Anda di halaman 1dari 34

WALK THROUGH SURVEY DI PERUSAHAAN

RSU UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

TANGGAL 16 DESEMBER 2016

KELOMPOK 1

HYGIENE INDUSTRI

Ketua :

dr. Diari Rabbani

Anggota :

1. dr. Alvin Ujianto


2. dr. Andhika Djajadi
3. dr. Awardia Lydia Ulidjaya
4. dr. Caly Leo
5. dr. Cathy Risma Cansiarini
6. dr. Dian Nur Matika Anggraini

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA

KEMENTERIAN TENAGA KERJA RI

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

PERIODE 14-19 DESEMBER 2016

JAKARTA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dewasa ini, pembangunan nasional berkembang seiring dengan berjalannya


perkembangan industri yang ditandai dengan moderenisasi pada mekanisme produksi. Yakni,
terjadi peningkatan penggunaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, dan teknologi tinggi lainnya,
serta bahan berbahaya. Namun, kemudahan dalam proses produksi dapat pula meningkatkan
jumlah dan jenis bahaya di tempat kerja. Selain itu, tercipta lingkungan kerja yang kurang
memenuhi syarat, proses dan sifat pekerjaan yang berbahaya. Masalah tersebut akan sangat
mempengaruhi dan mendorong peningkatan jumlah maupun tingkat kecelakaan kerja.
Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam sebuah perusahaan/tempat
kerja menjadi sebuah keharusan guna meminimalisir kejadian kecelakaan kerja. Pada
hakikatnya, faktor K3 berpengaruh terhadap efisiensi produksi dari suatu perusahaan industri
sehingga dapat mempengaruhi tingkat pencapaian produktivitasnya. Karena pada dasarnya
tujuan K3 adalah melindungi para tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan dan untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Kebijakan terkait
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) melibatkan unsur
manajemen, tenaga kerja, dan kondisi lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka
mencegah, mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta terciptanya lingkungan
kerja yang aman, efisien, dan produktif. Salah satu caranya adalah menciptakan perusahaan
yang higiene agar lingkungan kerja menjadi aman, nyaman, dan sehat.
Higiene perusahaan adalah suatu upaya pemeliharaan lingkungan kerja (fisik, kimia,
radiasi dan sebagainya) dan lingkungan perusahaan. Upaya ini terutama dilakukan dalam hal
pengamatan, pengumpulan data, merencanakan, dan melaksanakan pengawasan terhadap
segala kemungkinan gangguan kesehatan tenaga kerja dan masyarakat di sekitar perusahaan.
Dengan demikian, sasaran kegiatan perusahaan adalah lingkungan kerja dan lingkungan
perusahaan.
Penyehatan lingkungan kerja dan perusahaan merupakan upaya pencegahan timbulnya
penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan akibat proses produksi perusahaan.
Sedangkan menurut Sumakmur, higiene perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu higiene
beserta praktiknya dengan mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit
kualitatif dan kuantitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang

1
hasilnya dipergunakan untuk dasar tindakan korektif kepada lingkungan tersebut, serta
apabila diperlukan berupa tindakan pencegahan agar pekerja dan masyarakat sekitar
perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja, serta diharapkan dapat mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Setiap perusahaan diharapkan mampu menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan dan Kerja (SMK3) dalam perusahaannya masing-masing, di mana sistem
tersebut menjadi suatu siklus yang tidak terputus dan berkesinambungan. SMK3 dimulai
dengan penerapan K3, evaluasi dan peninjauan ulang hingga pada akhirnya peningkatan
berkelanjutan. Salah satu tahapan yang paling penting dari siklus tersebut adalah penentuan
hazard (potensi bahaya) yang terdapat pada perusahaan dan dapat menjadi faktor risiko bagi
tenaga kerja, baik itu dari faktor fisik, kimia maupun biologi.
Melihat pentingnya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan dan
Kerja (SMK3) dan higiene perusahaan sebagai bentuk upaya pencegahan timbulnya penyakit
akibat kerja dan pencemaran lingkungan akibat proses produksi perusahaan, maka pada hari
Jumat, 16 Desember 2016 telah dilakukan kunjungan ke Rumah Sakit yang terletak di daerah
Jakarta Timur, yaitu RSU Universitas Kristen Indonesia. Kunjungan tempat kerja bagi tim
penyusun ini lebih difokuskan untuk:
1. Mengetahui pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di RS
Univeritas Kristen Indonesia
2. Mengidentifikasi potensi bahaya faktor fisik, kima, dan biologis di RS Univeritas
Kristen Indonesia
3. Mengetahui pengelolaan limbah di RS Univeritas Kristen Indonesia

Selanjutnya, dilakukan analisis masalah terhadap data-data yang diperoleh di lapangan


dan kemudian dilakukan upaya alternatif pemecahan masalah yang ada di RS Univeritas
Kristen Indonesia. Diharapkan alternatif pemecahan masalah yang ditawarkan dalam proses
tersebut dapat diterapkan kepada seluruh petugas rumah sakit yang terlibat sehingga dapat
mengurangi potensi adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna memaksimalkan
kinerja para petugas rumah sakit.

2
1.2 DASAR HUKUM

1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja.


2. Permenakertrans No. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Faktor Kimia di Tempat Kerja.
3. Keputusan kepala Bapedal no. 1 tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
4. Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964 tentang syarat kesehatan dan
kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja.
5. Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada pasal 86 dimana
dikatakan bahwa pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja.

