SGD - Kelompok II - KMB - AJ2
SGD - Kelompok II - KMB - AJ2
MAKALAH
KELOMPOK 2 AJ2_B19
NO NAMA NIM
FAKULTAS KEPERAWATAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa , karena
berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.
Dalam makalah ini, kami membahas tentang gangguan sistem perkemihan
khususnya pada penyakit BPH dan Infeksi Saluran Kemih.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mengenai
penyakit pada sistem perkemihan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.
Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang membantu terselesaikannya makalah ini. Makalah ini menurut kami masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami butuhkan. Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua yang
membacanya.
Penulis
Kelompok II
ii
DAFTAR ISI
3.2
iii
4.2 Saran ................................................................................................. 36
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Sistem perkemihan merupakan sebuah sistem vital di dalam tubuh manusia. Sistem
ini merupakan sistem yang penting untuk membuang sisa-sisa metabolisme yang
dihasilkan oeh tubuh terutama senyawa nitrogen seperti urea dan kreatinin, bahan asing
dan produk sisa lainnya. Sampah metabolism ini disekresikan oleh ginjal dalam bentuk
urin. Urin kemudian melewati ureter menuju kandung kemih untuk disimpan sementara
dan akhirnya secara periodik akan dikeluarkan melalui uretra (Jusuf, 2001). Selain
sebagai sistem yang berperan penting dalam sekresi zat-zat sisa metabolisme, sistem
perkemihan juga berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit, dan sekresi hormon renin-angiotensin yang berpengaruh terhadap pengaturan
tekanan darah.
Sistem perkemihan terdiri dari beberapa organ, yaitu: ginjal, ureter, vesica urinaria,
dan uretra. Terdapat berbagai masalah yang dapat ditemukan dalam sistem perkemihan
ini. Adanya gangguan dalam sistem perkemihan dapat meningkatkan angka mortalitas
dan morbiditas suatu bangsa, seperti halnya pada masalah gagal ginjal yang sangat
berpengaruh terhadap keseimbangan asam-basa, cairan, sekresi yang secara tidak
langsung dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian.
Berdasarkan data Riskesdas nilai Gagal Ginjal Kronis ditemukan sebanyak 0,2 %
yang telah terdiagnosis, sedangkan untuk batu ginjal sebesar 0,6%. Adapun penyakit lain
yang berkontribusi terhadap morbiditas gangguan sistem perkemihan, antara lain gagal
ginjal dengan jumlah penderita sekitar 150 juta orang dengan 10 juta orang menjalani
hemodialis (Ismail, Hasanuddin, dan Bahar, 2014), Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang
berkontribusi terhadap penyakit komunitas dan sekitar 150 juta orang di dunia mengalami
ISK setiap tahunnya, serta Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) dengan prevalensi 25 %
pada usia 50-59 tahun, dan mencapai 43% pada usia lebih dari 60 tahun.
2
1.2.RUMUSAN MASALAH
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan BPH (Benigna Prostat Hyperplasia)?
1.2.2 Apakah yang dimaksud dengan Infeksi Saluran Kemih?
1.2.3 Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Infeksi Saluran Kemih?
1.3.TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
perkemihan : BPH dan Infeksi saluran kemih
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Menjelaskan konsep teori dan asuhan keperawatan mengenai penyakit BPH
(Benigna Prostat Hyperplasia)
1.3.2.2 Menjelaskan konsep teori dan asuhan keperawatan mengenai Infeksi
Saluran Kemih
1.3.2.3 Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan Infeksi Saluran
Kemih.
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
II. Uretra
Uretra merupakan
tabung yang menyalurkan
urine keluar dari buli-buli
melalui proses miksi.
Secara anatomis uretra
dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu uretra posterior dan
uretra anterior. Organ ini
berfungsi dalam
menyalurkan cairan mani.
Uretra diperlengkapi
Gambar 2.4 Anatomi Uretra
dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli
dan uretra serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan
uretra anterior dan posterior.
Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersyarafi
oleh sistem simpatetik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini
terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris yang
dipersyarafi oleh sistem somatik. Aktivitas sfingter ini dapat diperintah
sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini
terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.
Uretra psoterior pria terdiri atas uretra 1) pars prostatika, yakni
bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, 2) uretra pars
membranasea. Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu
tonjolan verumontanum, dan disebelah proksimal dan distal
verumontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vas
deferens, yaitu kedua duktus ejakulatorius, terdpat dipinggir kiri dan
kanan verumontanum. Sekresi kelenjar prostat bermuara didalam
duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.
6
c. Mekanisme Berkemih
Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya
bersifat otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi
berkemih, keadaan ini disebabkan oleh reseptor regang sensorik pada dinding
kandung kemih sampai reseptor pada uretra posterior ketika mulai terisi urin
pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor
kandung kemih ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus
kemudian secara reflek kembali lagi ke kandung kemih melalui syaraf
parasimpatis (Syaifuddin, 2001).
Berkemih pada dasarnya merupakan reflek spinal yang akan difasilitasi
dan dihambat oleh pusat-pusat susunan syaraf yang lebih tinggi. Urin yang
memasuki kandung kemih tidak begitu meningkatkan tekanan intravesika
sampai terisi penuh. Pada kandung kemih ketegangan akan meningkat dengan
meningkatnya isi organ tersebut, tetapi jari-jaripun bertambah, oleh karena itu
peningkatan tekanan hanya akan sedikit saja, sampai organ tersebut relatif
penuh. Selama proses berkemih otot-otot perinium dan sfingter uretra eksterna
relaksasi, otot detrusor berkontraksi dan urin akan mengalir melalui uretra.
Kontraksi otot-otot perinium dan sfingter eksterna dapat dilakukan secara
volunter, sehingga mencegah urin mengalir melewati uretra atau menghentikan
aliran urin saat sedang berkemih (Guyton, 2006).
Proses pengosongan kandung kemih terjadi bila kandung kemih terisi penuh.
Proses miksi terdiridari dua langkah utama:
1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah
kedua. Terjadinya distensi atau peningkatan tegangan pada kandung kemih
mencetuskan refleks I yang menghasilkan kontraksi kandung kemih dan
refleks V yang menyebabkan relaksasi uretra.
2. Timbul refleks saraf yang disebut reflek miksi (refleks berkemih) yang
berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal setidaknya
menimbulkan kesadaran dan keinginan untuk berkemih. Ketika proximal
uretra mengalirkan urin maka akan mengaktifkan refleks II yang akan
menghasilkan kontraksi kandung kemih dan IV sehingga stingfer eksternal
dan uretra akan berelaksasi, sehingga urin dapat keluar. Jika tejadi distensi
pada uretra yang bisa disebabkan karena sumbatan, atau kelemahan sfingter
7
3. Derajat 3: batas atas prostat tidak dapat diraba, sisa volume urine > 100 ml
4. Derajat 4: terjadi retensi total
Beban di perut itulah yang menekan otot organ seksual, sehingga lama-lama
organ seksual kehilangan kelenturannya, juga akan mengganggu kinerja testis.
Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh terhadap
pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen
dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar prostat.
6. Pola Diet
Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium berpengaruh pada
fungsi reproduksi pria. Defisiensi seng berat dapat menyebabkan pengecilan
testis yang selanjutnya berakibat penurunan kadar testosteron. Selain itu,
makanan tinggi lemak dan rendah serat juga membuat penurunan kadar
testosteron. Risiko lebih besar terjadinya BPH adalah mengkonsumsi margarin
dan mentega, yang termasuk makanan yang mengandung lemak jenuh.
Konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang tinggi (terutama lemak
hewani), lemak berlebihan dapat merusak keseimbangan hormon yang berujung
pada berbagai penyakit.
7. Aktivitas Seksual
BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan kebersihan. Saat
kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah
sebelum terjadi ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi
hambatan prostat yang mengakibatkan kelenjar tersebut bengkak permanen.
Seks yang tidak bersih akan mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan
BPH. Aktivitas seksual yang tinggi juga berhubungan dengan meningkatnya
kadar hormon testosterone.
8. Merokok
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan
aktifitas enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar
testosteron.
9. Alkohol
Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang
penting untuk prostat yang sehat (NKUDIC, 2006).
