lokal dari host dan peranan dari sistem
kekebalan tubuh yang terdiri atas imunitas humoral dan imunitas
selular.
Beberapa faktor lokal tubuh terhadap infeksi, yaitu :
i. Mekanisme pengosongan urine yang teratur dari buli-buli dan
gerakan peristaltik ureter
ii. Derajat keasaman urine yang rendah
iii. Adanya ureum dalam urine
iv. Osmolalitas urine yang cukup tinggi
v. Estrogen pada wanita pada usia produktif
vi. Panjang uretra pada wanita
vii. Adanya zat antibakteria pada kelenjar prostat yang terdiri atas
unsur Zn
viii. Uromukoid yang menghambat penempelan bakteri pada
urotelium
DM, usia lanjut, kehamilan dan penyakit-penyakit
imunosupresif merupakan keadaan-keadaan yang mempermudah
terjadinya infeksi saluran kemih dan menyulitkan pengobatan.
Kuman E.colli yang menyebabakn ISK mudah berkembang biak
didalam urine, disisi lain urine bersifat bakterisidal terhadap hampir
sebagian besar kuman dan spesies E. Colli. Derajat keasaman urine,
osmolalitas , kandungan urea dan asam organik seta protein-protein
yang ada didalam urine bersifat baktersidal.
Protein didalam urine yang bertindak sebagai bakterisidal
adalah urimukoid atau protein Tamm-Horsfall (THP). Protein ini
disintesis sel epitel tubuli pars ascenden Loop of henle dan epitel
tubulus distalis. Setelah disekresikan kedalam urine, uromukoid ini
mengikat fimbria bakteri tipe I dan S sehingga mencegah bakteri
menempel pada urotelium. Bakteri jenis ini sangat virulen
dibandingkan dengan yang lain. Pada usia lanjut, produksi
38

uromukoid ini menurun sehingga mudah sekali terjangkit ISK.


Selain itu, uromukoid mengadakan ikatan dengan neutrofil
sehingga meningkatkan daya fagositosisnya.
Sebenarnya pertahanan sistem saluran kemih yang paling baik
adalah mekanisme wash out urine, yaitu aliran urine yang mampu
membersihkan kuman-kuman yang ada didalam urine. Gangguan
dari mekanisme ini menyebabkan kuman mudah sekali
mengadakan replikasi dan menempel pada urotelium. Supaya aliran
urine adekuat dan mampu menjamin mekanisme diatas maka harus
dalam kondisi jumlah urine cukup dan tidak ada hambatan didalam
saluran kemih. Oleh karena itu kebiasaan jarang minum dan pada
gagal ginjal, menghasilkan jumlah urine yang tidak adekuat
sehingga memudahkan terjadinya infeksi saluran kemih.
Keadaan lain yang bisa mempengaruhi aliran urine dan
menghalangi mekanisme wash out adalah adanya (1) stagnasi atau
statis urine dan (2) didapatkannya benda asing didalam saluran
kemih yang dipakai sebagai tempat persembunyian oleh kuman.
Stagnasi urine bisa terjadi pada keadaan : (1) miksi yang tidak
teratur dan sering menahan kencing, (2) obstruksi saluran kemih
seperti BPH, striktur uretra, batu saluran kemih, atau obstruksi
karena sebab lain, (3) adanya kantong-kantong didalam saluran
kemih yang tidak dapat mengalir dengan baik, dan (4) adanya
dilatasi atau refluks sistem urinaria. Batu saluran kemih, benda
asing didalam saluran kemih (diantaranya adalah pemakaian kateter
menetap) dan jaringan atau sel-sel kanker yang nekrosis
kesemuanya merupakan tempat persembunyian bakteri sehingga
sulit untuk dibersihkan oleh aliran urine.
b. Faktor dari mikroorganisme
Bakteri diperlengkapi dengan pili atau fimbrae yang terdapat
dipermukaannya. Pili berfungsi untuk menempel pada urotelium
melalui reseptor yang ada dipermukaan urotelium. Ditinjau dari
jenis vilinya, terdapat 2 jenis bakteri yang mempunyai virulensi
berbeda, yaitu bakteri tipe pili 1 (yang banyak menimbulkan
infeksi pada sistitis) dan tipe pili 2 (yang sering menimbulkan
39

infeksi berat pielonefritis akut). Selain itu beberapa bakteri


mempunyai sifat dapat membentuk antigen, menghasilkan toksin
(hemolisin) dan menghasilkan enzim urease yang dapat merubah
suasana urine menjadi basa.
2.2.5 Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih
Menurut Uropean Association Of Urology (2015), Infeksi saluran kemih dapat
diklasifikasikan sebagai berikut, yaitu :
1. Berdasarkan tingkat anatomi infeksi;
2. Berdasarkan kelas beratnya infeksi;
3. Berdasarkan faktor risiko yang mendasari;
4. Berdasarkan temuan mikrobiologi

Gambar 2.9 Gambar Sinopsis Klasifikasi ISK diusulkan oleh EAU Bagian Infeksi Saluran
Kemih dan Mencakup Prinsip dasar diagnosis serta treatment
40

Gambar 2.10 Parameter tambahan dari Klasifikasi ISK

Menurut Aspiani (2015), ISK dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan pada usia lanjut,
yaitu :
1. Infeksi saluran kemih pada usia lanjut, yaitu :
a. ISK uncomplicated
Adalah ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tidak baik,
anatomi maupun fungsional normal. ISK ini pada usia lanjut terutama mengenai
penderita wanita dan inflamasi hanya mengenai mukosa superfisial kandung kemih.
b. ISK complicated
ISK ini sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali penyebab utama sulit
diberantas. Kuman resisten dengan beberapa antibiotik, sering terjadi bakterimia,
sepsis dan syok. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan sebagai berikut :
- Kelainan abnormal saluran kencing
- Kelainan faal ginjal
- Gangguan daya tahan tubuh
- Infeksi yang disebabkan oleh organisme virulen yang memproduksi urease.
41

2. Berdasarkan lokasi infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Infeksi atas (ginjal dan ureter) : Pyelonefritis
1) Pengertian
Pielonefritis adalah inflamasi infeksius mengenai
parenkim dan pelvis ginjal dimana infeksi ini
bermuara dari saluran kemih bawah kemudian
naik ke ginjal (Baradewa,2009; Aspiani, 2015).
Pielonefritis dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Pyelonefritis akut Gambar 2.11 Pyelonefritis

Suatu penyakit yang biasanya disebabkan oleh E scherica coli, Proteus, Klebsiella
spp,dan dapat pula disebabkan kuman-kuman kokus gram positif seperti
Staphilococus aureus,Streptokokus faekalis dan enterokokus. Kuman-kuman ini
berasal dari saluran kemih bagian bawah yang naik ke ginjal melalui ureter
(Purnomo, 2015).
b. Pyelonefritis kronis
Kambuhnya pyelonefritis akut mengarah ke pyelonefritis kronis yang terjadi
akibat infeksi yang berulang sehingga kedua ginjal perlahan menjadi rusak.

2) Etiologi
Mikroorganisme penyabab utama dari pielonefritis adalah E. Coli. Akan tetapi
Kowalak (2011) didalam Prabowo (2014) mengidentifikasikan beberapa
mikroorganisme yang juga ikut berperan,yaitu Klebsiella Proteus, Pseudomonas,
Staphylococus Aereus, dan enterococcus fawcalis. Selain itu, penyakit ini dapat juga
terjadi karena refluks uretrovesika sehingga menyebabkan urine mengalir kedalam
ureter. Hal ini biasanya terjadi akibat adanya obstruksi traktus urinarius, tumor
kandung kemih, striktu, dan BPH.
3) Manifestasi Klinis
a. Pyelonefritis akut
Tanda dan gejalanya adalah demam tinggi disertai menggigil, nyeri pada
perut dan pinggul disertai mual dan muntah. Kadang-kadang terdapat gejala
iritasi pada buli-buli, yaitu berupa disuria, frekuensi atau urgensi.
Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri pada pinggang dan perut, suara usus
melemah. Pada pemeriksaan darah menunjukan leukositosis disertai peningkatan
laju endap darah, urinalisis terdapat piuria, bakteriauria, dan hematuria. Pada
42

pielonefritis akut yang mengenai kedua sisi ginjal terjadi penurunan faal ginjal
dan pada kultur urine terdapat bakteriuria.
Pada pemeriksaan foto otot polos perut menunjukkan adanya kekaburan dari
bayangan otot psoas dan mungkin terdapat bayangan radio-opak dari batu saluran
kemih. Pada PIV terdapat bayangan ginjal membesar dan terdapat keterlambatan
pada fase nefogram. Perlu dibuat diagnosis banding dengan inflamasi pada organ
disekitar ginjal antara lain : pankreatitis, apendiksitis, kolesistitis, diverkulitis,
pneumonitis, dan inflamasi pada organ pelvis.
b. Pyelonefritis kronis
Tanda dan gejalanya adalah keletihan, sakit kepala, anoreksia, poliuria, haus yang
berlebihan, kehilangan berat badan, demam tinggi menggigil, dan sakit pinggang
yang hebat.
4) Patofisiologi
Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan
uretra. Flora normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas
aeruginosa, dan Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan
pielonefritis akut. E. coli menyebabkan sekitar 85% infeksi. Pyelonefritis akut biasanya
singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena tidak sempurna atau infeksi baru. 20
% dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi
bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi
fungsi ginjal. Abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortiko
medularis. P a d a akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi.
(Brunner & Suddarth, 2002)
Pada infeksi saluran kemih apapun, faktor resiko utama adalah refluks vesiko
ureter yang disebabkan oleh abnormalitas masuknya ureter kedalam kandung kemih.
Selama berkemih, kontraksi dinding kandung kemih normalnya menutup orifisium
ureter dan sudut ureter pada dinding kandung kemih membentuk katup yang mencegah
refluks. Jika ureter tidak melintasi dinding kandung kemih secara diagonal dan
orifisium membesar, maka berkemih menyebabkan refluks naik ke pelvis ginjal melalui
ureter, pada pelvis ginjal, dapat terjadi refluks intrarenal ke medulla. Refluks ini
biasanya menghilang saat dewasa, namun sebagian besar kerusakan terjadi sebelum
usia 5 tahun dan nefropathy refluks dapat mencapai 10-15% gagal ginjal stadium akhir.
Kerusakan ginjal tersebut dinamakan pielonefritis kronik dan didiagnosis secara
43

radiologis dengan clubbing kalises ginjal dan jaringan parut pada kroteks
(Ocallaghan.2007).
Pielonefritis akut dapat terjadi melalui bebapa mekanisme. Mekanisme pertama
berawal dari bagian atas yaitu ginjal dan ureter itu sendiri. Adanya obstruksi batu,
dilatasi pelvis dan ureter serta berbagai faktor yang menyebabkan statis urine. Urin
yang tertahan lama dapat memicu terjadinya infeksi, karena urin dapat menjadi
mediator penyebaran bakteri secara asenden. Mekenisme kedua diawali dari adanya
infeksi pada organ lain yang menyebabkan bakteri masuk ke dalam darah kemudian
bersirkulasi kedalam sistem peredaran darah. Urin yang berada didalam darah dapat
mencapai ginjal, jika sistem wash out pada sistem perkemihan tidak berjalan dengan
baik maka bakteri yang berasal dari saluran kemih bawah maupun dari hrmatogen dapat
menetap pada ginjal dan menyebabkan infeksi.

Infeksi bakteri pada saluran kemih menyebabkan pelepasan sitokin proinflamasi


seperti Interleukin-6 dan Interleukin-8 ke aliran darah sehingga menyebabkan respon
pejamu pada pasien dengan pielonefritis. Normalnya Interleukin-6 urin tidak ditemukan
pada urin orang sehat. Peningkatan Interleukin-6 serum kebanyakan ditemukan pada
pasien dengan demam oleh karena pielonefritis (Otto G et al, 1999)
Pada pielonefritis, infeksi bakteri telah mencapai ginjal yang menyebabkan
respon lokal pejamu, meningkatkan respon sitokin Interleukin-6 lainnya yang
diperantarai mediator pejamu. Interleukin-6 muncul di urin dalam 6 jam setelah
terjadinya proses infeksi dengan tingkat sensitifitas 88% sampai pada 24 jam pertama
kemudian menurun setelah 6 jam terapi serta meningkat lebih lama pada pasien
bakterinemia (Dennen P et al, 2010).
Respon sitokin saluran kemih diawali ketika bakteri mencapai permukaan
mukosa. Penempelan pada sel epitel mengaktifkan rangkaian pertama sitokin termasuk
diantaranya adalah IL-6, IL-1, IL-8 dan kemokin lainnya. Besar dan pelepasan sitokin
dipengaruhi oleh virulensi dari infeksi kuman, termasuk fimbrae. Aktivasi sel epitelial
diikuti oleh munculnya neutrofil dan sel inflamasi lainnya di daerah lokal dan beberapa
saat kemudian diikuti oleh respon sitokin. Inflamasi lokal menyebabkan gejala lokal
yang berhubungan dengan pielonefritis. Peningkatan suhu dan respon fase akut bila
bakteri, komponen bakteri, atau mediator pejamu, keluar dari saluran kemih dan
mencapai hepar, hipotalamus atau daerah sistemik lain dimana muncul respon pejamu
(Otto G et al, 1999).
44

Secara ringkas dapat dilihat pada gambar 1. yang menerangkan patofisiologi


pielonefritis yang disebabkan oleh Escherichia coli sebagai berikut ini (Gupta K, Stamn
WE, 2008).