1.3 PROFIL PERUSAHAAN


1. Nama Perusahaan: RS Universitas Kristen Indonesia
2. Alamat: Jl. Mayjen Sutoyo No.2 Cawang, Jakarta Timur –13630 , Indonesia Phone :
+6221- 8092317
3. Sejarah dan Perkembangan: RS Universitas Kristen Indonesia awal beroperasi pada
tanggal 1 Desember 1973, rumah sakit itu masih bernama Rumah Sakit Puskesmas
FK UKI. Saat itu jumlah tempat tidur yang disediakan untuk pasien masih sebanyak
32 unit. Rumah sakit UKI digunakan untuk menggelar pengobatan masyarakat,
tempat pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Indonesia (FK UKI), dan tempat pendidikan bagi perawat rumah sakit tersebut. Pada
tahun 1975, melalui surat keputusan gubernur DKI Jakarta Rumah Sakit Puskesma
FK UKI naik status menjadi Rumah Sakit Umum (RSU) yang juga mendapat tugas
melayani kesehatan masyarakat bagian tengah jakarta Timur, melayani rujukan, dan
membina tiap Puskesmas di Jakarta Timur.
Adapun gedung Unit Gawat darurat yang dimiliki RSU UKI diresmikan pada tahun
1983 dan berbagai macam fasilitas seperti ruang rawat inap dan perlengkapan medis
terus dikembangkan. Rumah sakit terus mengembangkan pelayanan ke masyarakat
dan menjadikan diri sebagai rumah sakit pendidikan utama yang diakui yang
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor HK.03.05/II/2462/2011. Pada tanggal 18 Januari 2012 RSU UKI ditetapkan
sebagai rumah sakit tipe B oleh Departemen Kesehatan RI. Dengan demikiran, RSU

3
UKI telah memenuhi sejumlah persyaratan diantaranya yaitu punya fasilitas
kemampuan pelayanan medik minimal empat pelayanan medik spesialis dasar; empat
pelayanan spesialis penunjang medik; delapan pelayanan medik spesialis lainnya; dan
dua pelayanan medik subspesialis dasar.

4. Visi, Misi, dan Nilai Utama:


 Visi: Menjadi rumah sakit pendidikan utama yang mempunyai keunggulan
kompetitif dalam pelayanan, pendidikan, dan penelitian di bidang kesehatan.
 Misi:
1. Membangun karakter dokter yang memiliki sistem nilai Kristen
berdasarkan kasih dalam menjalankan kompetensinya.
2. Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan kedokteran,
penelitian dan pelayanan medis dasar dan spesialistik berkualitas sesuai
dengan kebutuhan pendidikan dengan keunggulan kompetitif khususnya
dalam bidang trauma dan penyakit tropis.
3. Menjalankan kegiatan operasional secara efektif dan efisien serta sinergis
sehingga menambah nilai tambah bagi stakeholders (pelanggan, pekerja,
mitra kerja, pemilik dan masyarakat).
4. Mengembangkan dan memperkuat manajemen rumah sakit pendidikan
yang mandiri dan mempunyai tata kelola yang baik (Good Teaching
Hospital Governance).
 Nilai Utama:
1. Rendah hati : Komitmen rumah sakit yang percaya bahwa rendah hati
dalam melayani adalah implementasi iman Kristiani.
2. Berbagi dan Peduli : Komitmen rumah sakit yang percaya bahwa berbagi
dan peduli yang tinggi adalah prinsip dasar pelayanan.
3. Profesional : Komitmen rumah sakit yang percaya bahwa penyelenggaraan
pelayanan yang profesional adalah ujung tombak pencapaian mutu
terbaik.
4. Bertanggung jawab : Komitmen rumah sakit yang percaya bahwa
tanggung jawab adalah pilar proses pelayanan dan penyembuhan secara
holistik.

4
5. Berdisiplin dan Kejujuran : Komitmen rumah sakit sebagai pemberi
pelayanan percaya bahwa disiplin dan kejujuran adalah sifat hati yang
bersih untuk melahirkan kepercayaan masyarakat.
5. Kegiatan Usaha: RSU Universitas Kristen Indonesia memiliki usaha di bidang
pelayanan jasa medis.
6. Jumlah Karyawan: 431 orang
7. Jam Kerja Karyawan:
 Factory:
 Shift I : 08.00 – 14.00
 Shift II : 14.00 - 21.00
 Shift III : 21.00 – 08.00
 Office : 08.00 - 16.00
8. Jaminan Asuransi Kesehatan: BPJS Ketenagakerjaan
9. P2K3 di RSU UKI: RS UKI sudah memili program K3, dimana semua perawatnya
sudah disertifikasi K3

1.4 ALUR PENERIMAAN PASIEN

Dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD), sebagai berikut :

Diterima, dilakukan
Pasien dateng ke IGD
Triase

Keluarga/pengantar,
Pasien ditangani
mengurus
sesuai SOP
administrasi

Pelayanan penerimaan pasien di RS UKI dibagi menjadi rawat inap dan rawat jalan.
Pengurusan dalam hal pendaftaran atau registrasi ditentukan sebagai berikut :
 Rawat Inap : pasien dari poli dan UGD di UGD
 Rawat Jalan : Pasien gawat darurat di UGD, sedangkan kasus non-gawat darurat di
instalasi rawat jalan

5
1.5 LANDASAN TEORI

A. Hygiene Industri
Hygiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mengajarkan tata cara untuk
mempertahankan kesehatan jasmani, rohani, dan sosial untuk mencapai tingkat
kesejahteraan yang lebih tinggi, serta sebagai suatu usaha pencegahan penyakit yang
menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta
lingkungannya.

B. Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Kerja


Beberapa faktor mempengaruhi kesehatan kerja daripada tenaga kerja antara lain
faktor fisik, faktor biologis, faktor kimia, sanitasi industri, dan pengolahan limbah.
Faktor Fisik
1) Bising:
Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya yang
merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan sebagainya atau yang
menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup.
 Jenis kebisingan:
- Kebisingan terus-menerus: dihasilkan oleh mesin-mesin yang berputar;
- Kebisingan terputus-putus: seperti suara pesawat terbang di udara;
- Kebisingan menghentak: seperti suara dentuman meriam, bom meledak.
 Akibat kebisingan:

Tipe Uraian
Perubahan ambang batas sementara
Kehilangan
akibat kebisingan, perubahan ambang
pendengaran
Akibat batas permanen akibat kebisingan
lahiriah Rasa tidak nyaman atau stress meningkat,
Akibat fisiologis tekanan darah meningkat, sakit kepala,
bunyi dering
Gangguan
Kejengkelan, kebingungan
emosional
Gangguan tidur atau istirahat, hilang
Gangguan
Akibat konsentrasi waktu bekerja, membaca dan
gaya hidup
psikologis sebagainya.
Merintangi kemampuan mendengarkan
Gangguan
TV, radio, percakapan, telpon dan
pendengaran
sebagainya.

6
Kebisingan yang dapat diterima oleh tanaga kerja tanpa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu
tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu, yaitu 85 dB (A)
(Permenakertrans No. 13/MEN/X/2011). Agar kebisingan tidak mengganggu
kesehatan atau membahayakan, perlu diambil tindakan seperti penggunaan
peredam pada sumber bising, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan,
penanaman pohon, pembuatan bukit buatan ataupun pengaturan tata letak
ruang dan penggunaan alat pelindung diri sehingga kebisingan tidak
mengganggu kesehatan atau membahayakan.
2) Getaran:
Yang dimaksud dengan getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media
dengan arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangan. Getaran terjadi saat mesin
atau alat dijalankan dengan motor sehingga pengaruhnya bersifat mekanis.
 Jenis getaran:
- Getaran seluruh tubuh, mempunyai frekuensi 1-80 Hz;
- Vibrasi segmental, dapat memapari tubuh pekerja seperti lengan dan
tangan. Getaran ini mempunyai frekuensi 5 – 1500 Hz.
3) Iklim dan Suhu:
Seorang tenaga kerja akan mampu bekerja secara efisien dan produktif bila
lingkungan tempat kerjanya nyaman. Suhu nyaman bagi orang Indonesia adalah
24°C-26°C. Bila iklim kerja panas dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam
bekerja dan gangguan kesehatan.
4) Pencahayaan:
 Sifat-sifat pencahayaan yang baik:
- Pembagian iluminasi pada lapangan penglihatan;
- Pencegahan kesilauan;
- Arah sinar;
- Warna;
- Panas penerangan terhadap keadaan lingkungan.
 Pengaruh pencahayaan yang kurang terhadap penglihatan:
- Iritasi, mata berair dan mata merah
- Penglihatan rangkap
- Sakit kepala

7
- Ketajaman penglihatan menurun, begitu juga sensitifitas terhadap kontras
warna juga kecepatan pandangan
- Akomodasi dan konvergensi menurun

 Intensitas cahaya di ruang kerja adalah sebagai berikut.


Tingkat
Jenis
pencahayaan Keterangan
Kegiatan
minimal (Lux)
Ruang penyimpanan dan ruang
Pekerjaan
peralatan/instalasi yang
kasar & tidak 100
memerlukan pekerjaan yang
terus-menerus
kontinyu
Pekerjaan
Pekerjaan dengan mesin dan
kasar dan 200
perakitan kasar
terus-menerus
Pekerjaan kantor/administrasi,
Pekerjaan rutin 300 ruang kontrol dan pekerjaan mesin
dan perakitan atau penyusun
Pembuatan gambar atau bekerja
Pekerjaan agak dengan mesin kantor pekerja
500
halus pemeriksaan atau pekerjaan dengan
mesin
Pemilihan warna, pemrosesan,
Pekerjaan
1000 tekstil, pekerjaan mesin halus dan
halus
perakitan halus
1500
Mengukir dengan tangan, pekerjaan
Pekerjaan amat (tidak
mesin dan perakitan yang sangat
halus menimbulkan
halus
bayangan)
3000
Pekerjaan (tidak Pemeriksaan pekerjaan, perakitan
detail menimbulkan sangat halus
bayangan)

 Beberapa hal yang dapat menurunkan intensitas penerangan:


- Adanya debu atau kotoran pada bola lampu;
- Bola lampu yang sudah lama;
- Kotornya kaca jendela, untuk penerangan alami;
- Perubahan letak barang-barang.

8
Faktor Biologis
Dasar hukum faktor biologis yang mempengaruhi lingkungan kerja adalah Kepres No.
22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja (point) penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan
yang memiliki resiko kontaminan khusus.

