Anda di halaman 1dari 8

PATOFISIOLOGI

SYOK SEPTIK

Disusun oleh :
Alvin Ujianto
0961050171

Pembimbing
dr. Mas Wishnuwardhana, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 27 JULI 3 OKTOBER 2015

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA
DEFINISI
Syok septik merupakan keadaan sepsis yang memburuk, awalnya didahului oleh suatu
infeksi. Definisi systemic inflammatory response syndrome (SIRS) adalah suatu respon
peradangan terhadap adanya infeksi bakteri, fungi, ricketsia, virus, dan protozoa. Respon
peradangan ini timbul ketika sistem pertahanan tubuh tidak cukup mengenali atau
menghilangkan infeksi tersebut. Sepsis adalah SIRS yang disertai adanya bukti infeksi. Sepsis
berat adalah sepsis yang disertai dengan salah satu disfungsi organ kardiovaskular atau
acute respiratory distress syndrome, atau 2 disfungsi organ lain (hematologi, renal,
hepatik). Syok septik adalah sepsis berat yang disertai adanya hipotensi atau hipoperfusi
yang menetap selama 1 jam, walaupun telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat.

PATOFISIOLOGI

Syok terjadi karena adanya kegagalan sirkulasi dalam upaya memenuhi kebutuhan
tubuh. Hal ini disebabkan oleh menurunnya cardiac output atau kegagalan distribusi aliran
darah dan kebutuhan metabolik yang meningkat disertai dengan atau tanpa kekurangan
penggunaan oksigen pada tingkat seluler. Tubuh mempunyai kemampuan kompensasi untuk
menjaga tekanan darah melalui peningkatan denyut jantung dan vasokonstriksi perifer.
Hipotensi dikenali sebagai tanda yang timbul lambat terutama pada neonatus karena
mekanisme kompensasi tubuh mengalami kegagalan sehingga terjadi ancaman
kardiovaskuler. Respon imun pejamu, melalui sistem imun seluler dan humoral serta
reticular endothelium system (RES), dapat mencegah terjadinya sepsis. Respon imun ini
menghasilkan kaskade inflamasi dengan mediator mediator yang sangat toksik termasuk
hormon, sitokin, dan enzim. Jika proses kaskade inflamasi ini tidak terkontrol, maka SIRS
terjadi dan dapat berlanjut dengan disfungsi sel, organ, dan gangguan sistem mikrosirkulasi.
Kaskade inflamasi dimulai dengan toksin atau superantigen. Endotoksin (suatu
lipopolisakarida), mannosa, dan glikoprotein, komponen dinding sel bakteri gram negatif,
berikatan dengan makrofag meyebabkan aktivasi dan ekspresi gen inflamasi. Superantigen
atau toksin yang berhubungan dengan bakteri gram positif, mycobacteria, dan virus akan
mengaktivasi limfosit dan menginisiasi kaskade mediator inflamasi. Gangguan mikrosirkulasi
dalam bentuk jejas endotel, akan melepaskan substansi vasoaktif, perubahan tonus
kardiovaskuler, obstruksi mekanis kapiler karena adanya aggregasi elemen seluler, dan
aktivasi sistem komplemen. Pada tingkat seluler terdapat penurunan fosforilasi oksidatif
sekunder karena penurunan penghantaran oksigen, metabolisme anaerob karena penurunan
adenosine triphosphate (ATP), penurunan glikogen, produksi laktat,
peningkatan kalsium sitosol, aktivasi membran fosfolipase, dan pelepasan asam lemak
dengan pembentukan prostaglandin. Respon biokimia termasuk produksi metabolit asam
arakhidonat, melepaskan faktor depresan jantung, endogen opiat, aktivasi komplemen, dan
produksi mediator lainnya. Metabolit asam arakhidonat seperti
(1) thromboxane A2 menyebabkan vasokontriksi dan agregasi
trombosit,
(2) prostaglandin, seperti PGF2 yang menyebabkan vasokontriksi, dan PGI2
menyebabkan vasodilatasi, serta
(3) leukotrien yang menyebabkan vasokontriksi,
bronkokontriksi, dan peningkatan permeabilitas kapiler.
Faktor depresan jantung, tumor necrosis factor- (TNF-), dan beberapa interleukin
menyebabkan depresi miokardium melalui peningkatan perangsangan nitrit oksida sintase.
Opiat endogen, termasuk didalamnya -endorfin, menurunkan aktivasi simpatis, menurunkan
kontraksi miokardium, dan menyebabkan vasodilatasi. Aktivasi sistem komplemen
merangsang lepasnya mediator vasokontriksi yang akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler, vasodilatasi dan aktivasi dan agregasi trombosit dan granulosit.
Kriteria Disfungsi Organ, antara lain sebagai berikut :