Bakteri Escherichia coli menempel pada reseptor pada permukaan sel dengan
menggunakan vili atau P fimbrae, setelah menempel bakteri akan masuk kedalam sel
dimana akan terjadi proses replikasi. Penempelan atau invasi kemudian mengaktifkan
proses apoptosis didalam sel yang akan mengakibatkan eksfoliasi dan pelepasan sel
rusak dari pejamu. Interaksi antara Escherichia coli dan pejamu akan menginduksi
sitokin inflamasi yang akan mengakibatkan masuknya leukosit polimorfonuklear
kedalam sel ( Dennen P et al, 2010).
Sistem reseptor Interleukin-6 memiliki konfigurasi yang tidak biasa. Terdiri dari
dua rantai polipeptida. Reseptor terdiri dari 2 bentuk, yaitu bentuk transmembran dan
bentuk terlarut. Bentuk transmembran memiliki daerah intrasitoplasmik yang pendek
dan stimulasinya oleh molekul IL-6, pemicunya berhubungan dengan gp-130. Reseptor
terlarut dapat membentuk komplek stimulasi dengan IL-6 dan dapat berhubungan
dengan gp-130 dan memicu peristiwa seluler yang disebut trans-signaling, gp-130
memiliki domain transmembran dan berperan menghantarkan sinyal ke membrane
(Kishimoto T,2006).
Pada proses terjadinya pielonefritis, Interleukin-6 akan muncul dalam urin.
Respon mediator pejamu terhadap pielonefritis terdapat perbedaan besaran dan
tingkatan respon penderita dengan pielonefritis dan bakteriuria asimptomatik dengan
perbedaan gejala klinis (Benson et al 1996). Pielonefritis akan mengaktifkan respon
lokal dan sistemik. Serum IL-6, urin lebih tinggi pada pasien dengan demam
pielonefritis dibandingkan dengan bakteriuria asimptomatik. Interleukin-6 merupakan
mediator awal proses inflamasi. Interleukin-6 merupakan pirogen endogen yang
mengaktivasi fase akut, terutama CRP dan faktor maturasi untuk limfosit mukosa.
Interleukin-6 disintesis oleh bermacam-macam sel termasuk makrofag, fibroblast, sel
endotelial dan sel epitel tubulus renalis (Gupta K, 2008).
Pemeriksaan awal konsentrasi IL-6 pada urin dapat berguna sebagai petanda
diagnostik perubahan pielonefritis pada neonatus untuk mencegah timbulnya parut
ginjal.(Zorc JJ et al, 2005) Konsentrasi interleukin-6 pada urin meningkat pada menit
awal kerusakan mukosa. Setelah beberapa jam, leukosit polimorfonuklear muncul dan
diekskresikan pada urin.(Roilides E et al, 1999) Berdasarkan hasil penelitian di
45

California tahun 2001, respon IL-6 stabil tetapi segera menurun setelah pemberian
antibiotik, hal ini menunjukkan adanya kerusakan ginjal pada saat awal terjadinya
pielonefritis (Kassir K et al,2001)

Gambar 2.12 Patofisiologi pielonefritis yang disebabkan oleh E coli

Adapun indikasi rawat inap pada pasien dengan pielonefritis adalah sebagau
berikut:
- Kegagalan mempertahankan hidrasi normal yang ditunjukkan dengan pasien
mengalami mual dan muntah serta suhu badan meningkat sekitar 400C .
- Pasien sakit berat
- Terapi antibiotik oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.
- Diperlukan investigasi lanjutan (ISK kambuh, gejala neurologik, hematuria
persisten, mikroorganisme jarang).
- Terdapat faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi.
- Komorbiditas (Komorbiditas (comorbidity) adalah penampilan bersamaan dari
dua penyakit atau lebih. Asosiasi ini mungkin mencerminkan hubungan sebab
akibat antara satu gangguan dengan yang lain atau kerentanan yang mendasari
kedua gangguan. (Kamus Kesehatan, n.d.) seperti kehamilan, diabetes melitus
usia lanjut.
- Pemberian anibiotik: Fluonokuinolon, Amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin,
Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida
46

5) WOC Pyelonefritis

Obstruksi uropathy, Ascending infection : Klebsiella Wanita hamil dengan


glomerulonefritis , polycistic Proteus, Pseudomonas, asymptomatic bakteriuria
kidney, DM,Renal calculi, Staphylococus Aereus, E. Coli dan tanpa pengobatan
Analgesic Abuse enterococcus fawcalis

Pertahanan ginjal terhadap Infeksi saluran perkemihan Ascending bacteriuria


infeksi menurun naik ke ureter

Panas,demam,menggigil, nyeri
Bakteri masuk ke pelvis
Sembuh akan meninggalkan tumpul,nyeri diflank yang konstan,
ginjal sehingga terjadi
fibrosis dan scar gejala ritasi perkemihan,urine bau,
pyelonefritis akut
WBC silinder meningkat

Pyelonefritis akut yang


berulang menyebabkan Medula terpapar ascending bacteria karena
terjadinya pyelonefritis kronis lingkungan hypertonic dan aliran darah lambat

Infeksi menyebar ke duktus


kolectifus ke interstitium

Terjadi papilary nekrosis dan Infeksi menyebar ke korteks


jaringan yang hancur akan dan selanjutnya nefron dan
menghambat ureter pembuluh darah dan terjadi rena
abses

Reabsorpsi dan sekresi ditubular


terganggu akibatnya fungsi ginjal
menurun
47

6) Pemeriksaan penunjang
a. Pyelonefritis akut
1. Dilakukan pemeriksaan kultur urine dan tes sensitivitas untuk
menentukan organisme penyebab sehingga pemberian agen
antimikrobial dengan tepat.
2. Pada pemeriksaan IVP terdapat bayangan ginjal membesar dan
keterlambatan fase nefrogram (Purnomo, 2015)
3. Pada pemeriksaan USG untuk mengetahui lokasi obstruksi disaluran
perkemihan.
b. Pyelonefritis kronis
Dapat dilakukan pemeriksaan IVP, Pemeriksaan BUN, Kreatinin, klirens
kreatinin, dan pemeriksaan kultur urine untuk menilai fungsi ginjal
7) Penatalaksanaan
a. Pyelonefritis akut
1. Pyelonefritis pada kebanyakan kasus dapat disembuhkan tanpa harus
menginap di rumah sakit. Oleh karena itu, penanganan sendiri dapat
dilakukan dengan saat buang air kecil pastikan untuk membuang
semua isi kandung kemi
2. Mengkonsumsi banyak cairan akan membantu dalam membuang
bakteri dari dalam ginjal dan mencegah terjadinya dehidrasi
3. Istirahat yang cukup minimal selama 2 minggu karena pyelonefritis
dapat menguras kondisi fisik dan menjadikan pasien kelelahan
4. Terapi ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal yang
lebih parah dan memperbaiki kondisi pasien, yaitu berupa terapi
suportif dan pemberian antibiotika. Antibiotika yang dipergunakan
pada keadaan ini adalah yang bersifat bakterisidal dan berspektrum
luas, yang secara farmakologis mampu mengadakan penetrasi ke
jaringan ginjal dan kadarnya didalam urine cukup tinggi. Golongan
obat-obat ini adalah aminoglikosida yang dikombinasikan dengan
asam klavulanat atau sulbaktam, karboksipenisilin, sefalosporin, atau
fluoroquinolon.
48

5. Jika dengan pemberian antibiotika itu keadaan klinis membaik,


pemberian parenteral diteruskan sampai 1 minggu dan kemudian
dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 2 minggu berikutnya.
Akan tetapi jika dalam 48-72 jam setelah pemberian antibiotika
keadaan klinis tidak menunjukkan perbaikan mungkin kuman tidak
sensitif terhadap antibiotika yang diberikan.
b. Pyelonefritis kronis
Untuk pengobatannya dapat dilihat dari agens antimikroba setelah
diketahu patogen melalui kultur urine. Jika bakteri tidak dapat hilang dari
urine maka kombinasi sulfametoxazole dan trimetropin dapat digunakan
untuk menekan pertumbuhan bakteri.
8) Komplikasi
- Komplikasi dari penyakit ini adalah penyakit ginjal stadium akhir yang
dimulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan
jaringan parut, hipertensi, dan pembentukan batu ginjal. Syok septic
- Insufisiensi renal yang kronik
- Pielonefrtisi kronik (pielonefritis akut) (kowalak,et al.2011)
- Abses perinefrik
- Pembentukan parut
- Gagal ginjal
- Batu ginjal
- Striktur ureter

9) Asuhan keperawatan Pyelonefritis


a. Pengkajian
1.) Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko,yaitu adanya riwayat infeksi
sebelumnya, riwayat obstruksi saluran kencing, faktor predisposisi
pasien terhadap infeksi nosokomial
2.) Kaji tentang pemasangan folley kateter dalam waktu yang lama dan
inkontinensia urine
3.) Kaji manifestasi klinis dari penyakit akan adanya nyeri pada daerah
panggul, ginjal teraba lunak serta membesar, nyeri tekan pada daerah
49

kostovertebral, kekakuan abdominal,demam, keringat dingin, rasa


lemah, anoreksia, mual dan muntah dan penurunan haluaran urine
4.) Kaji psikologis pasien terhadap perasaan akan hasil tindakan serta
pengobatan yang telah dilakukan, perasaan malu atau takut
kekambuhan terhadap penyakitnya

5.) Pemeriksaan fisik dilakukan dengan review


Breathing
Inspeksi : Dada tampak rata, simetris kiri dan kanan, tidak
ada pernapasan cuping hidung, pernapasan normal dengan pola
teratur,tidak ada tanda-tanda dispnea.
Auskultasi : Terdengar suara trakeobronkhial pada trakea,
suara napas lebih keras dan pendek saat inspirasi, Terdengar suara
bronkovesikuler didaerah bronki ( Sternum atas, torakal 3-4),
Terdengar suara vesikuler pada jaringan paru saat inspirasi dan
ekspirasi sama.
Perkusi : Terdengar bunyi sonor pada daerah paru.
Palpasi : Teraba getaran vokal-fremitus pada dada
( kiri,kanan,depan,belakang)
Blood
Inspeksi : Inspeksi ictus cordis terlihat pada ICS-5 pada
lineo medio clavicularis kiri selebar 1 cm, vena jugularis tampak
normal, tidak adanya edema seluruh tubuh
Auskultasi :Bunyi jantung I terdengar pada ICS 4 Linea
sternalis kiri dan ICS 5 Linea medio clavikularis kiri, Bunyi
jantung II terdengar di ICS 2 linea sternalis kanan, terdenga
bising jantung/murmur
Perkusi : Batas-batas jantung normal
Palpasi : Teraba ictus cordis 1 cm, frekuensi jantung meningkat,
tekanan darah dapat meningkat
50

Brain
Inspeksi : Klien tampak sadar, orientasi terhadap ruang
waktu dan tempat baik, ekspresi wajah baik, klien dapat membaui
parfum, klien dapat melihat benda yang ditunjukan perawat, dapat
menggerakan bola mata ke kiri kanan, klien dapat mengangkat
alis, mengerutkan dahi, menucurkan bibir,klien dapat merasakan
gula yang manis, klien dapat menjawab apa yang ditanya oleh
perawat, klien dapat menelan makanan, klien dapat mengangakat
bahu kiri dan kanan, klien dapat menjulurkan lidah, Klien dapat
merasakan goresan kapas pada bagian dahi, pipi dan rahang
bawah,
Auskultasi :-
Perkusi :-
Palpasi : -
Blader
Inspeksi : Klien tampak meringis, Terdapat penonjolan
perut pada daerah suprapubik, pada inspeksi penis uretra
mengalami stenose meatus, striktur urethra, atau femosis, adanya
hematuria
Auskultasi : Bunyi bising usus melemah
Perkusi : terdengar bunyi redup karena buli-buli penuh
terisi urine
Palpasi : Nyeri tekan pada daerah kostovertebral, ginjal
teraba lunak dan membesar, kekakuan pada daerah abdomen,
Nyeri pada pinggang dan abdomen saat dipalpasi
Bowel
Inspeksi : Mukosa mulut berwarna merah muda, turgor
kulit baik, abdomen tampak rata, umbilicus menonjol, tidak ada
masa pada abdomen, Adanyan kekaburan dari bayangan otot
psoas pada foto polos perut, Pada PIV terdapat bayangan ginjal
membesar, klien mengeluh mual dan muntah
Auskultasi : Bunyi bising usus melemah
51

Perkusi : Terdengar bunyi tympani pada abdomen


Palpasi : Nyeri pada pinggang dan abdomen saat
dipalpasi.
Bone
Inspeksi : Tidak ada edema pada ekstremitas, ekstrimitas
bawah kiri dan kanan simetris, tidak ada deformitas dan
pembengkakan pada tangan
Auskultasi :-
Perkusi :-
Palpasi : Kekuatan otot klien dengan kekuatan utuh kiri dan
kanan, refleks tendon bisep normal.
b. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
3) Perubahan pola eliminasi (disuria,hesistansi,frekuensi atau
nokturia) berhubungan dengan infeksi saluran kemih
4) Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan intake kurang sekunder terhadap anoreksi,mual dan muntah
5) Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, pencegahan, dan
perawatan dengan kurang informasi

c. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
4. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nyeri
berhubungan dengan keperawataj selama....x 24 a. Gunakan komunikasi
proses infeksi jam, klien dapat : terapeutik agar klien
6. Mengontrol nyeri dapat
7. Menunjukkan tingkat mengekspresikan
nyeri nyeri
b. Berikan informasi
tentang nyeri
(penyebab, lama, dan
tindakan pencegahan)
c. Ajarkan teknik
relaksasi, distraksi,
52

aplikasi panas dingin,


dan nafas dalam, dan
imageri terbimbing
d. Evaluasi keaktifan
dari tindakan
mengontrol nyeri
2. Manajemen farmakologi
a. Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian analgesik
b. Berikan obat
analgetik dengan
prinsip 5 B
c. Monitor TTV
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
3. Manajemen lingkungan
a. Pilih ruangan dengan
lingkungan yang tepat
b. Sediakan tempat tidur
yang nyaman dan
bersih
c. Sediakan lingkungan
yang tenang dengan
batasi pengunjung
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Kontrol infeksi
keperawatan selama....x 24 a. Bersihkan lingkungan
berhubungan dengan
jam, klien dapat : secara tepat setelah
proses penyakit 1. Meningkatkan digunakan
pertahanan tubuh b. Ajarkan cuci tangan
2. Pengetahuan klien dan untuk menjaga
keluarga tentang kesehatan individu
kontrol infeksi c. Anjurkan keluarga
meningkat untuk mencuci tangan
sebelum dan sesudah
kontak dengan klien
d. Ajarkan klien dan
keluarga tentang tanda-
tanda infeksi
e. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian antibiotik
2. Proteksi infeksi
a. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
b. Pertahankan teknik
aseptik
c. Dorong intake cairan
53

adekuat

3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nutrisi


keperawatan selama.....x 24 a. Monitor intake dan
nutrisi kurang dari
jam, klien dapat output
kebutuhan tubuh meningkatkan status nutrisi b. Anjurkan peningkatan
dengan kriteria : Asupan zat besi yang sesuai
berhubungan dengan
makanan dan cairan adekuat c. Anjurkan peningkatan
anoreksia, mual, dan Berat badan dalam batas masukan protein dan
normal vitamin c
muntah
d. Anjurkan banyak
makan buah dan
minum
e. Catat perubahan status
nutrisi yang penting
dan lakukan tindakan
sesuai dengan
kebutuhan
4 Perubahan pola Setelah dilakukan tindakan 1, Manajemen Eliminasi
keperawatan, klien urin
eliminasi
menunjukan kontinensia a. Pantau eliminasi
(disuria,hesistansi,fr urine yang adekuat meliputi frekuensi,
konsistensi, bau,
ekuensi atau
volume dan warna
nokturia) jiik kerja
b. Ajarkan klien untuk
berhubungan dengan
minum 200 ml
infeksi saluran cairan diantara
waktu makan dan
kemih
petang haru
c. Bantu klien memilh
posis normal untuk
berkemih
d. Kolaborasi untuk
pemasangan kateter
54

b. Infeksi bawah, yaitu Cystitis dan uretritis


1) Cystitis
a. Pengertian
Adalah inflamasi akut pada mukosa kandung kemih akibat infeksi
oleh bakteri. Sistitis merupakan inflamasi kandung kemih yang
disebabkan oleh infeksi dari uretra (Nursalam dan Fransisca,2011;
Aspiani,2015)
b. Penyebab sistitis
Penyebab dari infeksi pada kandung kemih ini (Aspiani,2015) adalah :
1) Bakteri
Kebanyakan adalah Eschericia coly dan yang lain adalah
Enterococcus, Klebsiela, Proteus, Pseudomonas,dan
Staphylococus.
2) Jamur
Infeksi jamurnya adalah Candida
3) Virus dan parasit
Infeksi yang disebabkan oleh virus dan parasit jarang terjadi
tetapi biasanya terdapat pada vagina misalnya Trichomonas
Cara penularan bakteri ini adalah :
1) Melalui hubungan intim
2) Pemakaian kontrasepsi spermisid diagfragma
karena dapat menyebabkan sumbatan parsial
uretra dan pengosongan kandung kemih yang
tidak lengkap serta perubahan pH dan flora
normal vagina ( Nursalam dan Fransisca,
2011). 2.12 Gambaran sistitis
Penyebab sistitis interestial belum diketahui meskipun terdapat
dugaan berasal dari suatu inflamasi atau autoimun. Dugaan penyebab
mencakup penetrasi iritan urin kedalam uretelium atau jaringan
suburotelial yang menyebabkan defek barier diantara urin dan mukosa
dinding kandung kemih (Brunner dan Suddarth, 2005). Menurut Arif
55