10. Olahraga
Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit
mengalami BPH. Dengan aktif olahraga, kadar dihidrotestosteron & lemak
darah dapat diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko BPH. Selain itu,
11
olahraga akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat
tetap stabil. Dianjurkan olahraga ringan yang dapat memperkuat otot sekitar
pinggul dan organ seksual (Yatim, 2004).
11. Penyakit Diabetes Melitus
Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai
risiko tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit
Diabetes Mellitus mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH.
keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat
terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah
sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis
menyebabkan jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan
jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan meningkat sehingga menyebabkan
pertambahan massa prostat.
miksi.Karena produksi urine terus terjadi maka vesika tidak mampu lagi
menampung urine sehingga tekanan intravesika terus meningkat melebihi tekanan
sfingter. Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli
pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan
aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan
ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan
akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat
apabila terjadi infeksi. Sisa urine yang terjasi selama miksi akan menyebabkan
terbentuknya batu endapan yang dapat menyebabkan hematuria, sistisis dan
pielonefritis (Arif, Muttaqin, 2011:258).
2.1.8 WOC ( Terlampir )
2.1.9 Diagnosis BPH
Diagnosis BPh dapat ditegakkan berdasarkan atas bebagai pemeriksaan awal
dan pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan awal harus
dilakukan oleh setiap dokter yang menangani pasien BPH, sedangkan pemeriksaan
tambahan yang bersifat penunjang dikerjakan jika ada indikasi untuk melakukan
pemeriksaan itu. Pada international Consultation on BPH (IC-BPH) yang ke-5
membagi kategori pemeriksaan untuk mendiagnosis BPH menjadi, yaitu
pemeriksaan awal (recommended) dan pemeriksaan spesialistik urologi
(IAUI,2015).
1. Anamnesis
Pasien BPH perlu dilakukan pemeriksaan awal dengan melakukan wawancara
yang cermat sehingga bisa didapatkan data yang tepat tentang riwayat
penyakitnya. Menurut Purnomo (2015), anamnesis dapat dilakukan untuk
memperoleh gambaran klinis pada saluran kemih maupun diluar saluran kemih,
yaitu :
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan yang dirasakan oleh pasien BPH adalah gejala obstruksi dan gejala
iritatif. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan maka Organisasi
Kesehatan Dunia dan Asosiasi Ahli Urologi Amerika membuat skor
internasional gejala prostat atau IPSS (International Prostatic Symptom Score)
yang telah distandarisasi.
Analisis pada IPSS ini dimana terdiri dari gejala dengan 7 pertanyaan yang
masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35.
15
Interpretasi :
Skor 0-7 : bergejala ringan
Skor 8-19 : bergejala sedang
Skor 20-35: bergejala berat
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan
hematuria. Pemeriksaan ini dilakukan bila BPH yang sudah menimbulkan
komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang
menimbulkan keluhan miksi, di antaranya: karsinoma buli-buli in situ atau
striktura uretra. Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih
perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau terdapat kecurigaan
adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urin.
Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urine dan telah
memakai kateter, peme-riksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena
seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan
kateter.
b. Pemeriksaan fungsi ginjal
Obstruksi infravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus
urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat
BPH terjadi sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal
menyebabkan resiko terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering
dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas
menjadi enam kali lebih banyak. Oleh karena itu, pemeriksaan faal ginjal
ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan
pencitraan pada saluran kemih bagian atas (IAUI,2015).
18
BPH dikerjakan oleh sebagian besar ahli urologi untuk mengungkapkan adanya:
(a) kelainan pada saluran kemih bagian atas, (b) divertikel atau selule pada buli-
buli, (c) batu pada buli-buli, (d) perkiraan volume residual urine, dan (e)
perkiraan besarnya prostat. Pemeriksaan pencitraan terhadap pasien BPH dengan
memakai IVP atau USG, ternyata bahwa 70-75% tidak menunjukkan adanya
kelainan pada saluran kemih bagian atas; sedangkan yang menunjukkan
kelainan, hanya sebagian kecil saja (10%) yang membutuhkan penanganan
berbeda dari yang lain. Oleh karena itu pencitraan saluran kemih bagian atas
tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan pada BPH, kecuali jika pada
pemeriksaan awal diketemukan adanya: (a) hematuria, (b) infeksi saluran kemih,
(c) insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan USG), (d) riwayat
urolitiasis, dan (e) riwayat pernah menjalani pembedahan pada saluran
urogenitalia. Pemeriksaan sistografi maupun uretrografi retrograd guna
memperkirakan besarnya prostat atau mencari kelainan pada buli-buli saat ini
tidak direkomendasikan . Namun pemeriksaan itu masih berguna jika dicurigai
adanya striktura uretra.Pemeriksaan USG prostat bertujuan untuk menilai bentuk,
besar prostat, dan mencari kemungkinan adanya karsinoma prostat. Pemeriksaan
ultrasonografi prostat tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin, kecuali
hendak menjalani terapi: (a) inhibitor 5- reduktase, (b) termoterapi, (c)
pemasangan stent,(d) TUIP atau (e) prostatektomi terbuka. Menilai bentuk dan
ukuran kelenjar prostat dapat dilakukan melalui pemeriksaan transabdominal
(TAUS) ataupun transrektal (TRUS). Jika terdapat peningkatan kadar PSA,
pemeriksaan USG melalui transrektal (TRUS) sangat dibutuhkan guna menilai
kemungkinan adanya karsinoma prostat (IAUI,2015).
h. Uretrosistoskopi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan uretra prostatika
dan buli. Pada kasus yang disertai dengan hematuria atau dugaan adanya
karsinoma buli-buli, pemeriksaan ini sangat membantu dalam mencari lesi pada
buli-buli.
i. Pemeriksaan urodinamika
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui penyebab dari pancaran
urin yang lemah, apakah karena obstruksi leher buli-buli dan uretra atau
kelemahan kontraksi otot detrusor.
21
Gambar 2.6 Skema pengelolaan BPH di Indonesia untuk dokter umum dan Non
spesialis Urologi
23
Gambar 2.7 Skema pengelolaan BPH di Indonesia untuk dokter spesialis Urologi
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:
a. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker
(penghambat alfa adrenergik)
b. Menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon
testosteron/dehidrotestosteron (DHT)
i. Obat Penghambat adrenergik
Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam
prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha
adrenergik.
ii. Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase
Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat
golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga
prostat yang membesar dapat mengecil.
iii. Fitoterapi
Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan, seperti: serenoa
repens atau saw palmetto dan pumpkin seeds. Saw Palmetto menunjukkan
perbaikan klinis dalam hal:
frekuensi nokturia berkurang
aliran kencing bertambah lancar
volume residu di kandung kencing berkurang
gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.
Mekanisme kerja obat diduga kuat:
menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir
reseptor androgen
bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat
aktivitas enzim cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase.
b. Terapi Operatif
Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan
penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, ISK, penurunan
fungsi ginjal, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis, kelainan pada
saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang tidak menunjukkan perbaikan setelah
25
Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya
jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Karena itu untuk mengurangi
timbulnya sindroma TUR P dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya
lebih mahal daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin, membatasi jangka
waktu operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk
mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.
Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)
Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran
prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan
pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau
incisi leher buli-buli atau bladder neck incision. Terapi ini juga dilakukan secara
endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada TUR
P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai
dari dekat muara ureter sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam
sampai tampak kapsul prostat. Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat
daripada TUR dan menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan
dengan cara TUR.
Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)
Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TURP) untuk mengangkat
prostat yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan
dengan TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan
operasi maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.
Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk
masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Terjadi
ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera
menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang
akan menyebabkan laser nekrosis lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga
hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat menyerupai rongga yang
terjadi sehabis TUR.
c. Invasif Minimal
1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
Cara memanaskan prostat sampai 44,5C 47C dengan memanaskan
kelenjar periuretral yang membesar ini dengan gelombang mikro (microwave)
27
4. Stent Urethra
Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya
saja kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada
yang spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter
(Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang
ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk
memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan
kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan
dengan kateter pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika
maka spiral tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent
ini merupakan cara mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif,
yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi penderita belum
memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih invasif.
2.1.11 Komplikasi BPH
2. Pemeriksaan Fisik
1) Breathing
Inspeksi : Dada tampak rata, simetris kiri dan kanan, tidak ada
pernapasan cuping hidung, pernapasan normal dengan pola teratur,tidak ada
tanda-tanda dispnea.