Biological hazard adalah semua bentuk kehidupan atau mahkluk hidup dan
produknya yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Faktor
biologis dapat dikategorikan menjadi:
1. Mikroorganisme dan toksinnya (virus, bakteri, fungi, dan produknya);
2. Arthopoda (crustacea, arachmid, insect);
3. Alergen dan toksin tumbuhan tingkat tinggi (dermatitis kontak, rhinitis, asma);
4. Protein alergen dari tumbuhan tingkat rendah (lichen, liverwort, fern) dan hewan
invertebrata (protozoa, ascaris).
 Faktor biologis dapat masuk ke dalam tubuh dengan cara:
1. Inhalasi/ pernafasan (udara terhirup)
2. Ingesti/ saluran pencernaan
3. Kontak dengan kulit
4. Kontak dengan mata, hidung, mulut.
 Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari
dengan pencegahan antara lain dengan:
1. Administrasi kontrol seperti administrasi kesehatan awal karyawan baru,
pemeriksaaan kesehatan secara berkala bagi karyawan lama;
2. Dilarang makan dan minum di area produksi;
3. Menjaga kebersihan kebersihan perseorangan/individu;
4. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu
yang mengandung organisme patogen dengan cara menutupi hidung dan mulut
dengan tujuan untuk menghindari debu respirabel (< 10 mikrometer);
5. Menggunakan sarung tangan yang menutupi sampai siku saat menuangkan
bahan baku;
6. Desinfeksi secara teratur terhadap lantai, dinding dan peralatan produksi.
7. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak satu kali
setiap bulan;

9
8. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya
mikroorganisme yang patogen pada sistem pendingin;
9. Menggunakan alas kaki dan baju khusus dalam area produksi untuk
menghindari kontaminasi mikroorganisme dari luar;
10. Sebelum dan sesudah bekerja dalam area produksi diharuskan mencuci tangan
di air mengalir dan sabun;
11. Pengontrolan suhu dan kelembaban udara dengan menggunakan pendingin
ruangan untuk menekan pertumbuhan dari mikroorganisme;
12. Melakukan pengolahan terhadap limbah produksi.

Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan mencegah
penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari. Salah satunya kantin
atau tempat makan para pekerja berada di ruangan tertutup sehingga lalat tidak dapat
keluar masuk dan hinggap pada makanan pekerja.

Faktor Kimia
Faktor kimia merupakan salah satu sumber bahaya potensial bagi pekerja. Bahan
kimia yang didefinisikan sebagai unsur kimia, senyawa, dan campurannya yang
bersifat alami maupun buatan (sintetis) selalu terdapat di setiap proses industri.
Paparan terhadap zat-zat kimia tertentu di tempat kerja dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan, baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Untuk
memahami faktor kimia di tempat kerja, seorang ahli K3 harus memiliki pengetahuan
tentang efek toksik dan sifat dari suatu zat kimia. Identifikasi zat kimia berbahaya
dapat dilakukan dengan melihat pelabelan bahan kimia dan Material Safety Data
Sheet (MSDS).

1) Klasifikasi (berdasarkan bentuknya):


 Partikulat, yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang mendispersi di
udara yang mempunyai ukuran demikian lembutnya sehingga kecepatan
jatuhnya mempunyai stabilitas cukup sebagai suspensi di udara. Bentuk ini
memiliki ukuran 0.02-500µm. Yang termasuk dalam bentuk partikulat
diantaranya adalah sebagai berikut.

10
- Debu: merupakan suspensi partikel benda padat di udara. Butiran debu ini
dihasilkan oleh pekerjaan mekanisasi, seperti pekerjaan yang berkaitan
dengan gerinda, pemboran, pemecahan, dan penghancuran material padat.
Ukuran debu dapat bervariasi mulai dari yang dapat terlihat dengan mata
telanjang (50µm) sampai dengan yang tidak terlihat.

Partikel debu yang berukuran kurang dari 10µm dapat membahayakan


kesehatan karena dapat terhirup dan masuk ke dalam paru-paru, dan yang
berukuran 0.5 – 4 µm dapat terdeposit pada alveolus paru, seperti debu
kapas, silica, dan asbes.
- Fume: adalah partikel-partikel benda padat hasil kondensasi bahan-bahan
dari bentuk uap, biasanya terjadi setelah penguapan dari logam cair. Uap
dari logam cair terkondensasi menjadi partikel-partikel padat di dalam
ruangan logam cair tersebut, misalnya pada pekerjaan penyolderan,
pengelasan, atau peleburan logam. Contoh: metal fume pada peleburan
logam seperti ZnO dan PbO.
- Kabut (fog): adalah sebaran partikel-partikel cair di udara sebagai hasil
proses kondensasi dari bentuk uap atau gas melalui proses electroplanting
dan penyemprotan di mana cairan tersebar, terpercik atau menjadi busa
partikel buih yang sangat kecil. Contoh: kabut minyak yang dihasilkan
selama operasi memotong dan gerinda.
- Asap (smoke): adalah partikel-partikel karbon yang mempunyai ukuran
kurang dari 0.5µm dan bercampur dengan senyawa hidrolarbon sebagai
hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar, seperti hasil
pembakaran batubara.
- Smog: adalah bentuk suspense antara smoke dan fog bersama di udara.
Smog terdapat pada pekerjaan pembuihan.

 Non Partikulat
- Gas adalah molekul dalam udara yang menempati ruang yang tertutup dan
dapat diubah menjadi cairan atau keadaan padat dengan pengaruh dari
gabungan kenaikan tekanan dan pengurangan suhu. Gas dapat berdifusi
dengan cara menjalar atau menyebar. Contoh : bahan seperti oksigen,

11
nitrogen, atau karbon dioksida dalam bentuk gas pada suhu dan tekanan
normal, dapat diubah bentuknya hanya dengan kombinasi penurunan suhu
dan penambahan tekanan.

- Uap adalah bentuk gas dari suatu bahan yang dalam keadaan normal
berbentuk padat atau cairan pada suhu dan tekanan ruang. Uap dapat
dirubah kembali menjadi padat atau cair dengan menambah tekanan atau
menurunkan suhu. Bahan-bahan yang memiliki titik didih yang rendah
lebih mudah menguap dari pada yang memiliki titik didih yang tinggi.
Contoh bentuk uap adalah uap air, uap minyak, uap merkuri, uap toluen.