Muttaqin dan Kumala Sari,2001; Aspiani, 2015, ada beberapa faktor


yang memungkinkan terjadinya infeksi interestial,yaitu :
a. Peran patogenik dari sel mast didalam lapisan mukosa
kandung kemih
b. Kekurangan lapisan glikosaminogen pada permukaan lumen
kandung kemih sehingga peningkatan permeabilitas jaringan
submukosa yang mendasari untuk beracun dalam urin
c. Infeksi dengan agen
d. Produksi toksin dalam urine
e. Reaksi hipersensitivitas neurogenik atau peradangan
diperantai secara lokal dikandung kemih
f. Manifestasi dari disfungsi otot dasar panggul dan
disfungsional pengeluaran urin
g. Gangguan autoimun

Penyebab lain dari sistis bisa juga disebabkan oleh tidak


berfungsinya epitel kandung kemih untuk menyimpan urin yang
menyebabkan adanya kebocoran pada lapisan dalam kandung kemih.
Sistitis kebanyakan terjadi pada wanita usia lanjut dengan angka
kejadian 0,2 % tiap bulan. Setiap wanita mempunyai resiko sebesar 50%
untuk terserang sistitis (Aspiana, 2015). Sistitis lebih sering terjadi pada
wanita daripada pria berkaitan dengan kolonisasi bakteri di vagina
sedangkan pada pria dikaitkan dengan infeksi prostat, epididimitis atau
batu kandung kemih (Brunner dan Suddart, 2005). Selain karena
anatomis dari uretra yang lebih pendek pada pria juga getah cairan
prostat pada pria mempunyai sifat bakterisidal sehingga relatif tahan
teradapa ISK. Faktor resiko penderita sistis adalah bayi prematur, wanita
usia subur, wanita dengan KB IUD/spermisida, diabetes, dan penurunan
obstruksi saluran kencing.
c. Klasifikasi
Menurut Basuki,2008 dan Brunner dan Suddart,2011; Apsiana,
2015, sistitis dapat dibedakan sebagai berikut :
56

1) Sistitis akut atau sistitis tipe infeksi adalah inflamasi akut pada
mukosa buli-buli yang sering disebabkan oleh infeksi bakteri.
Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E. Coli,
bisa juga disebabkan oleh virus, jamur, dan parasit. Sistitis ini
mudah terjadi jika pertahanan lokal tubuh menurun, yaitu pada
DM atau trauma lokal minor seperti pada saat senggama
(Purnomo,2015).
2) Sistitis interstitial (inflamasi kronik kandung kemih) atau sistitis
tipe non infeksi yang bukan disebabkan oleh bakteri dan tidak
berespon terhadap antibiotik. Gangguan terutama dialami oleh
wanita ( 40-50 tahun), namun juga dapat menyerang segala usia,
ras atau jenis kelamin. Penyakit ini dikarakteristikan oleh demam,
gejala iritabel (sering berkemih, nokturia, urgensi, rasa tertekan
pada area suprapubis, nyeri pada saat kandung kemih penuh) dan
terutama ditandai dengan hilangnya kapasitas kandung kemih.
d. Patofisiologi
Penyebab infeksi tersering adalah bakteri E. Coli. Bakteri ini bisa
masuk ke kandung kemih melalui penyebaran hematogen, lymphogen
dan eksogen. Ada tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi,
yaitu virulensi dari kuman, ukuran dari jumlah mikroorganisme yang
masuk kedalam tubuh dan keadekutan dari mekanisme pertahanan
tubuh.
Dengan koloni bakteri yang terlalu banyak akan mempengaruhi sistem
pertahanan tubuh alami individu. Dalam kondisi normal urin dan
bakteri tidak mampu menembus dinding mukosa kandung kemih.
Lapisan mukosa kandung kemih tersusun dari sel-sel urotenial yang
memproduksi mucin yaitu unsur yang membantu mempertahankan
integritas lapisan kandung kemih dan mencegah kerusakan serta
inflamasi kandung kemih. Mucin juga mencegah bakteri melekat pada
sel urotelial.
Selain itu tingkat keasaman pH urine dan kondisi peningkatan atau
penurunan cairan tubuh memiliki kontribusi terhadap produksi urin.
57

Produksi urin yang banyak berfungsi mempertahankan integritas


mukosa, beberapa bakteri dapat masuk dan sistem urin akan
mengeluarkannya. Urine merupakan produk steril, dihasilkan dari
ultrafiltrasi darah pada glumerolus dan nefron ginjal dan dianggap
sebagai sistem tubuh yang steril. Akan tetapi uretra merupakan pintu
masuk bagi kuman patogen. Pada wanita 1/3 bagian distal dari uretra
diserati jaringan periuretral dan vestibula vaginalis banyak dihuni
bakteri dari usus. Kolonisasi basi wanita didaerah tersebut diduga
karena perubahan flora normal dari daerah perineum, berkurangnya
antibodi, bertambahnya daya lekat organisme pada sel epitel pada
wanita.
Mikrorganisme naik ke blader waktu miksi karena tekanan urine
dan selama miksi terjadi refluks kedalam kandung kemih setelah
mengeluarkan urine. Hal ini dinamakan asending infeksi dari saluran
kemih. Pada wanita biasanya berupa sistitis akut karena jarak uretra ke
vagina pendek, kelainan periuretral, kontaminasi feses, efek mekanik
koitus, serta infeksi kekambuhan organisme gram negatif dari saluran
vagina dan genital eksterna memungkinkan organisme masuk ke vesika
perkemihan.
e. WOC (Terlampir)
f. Manifestasi klinis
Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi
kemerahan , edema, dan hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urin
akan mudah terangsang untuk segera mengeluarkan isinya, hal ini akan
menimbulkan frekeunsi. Kontraksi buli-buli akan menyebabkan rasa
nyeri atau sakit didaerah suprapubik dan eritema mukosa buli-buli
mudah berdarah dan menimbulkan hematuria. Tidak seperti gejala pada
infeksi saluran kemih bagian atas, sistitis jarang disertai dengan demam,
mual, muntah, badan lemah, dan kondisi umum yang menurun. Jika
disertai demam dan nyeri pinggang perlu dipikirkan adanya penjalaran
infeksi ke saluran kemih bagian atas ( Purnomo, 2015). Tanda dan
gejala systis adalah :
58

1) Disuria
2) Rasa panas seperti terbakar saat kencing
3) Adanya nyeri pada tulang punggung bagian bawah
4) Urgensi (rasa terdesak saat kencing)
5) Nocturia (cenderung kencing pada malam hari akibat
penurunan kapasitas kandung kemih)
6) Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna
7) Inkontinensia
8) Retensi urin
9) Nyeri suprapubik
Pada pemeriksaan fisik, urine berwarna keruh, berbau, dan pada
urinalisis terdapat piuria, hematuria, dan bakteriuria. Kultur urine
sangat penting untuk mengetahui jenis kuman penyebab infeksi. Jika
sistitis sering mengalami kekambuhan perlu dipikirkan adanya kelainan
lain pada buli-buli (keganasan dan urolitiasis) sehingga diperlukan
pemeriksaan pencitraan dan sistoskopi (Purnomo,2015)
g. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan urinalisis (urin
tengah) dan ketika infeksi terjadi dimana memperlihatkan
bakteriuria, WBC, RBC, dan endapan sel darah putih dengan
keterlibatan ginjal
2) Tes sensitifitas yang mana banyak mikroorganisme sensitif
terhadap antibiotik dan antiseptik berhubungan dengan infeksi
ulang
3) Pemeriksaan radiologi
Sistitis ditegakkan berdasarkan histori, pemeriksaan medis dan
laborat, jika terdapat retensi urine dan obstruksi aliran urin
dilakukan IPV (identifikasi perubahan dan abnormalitas
struktural).
4) Kultur urin untuk mengidentifikasi penyebab
5) Sinar X ginjal, ureter, dan kandung kemih mengidentifikasi
anomali struktur nyata.
59

h. Penatalaksanaan
1) Farmakoterapi
Penanganan sistitis yang ideal adalah agens antibakterial yang
secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan
efek minimal terhadap flora fekal dan vagina. Pada uncomplicated
sistitis: pada wanita cukup diberikan terapi dengan antimikroba
dosis tunggal atau jangka pendek (1-3 hari) sesuai hasil kultur.
Tetapi jika hal ini tidak memungkinkan maka dipilih antimikroba
yang masih cukup sensitif terhadap E. Coli antara lain:
nitrofurantoin, trimetroprim sulfametoksazol atau ampisilin. Selain
itu diperlukan juga obat antikolinergik untuk mencegah
hiperiritabilitas buli-buli (propantheline bromide) dan
fenazopiridin hidroklorida sebagai antiseptik pada saluran kemih
(Nursalam dan Fransisca, 2011).
2) Keperawatan
Penatalaksanaan pada sistitis akut adalah minum banyak cairan
untuk mengeluarkan bakteri yang ada didalam urin dan membuat
suasana air kemih menjadi basah dengan meminum baking soda
yang dilarutkan didalam air dan kemudian diminum saat,,,,. Selain
itu, penderita meningkatkan intake cairan 2-3 liter/hari, kaji
haluaran urine terhadap perubahan (warna, bau, pola berkemih)
masukan dan haluaran setiap 8 jam, hindari sesuatu yang membuat
iritasi, dan kosongkan kandung kemih segera setelah merasa ingin
BAK.
i. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Identitas
i. Umur : Biasanya terjadi pada semua umur sedangkan sistitis
interstisial biasanya terjadi pada umur 40-50 tahun.
ii. Jenis kelamin : Lebih sering terjadi pada wanita dan
meningkatnya insiden sesuai pertambahan usia serta aktivitas
seks.
60

iii. Tempat tinggal : ada atau tidaknya faktor predisposisi


b.Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa dirasakan adalah rasa sakit atau panas
diuretra sewaktu kencing, urin sedikit, dan rasa tidak enak
didaerah suprapubik, rasa terdesak saat kencing, mengeluh sering
kencing pada malam hari, adanya nyeri pada tulang punggung.
c. Riwayat penyakit
Kaji akan adanya riwayat ISK sebelumnya, obstruksi pada
saluran kemih, masalah kesehatan lainnya seperti DM atau
riwayat seksual.
d.Pemeriksaan psikososial
Penyakit ini biasanya terjadi pada usia remaja dan dewasa muda
dimana aktifitas seksual dapat menimbulkan perasaan malu dan
bersalah, perasaan takut akan kekambuhan dimana menyebabkan
penolakan terhadap aktifitas seksual, dan nyeri karena infeksi
dapat berpengaruh terhadap penampilan kerja serta aktfitas hidup
sehari-hari.
e. Pemeriksaan Fisik
i. Tanda-tanda vital : Nadi meningkat, suhu meningkat,
respirasi meningkat, tekanan darah bisa meningkat atau
menurun
ii. Terjadi infeksi abdomen bagian bawah dan palpasi urin
blader: pengosongan tidak maksimal
iii. Inflamasi dan lesi di uretra meatus dan vagina introitus
iv. Kaji perkemihan: dorongan, frekuensi, disuria, bau urin yang
menyengat dan nyeri suprapubik
v. Pemeriksaan Fisik persistem
Breathing
Inspeksi : Dada tampak rata, simetris kiri dan
kanan, tidak ada pernapasan cuping hidung, pernapasan
normal dengan pola teratur,tidak ada tanda-tanda
dispnea.
61

Auskultasi : Terdengar suara trakeobronkhial pada


trakea, suara napas lebih keras dan pendek saat inspirasi,
Terdengar suara bronkovesikuler didaerah bronki (
Sternum atas, torakal 3-4), Terdengar suara vesikuler
pada jaringan paru saat inspirasi dan ekspirasi sama.
Perkusi : Terdengar bunyi sonor pada daerah paru.
Palpasi : Teraba getaran vokal-fremitus pada dada
( kiri,kanan,depan,belakang)
Blood
Inspeksi : Inspeksi ictus cordis terlihat pada ICS-5
pada lineo medio clavicularis kiri selebar 1 cm, vena
jugularis tampak normal, tidak adanya edema seluruh
tubuh
Auskultasi :Bunyi jantung I terdengar pada ICS 4
Linea sternalis kiri dan ICS 5 Linea medio clavikularis
kiri, Bunyi jantung II terdengar di ICS 2 linea sternalis
kanan, terdenga bising jantung/murmur, Tekanan Darah
meningkat, nadi meningkat
Perkusi : Batas-batas jantung normal
Palpasi : Teraba ictus cordis 1 cm, frekuensi
jantung meningkat, tekanan darah dapat meningkat
Brain
Inspeksi : Klien tampak sadar, orientasi terhadap
ruang waktu dan tempat baik, ekspresi wajah baik, klien
dapat membaui parfum, klien dapat melihat benda yang
ditunjukan perawat, dapat menggerakan bola mata ke kiri
kanan, klien dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi,
menucurkan bibir,klien dapat merasakan gula yang
manis, klien dapat menjawab apa yang ditanya oleh
perawat, klien dapat menelan makanan, klien dapat
mengangakat bahu kiri dan kanan, klien dapat
62

menjulurkan lidah, Klien dapat merasakan goresan kapas


pada bagian dahi, pipi dan rahang bawah,
Auskultasi :-
Perkusi :-
Palpasi :-
Blader
Inspeksi : Klien tampak meringis, adanya darah
bercampur urine, urine tampak keruh dan berbau,
Auskultasi :-
Perkusi :-
Palpasi : Nyeri tekan pada daerah suprapubik,
Nyeri tulang punggung bagian bawah

Bowel
Inspeksi : Mukosa mulut berwarna merah muda,
turgor kulit baik, abdomen tampak rata, umbilicus
menonjol, tidak ada masa pada abdomen, Adanyan
kekaburan dari bayangan otot psoas pada foto polos
perut, Pada PIV terdapat bayangan ginjal membesar,
klien mengeluh mual dan muntah
Auskultasi : Bunyi bising usus melemah
Perkusi : Terdengar bunyi tympani pada abdomen
Palpasi : Nyeri pada pinggang dan abdomen saat
dipalpasi.