Auskultasi : Terdengar suara trakeobronkhial pada trakea, suara napas
lebih keras dan pendek saat inspirasi, Terdengar suara bronkovesikuler
didaerah bronki ( Sternum atas, torakal 3-4), Terdengar suara vesikuler pada
jaringan paru saat inspirasi dan ekspirasi sama.
Perkusi : Terdengar bunyi sonor pada daerah paru.
Palpasi : Teraba getaran vokal-fremitus pada dada (
kiri,kanan,depan,belakang)
2) Blood
Inspeksi : Inspeksi ictus cordis terlihat pada ICS-5 pada lineo medio
clavicularis kiri selebar 1 cm, vena jugularis tampak normal, tidak adanya
edema seluruh tubuh
Auskultasi :Bunyi jantung I terdengar pada ICS 4 Linea sternalis kiri dan
ICS 5 Linea medio clavikularis kiri, Bunyi jantung II terdengar di ICS 2 linea
sternalis kanan, terdenga bising jantung/murmur
Perkusi : Batas-batas jantung normal
Palpasi : Teraba ictus cordis 1 cm, frekuensi jantung meningkat,
tekanan darah dapat meningkat
3) Brain
Inspeksi : Klien tampak sadar, orientasi terhadap ruang waktu dan
tempat baik, ekspresi wajah baik, klien dapat membaui parfum, klien dapat
melihat benda yang ditunjukan perawat, dapat menggerakan bola mata ke
kiri kanan, klien dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, menucurkan
bibir,klien dapat merasakan gula yang manis, klien dapat menjawab apa
yang ditanya oleh perawat, klien dapat menelan makanan, klien dapat
mengangakat bahu kiri dan kanan, klien dapat menjulurkan lidah, Klien
dapat merasakan goresan kapas pada bagian dahi, pipi dan rahang bawah,
Auskultasi : -
Perkusi :-
Palpasi :-
31
4) Blader
Inspeksi : Klien tampak meringis, Terdapat penonjolan perut pada
daerah suprapubik, pada inspeksi penis uretra mengalami stenose meatus,
striktur urethra, atau femosis
Auskultasi :-
Perkusi : terdengar bunyi redup karena buli-buli penuh terisi urine
Palpasi :Saat ditekan pada daerah suprapubik, klien mau kencing,
terasa masa yang kontraktil dan ballottement, pada pemeriksaan colok dubur
dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa dan adanya
benjolan didalam rektum atau prostat, benigna menunjukkan konsistensi
kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak
dapatkan nodul, sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat
keras/teraba nodul dan mungkin di antara lobus prostat tidak simetris,
adanya nyeri ketok CVA
5) Bowel
Inspeksi : Mukosa mulut berwarna merah muda, turgor kulit baik,
abdomen tampak rata, umbilicus menonjol, tidak ada masa pada abdomen
Auskultasi : Terdengar pada suara peristaltik dengan frekuensi 5-35
x/menit,
Perkusi : Terdengar bunyi tympani pada abdomen
Palpasi : Tidak ada nyeri dan masa pada abdomen
6) Bone
Inspeksi : Tidak ada edema pada ekstremitas, ekstrimitas bawah kiri
dan kanan simetris, tidak ada deformitas dan pembengkakan pada tangan
Auskultasi : -
Perkusi :-
Palpasi : Kekuatan otot klien dengan kekuatan utuh kiri dan kanan,
refleks tendon bisep normal.
32
3. Diagnosa Keperawatan
Pre Op
No NANDA NOC NIC
1 Gangguan Eliminasi kriteria hasil : - Dorong klien untuk berkrmih
urin b.d obstruksi klien mampu tiap 24 jam dan bila tiba-tiba
mekanik, pembesaran berkemih dalam dirasakan
prostat, dekompensasi jumlah yang - observasi aliran urin,kekuatan
otot destrusor dan cukup, tidak pancaran
ketidakmampuan teraba distensi - awasi dan catat waktu
kandung kemih untuk kandung kemih berkemih
berkontraksi secara - berikan cairan dalam toleransi
adekuat jantung
- berikan obat sesuai indikasi
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter,
buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang
menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar, E.,
2004).
2.2.3 Insiden
Menurut Purnomo (2015), Infeksi saluran kemih dapat menyerang
pasien dari segala usia mulai dari bayi baru lahir hingga orangtua. Pada
umumnya wanita lebih sering mengalami episode ISK daripada pria; hal ini
karena uretra wanita lebih pendek daripada pria. Namun pada masa neonatus
36
ISK lebih banyak terdapat pada bayi laki-laki (2,7%) yang tidak menjalani
sirkumsisi daripada bayi perempuan (0,7%). Dengan bertambahnya usia
insiden ISK terbalik, yaitu pada masa sekolah, ISK pada anak perempuan 3%
dan anak laki-laki 1,1%. Insiden ISK ini pada usia remaja anak perempuan
meningkat 3,3 % sampai 5,8 %. Bakteriuria asimtomatik pada wanita usia 18-
40 tahun adalah 5-6 % dan angka itu meningkat menjadi 20 % pada wanita usia
lanjut.
2.2.4 Pathofisiologi
1. Pathogenesis
Mikrorganisme yang masuk didalam saluran kemih dapat masuk melalui
kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen.
a. Secara Asending
Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal
dari flora normal usus dan hidup secara komensal didalam introitus
vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan disekitar anus.
Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra prostat
vas deferens testis (pada pria) buli-buli ureter dan sampai ke
ginjal.
b. Secara Hematogen
Sering terjadi pada pasien yang sistem imunnya rendah sehingga
mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen. Ada beberapa
hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga
mempermudah penyebaran hematogen, yaitu adanya bendungan total
urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intra
renal akibat jaringan parut.
c. Secara Limfogen
Terutama dari saluran gastroinstestinalis (ada hubungan langsung
antara kelenjar getah bening kolon dan ginjal).
Gambar 2.9 Gambar Sinopsis Klasifikasi ISK diusulkan oleh EAU Bagian Infeksi Saluran
Kemih dan Mencakup Prinsip dasar diagnosis serta treatment
40
Menurut Aspiani (2015), ISK dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan pada usia lanjut,
yaitu :
1. Infeksi saluran kemih pada usia lanjut, yaitu :
a. ISK uncomplicated
Adalah ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tidak baik,
anatomi maupun fungsional normal. ISK ini pada usia lanjut terutama mengenai
penderita wanita dan inflamasi hanya mengenai mukosa superfisial kandung kemih.
b. ISK complicated
ISK ini sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali penyebab utama sulit
diberantas. Kuman resisten dengan beberapa antibiotik, sering terjadi bakterimia,
sepsis dan syok. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan sebagai berikut :
- Kelainan abnormal saluran kencing
- Kelainan faal ginjal
- Gangguan daya tahan tubuh
- Infeksi yang disebabkan oleh organisme virulen yang memproduksi urease.
41
2. Berdasarkan lokasi infeksi saluran kemih dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Infeksi atas (ginjal dan ureter) : Pyelonefritis
1) Pengertian
Pielonefritis adalah inflamasi infeksius mengenai
parenkim dan pelvis ginjal dimana infeksi ini
bermuara dari saluran kemih bawah kemudian
naik ke ginjal (Baradewa,2009; Aspiani, 2015).
Pielonefritis dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Pyelonefritis akut Gambar 2.11 Pyelonefritis
Suatu penyakit yang biasanya disebabkan oleh E scherica coli, Proteus, Klebsiella
spp,dan dapat pula disebabkan kuman-kuman kokus gram positif seperti
Staphilococus aureus,Streptokokus faekalis dan enterokokus. Kuman-kuman ini
berasal dari saluran kemih bagian bawah yang naik ke ginjal melalui ureter
(Purnomo, 2015).
b. Pyelonefritis kronis
Kambuhnya pyelonefritis akut mengarah ke pyelonefritis kronis yang terjadi
akibat infeksi yang berulang sehingga kedua ginjal perlahan menjadi rusak.