2) Pengaruh Fisiologis dan Patologis Bahan Kimia:


 Bahan kimia iritatif adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan iritasi atau
menimbulkan bahaya apabila tubuh kontak dengan bahan kimia. Bagian tubuh
yang terkena biasanya kulit, mata, dan saluran pernapasan.
- Iritasi melalui kulit  apabila terjadi kontak antara bahan kimia tertentu
dengan kulit, bahan itu akan merusak lapisan yang berfungsi sebagai
pelindung. Keadaan ini disebut dermatitis (peradangan kulit).
- Iritasi melalui mata  kontak yang terjadi antara bahan-bahan kimia
dengan mata bisa menyebabkan rusaknya mulai yang ringan sampai
kerusakan permanen.
- Iritasi saluran pernapasan oleh karena bahan-bahan kimia berupa
bercak-bercak cair, gas atau uap akan menimbulkan rasa terbakar apabila
terkena pada daerah saluran pernapasan bagian atas (hidung dan
kerongkongan).
 Bahan kimia bersifat asfiksian merupakan bahan kimia yang dapat
menyebabkan asfiksia, yaitu keadaan sesak napas dihubungkan dengan
gangguan proses oksigensi dalam jaringan tubuh, sehingga menimbulkan
sensasi tercekik dan dapat menyebabkan kematian. Terdapat dua jenis
asfiksia, yakni:
- Simple asphyxiation (sesak napas yang sederhana) karena ini berhubungan
dengan kadar oksigen di udara yang digantikan dan didominasi oleh gas

12
seperti nitrogen, karbon dioksida, ethane, hydrogen atau helium yang
kadar tertentu mempengaruhi kelangsungan hidup.

- Chemical asphyxiation (sesak napas karena bahan-bahan kimia). Pada


situasi ini, bahan-bahan kimia langsung dapat mempengaruhi dan
mengganggu kemampuan tubuh untuk mengangkut dan menggunakan zat
asam, sebagai contoh adalah karbon monoksida, nitrogen, propan, argon,
dan metana.

 Bahan kimia bersifat zat pembius dapat mehilangkan kesadaran dan mati rasa.
Paparan terhadap konsentrasi yang relatif tinggi dari bahan kimia tertentu
seperti ethyl dan prophyl alcohol (aliphatic alcohol), dan methylethyl keton
(aliphatic keton), acetylene hydrocarbon ethyl dan isoprophyl ether, dapat
menekan susunan syaraf pusat.
 Bahan kimia beracun/toksin merupakan bahan kimia yang dalam kosentrasi
relatif sedikit dapat mempengaruhi kesehatan manusia atau bahkan
menyebabkan kematian. Manusia memiliki sistem yang komplek. Keracunan
sistemik dihubungkan dengan reaksi dari salah satu sistem atau lebih dari
tubuh terhadap bahan-bahan kimia yang mana reaksi ini merugikan dan dapat
menyebar keseluruh tubuh. Contoh bahan kimia toksin antara lain pestisida,
benzene, dan sianida.
 Bahan kimia karsinogenik. Paparan bakan-bahan kimia tertentu bisa
menyebabkan pertumbuhan sel-sel yang tidak terkendali, menimbulkan tumor
(benjolan-benjolan) yang bersifat karsinogen. Tumor tersebut mungkin baru
muncul setelah beberapa tahun bevariasi antara 4 tahun sampai 40 tahun.
Bahan kimia seperti arsenic, asbestos, kromium, nikel dapat menyebabkan
kanker paru-paru.
 Bahan kimia fibrotic merupakan bahan kimia yang bila masuk ke dalam tubuh
dapat menyebabkan terbentuknya jaringan fibrotik, seperti pneumoconiosis.
Pneumoconiosis adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh mengendapnya
partikel-partikel debu halus daerah pertukaran gas dalam paru-paru dan
adanya reaksi dari jaringan paru dan membentuk jaringan fibrotik. Contoh

13
bahan-bahan yang menyebabkan pneumoconiosis adalah crystalline silica,
asbestos, talc, batubara dan beryllium.

3) Pengukuran: Untuk mengetahui kondisi real tentang kadar kontaminan kimiawi di


tempat kerja, maka perlu dilakukan pengukuran/pengujian terhadap faktor kimia
yang memapari tempat tersebut dengan cara pengambilan sample yang
selanjutnya akan dianalisa. Dalam melakukan pengukuran pada lingkungan kerja
diperlukan pengambilan sample yang dapat dilakukan secara terus menerus dalam
kurun waktu tertentu yang pada prinsipnya harus representatif dalam 8 jam kerja.
Metode yang digunakan antara lain Standar Nasional Indonesia (SNI), NIOSH,
AIHA, dan lain-lain. Beberapa instrument analisis yang digunakan dalam
pengujian faktor kimia adalah AAS untuk analisis kadar logam, GC untuk kadar
hidrokarbon, spectrophotometer UV/Vis untuk analisis gas organic, dan X-Ray
deffractometer.Nilai Ambang Batas (NAB), diatur berdasarkan surat edaran
Permenakertrans No.13/MEN/X/2011 tentang NAB faktor kimia dan faktor
fisikadi tempat kerja.Kategori nilai ambang batas:
 NAB rata-rata selama jam kerja
 NAB pemaparan singkat
 NAB tertinggi
4) Pengendalian: Pengendalian potensi bahaya kimia dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti:
 Pemberian label dan simbol pada wadah untuk bahan yang berisikan tentang:
nama bahan kimia, resiko yang ditimbulkan, jalan masuknya ke tubuh, efek
paparan, cara penggunaan yang aman dan pertolongan pertama keracunan.
 Memiliki MSDS, yaitu semua informasi mengenai suatu bahan kimia yang
dibuat oleh suatu perusahaan, berisikan antara lain kandungan/komposisi, sifat
fisik dan kmia, cara pengankutan dan penyimpanan, informasi APD sesuai
NAB, efek terhadap kesehatan, gejala keracunan, pertolongan pertama
keracunana, alamat dan nomer telepon pabrik pembuat atau distributor.
 Memiliki petugas K3 kimia dan ahli K3 kimia yang mempunyai kewajiban ,
melakukan identifikasi bahaya melaksanakan prosedur kerja aman,
penganggulangan keadaan darurat dan mengembankan pengetahuan K3 di
bidang kimia.