Bone
Inspeksi : Tidak ada edema pada ekstremitas,
ekstrimitas bawah kiri dan kanan simetris, tidak ada
deformitas dan pembengkakan pada tangan
Auskultasi :-
Perkusi :-
63

Palpasi : Kekuatan otot klien dengan kekuatan


utuh kiri dan kanan, refleks tendon bisep normal.

2) Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran kemih
b. Perubahan pola eliminasi urin (disuria, hesistansi, frekuensi dan
nokturia) berhubungan dengan infeksi saluran kemih

3) Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Nursing Outcome Nursing Interventions


Classification Classification
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen nyeri
keperawatan selama.....x 24 a. Kontrol lingkungan
jam, klien akan : yang dapat
5. Mampu mengontrol nyeri mempengaruhi nyeri
6. Melaporkan nyeri klien seperti suhu
berkurang dengan ruangan, pencahayaan,
menggunakan manajemen dan kebisingan
nyeri b. Pilih dan lakukan
7. Mampu mengenali nyeri ( penanganan nyeri (
skala, intensitas, farmakologi dan non
frekuensi, dan tanda farmakologi )
nyeri) c. Ajarkan teknik
8. Mengatakan rasa nyaman relaksasi, nafas dalam
seteralh nyeri berkurang dan distraksi untuk
9. Tanda vital dalam rentang mengontorol nyeri
normal d. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan yang
nyeri yang tidak
berhasil
2. Manajemen farmakologis
a. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
b. Cek instruksi dokter
tentang jenis, dosis,
frekuensi obat
c. Cek riwayat alergi obat
d. Berikan analgesik tepat
64

waktu terutama saat


nyeri hebat
e. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian obat

2 Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen Eliminasi urin


eliminasi urin keperawatan selama.....x 24 a. Ajarkan pasien
jam klien akan : mengenal tanda dan
1. Klien tidak mengalami gejala sistitis
disuria b. Catat waktu eliminasi
2. Klien tidak mengalami terakhir
nokturia c. Instruksikan untuk
3. Klien tidak mengalami segera merespon
inkontinensia keinginan mendesak
4. Klien tidak mengalami untuk berkemih
urgensi dan frekuensi d. Anjurkan pasien untuk
5. Klien tidak mengalami banyak minum air
retensi sesuai usia dan berat
6. Klien dapat BAK setiap badan
2 jam e. Bantu pasien untuk
mengembangkan
rutinitas eliminasi yang
tepat

2) Uretritis
a. Pengertian
Uretritis adalah
peradangan uretra oleh
berbagai penyebab dan
merupakan sindrom yang
sering terjadi pada pria (
Aspiani, 2015). Uretritis
adalah inflamasi uretra
yang mengakibatkan Gambar 2.13 Uretritis
penyempitan dari lumen uretra karena pembentukan jaringan fibrotik (
Nursalam dan Fransisca, 2011). Uretritis adalah inflamasi uretra dan
65

biasanya berhubungan dengan infeksi menular seksual dan berhubungan


dengan manifestasi sistitis (Black,et al, 2014)
b. Etiologi
Penyebab infeksi uretra yang paling umum adalah infeksi N. gonorea
dan infeksi Chlamidya trachomatis, virus herpes simpleks (tipe 1 dan 2),
dan HPV. Organismes tersebut biasanya ditularkan melalui aktivitas
seksual (Price dan Wilson, 2006). Faktor resikonya adalah pada
perempuan termasuk semprotan pembersih keperempuanan,tisu toilet
berparfum, lap pembersih, jeli spermisid, ISK, dan perubahan pada
lapisan mukosa vagina. Paparan terhadap iritan dapat menyebabkan
lapisan uretra meradang. Lapisan mukosa menjadi bengkak, nyeri,
merah, dan teriritasi. Nanah dapat diproduksi, piuria (adanya nanah
dalam urine) merupakan indikasi uretritis (Black et al, 2014).
Pada pria biasanya ditemukan uretritis akut dengan gonorea dimana
urethritis biasanya dimulai dengan keluarnya cairan dari uretra. Jika
penyebabnya adalah gonokokus maka cairan ini akan mengandung
nanah. Jika penyebabnya adalah jasad renik yang lainnya, maka cairan
ini mengandung lendir. Gejala lainnya adalah nyeri pada saat berkemih
dan penderita sering mengalami desakan untuk berkemih.
Jika urethritis karena gonokokus tidak diobati secara adekuat, maka pada
akhirnya akan terbentuk penyempitan uretra (striktur).
Striktur ini akan meningkatkan resiko terjadinya urethritis pada uretra
yang lebih tinggi dan kadang menyebabkan terbentuknya abses di sekitar
uretra.
Abses bisa membentuk kantong pada dinding uretra (divertikulum
uretra), yang juga bisa mengalami infeksi. Jika abses menyebabkan
terjadinya perforasi kulit, maka air kemih bisa mengalir melalui saluran
baru (fistula uretra).
Menurut Aspiani (2015), uretritis bisa disebabkan oleh kuman gonore
atau terjadi tanpa adanya bakteri. Penyebab uretritis adalah kuman
gonore, tindakan invasif, iritasi batu ginjal, trihomonwe vaginalis,
Chlamydiia trachomatic, Ureplasma urealyticum, virus herpes simpleks,
66

dan organismes gram negatif ( E. Coli, Entero bakteri, Pseudomonas,


Klebsiella dan proteus.
c. Klasifikasi Penyakit Urethritis
1) Urethritis Akut
i. Penyakit ini disebabkan asending infeksi atau sebaliknya oleh
karena prostat mengalami infeksi. Keadaan ini lebih sering
diderita kaum pria. Pada wanita jarang ditemukan uretritis
akut.
ii. Tanda dan gejalanya misalnya mukosa merah udematus,
terdapat cairan eksudat yang purulent, Ada ulserasi pada
uretra. Jika dilihat secara mikroskopis terlihat infiltrasi leukosit
sel sel plasma dan sel-sel limfosit, ada rasa gatal yang
menggelitik, gejala khas pada urethritis gonorhea yaitu
morning sickness, pada pria diakibatkan pembuluh darah
kapiler, kelenjar uretra tersumbat oleh kelompok pus tetapi
pada wanita jarang diketemukan.
iii. Diagnosa diferential seperti urethritis gonorhea, amicrobic
pyuhria, urethritis karena trichomonas dan prostatitis non
spesifik.
iv. Pemeriksaan diagnostik biasanya dilakukan pemeriksaan
terhadap secret uretra untuk mengetahui kuman penyebab.
v. Tindakan pengobatan diberikan antibiotika. Bila terjadi
striktuka, lakukan dilatasi uretra dengan menggunakan bougil.
vi. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah prostatitis, periuretral
abses yang dapat sembuh, kemudian meninbulkan striktura
atau urine fistula.
2) Urethritis kronis
i. Penyebabnya adalah pengobatan yang tidak sempurna pada
masa akut, prostatitis kronis dan striktura uretra.
ii. Tanda dan gejalanya mukosa terlihat granuler dan merah, jika
dilihat secara mikroskopis tampak infiltrasi dari leukosit, sel
plasma, sedikit sel leukosit, fibroblast bertambah, getah uretra
67

(+), dapat dilihat pada pagi hari sebelum bak pertama, uretra
iritasi, vesikal iritasi, prostatitis, dan cystitis.
iii. Prognosanya bila tidak diobati dengan baik, infeksi dapat
menjalar ke kandung kemih, ureter, ataupun ginjal.
iv. Tindakan pengobatan berupa pemberian antibiotika sesuai
dengan bakteri penyebabnya dan berikanlah banyak minum.
v. Komplikasinya dapat terjadi peradangan yang dapat menjalar ke
prostate.
3) Urethritis gonokokus
i. Penyebabnya adalah bakteri Neisseria gonorhoeoe (gonokokus).
ii. Tanda dan gejalalanya mukosa merah udematus, terdapat cairan
eksudat yang purulent, ada ulserasi pada uretra. Jika dilihat
secara mikroskopisterlihat infiltrasi leukosit sel sel plasma dan
sel sel limfosit, ada rasa gatal yang menggelitik, gejala khas
pada urethritis gonorhea yaitu morning sickness.
iii. Prognosanya infeksi ini dapat menyebar ke proksimal uretra.
iv. Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah infeksi yang
menyebar ke proksimal uretra menyebabkan peningkatan
frekuensi kencing.
v. Gonokokus dapat menebus mukosa uretra yang utuh,
mengakibatkan terjadi infeksi submukosa yang meluas ke
korpus spongiosum. Infeksi yang menyebabkan kerusakan
kelenjar peri uretra akan menyebabkan terjadinya fibrosis yang
dalam beberapa tahun kemudian mengakibatkan striktura uretra.
4) Urethritis non gonokokus (non spesifik)
i. Urethritis non gonokokus (sinonim dengan urethritis non
spesifik) merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual yang paling sering diketemukan. Pada pria, lendir uretra
yang mukopurulen dan disuria terjadi dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu setelah melakukan hubungan kelamin
dengan wanita yang terinfeksi. Lendir mengandung sel nanah
68

tetapi gonokokus tidak dapat di deteksi secara mikroskopis atau


kultur
ii. Jumlah insidennya masih merupakan penyakit yang sering
terjadi pada banyak bagian dunia, insiden berhubungan langsung
dengan promiskuitas dari populasi
iii. Penyebab dari infeksi ini hampir selalu didapat selama
hubungan seksual. Gonokokus membelah diri pada mukosa
yang utuh dari uretra anterior dan setelah itu menginvasi
kelenjar peri uretral, dengan akibat terjadinya bakteremia dan
keterlibatan limfatik.
iv. Jika diamati secara makroskopik terjadi peradangan akut dari
mukosa uretra, dengan eksudat yang purulenta pada permukaan
dan dapat terjadi ulserasi dari mukosa.
v. Perjalanan penyakit ini dapat mengalami resolusi dalam 2-4
minggu, sebagai akibat pengobatan atau kadang kadang
spontan dan jika tidak dilakukan penatalaksanaan dengan benar
akan menjadi kronik.
vi. Faktor penyulit proses penyembuhan jika terjadi urethritis
posterior, prostatitis, vesikulitis, epididimitis, sistitis, abses peri
uretral dan penyebaran sistemik (A.D Thomson,2007).

d. Pathofisiologi
Secara umum ada 2 penyebab utama dari penyakit urethritis yaitu
invasi kuman (gonorrhoe, trihomonas vaginalis gram negatif) urethritis
dan iritasi (iritasi batu ginjal, iritasi karena tindakan invasif
menyebabkan retak dan permukaan mukosa pintu masuknya kuman
proses peradangan urethritis).
Secara umum bakteri yang menyebabkan urethritis menempel pada
mukosa dan dinding sel manusia yang dapat menyebakan infeksi.
Sebagai contoh gonococci menggunaan protein dan lipooligosaccharide
(LOS) untuk dapat menempal pada sel host. Berbagai antigen datang
dengan cepat, membuat ikatan di sel-sel yang berbeda dan organ yang
berbeda dan menghindari dari respon imun. Gonococci juga dapat
69

mentransfer blok DNA antara strain, mengubah fungsi mereka, struktur,


dan antigenisitas. efek toksik langsung dari endotoksin dan sitokin dari
respon host menyebabkan kerusakan jaringan pada infeksi gonokokal. C
trachomatis secara istimewa menginfeksi permukaan mukosa dan sel-sel
epitel. Karena C trachomatis tidak dapat mensintesis ATP, itu adalah
patogen intraselular obligat. Infeksi menyebabkan reaksi inflamasi akut
dengan infiltrasi limfositik mukosa dan submukosa. respon antibodi lokal
dapat ditekan oleh estradiol. penyakit yang lebih berat hasil terutama dari
respon immunopathological. Misalnya, komplikasi seperti salpingitis,
uretritis kronis non-gonokokal (NGU), dan arthritis reaktif yang
dianggap karena produksi antibodi terhadap protein heat-shock (hsp60)
yang lintas bereaksi dengan homolog manusia. Uretritis, jika tidak
diobati, juga dapat mengakibatkan epididimitis, orchitis, prostatitis,
proctitis, servisitis, iritis, pneumonia, striktur uretra, kehamilan ektopik,
kemandulan.
Pada kebanyakan kasus organisme penyebab dapat mencapai
kandung kemih melalui uretra. Infeksi ini sebagai sistitis, dapat terbatas
di kandung kemih saja atau dapat merambat ke atas melalui uretra ke
ginjal. Organisme juga dapat sampai ke ginjal atau melalui darah atau
kelenjar getah bening, tetapi ini jarang terjadi. Tekanan dari kandung
kemih menyebabkan saluran kemih normal dapat mengeluarkan bakteri
yang ada sebelum bakteri tersebut sampai menyerang mukosa. Obstruksi
aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih mengakibatkan
penimbunan cairan, bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter. Hal ini
dapat menyebabkan atrofi hebat pada parenkim ginjal atau
hidronefrosis. Disamping itu obstruksi yang terjadi di bawah kandung
kemih sering disertai refluk vesiko ureter dan infeksi pada ginjal.
Penyebab umum obstruksi adalah jaringa parut ginjal dan uretra, batu
saluran kemih, neoplasma, hipertrofi prostat, kelainan kongenital pada
leher kandung kemih dan uretra serta penyempitan uretra.
70

e. Tanda dan gejala


Manifestasi klinis menurut OConnell (2016 dan Augenbraun
(2015), antara lain:
a) Pada laki-laki
Terdapat darah pada urine atau semen
Nyeri seperti terbakar saat berkemih
Demam (jarang)
Perubahan frekuensi berkemih
Gatal, bengkak pada penis
Nyeri saat intercourse atau ejakulasi
Terdapat kemerahan
b) - Pada wanita
Nyeri abdominal
Nyeri seperti terbakar saat berkemih
Demam dan menggigil
Perubahan frekuensi berkemih
Nyeri pelfik
Nyeri saat berhubungan seksual
f. Pemeriksaan Penunjang
i. Kultur urine untuk mengidentifikasi organisme penyebab
penyakit urethritis.
ii. Urine analisis atau urinalisa untuk memperlihatkan bakteriuria,
sel darah putih, dan endapan sel darah merah dengan keterlibatan
ginjal
iii. Pemeriksaan darah lengkap dan urine lengkap.
iv. Sinar X ginjal, ureter dan kandung kemih untuk
mengidentifikasi anomali struktur nyata.
v. Pielogram intravena (IVP untuk mengidentifikasi perubahan atau
abnormalitas.
71