Disfungsi kardiovaskular
Tekanan darah yang menurun (hipotensi) < persentil ke-5 menurut kelompok umur atau
tekanan darah sistolik > 2 SD dibawah normal menurut kelompok umur, atau kebutuhan akan
obat-obatan vasoaktif untuk menstabilkan tekanan darah (dopamin>5 mikrogram/kgbb/menit,
dobutamin, epinefrin, atau norepinefrin), atau dua dari gejala sebagai berikut: oliguria (output
urin < 0,5 ml/kgbb/jam), cappilary refill time memanjang > 3 detik, perbedaan suhu tubuh
perifer dan inti > 3C.

Disfungsi respiratori
PaCO2 > 20 mmHg di atas batas normal. Memerlukan FiO2 > 50% untuk memperoleh
saturasi > 92%. Kebutuhan akan ventilasi mekanik invasif atau non-invasif.
Disfungsi neurologis
Glasgow come scale < 11, atau perubahan status mental akut disertai penurunan GCS > 3 dari
batas normal.

Disfungsi Hematologi
Jumlah Trombosit < 80.000/mm3, atau menurun > 50% dari jumlah trombosit tertinggi
yang tercatat selama 3 hari terakhir.

Disfungsi Renal
Kadar kreatinin serum > 2 kali di atas nilai normal menurut umur. Kriteria acute renal failure
pada neonatus yaitu jika kadar ureum darah mencapai > 20 mg/dl.

Disfungsi Hepar
Kadar alanin transaminase > 2 kali di atas nilai normal menurut umur.

Tabel . Definisi Syok menurut American College of Critical Care Medicine Hemodynamic

Cold or Warm Shock Menurunnya perfusi yang bermanifestasi sebagai perubahan status mental,
capillary refill > 2 detik (cold shock) atau pengisian kembali kapiler cepat
(warm shock), tekanan nadi perifer menyempit (cold shock) atau bounding
(warm shock), ekstremitas dingin dan mottling (cold shock), atau output urin
yang menurun < 1ml/kgbb/jam.

Syok refrakter cairan Syok yang menetap walaupun telah diberikan cairan resusitasi 60 ml/kgbb
atau resisten dan infus Dopamin sampai 10 mikrogram/kgbb/menit.
dopamin

Syok resisten Syok yang menetap walaupun telah diberikan direct acting catecholamines;
katekolamin epinefrin atau norepinefrin.

Syok refrakter Syok yang menetap walaupun telah dilakukan goal directed therapy
menggunakan Obat inotropik, vasopressor, vasodilator, dan pemeliharaan
metabolik rumatan serta homeostasis hormonal.

Sumber: Brierley, Carcillo, Choong, Cornell, 2007.

DIAGNOSIS
Pengenalan dini syok septik sangat esensial untuk memperoleh outcome yang baik. Syok
septik merupakan suatu diagnosis klinis, yang ditandai oleh adanya perfusi yang menurun.
Stadium awal syok septik dapat dikenali dengan ditemukan takikardi, bounding pulse, serta
perubahan kesadaran. Stadium lebih lanjut dapat ditemukan waktu pemanjangan pengisian
kapiler, dan akhirnya tanda lambat yang timbul adalah hipotensi. Syok septik harus
didiagnosis secara klinis sebelum timbulnya hipotensi, yaitu hipotermi, atau hipertermi,
perubahan status mental, vasodilatasi perifer (warm shock) atau vasokontriksi dengan
capillary refill > 3 detik (cold shock). Ambang batas denyut jantung yang berhubungan
dengan meningkatnya mortalitas pada bayi dengan keadaan critically ill adalah HR < 90
x/menit atau > 160x/menit. Syok septik harus dicurigai pada bayi baru lahir yang mengalami
takikardi, respiratory distress, malas menetek, tonus buruk, sianosis, takipnea, diare, atau
penurunan perfusi, khususnya dengan adanya riwayat ibu dengan korioamnionitis atau
ketuban pecah lama. Pemeriksaan laboratorium lengkap harus dilakukan pada pasien syok
septik, meliputi pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, dan elektrolit, serta mencari sumber
infeksi dengan pemeriksaan rontgen toraks. Pemeriksaan kultur dari darah dan urin juga
dilakukan, pungsi lumbal untuk kultur cairan serebrospinal (CSF), dan kultur yang secara
klinis diperlukan atau sesuai indikasi dapat membantu menegakan diagnosis. Petanda
biologis sebagai suatu respon terhadap infeksi yang meningkat salah satunya adalah C-
reactive protein (CRP) yang membutuhkan waktu 12-24 jam untuk mencapai kadar dalam
darah yang dapat di ukur.