14
 Prinsip pengendalian bahan kimia di lungkungan kerja dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
- Pengendalian secara teknis
a. Substitusi
b. Isolasi
c. Ventilasi (alamiah dan buatan)
- Pengendalian administrasi
a. Pemilihan bahan produksi potensi bahaya serendah mungkin
b. Labelling. Telah dijelaskan sebelumnya.
c. Penyimpanan bahan sesuai dengan kelompok sifat dan besar potensi
bahaya
d. Penanganan limbah dan sampah kimia secara khusus dan benar.
Dasar hukum yang mengatur pengendalian bahan kimia berbahaya adalah
Permenakertrans No.13/MEN/X/2011, tentang NAB Faktor Fisik dan Faktor
Kimia di Udara Tempat Kerja.

Sanitasi Industri
Prinsip dasar sanitasi terdiri dari:
 Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga kebersihan;
 Sanitasi ini merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh industri dalam
menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP);
 Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit pada tenaga kerja dan
lingkungan sekitar perusahaan;
 Manfaat yang diperoleh bagi konsumen bila industri pangan adalah, konsumen
terhindar dari penyakit atau kecelakaan karena keracunan makanan;
 Manfaat yang diperoleh bagi produsen adalah produsen dapat meningkatkan mutu
dan umur simpan produk, mengurangi komplain dari konsumen;
 Mengurangi biaya recall.
 Praktik sanitasi meliputi pembersihan, pengelolaan limbah, dan higiene pekerja
yang terlibat.
Sanitasi industri meliputi:

15
1) Water supply: Suplai air dibagi menjadi dua berdasarkan penggunaannya, yaitu:
 Domestik  untuk karyawan, makan, minum, dll
 Proses produksi
2) Pembuangan kotoran dan sampah: Sampah dibagi menjadi dua, yaitu:
 Domestik  berasal dari karyawan, bukan dari proses produksi
 Sampah industri  padat, cair
Sampah ini memerlukan manajemen khusus dalam pengelolaannya.Sampah dapat
diolah kembali untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat ataupun sudah tidak
bisa dimanfaatkan lagi dan dikembalikan ke alam sebagai bahan yang tidak
berbahaya dan mudah terurai.
3) Sanitasi makanan: Sanitasi makanan memegang peranan penting dalam proses
produksi. Sanitasi makanan berhubungan langsung kepada tenaga kerja ataupun
proses produksi dalam industri pangan. Sanitasi makanan merupakan usaha
pencegahan penyakit, dapat menjadi pertimbangan ekonomi dalam penyediaan
makanan dan merupakan pencegahan penyakit yang efektif. Hal–hal yang
diperhatikan dalam sanitasi makanan adalah:
 Kebersihan makanan  penyediaan bahan makanan, pengolahan makanan,
pengangkutan bahan makanan dan penyajian makanan
 Kebersihan peralatan
 Kebersihan fasilitas
 Kantin dan ruang makan
 Keracunan makanan
4) Pencegahan dan pembasmian vektor dan roden: Vektor adalah binatang yang
berperan dalam pemindahan penyakit dari sumbernya ke manusia. Contoh-contoh
vektor seperti tikus, lalat, nyamuk, kecoa, kutu dan lain-lain. Masing-masing
vektor membawa penyakit tertentu dan dapat mengenai tenaga kerja, sehingga
dapat menurunkan produktivitas. Pengendalian vektor dapat dilakukan oleh pihak
perusahaan sendiri ataupun memakai jasa pengendalian vektor profesional.
5) Penyediaan fasilitas kebersihan: Fasilitas kebersihan merupakan hal yang mutlak
harus tersedia dalam industri. Memgang peranan penting dalam proses produksi.
Fasilitas kebersihan menjamin tenaga kerja untuk menjalankan fungsi-fungsi
biologis seperti buang air kecil, buang air besar, makan, tempat ganti pakaian, dan
lain-lain. Hal – hal yang termasuk fasilitas kebersihan, yaitu:

16
 WC (kakus)  memenuhi syarat-syarat wc sehat, jumlah wc sebanding
dengan jumlah pekerja.
 Tempat cuci.
 Tempat mandi  membersihkan badan sebelum pulang.
 Tempat baju kerja (locker)  tempat ganti pakaian sebelum dan sesudah
kerja.
 Ruang makan dan kantin  memenuhi syarat – syarat rumah makan sehat
atau kantin sehat.