2) Etiologi
Mikroorganisme penyabab utama dari pielonefritis adalah E. Coli. Akan tetapi
Kowalak (2011) didalam Prabowo (2014) mengidentifikasikan beberapa
mikroorganisme yang juga ikut berperan,yaitu Klebsiella Proteus, Pseudomonas,
Staphylococus Aereus, dan enterococcus fawcalis. Selain itu, penyakit ini dapat juga
terjadi karena refluks uretrovesika sehingga menyebabkan urine mengalir kedalam
ureter. Hal ini biasanya terjadi akibat adanya obstruksi traktus urinarius, tumor
kandung kemih, striktu, dan BPH.
3) Manifestasi Klinis
a. Pyelonefritis akut
Tanda dan gejalanya adalah demam tinggi disertai menggigil, nyeri pada
perut dan pinggul disertai mual dan muntah. Kadang-kadang terdapat gejala
iritasi pada buli-buli, yaitu berupa disuria, frekuensi atau urgensi.
Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri pada pinggang dan perut, suara usus
melemah. Pada pemeriksaan darah menunjukan leukositosis disertai peningkatan
laju endap darah, urinalisis terdapat piuria, bakteriauria, dan hematuria. Pada
42
pielonefritis akut yang mengenai kedua sisi ginjal terjadi penurunan faal ginjal
dan pada kultur urine terdapat bakteriuria.
Pada pemeriksaan foto otot polos perut menunjukkan adanya kekaburan dari
bayangan otot psoas dan mungkin terdapat bayangan radio-opak dari batu saluran
kemih. Pada PIV terdapat bayangan ginjal membesar dan terdapat keterlambatan
pada fase nefogram. Perlu dibuat diagnosis banding dengan inflamasi pada organ
disekitar ginjal antara lain : pankreatitis, apendiksitis, kolesistitis, diverkulitis,
pneumonitis, dan inflamasi pada organ pelvis.
b. Pyelonefritis kronis
Tanda dan gejalanya adalah keletihan, sakit kepala, anoreksia, poliuria, haus yang
berlebihan, kehilangan berat badan, demam tinggi menggigil, dan sakit pinggang
yang hebat.
4) Patofisiologi
Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan
uretra. Flora normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas
aeruginosa, dan Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan
pielonefritis akut. E. coli menyebabkan sekitar 85% infeksi. Pyelonefritis akut biasanya
singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena tidak sempurna atau infeksi baru. 20
% dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi
bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi
fungsi ginjal. Abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortiko
medularis. P a d a akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi.
(Brunner & Suddarth, 2002)
Pada infeksi saluran kemih apapun, faktor resiko utama adalah refluks vesiko
ureter yang disebabkan oleh abnormalitas masuknya ureter kedalam kandung kemih.
Selama berkemih, kontraksi dinding kandung kemih normalnya menutup orifisium
ureter dan sudut ureter pada dinding kandung kemih membentuk katup yang mencegah
refluks. Jika ureter tidak melintasi dinding kandung kemih secara diagonal dan
orifisium membesar, maka berkemih menyebabkan refluks naik ke pelvis ginjal melalui
ureter, pada pelvis ginjal, dapat terjadi refluks intrarenal ke medulla. Refluks ini
biasanya menghilang saat dewasa, namun sebagian besar kerusakan terjadi sebelum
usia 5 tahun dan nefropathy refluks dapat mencapai 10-15% gagal ginjal stadium akhir.
Kerusakan ginjal tersebut dinamakan pielonefritis kronik dan didiagnosis secara
43
radiologis dengan clubbing kalises ginjal dan jaringan parut pada kroteks
(Ocallaghan.2007).
Pielonefritis akut dapat terjadi melalui bebapa mekanisme. Mekanisme pertama
berawal dari bagian atas yaitu ginjal dan ureter itu sendiri. Adanya obstruksi batu,
dilatasi pelvis dan ureter serta berbagai faktor yang menyebabkan statis urine. Urin
yang tertahan lama dapat memicu terjadinya infeksi, karena urin dapat menjadi
mediator penyebaran bakteri secara asenden. Mekenisme kedua diawali dari adanya
infeksi pada organ lain yang menyebabkan bakteri masuk ke dalam darah kemudian
bersirkulasi kedalam sistem peredaran darah. Urin yang berada didalam darah dapat
mencapai ginjal, jika sistem wash out pada sistem perkemihan tidak berjalan dengan
baik maka bakteri yang berasal dari saluran kemih bawah maupun dari hrmatogen dapat
menetap pada ginjal dan menyebabkan infeksi.
Bakteri Escherichia coli menempel pada reseptor pada permukaan sel dengan
menggunakan vili atau P fimbrae, setelah menempel bakteri akan masuk kedalam sel
dimana akan terjadi proses replikasi. Penempelan atau invasi kemudian mengaktifkan
proses apoptosis didalam sel yang akan mengakibatkan eksfoliasi dan pelepasan sel
rusak dari pejamu. Interaksi antara Escherichia coli dan pejamu akan menginduksi
sitokin inflamasi yang akan mengakibatkan masuknya leukosit polimorfonuklear
kedalam sel ( Dennen P et al, 2010).
Sistem reseptor Interleukin-6 memiliki konfigurasi yang tidak biasa. Terdiri dari
dua rantai polipeptida. Reseptor terdiri dari 2 bentuk, yaitu bentuk transmembran dan
bentuk terlarut. Bentuk transmembran memiliki daerah intrasitoplasmik yang pendek
dan stimulasinya oleh molekul IL-6, pemicunya berhubungan dengan gp-130. Reseptor
terlarut dapat membentuk komplek stimulasi dengan IL-6 dan dapat berhubungan
dengan gp-130 dan memicu peristiwa seluler yang disebut trans-signaling, gp-130
memiliki domain transmembran dan berperan menghantarkan sinyal ke membrane
(Kishimoto T,2006).
Pada proses terjadinya pielonefritis, Interleukin-6 akan muncul dalam urin.
Respon mediator pejamu terhadap pielonefritis terdapat perbedaan besaran dan
tingkatan respon penderita dengan pielonefritis dan bakteriuria asimptomatik dengan
perbedaan gejala klinis (Benson et al 1996). Pielonefritis akan mengaktifkan respon
lokal dan sistemik. Serum IL-6, urin lebih tinggi pada pasien dengan demam
pielonefritis dibandingkan dengan bakteriuria asimptomatik. Interleukin-6 merupakan
mediator awal proses inflamasi. Interleukin-6 merupakan pirogen endogen yang
mengaktivasi fase akut, terutama CRP dan faktor maturasi untuk limfosit mukosa.
Interleukin-6 disintesis oleh bermacam-macam sel termasuk makrofag, fibroblast, sel
endotelial dan sel epitel tubulus renalis (Gupta K, 2008).
Pemeriksaan awal konsentrasi IL-6 pada urin dapat berguna sebagai petanda
diagnostik perubahan pielonefritis pada neonatus untuk mencegah timbulnya parut
ginjal.(Zorc JJ et al, 2005) Konsentrasi interleukin-6 pada urin meningkat pada menit
awal kerusakan mukosa. Setelah beberapa jam, leukosit polimorfonuklear muncul dan
diekskresikan pada urin.(Roilides E et al, 1999) Berdasarkan hasil penelitian di
45
California tahun 2001, respon IL-6 stabil tetapi segera menurun setelah pemberian
antibiotik, hal ini menunjukkan adanya kerusakan ginjal pada saat awal terjadinya
pielonefritis (Kassir K et al,2001)
Adapun indikasi rawat inap pada pasien dengan pielonefritis adalah sebagau
berikut:
- Kegagalan mempertahankan hidrasi normal yang ditunjukkan dengan pasien
mengalami mual dan muntah serta suhu badan meningkat sekitar 400C .
- Pasien sakit berat
- Terapi antibiotik oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.
- Diperlukan investigasi lanjutan (ISK kambuh, gejala neurologik, hematuria
persisten, mikroorganisme jarang).
- Terdapat faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi.
- Komorbiditas (Komorbiditas (comorbidity) adalah penampilan bersamaan dari
dua penyakit atau lebih. Asosiasi ini mungkin mencerminkan hubungan sebab
akibat antara satu gangguan dengan yang lain atau kerentanan yang mendasari
kedua gangguan. (Kamus Kesehatan, n.d.) seperti kehamilan, diabetes melitus
usia lanjut.