PENATALAKSANAAN
Tujuan penanganan syok adalah untuk menjaga tekanan perfusi. Berdasarkan suatu
penelitian menyatakan bahwa penanganan syok early goal-directed resuscitation dapat
meningkatkan angka harapan hidup penderita syok septik. Penggunaan ekspansi volume dan
agen inotropik diperlukan untuk mencapai perfusi renal dan jaringan yang adekuat. Pada
tahap awal digunakan penggunaan volume ekpansi cairan, berikutnya digunakan agen
inotropik. Dopamin dan dobutamin merupakan obat-obatan inotropik yang digunakan untuk
mengatasi syok pada neonatus. Penggunaan kortikosteroid diberikan jika ekspansi volume
dan agen inotropik tidak dapat mengatasi syok. Terapi kortikosteroid intravena pada sepsis
masihkontroversial. Suatu penelitian menunjukkan penggunaan dosis tunggal dapat dilakukan
pada hipotensi refrakter tanpa menyebabkan reaksi simpang pada neonatus, tetapi
berdasarkan tinjauan penelitian lain menyebutkan tidak terdapat cukup bukti untuk
mendukung pemberian rutin steroid pada hipotensi neonatus. Terapi antibiotik empiris
diberikan setelah pengambilan spesimen untuk kultur, yang dianjurkan adalah antibiotik
broad spectrum, seperti ampisilin intravena dan gentamisin.
Vankomisin dapat diberikan menggantikan ampisilin, jika diduga adanya infeksi stafilokokus
(sering pada neonatus yang berusia lebih dari 3 hari dengan monitoring invasif menggunakan
kateter atau chest tube). Beberapa institusi menganjurkan penggunaan sefotaksim, terutama
jika terdapat infeksi sistem saraf pusat, penggunaan vankomisin menggantikan gentamisin
untuk mencegah nefrotoksisitas. Dipertimbangkan penggunaan ini terutama pada kuman
gram negatif yang spesifik dan jika terdapat resistensi. Pemberian intravena imunoglobulin
(IVIG), penggunaannya masih kontroversial. Pada beberapa tinjauan terkini ditemukan
bahwa penggunaannya dapat menurunkan mortalitas sepsis sebesar 3%. IVIG diketahui dapat
membatasi kerusakan jaringan yang dicetuskan oleh aktivasi faktor komplemen dan merubah
komplek imun inflammatory potential soluble. Beberapa institusi memberikan dosis tunggal
IVIG pada neonatus, seperti Veronate (antistafilokokus IVIG spesifik), tetapi pemberiannya
tidak terbukti efektif sehingga hal ini memerlukan evaluasi lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Enrionne MA, Powell KR. Sepsis, Septic Shock, and Systemic Inflammatory
Response Syndrome. Dalam: Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE, Stanton BF,
penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia : Saunders
Elsevier;2007.h.1094-99.

2. Palmer J. Sepsis and septic shock. Neonatology. New Bolton Center : 1-7

3. Russel JA. Management of sepsis. New Engl J Med. 2006;355:1699-713.

4. Hotchkiss RS, Karl IE. The pathophysiology and treatment of sepsis. New Engl J
Med. 2003;348(2) :138-50.

5. Soedarmo Sumarmo, Garna Herry. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi 3.
Badan penerbit IDAI. Jakarta: 2012, Hal: 358-63

Anda mungkin juga menyukai