g. Penatalaksanaan

1. Untuk mencegah penularan pada orang lain atau terinfeksi


kembali, Anda dan pasangan Anda sebaiknya tidak berhubungan
seks hingga perawatan benar-benar tuntas dan pemeriksaan ulang
telah terbukti negatif.
2. Anda bisa terkena penyakit gonore kembali jika tidak melakukan
hubungan seks yang sehat dan aman di kemudian hari. Cara
terbaik untuk mencegah infeksi menular seksual adalah dengan
tidak berganti-ganti pasangan, tidak melakukan hubungan seksual
di luar nikah, dan gunakan kondom jika melakukan hubungan
seks.
3. Pengobatan tergantung kepada mikroorganisme penyebabnya.
Jika penyebabnya adalah bakteri, maka diberikan antibiotik. Jika
penyebabnya adalah virus herpes simpleks, maka diberikan obat
anti-virus (misalnya asiklovir).
4. Dianjurkan untuk sering minum dan buang air kecil sesuai
kebutuhan untuk membilas microorganisme yang mungkin naik
ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang
untuk menghindari kontaminasi lubang urethra oleh bakteri feces.
Antibiotika yang direkomendasikan untuk N. Gonnorrheae
misalnya :
i. Cefixime 400 mg oral.
ii. Ceftriaxone 250 mg IM.
iii. Ciprofloxacine 500 mg oral.
iv. Ofloxacin 400 mg oral.
Keempat antibiotika diatas diberikan dalam dosis tunggal. Infeksi
gonorrheae sering diikuti dengan infeksi chlamydia. Oleh karena itu
perlu ditambahkan antibiotika anti-chlamydial seperti berikut :
i. Azithromycin, 1 gr oral (dosis tunggal)
ii. Doxycycline 100 mg oral 2 kali sehari selama 7 hari
iii. Erythromycine 500 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari
iv. Ofloxacin 200 mg oral 2 kali sehari slama 7 hari
72

h. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pria berupa prostatitis,
vesikulitis, epididimitis, dan striktur urethra. Sedangkan pada wanita
komplikasi dapat berupa borthlinitis, praktitis, salpingitis, dan sistitis.
Peritonitis dan perihepatitis juga pernah ditemukan.
i. Asuhan keperawatan
a) Pengkajian
1. Identitas
Penyakit ini bisa menyerang laki-laki ataupun perempuan.
Pada uretritis akut biasanya jarang ditemukan pada wanita
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Klien datang dengan keluhan nyeri pada daerah uretra
dan abdomen, kesulitan memulai miksi, nyeri saat
miksi keluarnya cairan eksudat purulent, adanya pus
pada awal miksi.
Riwayat kesehatan saat ini
Biasanya keluhan dirasakan tergantung pada jenis
infeksi uretra yang dialami.
Riwayat penyakit yang pernah diderita
Pasien dengan uretritis biasanya mempunyai riwayat
infeksi saluran kemih, kaji akan tindakan invasif yang
pernah dilakukan saluran kemih, kaji akan adanya
riwayat iritasi batu ginjal. Kaji akan adanya riwayat
kontak seksual tanpa perlindungan. Kaji juga faktor
resiko yang dapat mengiritasi mukosa uretra.
3. Pemeriksaan fisik
Breathing
Inspeksi : Dada tampak rata, simetris kiri dan
kanan, tidak ada pernapasan cuping hidung, pernapasan
73

normal dengan pola teratur,tidak ada tanda-tanda


dispnea.
Auskultasi : Terdengar suara trakeobronkhial pada
trakea, suara napas lebih keras dan pendek saat inspirasi,
Terdengar suara bronkovesikuler didaerah bronki (
Sternum atas, torakal 3-4), Terdengar suara vesikuler
pada jaringan paru saat inspirasi dan ekspirasi sama.
Perkusi : Terdengar bunyi sonor pada daerah paru.
Palpasi : Teraba getaran vokal-fremitus pada dada
( kiri,kanan,depan,belakang)
Blood
Inspeksi : Inspeksi ictus cordis terlihat pada ICS-5
pada lineo medio clavicularis kiri selebar 1 cm, vena
jugularis tampak normal, tidak adanya edema seluruh
tubuh
Auskultasi :Bunyi jantung I terdengar pada ICS 4
Linea sternalis kiri dan ICS 5 Linea medio clavikularis
kiri, Bunyi jantung II terdengar di ICS 2 linea sternalis
kanan, terdenga bising jantung/murmur
Perkusi : Batas-batas jantung normal
Palpasi : Teraba ictus cordis 1 cm, frekuensi
jantung meningkat, tekanan darah dapat meningkat, Nadi
dan tekanan darah meningkat, suhu meningkat
Brain
Inspeksi : Klien tampak sadar, orientasi terhadap
ruang waktu dan tempat baik, ekspresi wajah baik, klien
dapat membaui parfum, klien dapat melihat benda yang
ditunjukan perawat, dapat menggerakan bola mata ke kiri
kanan, klien dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi,
menucurkan bibir,klien dapat merasakan gula yang
manis, klien dapat menjawab apa yang ditanya oleh
perawat, klien dapat menelan makanan, klien dapat
74

mengangakat bahu kiri dan kanan, klien dapat


menjulurkan lidah, Klien dapat merasakan goresan kapas
pada bagian dahi, pipi dan rahang bawah,
Auskultasi :-
Perkusi :-
Palpasi :-
Blader
Inspeksi : Klien tampak meringis karena adanya
nyeri pada abdomen bagian bawah, Terdapat cairan
eksudat yang purulenta pada organ genitalia, mukosa
merah udematus, adanya ulserasi pada
uretra,iritasi,vesikel iritasi, dan prostatitis, tampak
adanya sekret pada uretra, adanya tanda-tanda
peradangan pada meatus uretra, pengosongan urine yang
tidak maksimal
Auskultasi :-
Perkusi :-
Palpasi : Nyeri tekan pada abdomen bagian bawah,
kandung kemih teraba membesar,
Bowel
Inspeksi : Mukosa mulut berwarna merah muda,
turgor kulit baik, abdomen tampak rata, umbilicus
menonjol, tidak ada masa pada abdomen
Auskultasi : Terdengar pada suara peristaltik dengan
frekuensi 5-35 x/menit,
Perkusi : Terdengar bunyi tympani pada abdomen
Palpasi : Tidak ada nyeri dan masa pada abdomen
Bone
Inspeksi : Tidak ada edema pada ekstremitas,
ekstrimitas bawah kiri dan kanan simetris, tidak ada
deformitas dan pembengkakan pada tangan
Auskultasi :-
75

Perkusi :-
Palpasi : Kekuatan otot klien dengan kekuatan
utuh kiri dan kanan, refleks tendon bisep normal.
b) Diagnosa keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangann
Perubahan pola eliminasi urin (dysuria dan urgensi)
berhubungan dengan proses peradangan
Resiko infeksi berhubungan dengan penyebaran patogen
secara asending atau sistemik
Resiko infeksi berhubunganan dengan penularan melalui
kontak seksual
2.2.6 Penatalaksanaan ISK Secara Umum
Ada dua jenis penatalaksanaan infeksi saluran kemih, yaitu :
1. Non Farmakologi
a. Prinsip management ISK bawah adalah intake cairan maksimal
3000 ml/hari ( dengan pembagian siang 1500 ml, sore 500 ml dan
malam 100 ml ) yang adekuat dan istirahat
b. Penggunaan jahe gajah dapat mengurangi koloni uropathogenesis
E. Coli pada wanita menopause dengan ISK. Hal ini berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Bimantara,dkk (2016). Jahe yang
telah dicuci bersih kemudian diiris dan dipanaskan menggunakan
oven pada suhu 400C selama 2-4 jam yang kemudian dihancurkan
menjadi serbuk, diayak menggunakan saringan tepung yang
menjadi tepung jahe. Kemudian terpung jahe diproses menjadi
kapsul di Laboratorium Famasi Universitas Airlangga Surabaya.
Perkapsul berisi 250 mg serbuk jahe. Dosis kapsul jahe yang
digunakan adalah dosis 1000 mg
/hari yang diberikan 2 kali sehari 2 kapsul selama 5 hari
dan diminumkan setelah makan. Dari 52 partisipan didapatkan
terjadi penurunan E. Coli sebelum dan sesudah pemberian kapsul
jahe.
76

c. Pemasangan kateter merupakan faktor resiko terjadinya infeksi


saluran kemih. Pencegahan yang biasa dilakukan saat ini adalah
durasi pemakaian kateter harus minimal, kateter harus dimasukan
pada kondisi antiseptik, Ada bukti terbatas bahwa risiko bacteriuria
sama tinggi jika teknik steril atau bersih atau gel antiseptik
digunakan, urine bag tidak boleh diletakan sejajar dengan bladder
atau selang kateter, pemasangan oleh tenaga yang terlatih, dan
trauma pada uretra diminimalkan dengan penggunaan pelumas dan
ukuran kateter yang kecil. Saat ini telah dikembangkan dalam
pencegahan ISK karena kateter, yaitu perlu adanya sistem dan
program kontrol infeksi yang dapat mengurangi CAUTIs serta
komplikasinya, memodifikasi material kateter dan pemukaannya,
penggunaan antibiotik profilaksis tidak direkomendasikan pada
pasien dengan kateter intermiten, dan kultur urine perlu dilakukan
sebelum terapi antibiotik ( Tenke,dkk,2017).
d. Menurut Pedoman EAU, perubahan perilaku merupakan pedoman
pertama untuk menghindari resiko ISK, Nonantimicrobial
measures yang kedua dan pedoman terakhir adalah antibiotik
profilaksis untuk mencegah adverse event dan collateral damage
dari penggunaan antibiotik jangka panjang ( Vahlensiech,dkk,
2016).
e. Pada pasien dengan ISK perlu adanya pertimbangan diet untuk
menjaga hidrasi tubuh, Minum jus cranbery dapat efektif
menghambat kerja dari E. Coli. Untuk UTIs rumit yang terkait
dengan struvite BATE, makanan dan vitamin suplemen kaya akan
fosfor, dan magnesium disarankan. Ingat bahwa divalent kation
(misalnya, magnesium) dapat chelate fluoroquinolones lisan,
mencegah penyerapan mereka dari usus ( Brusch,2016 ).
f. Untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih dapat dilakukan
dengan tidak menahan kencing karena akan membuat bakteri
berkembang, kenakan pakaian dari bahan koton untuk menjaga
77

perineum tetap kering, minum segelas air sebelum melakukan


hubungan seks, BAK sebelum dan sesudah berhubungan seks
2. Farmakologi

Menurut Europan Asociation Urology (2015), terapi antibiotik


direkomendasikan karena keberhasilan secara klinis mungkin lebih
penting pada perawatan wanita dengan antibiotik dibandingkan
pengobatan palsu. Pilihan untuk terapi antibiotik harus mengikuti
pedoman ini, yaitu :

Pola spektrum dan kerentanan dari penyebab dari uropatogen


Khasiat untuj indikasi khusus pada studi klinis
Toleransi dan reaksi yang merugikan
Efek penyebab yang merugikan
Biaya
Ketersediaan obat tersebut.

Tabel. 2.5 Terapi antimikroba yang dianjurkan oleh EAU ( 2015 ) pada cystitis uncomplicated
akut otherwise Healthy women

Antibiotics Daily dose Duration of Comments


therapy
First choice
Fosfomycin trometamol 3 g SD 1 day
Nitrofurantoin macrocrystal 100 mg bid 5 days avoid in G6PD deficiency
Pivmecillinam 400 mg tid 3 days
Alternatives
Ciprofloxacin 250 mg bid 3 days not during pregnancy
Levofloxacin 250 mg qd 3 days not during pregnancy
Ofloxacin 200 mg bid 3 days not during pregnancy
Cephalosporin (e.g. cefadroxil) 500 mg bid 3 days Or comparable (see Appendix 4.5)
If local resistance pattern is known (E. coli resistance < 20%)
TMP 200 mg bid 5 days TMP not in the first trimenon of
pregnancy
TMP- SMX 160/800 mg bid 3 days SMX not in the last trimenon of
pregnancy
SD = single dose; G6PD = glucose-6-phosphate dehydrogenase; TMP = trimethoprim;
SMX = sulphamethoxazole.
78

Tabel. 2.6 Recommended initial empiric oral antimicrobial therapy in mild


and moderate acute uncomplicated pyelonephritis
(EAU,2015)

Oral Therapy in mild and moderate uncomplicated pyelonephritis

Antibiotics Daily dose Duration of therapy


Ciprofloxacin 500-750 mg bid 7-10 days
Levofloxacin 500 mg qd 7-10 days
Levofloxacin 750 mg qd 5 days

Alternatives (clinical but not microbiological equivalent efficacy compared with


fluoroquinolones):

Cefpodoxime
proxetil 200 mg bid 10 days
Ceftibuten 400 mg qd 10 days
Only if the pathogen is known to be susceptible (not for initial
empirical therapy):
Trimethoprim- 160/800 mg bid 14 days
sulphamethoxazole
Co-amoxiclav1,2 0.5/0.125 g tid 14 days

Note: fluoroquinolones are contraindicated during pregnancy.


1not studied as monotherapy for acute uncomplicated pyelonephritis.
2mainly for Gram-positive pathogens.
79

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Narasi Kasus


Ny. Lani, Wanita, 33 tahun, pendidikan SD, Pekerjaan IRT, alamat
Magetan datang ke Poliklinik Sumber Rejeki dengan keluhan nyeri BAK sejak
seminggu yang lalu dengan disertai keluhan demam terus menerus, menggigil,
rasa terbakar pada perut bagian bawah dan berkemih sering tetapi hanya sedikit-
sedikit dan keruh. Sejak sehari yang lalu pasien mengeluh nyeri pada pinggang
kiri, BAB normal. Vital Sign : TD : 130/90 mmHg, HR 108 kali/menit, RR : 22
kali/menit, T : 38,50C. Pemeriksaan fisik ditemukan : Ekspresi wajah
meringis,berusaha menahan sakit, mencari posisi yang nyaman untuk
menghilangkan nyeri, Nyeri tekan supra pubik (+), nyeri ketuk CVA kiri (+).
Genitalia : Dalam batas normal, Laboratorium : Pemeriksaan darah rutin : Hb : 11
g/dl, Leukosit : 12.000, trombosit 200.000, HT : 38 %. Pemeriksaan urin rutin
warna kuning muda, keruh, pH : 7, Protein (+), Nitrat ( ++ ),Sedimen : Leukosit
100/LBP, Eritrosit : 1-2/LBP, Sel epitel : 10-13/LBP, Kristal (-),Silinder (-).
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya yakni nyeri dan terasa panas saat buang
air kecil, nyerinya kadang hilang timbul di perut bagian bawah pusat, tetapi pasien
menganggapnya sesuatu hal yang biasa,. Diagnosa dokter Infeksi saluran kemih
(Sistitis).