- Pemberian anibiotik: Fluonokuinolon, Amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin,
Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida
46
5) WOC Pyelonefritis
Panas,demam,menggigil, nyeri
Bakteri masuk ke pelvis
Sembuh akan meninggalkan tumpul,nyeri diflank yang konstan,
ginjal sehingga terjadi
fibrosis dan scar gejala ritasi perkemihan,urine bau,
pyelonefritis akut
WBC silinder meningkat
6) Pemeriksaan penunjang
a. Pyelonefritis akut
1. Dilakukan pemeriksaan kultur urine dan tes sensitivitas untuk
menentukan organisme penyebab sehingga pemberian agen
antimikrobial dengan tepat.
2. Pada pemeriksaan IVP terdapat bayangan ginjal membesar dan
keterlambatan fase nefrogram (Purnomo, 2015)
3. Pada pemeriksaan USG untuk mengetahui lokasi obstruksi disaluran
perkemihan.
b. Pyelonefritis kronis
Dapat dilakukan pemeriksaan IVP, Pemeriksaan BUN, Kreatinin, klirens
kreatinin, dan pemeriksaan kultur urine untuk menilai fungsi ginjal
7) Penatalaksanaan
a. Pyelonefritis akut
1. Pyelonefritis pada kebanyakan kasus dapat disembuhkan tanpa harus
menginap di rumah sakit. Oleh karena itu, penanganan sendiri dapat
dilakukan dengan saat buang air kecil pastikan untuk membuang
semua isi kandung kemi
2. Mengkonsumsi banyak cairan akan membantu dalam membuang
bakteri dari dalam ginjal dan mencegah terjadinya dehidrasi
3. Istirahat yang cukup minimal selama 2 minggu karena pyelonefritis
dapat menguras kondisi fisik dan menjadikan pasien kelelahan
4. Terapi ditujukan untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal yang
lebih parah dan memperbaiki kondisi pasien, yaitu berupa terapi
suportif dan pemberian antibiotika. Antibiotika yang dipergunakan
pada keadaan ini adalah yang bersifat bakterisidal dan berspektrum
luas, yang secara farmakologis mampu mengadakan penetrasi ke
jaringan ginjal dan kadarnya didalam urine cukup tinggi. Golongan
obat-obat ini adalah aminoglikosida yang dikombinasikan dengan
asam klavulanat atau sulbaktam, karboksipenisilin, sefalosporin, atau
fluoroquinolon.
48
Brain
Inspeksi : Klien tampak sadar, orientasi terhadap ruang
waktu dan tempat baik, ekspresi wajah baik, klien dapat membaui
parfum, klien dapat melihat benda yang ditunjukan perawat, dapat
menggerakan bola mata ke kiri kanan, klien dapat mengangkat
alis, mengerutkan dahi, menucurkan bibir,klien dapat merasakan
gula yang manis, klien dapat menjawab apa yang ditanya oleh
perawat, klien dapat menelan makanan, klien dapat mengangakat
bahu kiri dan kanan, klien dapat menjulurkan lidah, Klien dapat
merasakan goresan kapas pada bagian dahi, pipi dan rahang
bawah,
Auskultasi :-
Perkusi :-
Palpasi : -
Blader
Inspeksi : Klien tampak meringis, Terdapat penonjolan
perut pada daerah suprapubik, pada inspeksi penis uretra
mengalami stenose meatus, striktur urethra, atau femosis, adanya
hematuria
Auskultasi : Bunyi bising usus melemah
Perkusi : terdengar bunyi redup karena buli-buli penuh
terisi urine
Palpasi : Nyeri tekan pada daerah kostovertebral, ginjal
teraba lunak dan membesar, kekakuan pada daerah abdomen,
Nyeri pada pinggang dan abdomen saat dipalpasi
Bowel
Inspeksi : Mukosa mulut berwarna merah muda, turgor
kulit baik, abdomen tampak rata, umbilicus menonjol, tidak ada
masa pada abdomen, Adanyan kekaburan dari bayangan otot
psoas pada foto polos perut, Pada PIV terdapat bayangan ginjal
membesar, klien mengeluh mual dan muntah
Auskultasi : Bunyi bising usus melemah
51
c. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
4. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Nyeri
berhubungan dengan keperawataj selama....x 24 a. Gunakan komunikasi
proses infeksi jam, klien dapat : terapeutik agar klien
6. Mengontrol nyeri dapat
7. Menunjukkan tingkat mengekspresikan
nyeri nyeri
b. Berikan informasi
tentang nyeri
(penyebab, lama, dan
tindakan pencegahan)
c. Ajarkan teknik
relaksasi, distraksi,
52
adekuat
1) Sistitis akut atau sistitis tipe infeksi adalah inflamasi akut pada
mukosa buli-buli yang sering disebabkan oleh infeksi bakteri.
Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E. Coli,
bisa juga disebabkan oleh virus, jamur, dan parasit. Sistitis ini
mudah terjadi jika pertahanan lokal tubuh menurun, yaitu pada
DM atau trauma lokal minor seperti pada saat senggama
(Purnomo,2015).
2) Sistitis interstitial (inflamasi kronik kandung kemih) atau sistitis
tipe non infeksi yang bukan disebabkan oleh bakteri dan tidak
berespon terhadap antibiotik. Gangguan terutama dialami oleh
wanita ( 40-50 tahun), namun juga dapat menyerang segala usia,
ras atau jenis kelamin. Penyakit ini dikarakteristikan oleh demam,
gejala iritabel (sering berkemih, nokturia, urgensi, rasa tertekan
pada area suprapubis, nyeri pada saat kandung kemih penuh) dan
terutama ditandai dengan hilangnya kapasitas kandung kemih.
d. Patofisiologi
Penyebab infeksi tersering adalah bakteri E. Coli. Bakteri ini bisa
masuk ke kandung kemih melalui penyebaran hematogen, lymphogen
dan eksogen. Ada tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi,
yaitu virulensi dari kuman, ukuran dari jumlah mikroorganisme yang
masuk kedalam tubuh dan keadekutan dari mekanisme pertahanan
tubuh.
Dengan koloni bakteri yang terlalu banyak akan mempengaruhi sistem
pertahanan tubuh alami individu. Dalam kondisi normal urin dan
bakteri tidak mampu menembus dinding mukosa kandung kemih.
Lapisan mukosa kandung kemih tersusun dari sel-sel urotenial yang
memproduksi mucin yaitu unsur yang membantu mempertahankan
integritas lapisan kandung kemih dan mencegah kerusakan serta
inflamasi kandung kemih. Mucin juga mencegah bakteri melekat pada
sel urotelial.
Selain itu tingkat keasaman pH urine dan kondisi peningkatan atau
penurunan cairan tubuh memiliki kontribusi terhadap produksi urin.
57
1) Disuria
2) Rasa panas seperti terbakar saat kencing
3) Adanya nyeri pada tulang punggung bagian bawah
4) Urgensi (rasa terdesak saat kencing)
5) Nocturia (cenderung kencing pada malam hari akibat
penurunan kapasitas kandung kemih)
6) Pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna
7) Inkontinensia
8) Retensi urin
9) Nyeri suprapubik
Pada pemeriksaan fisik, urine berwarna keruh, berbau, dan pada
urinalisis terdapat piuria, hematuria, dan bakteriuria. Kultur urine
sangat penting untuk mengetahui jenis kuman penyebab infeksi. Jika
sistitis sering mengalami kekambuhan perlu dipikirkan adanya kelainan
lain pada buli-buli (keganasan dan urolitiasis) sehingga diperlukan
pemeriksaan pencitraan dan sistoskopi (Purnomo,2015)
g. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan urinalisis (urin
tengah) dan ketika infeksi terjadi dimana memperlihatkan
bakteriuria, WBC, RBC, dan endapan sel darah putih dengan
keterlibatan ginjal
2) Tes sensitifitas yang mana banyak mikroorganisme sensitif
terhadap antibiotik dan antiseptik berhubungan dengan infeksi
ulang
3) Pemeriksaan radiologi
Sistitis ditegakkan berdasarkan histori, pemeriksaan medis dan
laborat, jika terdapat retensi urine dan obstruksi aliran urin
dilakukan IPV (identifikasi perubahan dan abnormalitas
struktural).
4) Kultur urin untuk mengidentifikasi penyebab
5) Sinar X ginjal, ureter, dan kandung kemih mengidentifikasi
anomali struktur nyata.