Pengolahan Limbah
Limbah industri merupakan buangan yang keberadaannya di tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah industri
tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu yang memiliki nilai ekonomis
berupa limbah yang dengan melakukan proses lanjut akan memberi nilai tambah, serta
limbah yang tidak mempunyai nilai ekonomis berupa limbah yang diolah dalam
bentuk proses apapun tidak dapat memberikan nilai tambah tetapi hanya dapat
mempermudah sistem pembuangan.

Limbah padat dan cair yang dihasilkan akibat proses produksi sebaiknya ditempatkan
pada bak sampah tersendiri yang telah dipilah-pilah berdasarkan jenisnya serta apakah
termasuk limbah B3 atau bukan. Untuk limbah yang bukan termasuk B3 perlu dipilah
lagi apakah bisa didaur ulang atau bisa langsung dibakar atau dikubur. Yang termasuk
kedalam limbah B3 adalah limbah industri yang mengandung bahan pencemar yang
bersifat racun dan berbahaya, dimana limah B3 tersebut merupakan bahan dalam
jumlah sedikit tetapi mempunyai potensi mencemari dan merusak lingkungan hidup
dan sumber daya.Limbah cair yang dihasilkan industri harus diolah terlebih dahulu
sesuai dengan spesifikasinya.
Kontainer tempat menampung limbah yang termasuk kategori B3 tidak boleh bocor,
sampah tidak boleh tercecer pada waktu pengumpulan dan penyimpanan sementara
sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir B3. Secara umum, pengolahan limbah
industri dapat dilakukan melalui 3 proses, yaitu:
1) Proses pengolahan secara fisika:

17
 Sedimentasi,yaitu suatu proses pemisahan bahan padat dari cairan secara
gravitasi.
 Flotasi, yaitu memisahkan partikel dengan densitasnya, menggunakan aliran
udara yang dimasukkan kedalam sistim.
 Separasi minyak-air, yaitu dengan memisahkan bagian terbesar minyak dari
aliran limbah dengan menggunakan prinsip dasar perbedaan spesifitas
gravities anatara air dan minyak yang dibuang.
2) Proses pengolahan secara kimiawi:
 Koagulasi-presipitasi, yaitu pencampuran bahan kimia secara merata menjadi
gumpalan-gumpalan yang cukup besar.
 Netralisasi, yaitu proses untuk menurunkan sifat asam atau basa dalam air.
3) Proses pengolahan secara biologi:
 Aerobic suspended growth process, yaitu memasukkan air limbah kedalam
reaktor concrete steel earthen tank dengan aliran konsentrasi yang sangat
tinggi.
 Aerobic attached growth process, yaitu proses mikroorganisme dimasukkan
kedalam beberapa media.
 Aerobic lagoons (kolam stabilisasi), yaitu kolam tanah yang luas dan dangkal
untuk mengolah air limbah dengan menggunakan proses alami dengan
melibatkan ganggang dan bakteri.
 Anaerobic lagoons, yaitu air limbah mentah bercampur dengan massa
microbial aktif dalam lapisan sludge.
Pengolah limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu yang
dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya dapat berasal
dari limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawah bersama gas tersebut.
Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani pencemaran udara oleh limbah gas
dan materi partikulat yang terbawah bersamanya.
1) Mengontrol Emisi Gas Buang:
 Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan
hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas
sulfur oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar
dengan cara desulfurisasi menggunakan filter basah (wet scrubber);
 Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan

18
berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi partikulat, karena
filter basah juga digunakan untuk menghilangkan materi partikulat;
 Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan
bermotor dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon
monoksida dan hidrokarbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dapat
dikurangi dengan cara memasang alat pengubah katalitik (catalytic converter)
untuk menyempurnakan pembakaran;
 Selain cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang jugadapat dikurangi
kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan sumber bahan
bakar alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas buang yang merupakan
polutan.
2) Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan:
 Filter Udara:
Filter udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau stack,
agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih yang saja
yang keluar dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus secara tetap
diamati (dikontrol), kalau sudah jenuh (sudah penuh dengan abu/ debu) harus
segera diganti dengan yang baru.Jenis filter udara yang digunakan tergantung
pada sifat gas buangan yang keluar dari proses industri, apakah berdebu
banyak, apakah bersifat asam, atau bersifat alkalis dan lain sebagainya
 Pengendap Siklon:
Pengendap Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu / abu yang
ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip
kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara / gas
buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon
sehingga partikel yang relatif “berat” akan jatuh ke bawah.Ukuran partikel /
debu / abu yang bisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5 µ - 40 µ. Makin
besar ukuran debu makin cepat partikel tersebut diendapkan.
 Filter Basah:
Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerja
filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara
menyemprotkan air dari bagian atas alt, sedangkan udara yang kotor dari
bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka

19
debu akan ikut semprotkan air turun ke bawah.Untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik dapat juga prinsip kerja pengendap siklon dan filter basah
digabungkan menjadi satu. Penggabungan kedua macam prinsip kerja tersebut
menghasilkan suatu alat penangkap debu yang dinamakan:
 Pegendap Sistem Gravitasi:
Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang
ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 µ atau lebih. Cara kerja alat
ini sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat
yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan
kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah
akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung
pada dimensi alatnya.
 Pengendap Elektrostatik:
Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara yang kotor
dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah
aerosol atau uap air.
Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara yang keluar dari
alat ini sudah relatif bersih.Alat pengendap elektrostatik ini menggunakan arus
searah (DC) yang mempunyai tegangan antara 25-100 kv. Alat pengendap ini
berupa tabung silinder di mana dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di
tengah ada sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding
tabung, diberi muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan yang cukup besar
akan menimbulkan corona discharga di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini
menyebabkan udara kotor seolah-olah mengalami ionisasi. Kotoran udara
menjadi ion negatif sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan masing-
masing akan menuju ke elektroda yang sesuai. Kotoran yang menjadi ion
negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan udara bersih akan berada
di tengah-tengah silinder dan kemudian terhembus keluar.