3.2 Pengkajian
I. Data Demografi
A. Biodata
Nama : Ny. L Umur : 33 th
Tempat / tgl lahir : Gresik,1982 Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan :Menikah Agama : Islam
Pendidikan terakhir: SD Suku : Jawa
80

Pekerjaan : IRT Lama kerja : 29 th


Alamat : Gresik Telepon : -
Tanggal masuk RS : - (pasien rawat jalan) Ruangan : -
Golongan darah :A Sumber info : Klien dan keluarga
Diagnosa Medik : Infeksi saluran kemih (Sistitis)

II. Keluhan Utama


Pasien mengatakan nyeri dan terasa panas saat berkemih, nyeri terasa pada
kandung kemih, terjadi sejak seminggu yang lalu, skala nyeri 6 dari 0-10.
III. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan saat ini : Pasien mengatakan mengalami gangguan
buang air kecil sejak seminggu ini, nyeri saat berkemih disertai rasa
panas, berkemih sering tetapi hanya sedikit-sedikit, rasa tidak nyaman
dan nyeri pada perut bagian bawah dan juga mengeluh menggigil.Selain
itu, pasien juga mengungkapkan nyeri pada pinggang kiri.
b. Riwayat kesehatan dahulu : Klien mengatakan pernah mengalami
nyeri seperti ini, terasa panas saat buang air kecil tetapi menganggapnya
sebagai sesuatu hal yang biasa, dan tidak pernah mengkonsumsi obat.
c. Riwayat Kesehatan keluarga : Dalam riwayat keluarga, tidak
ditemukan sebuah penyakit menururn seperti diabetes, hipertensi,
ataupun tumor pada saluran perkemihan.
IV. Riwayat psikospiritual
a) Pola koping : klien dapat menerima keadaan penyakitnya
b) Harapan klien tentang penyakitnya : klien berharap cepat sembuh dan
kembali bekerja serta berkumpul bersama keluarganya
c) Faktor stressor : ingin cepat sembuh
d) Konsep diri : klien tidak merasa rendah diri
e) Pengetahuan klien : Klien mengatakan pernah mengalami nyeri
terasa panas saat buang air kecil tetapi menganggapnya sesuatu hal yang
biasa, bertanya bagaimana proses penularan penyakitnya.
f) Hubungan dengan anggota keluarga : baik, klien sering
berkunjung ke rumah keluarga bila lagi liburan dan hari raya
81

g) Hubungan dengan masyarakat : klien ikut dalam organisasi di


lingkungannya dan bergabung dengan anggota sebayanya bila ada acara di
sekitar lingkungannya.
h) Aktivitas sosial : klien mau mengikuti kegiatan dari masyarakat
bila ada waktu dan kesempatan
i) Kegiatan keagamaan : klien rajin ibadah

V. Riwayat Spiritual
Klien mengatakan sebagai seorang muslim, ia sangat taat dalam beribadah
di masjid ataupun dirumah.
VI. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum klien
Keadaan umum cukup, kesadaran compos mentis namun ekspresi wajah
meringis,berusaha menahan sakit, mencari posisi yang nyaman untuk
menghilangkan nyeri. Skala nyeri 5 (dari skala 1-10)
B. Tanda-tanda vital
- Suhu : 38,50C
- Nadi : 108 kali/menit
- Pernafasan : 22 kali/menit
- Tekanan darah : 130/90 mmHg
C. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (breathing)
a) Inspeksi
Pemeriksaan hidung : Simetris antara lateral kiri dan kanan,
cuping hidung (-), septum hidung terdapat pada bagian tengah,
sekret hidung jernih, mukosa hidung merah muda, dada :
normal chest, retraksi intercostae (-), penggunaan alat bantu
accecories (-)
b) Palpasi
Pada pemeriksaan vocal fremitus memiliki getaran yang sama
antara kanan dan kiri
c) Perkusi : Terdengar bunyi sonor
82

d) Auskultasi
Terdengar bunyi vesikuler (+) di semua lapang paru, tidak
ditemukan suara tambahan, ronchi (-), wheezing (-),
2. B2 (blood)
a) Inspeksi :
Konjungtiva anemis (-/-), cyanosis (-), CRT <2 detik,
pembesaran vena jugularis (-), tanda raynauld (pucat pada
kuku dan ujung jari (-), clubbing finger (-)
b) Palpasi :Ictus cordis teraba di ICS V MCl sinistra, nadi
108x/menit
c) Perkusi : Tidak adanya perubahan ukuran jantung setalah
dilakukan perkusi
d) Auskultasi: pada jantung : BJ I, BJ II normal bunyi tunggal,
tidak terdengar suara tambahan, murmur (-), gallop (-)
3. B3 (brain)
a) Kesadaran compos mentis, dengan GCS 456, pupil isokor,
edema palpebra (-), gangguan motorik dan psikososial (-), tidak
pernah mengalami CVA atau gangguan persyarafan lainnya
b) Pemeriksaan Nervus:
i. Nervus I (Olfaktorius) : pasien masih dapat mencium bau-
bauan seperti minyak wangi dan sebagainya
ii. Nervus II (Opticus) : tidak terdapat gangguan visus atau
refraksi, penglihatan perifer dan lapang pandang normal,
butawarna (-), pemeriksaan dengan menggunakan
oftalmoscop tidak terdapat bendungan pembuluh darah, dan
papilla N II mencembung dalam batasnya, perdarahan (-),
oklusi retina (-)
iii. Nervus III (oculo motorius) : retraksi kelopak nata atas (-).
Ptosis (-), pupil isokor, reflek cahaya (+), strabismus (-)
iv. nervus V (trigeminus) : sensorik: pasien dapat merasakan
rangsangan/stimulus pemeriksa, motoric : kontraksi otot
maseter kiri dan kanan sama, reflek kornea (+)
83

v. Nervus VII (Facialis) : asimetri muka (-), gerakan abnormal


seperti tic (-), remor (-), tidak terdapat gangguan pada
fasialis pasien, pasien dapat mengangkat alis dengan baik,
senyum, mengembungkan pipi, dan sebagainya
vi. nervus VIII (Acusticus) : tidak terdapat masalah
pendengaran setelah tes gesek, garpu tala, ataupun weber
vii. nervus IX-X (Glossopharyngeus-Vagus) : gerakan palatum
dan menelan (+)
viii. nervus XI (accessorius) kekuatan otot
sternocleidomastoideous cukup, pasien dapata menahan
posisi lateral fleksi yaitu mempertahankan posisi leher dan
kepala, pada kekuatan m. trapezius yakni penderita
mempertahankan bahu terangkat masih dalam batas normal.
ix. nervus XII (hyplogossus) : atrofi lidah (-), fasikulasi lidah (-
), ketidakmampuan menjulurkan lidah dan lesi unilateral (-),
menggerakkan lidah ke lateral (+), tremor lidah (-),
artikulasi cukup
4. B4 (bladder)
a) Produksi urin : frekuensi berkemih meningkat, >10x
sehari dan sedikit-sedikit, warna urin kuning sedikit
pekat dan keruh, intake cairan <1000cc dalam 24 jam
b) Ginjal : inspeksi tidak terdapat massa di abdominal
atas, massa keras atau padat (-)
c) Palpasi : sukar dipalpasi, tidak ada nyeri tekan atau
teraba massa
d) Auskultasi : turbulensi/ bruit (-)
e) Nyeri ketok CVA kiri (+)
f) Kandung kemih : nyeri tekan suprasimpisis (+), saat di
palpasi distensi kandung kemih (+)
g) Genetalia : peradangan labia (-), kemerahan (-), secret
(+), sedikit kotor(+)
84

5. B5 (bowel)
a) Pemeriksaan Antropometri :
BB: 56 kg, TB : 157cm IMT : 22,7
b) Biokimia : Hb 11 gr % Ht 38%
c) Clinical : Nausea (-), vomit (-), anemis (-), ict (-), disfagia
(-), penururnan BB (-)
d) Inspeksi : mulut : mukosa bibir lembab, rongga mulut
bersih, tonsil simetriscaries (-), abses (-), pembesaran
tiroid (-), kulit hangat kemerahan tidak kering ; abdomen :
datar, massa (-), striae (+), asites (-)
e) Auskultasi: peristaltic usus, bising usus 6 kali per menit
f) Perkusi : Terdengar bunyi timpani pada perut
g) Palpasi : pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-),
tidak teraba massa, asietes (-), nyeri tekan appendik (-),
pada palpasi ginjal nyeri ketuk CVA kiri (+), nyeri tekan
daerah suprapubik (+)
h) Diit : 3x sehari, porsi selalu habis, komposisi: nasi, sayur,
lauk pauk, kadang buah.
i) Pola defekasi : 1x dalam sehari dengan konsistensi lunak
6. B6 (bone)
a) Bahu, postur simetris, deformitas (-), kelemahan (-), tonus
otot 5, edema (-)

VII. AKTIVITAS SEHARI-HARI


A. Nutrisi
Klien mengatakan makan 3x sehari, tidak mengalami gangguan nafsu
makan, komposisi makan terdiri dari : nasi, sayur, lauk dan kadangkala
buah-buahan. Klien mengatakan tidak ada makanan pantangan, dan ia
tidak memilih-milih makanan.
85

B. Cairan
Klien mengatakan konsumsi air 5 gelas per hari, minum air saat merasa
haus saja. Klien suka minum kopi.
C. Eliminasi ( BAB & BAK )
Klien mengatakan saat sehat, BAK lancar, keluarnya banyak dengan
jumlah yang keluar sesuai dengan jumlah air yang ia minum. Saat ini,
Klien mengatakan buang air kecil sering tetapi keluarnya sedikit-dikit,
berwarna kuning keruh, bila buang air kecil terasa sakit. Saat ini klien
mengatakan BAK 10 kali/hari tetapi urine yang keluar sedikit saja
sebelumnya ia pernah mengungkapkan bahwa sebelumnya ia sering
menahan kencing. Klien mengatakan BAB 1 kali sehari dengan
konsistensi lunak dan berwarna kuning kenuningan.
D. Istirahat Tidur
Klien mengatakan ia sering tidur teratur, waktu tidur mulai pukul 21.00
WIB dan bangun tidur pukul 05.00 WIB,
E. Personal hygiene
Klien mandi 2 kali sehari dengan gosok gigi, keramas, dan sebagainya.
Klien mengatakan setelah berhubungan seks jarang mencuci daerah
perineum ataupun berkemih, dan terdapat secret di kemaluan.
F. Aktivitas / mobilitas fisik
Klien mengatakan sebagai seorang ibu rumah tangga, ia biasanya
melakukan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci pakaian dan
mengurus anak, tidak ada masalah dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Pasien dapat mandiri.
G. Rekreasi
Klien mengatakan, ia dan keluarga sering menonton acara di TV pada
malam hari sebelum tidur.
86

VIII. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Hasil Normal Interpretasi


Lab Pemeriksaan

Haemoglobin 11 gr% 11,5-16,5 gr% Menurun


Leukosit 12.000/ mm3 4000-11.000/mm3 Meningkat
Trombosit 200.000 150.000-450.000 Normal
Hematokrit 38% 425% Normal
Sedimen eritrosit 1-2/LPB 1-3 sel/LBP ( Normal
2500/ml urin
Sedimen leukosit 100 /LPB < 15 /LPB Meningkat
Urin rutin Warna: Kuning Kuning muda-tua Abnormal
muda keruh tergantung diuresis
dan zat pelarut
dalam urin
pH 7 4,8 8,0 Normal
Protein Protein ( + ) Protein ( - ) + : Kekeruhan minimal
10-50 mg%
++ : Keruh nyata, butiran
halus 50 -200 mg%
+++ : Gumpalan nyata
>200-500 mg%
++++ : Gumpalan besar,
mengendap > 500 mg %
Nitrat Nitrat ( ++ ) Nitrat ( - ), jernih Bakteri batang penghasil-
pereduksi nitrit/nitrat
Sel epitel 10 13 sel 1-2 sel epitel/LPB Meningkat
epitel/LBP

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Analisa Data

KEMUNGKINAN MASALAH
DATA
PENYEBAB KEPERAWATAN
DS :
Pasien mengatakan nyeri pada perut bakteri yang banyak Gangguan rasa nyaman
bagian bawah, nyeri terasa panas atau nyeri
terbakar pada saat berkemih
DO : Mengikis mukosa blader
Klien tampak sakit sedang,
grimace (+), berusaha menahan sakit
dan mencari posisi yang nyaman Peradangan pada Blader
untuk menghilangkan nyeri, Skala
nyeri 1-10 : skala 6,
TTV = Suhu : 38,50C,Nadi: 108 nyeri
87

kali/menit, RR : 22 kali/menit, TD:


130/90 mmHg
DS : Perubahan status Defisiensi pengetahuan
Pasien mengatakan pernah mengalami kesehatan
nyeri yang sama dan terasa panas saat
buang air kecil tetapi ia Kurang paparan informasi
menganggapnya sebagai sesuatu hal mengenai penyakitnya
yang biasa, tidak pernah
mengkonsumsi obat.
Ia juga bertanya pada perawat Defisiensi pengetahuan
bagaimana proses penyakitnya,
penyebab, mengobati sakitnya

DO : Saat ditanya tentang infeksi


saluran kemih klien mengatakan tidak
tahu.
DS : Klien mengatakan demam terus Bakteri yang sangat Hipertemi
menerus, menggigil banyak/ agen infeksius
DO : Kulit kemerahan, palpasi kulit
hangat Mediator inflamasi
TTV = Suhu : 38,5 C,Nadi: 108
kali/menit, RR : 22 kali/menit, TD: Monosit dan makrofag
130/90 mmHg, Leukosit : 12.000/
Sitokin pirogen
mm3
Mempengaruhi
hipotalamus anterior
Hipertem