59
h. Penatalaksanaan
1) Farmakoterapi
Penanganan sistitis yang ideal adalah agens antibakterial yang
secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan
efek minimal terhadap flora fekal dan vagina. Pada uncomplicated
sistitis: pada wanita cukup diberikan terapi dengan antimikroba
dosis tunggal atau jangka pendek (1-3 hari) sesuai hasil kultur.
Tetapi jika hal ini tidak memungkinkan maka dipilih antimikroba
yang masih cukup sensitif terhadap E. Coli antara lain:
nitrofurantoin, trimetroprim sulfametoksazol atau ampisilin. Selain
itu diperlukan juga obat antikolinergik untuk mencegah
hiperiritabilitas buli-buli (propantheline bromide) dan
fenazopiridin hidroklorida sebagai antiseptik pada saluran kemih
(Nursalam dan Fransisca, 2011).
2) Keperawatan
Penatalaksanaan pada sistitis akut adalah minum banyak cairan
untuk mengeluarkan bakteri yang ada didalam urin dan membuat
suasana air kemih menjadi basah dengan meminum baking soda
yang dilarutkan didalam air dan kemudian diminum saat,,,,. Selain
itu, penderita meningkatkan intake cairan 2-3 liter/hari, kaji
haluaran urine terhadap perubahan (warna, bau, pola berkemih)
masukan dan haluaran setiap 8 jam, hindari sesuatu yang membuat
iritasi, dan kosongkan kandung kemih segera setelah merasa ingin
BAK.
i. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a. Identitas
i. Umur : Biasanya terjadi pada semua umur sedangkan sistitis
interstisial biasanya terjadi pada umur 40-50 tahun.
ii. Jenis kelamin : Lebih sering terjadi pada wanita dan
meningkatnya insiden sesuai pertambahan usia serta aktivitas
seks.
60
Bowel
Inspeksi : Mukosa mulut berwarna merah muda,
turgor kulit baik, abdomen tampak rata, umbilicus
menonjol, tidak ada masa pada abdomen, Adanyan
kekaburan dari bayangan otot psoas pada foto polos
perut, Pada PIV terdapat bayangan ginjal membesar,
klien mengeluh mual dan muntah
Auskultasi : Bunyi bising usus melemah
Perkusi : Terdengar bunyi tympani pada abdomen
Palpasi : Nyeri pada pinggang dan abdomen saat
dipalpasi.
Bone
Inspeksi : Tidak ada edema pada ekstremitas,
ekstrimitas bawah kiri dan kanan simetris, tidak ada
deformitas dan pembengkakan pada tangan
Auskultasi :-
Perkusi :-
63
2) Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran kemih
b. Perubahan pola eliminasi urin (disuria, hesistansi, frekuensi dan
nokturia) berhubungan dengan infeksi saluran kemih
3) Intervensi Keperawatan
2) Uretritis
a. Pengertian
Uretritis adalah
peradangan uretra oleh
berbagai penyebab dan
merupakan sindrom yang
sering terjadi pada pria (
Aspiani, 2015). Uretritis
adalah inflamasi uretra
yang mengakibatkan Gambar 2.13 Uretritis
penyempitan dari lumen uretra karena pembentukan jaringan fibrotik (
Nursalam dan Fransisca, 2011). Uretritis adalah inflamasi uretra dan
65
(+), dapat dilihat pada pagi hari sebelum bak pertama, uretra
iritasi, vesikal iritasi, prostatitis, dan cystitis.
iii. Prognosanya bila tidak diobati dengan baik, infeksi dapat
menjalar ke kandung kemih, ureter, ataupun ginjal.
iv. Tindakan pengobatan berupa pemberian antibiotika sesuai
dengan bakteri penyebabnya dan berikanlah banyak minum.
v. Komplikasinya dapat terjadi peradangan yang dapat menjalar ke
prostate.
3) Urethritis gonokokus
i. Penyebabnya adalah bakteri Neisseria gonorhoeoe (gonokokus).
ii. Tanda dan gejalalanya mukosa merah udematus, terdapat cairan
eksudat yang purulent, ada ulserasi pada uretra. Jika dilihat
secara mikroskopisterlihat infiltrasi leukosit sel sel plasma dan
sel sel limfosit, ada rasa gatal yang menggelitik, gejala khas
pada urethritis gonorhea yaitu morning sickness.
iii. Prognosanya infeksi ini dapat menyebar ke proksimal uretra.
iv. Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah infeksi yang
menyebar ke proksimal uretra menyebabkan peningkatan
frekuensi kencing.
v. Gonokokus dapat menebus mukosa uretra yang utuh,
mengakibatkan terjadi infeksi submukosa yang meluas ke
korpus spongiosum. Infeksi yang menyebabkan kerusakan
kelenjar peri uretra akan menyebabkan terjadinya fibrosis yang
dalam beberapa tahun kemudian mengakibatkan striktura uretra.
4) Urethritis non gonokokus (non spesifik)
i. Urethritis non gonokokus (sinonim dengan urethritis non
spesifik) merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual yang paling sering diketemukan. Pada pria, lendir uretra
yang mukopurulen dan disuria terjadi dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu setelah melakukan hubungan kelamin
dengan wanita yang terinfeksi. Lendir mengandung sel nanah
68
d. Pathofisiologi
Secara umum ada 2 penyebab utama dari penyakit urethritis yaitu
invasi kuman (gonorrhoe, trihomonas vaginalis gram negatif) urethritis
dan iritasi (iritasi batu ginjal, iritasi karena tindakan invasif
menyebabkan retak dan permukaan mukosa pintu masuknya kuman
proses peradangan urethritis).
Secara umum bakteri yang menyebabkan urethritis menempel pada
mukosa dan dinding sel manusia yang dapat menyebakan infeksi.
Sebagai contoh gonococci menggunaan protein dan lipooligosaccharide
(LOS) untuk dapat menempal pada sel host. Berbagai antigen datang
dengan cepat, membuat ikatan di sel-sel yang berbeda dan organ yang
berbeda dan menghindari dari respon imun. Gonococci juga dapat
69
g. Penatalaksanaan
h. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pria berupa prostatitis,
vesikulitis, epididimitis, dan striktur urethra. Sedangkan pada wanita
komplikasi dapat berupa borthlinitis, praktitis, salpingitis, dan sistitis.
Peritonitis dan perihepatitis juga pernah ditemukan.
i. Asuhan keperawatan
a) Pengkajian
1. Identitas
Penyakit ini bisa menyerang laki-laki ataupun perempuan.
Pada uretritis akut biasanya jarang ditemukan pada wanita
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Klien datang dengan keluhan nyeri pada daerah uretra
dan abdomen, kesulitan memulai miksi, nyeri saat
miksi keluarnya cairan eksudat purulent, adanya pus
pada awal miksi.
Riwayat kesehatan saat ini
Biasanya keluhan dirasakan tergantung pada jenis
infeksi uretra yang dialami.
Riwayat penyakit yang pernah diderita
Pasien dengan uretritis biasanya mempunyai riwayat
infeksi saluran kemih, kaji akan tindakan invasif yang
pernah dilakukan saluran kemih, kaji akan adanya
riwayat iritasi batu ginjal. Kaji akan adanya riwayat
kontak seksual tanpa perlindungan. Kaji juga faktor
resiko yang dapat mengiritasi mukosa uretra.
3. Pemeriksaan fisik
Breathing
Inspeksi : Dada tampak rata, simetris kiri dan
kanan, tidak ada pernapasan cuping hidung, pernapasan
73
Perkusi :-
Palpasi : Kekuatan otot klien dengan kekuatan
utuh kiri dan kanan, refleks tendon bisep normal.
b) Diagnosa keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangann
Perubahan pola eliminasi urin (dysuria dan urgensi)
berhubungan dengan proses peradangan
Resiko infeksi berhubungan dengan penyebaran patogen
secara asending atau sistemik
Resiko infeksi berhubunganan dengan penularan melalui
kontak seksual
2.2.6 Penatalaksanaan ISK Secara Umum
Ada dua jenis penatalaksanaan infeksi saluran kemih, yaitu :
1. Non Farmakologi
a. Prinsip management ISK bawah adalah intake cairan maksimal
3000 ml/hari ( dengan pembagian siang 1500 ml, sore 500 ml dan
malam 100 ml ) yang adekuat dan istirahat
b. Penggunaan jahe gajah dapat mengurangi koloni uropathogenesis
E. Coli pada wanita menopause dengan ISK. Hal ini berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Bimantara,dkk (2016). Jahe yang
telah dicuci bersih kemudian diiris dan dipanaskan menggunakan
oven pada suhu 400C selama 2-4 jam yang kemudian dihancurkan
menjadi serbuk, diayak menggunakan saringan tepung yang
menjadi tepung jahe. Kemudian terpung jahe diproses menjadi
kapsul di Laboratorium Famasi Universitas Airlangga Surabaya.
Perkapsul berisi 250 mg serbuk jahe. Dosis kapsul jahe yang
digunakan adalah dosis 1000 mg
/hari yang diberikan 2 kali sehari 2 kapsul selama 5 hari
dan diminumkan setelah makan. Dari 52 partisipan didapatkan
terjadi penurunan E. Coli sebelum dan sesudah pemberian kapsul
jahe.
76
Tabel. 2.5 Terapi antimikroba yang dianjurkan oleh EAU ( 2015 ) pada cystitis uncomplicated
akut otherwise Healthy women
Cefpodoxime
proxetil 200 mg bid 10 days
Ceftibuten 400 mg qd 10 days
Only if the pathogen is known to be susceptible (not for initial
empirical therapy):
Trimethoprim- 160/800 mg bid 14 days
sulphamethoxazole
Co-amoxiclav1,2 0.5/0.125 g tid 14 days
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.2 Pengkajian
I. Data Demografi
A. Biodata
Nama : Ny. L Umur : 33 th
Tempat / tgl lahir : Gresik,1982 Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan :Menikah Agama : Islam
Pendidikan terakhir: SD Suku : Jawa
80
V. Riwayat Spiritual
Klien mengatakan sebagai seorang muslim, ia sangat taat dalam beribadah
di masjid ataupun dirumah.
VI. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum klien
Keadaan umum cukup, kesadaran compos mentis namun ekspresi wajah
meringis,berusaha menahan sakit, mencari posisi yang nyaman untuk
menghilangkan nyeri. Skala nyeri 5 (dari skala 1-10)
B. Tanda-tanda vital
- Suhu : 38,50C
- Nadi : 108 kali/menit
- Pernafasan : 22 kali/menit
- Tekanan darah : 130/90 mmHg
C. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (breathing)
a) Inspeksi
Pemeriksaan hidung : Simetris antara lateral kiri dan kanan,
cuping hidung (-), septum hidung terdapat pada bagian tengah,
sekret hidung jernih, mukosa hidung merah muda, dada :
normal chest, retraksi intercostae (-), penggunaan alat bantu
accecories (-)
b) Palpasi
Pada pemeriksaan vocal fremitus memiliki getaran yang sama
antara kanan dan kiri
c) Perkusi : Terdengar bunyi sonor
82
d) Auskultasi
Terdengar bunyi vesikuler (+) di semua lapang paru, tidak
ditemukan suara tambahan, ronchi (-), wheezing (-),
2. B2 (blood)
a) Inspeksi :
Konjungtiva anemis (-/-), cyanosis (-), CRT <2 detik,
pembesaran vena jugularis (-), tanda raynauld (pucat pada
kuku dan ujung jari (-), clubbing finger (-)
b) Palpasi :Ictus cordis teraba di ICS V MCl sinistra, nadi
108x/menit
c) Perkusi : Tidak adanya perubahan ukuran jantung setalah
dilakukan perkusi
d) Auskultasi: pada jantung : BJ I, BJ II normal bunyi tunggal,
tidak terdengar suara tambahan, murmur (-), gallop (-)
3. B3 (brain)
a) Kesadaran compos mentis, dengan GCS 456, pupil isokor,
edema palpebra (-), gangguan motorik dan psikososial (-), tidak
pernah mengalami CVA atau gangguan persyarafan lainnya
b) Pemeriksaan Nervus:
i. Nervus I (Olfaktorius) : pasien masih dapat mencium bau-
bauan seperti minyak wangi dan sebagainya
ii. Nervus II (Opticus) : tidak terdapat gangguan visus atau
refraksi, penglihatan perifer dan lapang pandang normal,
butawarna (-), pemeriksaan dengan menggunakan
oftalmoscop tidak terdapat bendungan pembuluh darah, dan
papilla N II mencembung dalam batasnya, perdarahan (-),
oklusi retina (-)
iii. Nervus III (oculo motorius) : retraksi kelopak nata atas (-).
Ptosis (-), pupil isokor, reflek cahaya (+), strabismus (-)
iv. nervus V (trigeminus) : sensorik: pasien dapat merasakan
rangsangan/stimulus pemeriksa, motoric : kontraksi otot
maseter kiri dan kanan sama, reflek kornea (+)
83
5. B5 (bowel)
a) Pemeriksaan Antropometri :
BB: 56 kg, TB : 157cm IMT : 22,7
b) Biokimia : Hb 11 gr % Ht 38%
c) Clinical : Nausea (-), vomit (-), anemis (-), ict (-), disfagia
(-), penururnan BB (-)
d) Inspeksi : mulut : mukosa bibir lembab, rongga mulut
bersih, tonsil simetriscaries (-), abses (-), pembesaran
tiroid (-), kulit hangat kemerahan tidak kering ; abdomen :
datar, massa (-), striae (+), asites (-)
e) Auskultasi: peristaltic usus, bising usus 6 kali per menit
f) Perkusi : Terdengar bunyi timpani pada perut
g) Palpasi : pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-),
tidak teraba massa, asietes (-), nyeri tekan appendik (-),
pada palpasi ginjal nyeri ketuk CVA kiri (+), nyeri tekan
daerah suprapubik (+)
h) Diit : 3x sehari, porsi selalu habis, komposisi: nasi, sayur,
lauk pauk, kadang buah.
i) Pola defekasi : 1x dalam sehari dengan konsistensi lunak
6. B6 (bone)
a) Bahu, postur simetris, deformitas (-), kelemahan (-), tonus
otot 5, edema (-)
B. Cairan
Klien mengatakan konsumsi air 5 gelas per hari, minum air saat merasa
haus saja. Klien suka minum kopi.
C. Eliminasi ( BAB & BAK )
Klien mengatakan saat sehat, BAK lancar, keluarnya banyak dengan
jumlah yang keluar sesuai dengan jumlah air yang ia minum. Saat ini,
Klien mengatakan buang air kecil sering tetapi keluarnya sedikit-dikit,
berwarna kuning keruh, bila buang air kecil terasa sakit. Saat ini klien
mengatakan BAK 10 kali/hari tetapi urine yang keluar sedikit saja
sebelumnya ia pernah mengungkapkan bahwa sebelumnya ia sering
menahan kencing. Klien mengatakan BAB 1 kali sehari dengan
konsistensi lunak dan berwarna kuning kenuningan.
D. Istirahat Tidur
Klien mengatakan ia sering tidur teratur, waktu tidur mulai pukul 21.00
WIB dan bangun tidur pukul 05.00 WIB,
E. Personal hygiene
Klien mandi 2 kali sehari dengan gosok gigi, keramas, dan sebagainya.
Klien mengatakan setelah berhubungan seks jarang mencuci daerah
perineum ataupun berkemih, dan terdapat secret di kemaluan.
F. Aktivitas / mobilitas fisik
Klien mengatakan sebagai seorang ibu rumah tangga, ia biasanya
melakukan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci pakaian dan
mengurus anak, tidak ada masalah dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Pasien dapat mandiri.
G. Rekreasi
Klien mengatakan, ia dan keluarga sering menonton acara di TV pada
malam hari sebelum tidur.
86
KEMUNGKINAN MASALAH
DATA
PENYEBAB KEPERAWATAN
DS :
Pasien mengatakan nyeri pada perut bakteri yang banyak Gangguan rasa nyaman
bagian bawah, nyeri terasa panas atau nyeri
terbakar pada saat berkemih
DO : Mengikis mukosa blader
Klien tampak sakit sedang,
grimace (+), berusaha menahan sakit
dan mencari posisi yang nyaman Peradangan pada Blader
untuk menghilangkan nyeri, Skala
nyeri 1-10 : skala 6,
TTV = Suhu : 38,50C,Nadi: 108 nyeri
87
DS : Pasien mengatakan sering buang Bakteri masuk ke dalam Gangguan eliminasi urin
air kecil tetapi keluarnya sedikit-dikit, bladder
berwarna kuning keruh, bila buang air
kecil terasa sakit. Ia mengatakan BAK mengikis mukosa bladder
>8 kali/hari tetapi urine yang keluar
sedikit saja reaksi inflamasi
DO: Urin berwarna keruh, pekat,
frekuensi berkemih >8kali/hari bladder lebih sensitive dan
iritatif
dysuria
88
pemeriksaan urinalisis
post obat habis atau
dalam rentang waktu
yang telah ditentukan.