DS : Pasien mengatakan sering buang Bakteri masuk ke dalam Gangguan eliminasi urin
air kecil tetapi keluarnya sedikit-dikit, bladder
berwarna kuning keruh, bila buang air
kecil terasa sakit. Ia mengatakan BAK mengikis mukosa bladder
>8 kali/hari tetapi urine yang keluar
sedikit saja reaksi inflamasi
DO: Urin berwarna keruh, pekat,
frekuensi berkemih >8kali/hari bladder lebih sensitive dan
iritatif

dysuria
88

3.3 Intervensi Keperawatan

NO. DIAGNOSA NOC NIC

1 Nyeri akut b.d inflamasi Nyeri akut Manajemen nyeri


dan spasme otot polos Kontrol Nyeri (1605) (1400)
Nyeri akut (00132) Domain IV : Pengetahuan 1. Ajarkan dan
Domain 12 : tentang Kesehatan dan implementasikan
Kenyamanan Perilaku teknik-teknik untuk
Kelas 1 : Kenyamanan Kelas Q : Perilaku Sehat mengurangi nyeri
Fisik 160502 mengenali waktu nonfarmakologi seperti
nyeri terjadi seperti : teknik napas
Definisi : 160501 menggambarkan dalam, distraksi, dan
Pengalaman sensori dan faktor penyebab masase.
emosional tidak 160503 menggunakan 2. Evaluasi bersama
menyenangkan yang tindakan pasien tentang
muncul akibat kerusakan pencegahan ketidakefektifan
jaringan aktual atau (missal posisi yang kontrol nyeri di masa
potensial atau yang nyaman untuk lampau
digambarkan sebagai menghindari nyeri) 3. Ciptakan lingkungan
kerusakan (International 160504 menggunakan yang dapat
Association for Study of tindakan meningkatkan
Pain); awitan yang tiba- pengurangan nyeri kenyamanan dan
tiba atau lambat dari tanpa analgesic ( kontrol lingkungan
intensitas ringan hingga napas dalam, yang dapat
berat dengan akhir yang relaksasi mempengaruhi nyeri
dapat diantisipasi atau progressif, seperti suhu ruangan,
diprediksi imajinasi pencahayaan, dan
terpimpin, atau kebisingan
Batasan Karakteristik distraksi, kompres 4. Lakukan kompres
a. Perubahan tekanan hangat) hangat pada daerah
darah 160505 menggunakan suprapubik untuk
b. Perubahan frekuensi analgesic sesuai mengurangi spasme
jantung indikasi kandung kemih dan
c. Perubahan frekuensi 160507 melaporkan gejala nyeri suprapubik
pernapasan tidak terkontrol 5. Evaluasi respon klien
d. Mengekspresikan pada professional 6. Kolaborasikan dengan
perilaku (mis : kesehatan dokter dalam
gelisah, merengek, Tingkat Nyeri (2102) pemberian analgesic
menangis, waspada, Domain V : Kondisi
iritabilitas, kesehatan yang dirasakan Manajemen cairan
mendesah) Kelas V : status gejala (4120)
e. Sikap melindungi 1. Pertahankan asupan
area nyeri intake dan output
f. Indikasi nyeri yang 210201 nyeri yang cairan yang tepat,
dapat diamati dilaporkan karena urin dengan
89

g. Melaporkan nyeri 210204 panjangnya episode konsentrasi yang pekat


secara verbal nyeri akan semakin
h. Fokus pada diri 210206 mengerang atau meningkatkan rasa
sendiri menangis nyeri dan iritatif
i. Gangguan tidur 210206 ekspresi nyeri 2. Monitor status hidrasi
wajah (kelembapan membran
210208 tidak bisa istirahat mukosa, nadi adekuat)
210223 iritabilitas 3. Monitor masukan
210219 fokus menyempit makanan dan cairan
210210 frekuensi napas dan hitung intake
210220 denyut nadi harian
4. Anjurkan klien untuk
menghindari makanan
atau minuman yang
bersifat iritatif.
5. Motivasi klien untuk
tetap minum yang
cukup

2 Hipertermi b.d proses Termoregulasi (0800) Kode : 3740Fever


inflamasi dan infeksi Treatment
Hipertermi (00007) 1. Suhu tubuh dalam rentang
Domain 11: Keamanan/ normal 36,5 C 37,5 C 1. Anjurkan klien untuk
Perlindungan 2. Nadi dalam rentang mengkonsumi cairan
Kelas 6: Termoregulasi normal 60-100 x/menit. yang cukup dan
Definisi: suhu inti tubuh 3. RR dalam rentang normal mempertahankan
di atas kisaran normal 4. Tidak ada perubahan intake dan output yang
karena kegagalan warna kulit seimbang
termoregulasi 5. Klien merasa nyaman 2. Anjurkan klien untuk
Batasan Karakteristik : melakukan kompres
1. Kulit memerah pada lipat paha dan
2. Suhu tubuh aksila
meningkat di atas 3. Tingkatkan sirkulasi
rentang normal udara
(>37,5 C) 4. Tingkatkan intake
3. RR meningkat cairan dan nutrisi
4. Takikardi 5. Kolaborasi pemberian
5. Kulit hangat bila di antipiretik dan
sentuh antibiotik sesuai
indikasi

3 Gangguan Eliminasi 1. Urinary elimination (0410) Manajemen Eliminasi Urin


Urine b.d infeksi traktus 2. Urinary continuence (0590)
urinarius (0502) 1. Pantau intake dan
Gangguan Eliminasi output.
Urin (00016) Kriteria Hasil 2. Pantau adanya distensi
Domain 3: Eliminasi dan 1. Klien tidak mengalami kandung kemih
90

Pertukaran dysuria dengan palpasi secara


Kelas 1: Fungsi 2. Klien tidak mengalami lembut.
urinarius urgensi dan frekuensi 3. Stimulasi reflex
3. Kandung kemih kosong bladder dengan
Definisi: disfungsi secara penuh kompres dingin pada
eliminasi urin 4. Tidak ada residu urine abdomen.
4. Berikan informasi
Batasan Karakteristik : mengenai perubahan
1. Disuria diit untuk menjaga
2. Sering berkemih uric acid, dan
3. Anyang-anyangan mengurangi iritasi
4. Inkontinensia kandung kemih seperti
5. Nokturia hindari minum
6. Retensi alcohol, kafein, teh
5. Jelaskan dengan baik
mengenai pentingnya
pelaksanaan konsumsi
antibiotik yang baik
dan diitnya terhadap
infeksi
6. Instruksikan klien
minum cairan lebih
atau disesuaikan
dengan BB untuk
membantu membilas
urin
7. Ambil contoh urin
untuk kultur dan
sensitivity
8. Instruksikan pasien
untuk membersihkan
perianal dari depan ke
belakang setiap kali
BAB atau BAK
4 Defisiensi pengetahuan Pengetahuan : proses penyakit Pengajaran proses
b.d kurangnya sumber (1803) penyakit (5602)
informasi tentang Pengetahuan: manajemen 1. Jelaskan tanda dan
kondisi, prognosis, dan penyakit akut (1844) gejala dari penyakit,
kebutuhan pengobatan. Pengetahuan: Perilaku penyebab
kesehatan (1805) 2. Eskplorasi bersama
Defisiensi Pengetahuan Kriteria Hasil: pasien apakah ia telah
(00126) 1. Pasien dan keluarga melakukan manajemen
Domain 5: Persepso menyatakan pemahaman gejala
Kognisi tentang penyakit, kondisi, 3. Jelaskan mengenai
Kelas 4: Kognisi prognosis, dan program proses penyakitnya,
pengobatan. sesuai kebutuhan
Definsi: 2. Pasien dan keluarga 4. Identifikasi
Ketiadaan atau mampu melaksanakan kemungkinan penyebab
91

defisiensi informasi prosedur yang dijelaskan 5. Berikan informasi


kognitif yang berkaitan dengan benar. mengenai kondisi
dengan topic tertentu 3. Pasien dan keluarga pasien, sesuai
mampu menjelaskan kebutuhan
Batasan karakteristik : kembali informasi yang 6. Diskusikan perubahan
Kurang pengetahuan telah dijelaskan oleh gaya hidup yang
Perilaku yangtidak tepat perawat / tim kesehatan mungkin diperlukan
lainnya. untuk mencegah dan
mengontrol proses
penyakit. Hal ini
seperti:
-perianal hygiene yang
baik dan benar,
pembersihan dari depan
ke belakang.
- membersihkan serta
buang air kecil setelah
melakukan hubungan
seksual
- kurangi konsumsi
makan-makanan atau
minuman yang bersifat
iritatable pada bladder
- anjurkan intake cairan
yang adekuat
- anjurkan untuk
mengurangi kebiasaan
dalam menahan pipis.
- konsumsi antibiotik
dengan tepat
7. Diskusikan pilihan
terapi/ penanganan
8. Jelaskan alasan dibalik
manajemen/ terapi yang
direkomendasikan.
Seperti: penegasan
konsumsi antibiotik
secara tepat, waktu,
dosis, hingga habis dan
jelaskan akan akibat
resistensi
9. edukasi tentang tanda
gejala yang harus
dilaporkan kepada
petugas kesehatan, serta
follow up kembali
keberhasilan terapi dan
manajemen dengan
92

pemeriksaan urinalisis
post obat habis atau
dalam rentang waktu
yang telah ditentukan.

3.4 Evaluasi

Evaluasi dilakukan secara keseluruhan untuk menilai keberhasilan intervensi


keseluruhan seperti dengan adanya pemeriksaan urinalisis ataupun kultur setelah
pengobatan selesai. Hal ini menentukan apakah pengobatan dilanjutkan atau telah
selesai. Evaluasi bakteri adalah nilai <105/mm dan apakah bakteri (+).

Sedangkan untuk evaluasi per diagnose, yang dapat dilakukan:

1. Pada diagnosa nyeri akut karakteristik nyeri, kualitas nyeri, frekuensi, lokasi,
frekuensi, pengekspresian nyeri secara verbal dan nonverbal
2. Pada diagnosa hipertermi reaksi pasien, suhu tubuh, kemerahan, akral hangat,
tanda-tanda vital
3. Pada diagnosa gangguan eliminasi nokturia, frekuensi, urgensi, dysuria

Defisiensi Pengetahuan pemahaman pasien akan penyakitnya, penyebab, proses


terjadi penyakitnya, tanda gejala, penanganannya, dan up
93

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Sistem perkemihan merupakan sebuah sistem vital di dalam tubuh manusia.


Sistem ini merupakan sistem yang penting untuk membuang sisa-sisa
metabolisme yang dihasilkan oeh tubuh terutama senyawa nitrogen seperti urea
dan kreatinin, bahan asing dan produk sisa lainnya. Kerusakan pada sistem
perkemihan dapat terjadi baik karena infeksi saluran kemih maupun pembesaran
kelenjar prostat.

Pembesaran kelenjar prostat telah menjadi permasalahan yang rumit saat ini,
sehingga pengenalan tentang penyakit ini sejak dini sangat diperlukan. Hal ini
akan berdampak pada pengetahuan dan pencegahan dari faktor resiko penyakit.
Begitu pula yang terjadi pada infeksi saluran kemih karena infeksi ini telah
menjadi penyakit yang membahayakan karena resistensi dari bakteri
penyebabnya. Oleh karena itu, pasien perlu meningkatkan pengetahuan dan
pencegahan terhadap faktor resiko penyakit.

4.2 Saran
Bagi mahasiswa/i keperawatan agar mengetahui asuhan keperawatan pada
sistem perkemihan.
94

Daftar Pustaka

Aspiani, Reny Yuli. 2015.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. TIM
Brunner & Suddarth. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 3. Jakarta: EGC
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2010. Rencana Asuhan Keperawatan (
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien).
Jakarta: EGC
Bimantara, Dony Rosmana.2016. Jahe Mengurangi Koloni Uropathogenic Escerichia
coli pada Wanita Menopause
dengan Infeksi Saluran Kemih Asimtomatis. Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga
Basuki B. Purnomo. 2011. Dasar dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto
Brusch, John L, et al. 2016 . Urinary Tract Infection in Males Treatment &
Management. http://emedicine.medscape.com
Grabe (Chair), R. Bartoletti, T.E. Bjerklund Johansen. 2015. Guidelines on Urological
Infections. European Association of Urology
Gontero, Paolo dan Frea. 2013. Bruno. Lower Abdominal Pain/Suprapubic Pain.
Dipartimento di Scienze Chirurgiche , Universit degli Studi di Torino,
C.so Dogliotti, 14 , Torino
Harmita dan Radji, M., 2008. Kepekaan Terhadap Antibiotik. Dalam: Buku Ajar
Analisis Hayati, Ed.3. EGC, Jakartar: 1-5
Hardjowidjoto S. (2006).Benigna Prostat Hiperplasia.Airlangga University Press.
Surabaya
Huda, Amin dan Kusuma, Hardhi.2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapam Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai kasus Edisi Jilid 1.
Yokyakarta : MediAction
Ismail, Hasanuddin & Bahar, B. Hubungan Pendidikan, Pengetahuan dan
Motivasi dengan Kepatuhan Diet pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di
95

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal


Ilmiah Kesehatan Diagnosis Vol.1, No.3, pp. 1-8
Long, B.C., 2016. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan). Jakarta: EGC.
Lab / UPF Ilmu Bedah, 2014. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas
Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
Junqueira, L.C and Carneiro, J. 2007. Basic Histology Text and Atlas 11th Edition.
McGraw-Hills Access Medicine.
Kapoor, A. 2012. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) Management in the Primary
Care Settings. Can J Urol 2012;19(Suppl 1) 10-17
Nelwan, R.H.H., 2006. Pemakaian Antimikrobia Secara rasional di Klinik, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI Jakarta
Nguyen, H.T. (eds), 2004. Bacterial Infection of the Genitourinary Tract. In: Tanagho,
E.A., and McAninch, J.W., ed. Smiths General Urology 16th
Nursalam dan B.B, Fransica. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika
Price & Wilson. 2005. Pathofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:
EGC
Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan RI Tahun 2013
Prabowo, Eko dan Pranata, Eka Andi. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan, Pendekatan Nanda, NIC dan NOC. Yokyakarta : Nuha Medika
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1, Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tenke, Peter dan Mezei,Tunde dan Bode, Imre.2017. Catheter-associated Urinaru
Tract Infections. Europan Urology Suplement Journal 16
Sjamsuhidajat & Wim de Jong. 2007. Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S., 2007. Perbandingan Penggunaan
Antibiotika Pada Pengobatan Pasien Infeksi Saluran Kemih Yang
Menjalani Rawat Inap di Salah Satu RSUD di Yogyakarta Tahun 2004
dan 2006. Universtitas Islam Indonesia, Yogyakarta: 57-63
96

U.W, Margaretha. 2009 . Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.Kupang : PC Union


HS
www.sumberilmu.blogspot.com/2008/askep-bph-benigna-prostat-hiperplasia.
Diakses tanggal 20 Maret 2017
Pricwe,Silvia A. dan Wilaon, Lorraine M. 2006. Patifisiologi Konsep klinis dan Proses-
proses penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC
97

Lampiran lampiran

Satuan Acara Penyuluhan ISK

SATUAN ACARA PENYULUHAN


INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
1. Pokok Bahasan : Sistem Perkemihan
2. Judul : Penyakit infeksi perkemihan (Cystitis)
3. Sasaran : pasien rawat jalan yang menderita cystitis
4. Hari/tanggal : Selasa, 9 Mei 2017
5. Waktu : 20 menit
6. Sub Pokok bahasan
a. Pengertian cystitis
b. Penyebab cystitis
c. Tanda dan Gejala cystitis
d. Klasifikasi cystitis
e. Penatalaksanaan cystitis
f. Pencegahan cystitis
7. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan peserta mengerti dan
memahami tentang penyakit cystitis
b. Tujuan Khusus
Setelah diberi penyuluhan peserta diharapkan mampu:
1. Menjelaskan tentang pengertian cystitis dengan benar
2. Menyebutkan tentang penyebab dari penyakit cystitis dengan benar
3. Menyebutkan tentang Tanda dan gejala dari penyakit cystitis dengan
benar
4. Menyebutkan penatalaksanaan cystitis dengan benar
5. Menyebutkan tentang pencegahan dari penyakit cystitis dengan
benar
8. Metode
98