3.4 Evaluasi
1. Pada diagnosa nyeri akut karakteristik nyeri, kualitas nyeri, frekuensi, lokasi,
frekuensi, pengekspresian nyeri secara verbal dan nonverbal
2. Pada diagnosa hipertermi reaksi pasien, suhu tubuh, kemerahan, akral hangat,
tanda-tanda vital
3. Pada diagnosa gangguan eliminasi nokturia, frekuensi, urgensi, dysuria
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Pembesaran kelenjar prostat telah menjadi permasalahan yang rumit saat ini,
sehingga pengenalan tentang penyakit ini sejak dini sangat diperlukan. Hal ini
akan berdampak pada pengetahuan dan pencegahan dari faktor resiko penyakit.
Begitu pula yang terjadi pada infeksi saluran kemih karena infeksi ini telah
menjadi penyakit yang membahayakan karena resistensi dari bakteri
penyebabnya. Oleh karena itu, pasien perlu meningkatkan pengetahuan dan
pencegahan terhadap faktor resiko penyakit.
4.2 Saran
Bagi mahasiswa/i keperawatan agar mengetahui asuhan keperawatan pada
sistem perkemihan.
94
Daftar Pustaka
Aspiani, Reny Yuli. 2015.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. TIM
Brunner & Suddarth. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 3. Jakarta: EGC
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2010. Rencana Asuhan Keperawatan (
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien).
Jakarta: EGC
Bimantara, Dony Rosmana.2016. Jahe Mengurangi Koloni Uropathogenic Escerichia
coli pada Wanita Menopause
dengan Infeksi Saluran Kemih Asimtomatis. Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga
Basuki B. Purnomo. 2011. Dasar dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto
Brusch, John L, et al. 2016 . Urinary Tract Infection in Males Treatment &
Management. http://emedicine.medscape.com
Grabe (Chair), R. Bartoletti, T.E. Bjerklund Johansen. 2015. Guidelines on Urological
Infections. European Association of Urology
Gontero, Paolo dan Frea. 2013. Bruno. Lower Abdominal Pain/Suprapubic Pain.
Dipartimento di Scienze Chirurgiche , Universit degli Studi di Torino,
C.so Dogliotti, 14 , Torino
Harmita dan Radji, M., 2008. Kepekaan Terhadap Antibiotik. Dalam: Buku Ajar
Analisis Hayati, Ed.3. EGC, Jakartar: 1-5
Hardjowidjoto S. (2006).Benigna Prostat Hiperplasia.Airlangga University Press.
Surabaya
Huda, Amin dan Kusuma, Hardhi.2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapam Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai kasus Edisi Jilid 1.
Yokyakarta : MediAction
Ismail, Hasanuddin & Bahar, B. Hubungan Pendidikan, Pengetahuan dan
Motivasi dengan Kepatuhan Diet pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di
95
Lampiran lampiran
9. Media
Leaflet dan power point
10. Kegiatan Operasional
kesalahan
b. Mengucapkan salam
11. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
1. Menyiapkan SAP
2. Menyiapkan materi dan media
3. Kontrak waktu dengan sasaran
4. Menyiapkan tempat
5. Menyiapkan pertanyaan
b. Evaluasi Proses
1. 100% pasien hadir
2. Media dapat digunakan dengan baik
3. Pendidikan kesehatan dapat dilaksanakan sesuai waktu
4. Pasien yang hadir berpartisipasi aktif
5. 100% pasien dapat mengikuti sampai selesai
c. Evaluasi Hasil
1. Jelaskan secara singkat pengertian cystitis
2. Sebutkan 4 penyebab cystitis
3. Sebutkan 3 tanda dan gejala cystitis
4. Sebutkan masing-masing 2 penatalaksanaan cystitis
5. Sebutkan 4 cara mencegah cystitis
12. Lampiran materi
Materi dalam penyuluhan Infeksi Saluran Kemih (ISK)
a. Pengertian cystitis
b. Penyebab cystitis
c. Tanda dan Gejala cystitis
d. Klasifikasi cystitis
e. Penatalaksanaan cystitis
f. Pencegahan cystitis
MATERI PENYULUHAN
Cystitis
100
j. Pengertian
Adalah inflamasi akut pada mukosa kandung kemih akibat infeksi
oleh bakteri. Sistitis merupakan inflamasi kandung kemih yang
disebabkan oleh infeksi dari uretra (Nursalam dan Fransisca,2011;
Aspiani,2015)
k. Penyebab sistitis
Penyebab dari infeksi pada kandung kemih ini (Aspiani,2015) adalah :
4) Bakteri
Kebanyakan adalah Eschericia coly dan yang lain adalah
Enterococcus, Klebsiela, Proteus, Pseudomonas,dan
Staphylococus.
5) Jamur
Infeksi jamurnya adalah Candida
6) Virus dan parasit
Infeksi yang disebabkan oleh virus dan parasit jarang terjadi
tetapi biasanya terdapat pada vagina misalnya Trichomonas
Cara penularan bakteri ini adalah :
3) Melalui hubungan intim
4) Pemakaian kontrasepsi spermisid diagfragma karena dapat
menyebabkan sumbatan parsial uretra dan pengosongan kandung
kemih yang tidak lengkap serta perubahan pH dan flora normal
vagina ( Nursalam dan Fransisca, 2011).
Penyebab sistitis interestial belum diketahui meskipun terdapat
dugaan berasal dari suatu inflamasi atau autoimun. Dugaan penyebab
mencakup penetrasi iritan urin kedalam uretelium atau jaringan
suburotelial yang menyebabkan defek barier diantara urin dan mukosa
dinding kandung kemih (Brunner dan Suddarth, 2005). Menurut Arif
Muttaqin dan Kumala Sari,2001; Aspiani, 2015, ada beberapa faktor
yang memungkinkan terjadinya infeksi interestial,yaitu :
h. Peran patogenik dari sel mast didalam lapisan mukosa
kandung kemih
101
m. Patofisiologi
Penyebab infeksi tersering adalah bakteri E. Coli. Bakteri ini bisa
masuk ke kandung kemih melalui penyebaran hematogen, lymphogen
dan eksogen. Ada tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi,
yaitu virulensi dari kuman, ukuran dari jumlah mikroorganisme yang
masuk kedalam tubuh dan keadekutan dari mekanisme pertahanan
tubuh.
Dengan koloni bakteri yang terlalu banyak akan mempengaruhi sistem
pertahanan tubuh alami individu. Dalam kondisi normal urin dan
bakteri tidak mampu menembus dinding mukosa kandung kemih.
Lapisan mukosa kandung kemih tersusun dari sel-sel urotenial yang
memproduksi mucin yaitu unsur yang membantu mempertahankan
integritas lapisan kandung kemih dan mencegah kerusakan serta
inflamasi kandung kemih. Mucin juga mencegah bakteri melekat pada
sel urotelial.
Selain itu tingkat keasaman pH urine dan kondisi peningkatan atau
penurunan cairan tubuh memiliki kontribusi terhadap produksi urin.
Produksi urin yang banyak berfungsi mempertahankan integritas
mukosa, beberapa bakteri dapat masuk dan sistem urin akan
mengeluarkannya. Urine merupakan produk steril, dihasilkan dari
103
q. Penatalaksanaan
3) Farmakoterapi
105
5.
WOC SISTITIS
Epitelium teriritasi Vesika urinaria tidak dapat menampung Reaksi hipersensitif bila terisi urin
urin dalam jumlah banyak
Kencing terasa sakit Terganggunya proses berkemih Vesika urinaria mudah mengeluarkan
urin
Sering kencing
Ganguan rasa nyaman Nyeri Vesika urinaria gagal menyimpan
urin
Nokturia
Inkontinensia