Ceramah. Diskusi, dan Tanya jawab

9. Media
Leaflet dan power point
10. Kegiatan Operasional

NO Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta


1 2 menit Pembukaan (moderator) Peserta : menjawab
a. Mengucakan salam dan salam
terimakasih atas
kedatangan Mendengarkan serta
para peserta memperhatikan
b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan tujuan
2 10 menit Ceramah atau
penyampaian Menjawab pertanyaan
materi ( peserta ) Mendengarkan serta
a. Menggali pengetahuan peserta memperhatikan
b. Pengertian cystitis
c. Penyebab cystitis
d. Tanda dan Gejala cystitis
e. Penatalaksanaan cystitis
g. Pencegahan cystitis
3 5 menit Evaluasi Peserta mengajukan
a. Memberikan kesempatan pertanyaan
kepada peserta untuk bertanya Peserta memperhatikan
b. Menjawab pertanyaan yang dan mendengarkan
diajukan peserta Peserta menjawab
c. Memberikan pertanyaan pertanyaan
kepada peserta Membalas terimakasih
Membalas salam
4 3 menit Penutup Peserta menjawab salam
a. Mengucapkan terimakasih dan
meminta maaf apabila ada
99

kesalahan
b. Mengucapkan salam

11. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
1. Menyiapkan SAP
2. Menyiapkan materi dan media
3. Kontrak waktu dengan sasaran
4. Menyiapkan tempat
5. Menyiapkan pertanyaan
b. Evaluasi Proses
1. 100% pasien hadir
2. Media dapat digunakan dengan baik
3. Pendidikan kesehatan dapat dilaksanakan sesuai waktu
4. Pasien yang hadir berpartisipasi aktif
5. 100% pasien dapat mengikuti sampai selesai
c. Evaluasi Hasil
1. Jelaskan secara singkat pengertian cystitis
2. Sebutkan 4 penyebab cystitis
3. Sebutkan 3 tanda dan gejala cystitis
4. Sebutkan masing-masing 2 penatalaksanaan cystitis
5. Sebutkan 4 cara mencegah cystitis
12. Lampiran materi
Materi dalam penyuluhan Infeksi Saluran Kemih (ISK)
a. Pengertian cystitis
b. Penyebab cystitis
c. Tanda dan Gejala cystitis
d. Klasifikasi cystitis
e. Penatalaksanaan cystitis
f. Pencegahan cystitis

MATERI PENYULUHAN
Cystitis
100

j. Pengertian
Adalah inflamasi akut pada mukosa kandung kemih akibat infeksi
oleh bakteri. Sistitis merupakan inflamasi kandung kemih yang
disebabkan oleh infeksi dari uretra (Nursalam dan Fransisca,2011;
Aspiani,2015)
k. Penyebab sistitis
Penyebab dari infeksi pada kandung kemih ini (Aspiani,2015) adalah :
4) Bakteri
Kebanyakan adalah Eschericia coly dan yang lain adalah
Enterococcus, Klebsiela, Proteus, Pseudomonas,dan
Staphylococus.
5) Jamur
Infeksi jamurnya adalah Candida
6) Virus dan parasit
Infeksi yang disebabkan oleh virus dan parasit jarang terjadi
tetapi biasanya terdapat pada vagina misalnya Trichomonas
Cara penularan bakteri ini adalah :
3) Melalui hubungan intim
4) Pemakaian kontrasepsi spermisid diagfragma karena dapat
menyebabkan sumbatan parsial uretra dan pengosongan kandung
kemih yang tidak lengkap serta perubahan pH dan flora normal
vagina ( Nursalam dan Fransisca, 2011).
Penyebab sistitis interestial belum diketahui meskipun terdapat
dugaan berasal dari suatu inflamasi atau autoimun. Dugaan penyebab
mencakup penetrasi iritan urin kedalam uretelium atau jaringan
suburotelial yang menyebabkan defek barier diantara urin dan mukosa
dinding kandung kemih (Brunner dan Suddarth, 2005). Menurut Arif
Muttaqin dan Kumala Sari,2001; Aspiani, 2015, ada beberapa faktor
yang memungkinkan terjadinya infeksi interestial,yaitu :
h. Peran patogenik dari sel mast didalam lapisan mukosa
kandung kemih
101

i. Kekurangan lapisan glikosaminogen pada permukaan lumen


kandung kemih sehingga peningkatan permeabilitas jaringan
submukosa yang mendasari untuk beracun dalam urin
j. Infeksi dengan agen
k. Produksi toksin dalam urine
l. Reaksi hipersensitivitas neurogenik atau peradangan
diperantai secara lokal dikandung kemih
m. Manifestasi dari disfungsi otot dasar panggul dan
disfungsional pengeluaran urin
n. Gangguan autoimun

Penyebab lain dari sistis bisa juga disebabkan oleh tidak


berfungsinya epitel kandung kemih untuk menyimpan urin yang
menyebabkan adanya kebocoran pada lapisan dalam kandung kemih.
Sistitis kebanyakan terjadi pada wanita usia lanjut dengan angka
kejadian 0,2 % tiap bulan. Setiap wanita mempunyai resiko sebesar 50%
untuk terserang sistitis (Aspiana, 2015). Sistitis lebih sering terjadi pada
wanita daripada pria berkaitan dengan kolonisasi bakteri di vagina
sedangkan pada pria dikaitkan dengan infeksi prostat, epididimitis atau
batu kandung kemih (Brunner dan Suddart, 2005). Selain karena
anatomis dari uretra yang lebih pendek pada pria juga getah cairan
prostat pada pria mempunyai sifat bakterisidal sehingga relatif tahan
teradapa ISK. Faktor resiko penderita sistis adalah bayi prematur, wanita
usia subur, wanita dengan KB IUD/spermisida, diabetes, dan penurunan
obstruksi saluran kencing.
l. Klasifikasi
Menurut Basuki,2008 dan Brunner dan Suddart,2011; Apsiana,
2015, sistitis dapat dibedakan sebagai berikut :
3) Sistitis akut atau sistitis tipe infeksi adalah inflamasi akut pada
mukosa buli-buli yang sering disebabkan oleh infeksi bakteri.
Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E. Coli,
bisa juga disebabkan oleh virus, jamur, dan parasit. Sistitis ini
102

mudah terjadi jika pertahanan lokal tubuh menurun, yaitu pada


DM atau trauma lokal minor seperti pada saat senggama
(Purnomo,2015).
4) Sistitis interstitial (inflamasi kronik kandung kemih) atau sistitis
tipe non infeksi yang bukan disebabkan oleh bakteri dan tidak
berespon terhadap antibiotik. Gangguan terutama dialami oleh
wanita ( 40-50 tahun), namun juga dapat menyerang segala usia,
ras atau jenis kelamin. Penyakit ini dikarakteristikan oleh demam,
gejala iritabel (sering berkemih, nokturia, urgensi, rasa tertekan
pada area suprapubis, nyeri pada saat kandung kemih penuh) dan
terutama ditandai dengan hilangnya kapasitas kandung kemih.

m. Patofisiologi
Penyebab infeksi tersering adalah bakteri E. Coli. Bakteri ini bisa
masuk ke kandung kemih melalui penyebaran hematogen, lymphogen
dan eksogen. Ada tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi,
yaitu virulensi dari kuman, ukuran dari jumlah mikroorganisme yang
masuk kedalam tubuh dan keadekutan dari mekanisme pertahanan
tubuh.
Dengan koloni bakteri yang terlalu banyak akan mempengaruhi sistem
pertahanan tubuh alami individu. Dalam kondisi normal urin dan
bakteri tidak mampu menembus dinding mukosa kandung kemih.
Lapisan mukosa kandung kemih tersusun dari sel-sel urotenial yang
memproduksi mucin yaitu unsur yang membantu mempertahankan
integritas lapisan kandung kemih dan mencegah kerusakan serta
inflamasi kandung kemih. Mucin juga mencegah bakteri melekat pada
sel urotelial.
Selain itu tingkat keasaman pH urine dan kondisi peningkatan atau
penurunan cairan tubuh memiliki kontribusi terhadap produksi urin.
Produksi urin yang banyak berfungsi mempertahankan integritas
mukosa, beberapa bakteri dapat masuk dan sistem urin akan
mengeluarkannya. Urine merupakan produk steril, dihasilkan dari
103

ultrafiltrasi darah pada glumerolus dan nefron ginjal dan dianggap


sebagai sistem tubuh yang steril. Akan tetapi uretra merupakan pintu
masuk bagi kuman patogen. Pada wanita 1/3 bagian distal dari uretra
diserati jaringan periuretral dan vestibula vaginalis banyak dihuni
bakteri dari usus. Kolonisasi basi wanita didaerah tersebut diduga
karena perubahan flora normal dari daerah perineum, berkurangnya
antibodi, bertambahnya daya lekat organisme pada sel epitel pada
wanita.
Mikrorganisme naik ke blader waktu miksi karena tekanan urine
dan selama miksi terjadi refluks kedalam kandung kemih setelah
mengeluarkan urine. Hal ini dinamakan asending infeksi dari saluran
kemih. Pada wanita biasanya berupa sistitis akut karena jarak uretra ke
vagina pendek, kelainan periuretral, kontaminasi feses, efek mekanik
koitus, serta infeksi kekambuhan organisme gram negatif dari saluran
vagina dan genital eksterna memungkinkan organisme masuk ke vesika
perkemihan.
n. WOC (Terlampir)
o. Manifestasi klinis
Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi
kemerahan , edema, dan hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urin
akan mudah terangsang untuk segera mengeluarkan isinya, hal ini akan
menimbulkan frekeunsi. Kontraksi buli-buli akan menyebabkan rasa
nyeri atau sakit didaerah suprapubik dan eritema mukosa buli-buli
mudah berdarah dan menimbulkan hematuria. Tidak seperti gejala pada
infeksi saluran kemih bagian atas, sistitis jarang disertai dengan demam,
mual, muntah, badan lemah, dan kondisi umum yang menurun. Jika
disertai demam dan nyeri pinggang perlu dipikirkan adanya penjalaran
infeksi ke saluran kemih bagian atas ( Purnomo, 2015). Tanda dan
gejala systis adalah :
2) Disuria
3) Rasa panas seperti terbakar saat kencing
4) Adanya nyeri pada tulang punggung bagian bawah
104

5) Urgensi (rasa terdesak saat kencing)


6) Nocturia (cenderung kencing pada malam hari akibat
penurunan kapasitas kandung kemih)
7) Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna
8) Inkontinensia
9) Retensi urin
10) Nyeri suprapubik
Pada pemeriksaan fisik, urine berwarna keruh, berbau, dan pada
urinalisis terdapat piuria, hematuria, dan bakteriuria. Kultur urine
sangat penting untuk mengetahui jenis kuman penyebab infeksi. Jika
sistitis sering mengalami kekambuhan perlu dipikirkan adanya kelainan
lain pada buli-buli (keganasan dan urolitiasis) sehingga diperlukan
pemeriksaan pencitraan dan sistoskopi (Purnomo,2015)
p. Pemeriksaan penunjang
6) Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan urinalisis (urin
tengah) dan ketika infeksi terjadi dimana memperlihatkan
bakteriuria, WBC, RBC, dan endapan sel darah putih dengan
keterlibatan ginjal
7) Tes sensitifitas yang mana banyak mikroorganisme sensitif
terhadap antibiotik dan antiseptik berhubungan dengan infeksi
ulang
8) Pemeriksaan radiologi
Sistitis ditegakkan berdasarkan histori, pemeriksaan medis dan
laborat, jika terdapat retensi urine dan obstruksi aliran urin
dilakukan IPV (identifikasi perubahan dan abnormalitas
struktural).
9) Kultur urin untuk mengidentifikasi penyebab
10) Sinar X ginjal, ureter, dan kandung kemih mengidentifikasi
anomali struktur nyata.

q. Penatalaksanaan
3) Farmakoterapi
105

Penanganan sistitis yang ideal adalah agens antibakterial yang


secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan
efek minimal terhadap flora fekal dan vagina. Pada uncomplicated
sistitis: pada wanita cukup diberikan terapi dengan antimikroba
dosis tunggal atau jangka pendek (1-3 hari) sesuai hasil kultur.
Tetapi jika hal ini tidak memungkinkan maka dipilih antimikroba
yang masih cukup sensitif terhadap E. Coli antara lain:
nitrofurantoin, trimetroprim sulfametoksazol atau ampisilin. Selain
itu diperlukan juga obat antikolinergik untuk mencegah
hiperiritabilitas buli-buli (propantheline bromide) dan
fenazopiridin hidroklorida sebagai antiseptik pada saluran kemih
(Nursalam dan Fransisca, 2011).
4) Keperawatan
Penatalaksanaan pada sistitis akut adalah minum banyak cairan
untuk mengeluarkan bakteri yang ada didalam urin dan membuat
suasana air kemih menjadi basah dengan meminum baking soda
yang dilarutkan didalam air. Selain itu, penderita meningkatkan
intake cairan 2-3 liter/hari, kaji haluaran urine terhadap perubahan
(warna, bau, pola berkemih) masukan dan haluaran setiap 8 jam,
hindari sesuatu yang membuat iritasi, dan kosongkan kandung
kemih segera setelah merasa ingin BAK.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara:
1. Minum antibiotik secara rutin untuk mencegah
kekambuhan dan resisten terhadap antibiotic tersebut
Jika antibiotic habis, disarankan untuk melakukan
urinalisis kembali untuk melihat apakah masih terdapat
bakteri atau tidak sehingga bisa dilakukan untuk
menentukan pemberian antibiotic kembali
2. Manajemen nutrisi
3. Menjaga kebersihan daerah perineum
4. Manajemen cairan
106

5.

Lampiran WOC BPH

Kadar estrogen tetap normal


107

WOC SISTITIS

1. Kelaianan Periuretra Mikroorganisme ( E.colli, Enterococci, Proteus,


Stafilokokus aeurus ) mudah berkembang biak didalam
2. Efek mekanik koitus
urine
3. Defek mukosa uretra
4. Kesalahan membersihkan
perineum dan tidak BAK setelah
koitus Menuju vesika urinaria dan Kandung kemih menegang
5. Statis urine mengikis mukosa bladder

6. Obstruksi saluran kemih Nyeri suprapubik


7. Jarang minum air
Mukosa kandung kemih meradang
CV mudah berdarah
Eritema dan mukosa

Epitelium teriritasi Vesika urinaria tidak dapat menampung Reaksi hipersensitif bila terisi urin
urin dalam jumlah banyak

Kencing terasa sakit Terganggunya proses berkemih Vesika urinaria mudah mengeluarkan
urin

Dysuria Pengosongan yang tidak tuntas


Frekuensi kencing meningkat

Sering kencing
Ganguan rasa nyaman Nyeri Vesika urinaria gagal menyimpan
urin

Nokturia

Ganguan pola eliminasi urin Urin keluar dari Vesika urinaria

Inkontinensia

Anda mungkin juga menyukai