20
BAB II
PELAKSANAAN

2.1 TANGGAL DAN WAKTU PENGAMATAN

Dilakukan pengamatan pada hari Jumat, 16 Desember 2016, pukul 08.30 – 11.00 WIB
oleh kelompok I (Hygiene Industri).

2.2 LOKASI PENGAMATAN

Lokasi pengamatan adalah di Jl. Mayjen Sutoyo No.2 Cawang, Jakarta Timur –13630 ,
Indonesia Phone : +6221- 8092317

21
BAB III
HASIL PENGAMATAN

Pengamatan dilakukan di RSU Universitas Kristen Indonesia tepatnya pada lokasi


ruang rawat inap kelas II.

1.4 FAKTOR FISIK

1) Bising
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung, alat-alat yang digunakan untuk
menunjang kegiatan pelayanan, dalam proses pelayanan jasa terhadap pasien di RS
Universitas Kristen Indonesia yaitu tidak ditemukan hal-hal yang berrpotensi
menimbulkan kebisingan bagi para penyedia dan penerima pelayanan jasa.
Pengamatan yang dilakukan secara langsung, sehingga pengamat dapat mendengar
bising yang berasal dari proses pelayanan tersebut secara langsung.

2) Pencahayaan
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung, penerangan di ruang rawat inap
menggunakan sumber pencahayaan alami dan buatan. Untuk di kamar pasien, terdapat
ventilasi dan kaca jendela yang langsung menghadap ke luar yaitu 4,8m2 sedangkan
luas ruangan yaitu 7m2. Untuk ruang perawat, hanya terdapat lampu, yang ketika
dilakukan peninjauan dalam keadaan menyala, diukur secara kasat mata, penerangan
kurang. Menurut informasi yang diperoleh dari narasumber bahwa intensitas
pencahayaan di tempat kerja yang mengacu kepada Peraturan Menteri Perburuhan
No. 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan, serta Penerangan dalam
Tempat Kerja. Pencahayaan yang baik di dalam suatu ruangan yaitu 1/6 dari luas
ruangan. Jadi, menurut pengamatan yang kami lakukan di ruangan tersebut, untuk di
dalam kamar pasien, pencahayaan sudah baik, sedangkan di ruang perawat, kurang
baik.

3) Getaran
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung, alat-alat yang digunakan untuk
menunjang kegiatan pelayanan, dalam proses pelayanan jasa terhadap pasien di RS
Universitas Kristen Indonesia, tidak ditemukan hal-hal yang berpotensi menimbulkan

22
getaran yang dapat mengganggu. Pengamatan dilakukan secara langsung, sehingga
pengamat dapat merasakan secara langsung.

4) Radiasi
Berdasarkan pengamatan secara langsung, alat-alat yang digunakan untuk menunjang
kegiatan pelayanan, dalam proses pelayanan jasa terhadap pasien di RS Universitas
Kristen Indonesia, tidak ditemukan hal-hal yang berpotensi menimbulkan radiasi
terhadap pemberi dan penerima pelayanan jasa.

5) Iklim Kerja
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung, pekerja tidak ada yang terpapar oleh
sinar matahari secara langsung dan pada ruangan, tidak terdapat termometer ruangan,
sehingga tidak dapat diketahui suhu ruangan pada saat pengamatan. Akan tetapi,
menurut pengamatan kami, ruangan cukup sejuk untuk berkerja, karena terdapat
pendingin ruangan (AC). Kelembaban udara di ruangan juga tidak dapat diukur.

1.5 FAKTOR KIMIA

Berdasarkan pengamatan di ruang rawat RS Universitas Kristen Indonesia, tidak


ditemukan bahan atau zat kimia yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat kerja bagi
tenaga kerja maupun kerugian bagi penerima jasa layanan.

1.6 FAKTOR BIOLOGI

Pada kunjungan ke RS Universitas Kristen Indonesia, dari pengamatan yang


dilakukan di ruang rawat inap (ruang isolasi) ditemukan posisi exhaust fan berada pada
tempat yang kurang tepat karena arah pembuangan udaranya mengarah ke koridor, yang
merupakan tempat orang lalu lalang yang dapat menyebabkan penyebaran infeksi yang
berasal dari ruang isolasi.
Faktor biologi lainnya yang dapat menjadi resiko di ruang rawat inap, yaitu tempat
tersebut merupakan ruangan tertutup yang menggunakan AC tanpa ventilasi, sehingga
sirkulasi udara bebas tidak terjadi dengan baik. Hal-hal tersebut diatas tidak sesuai dengan
peraturan yang diatur di Kepres No. 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan

23
kerja, point 29 dimana penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang
didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki kontaminasi khusus.
Upaya pengendalian faktor biologi yang sudah dilakukan antara lain tidak ada petugas
medis yang makan/ minum di area ruang rawat inap, dan sudah tersedia tempat untuk cuci
tangan bagi pekerja dilengkapi dengan instruksi mencuci tangan.

1.7 KEBERSIHAN

Hasil pengamatan selama berada di lingkungan RS Universitas Kristen Indonesia,


secara umum dapat dikatakan bahwa sanitasi yang berada di tempat tersebut baik. Kebersihan
dalam area ruang rawat seperti dinding, lantai dan atapnya baik. Daerah untuk bekerja juga
tampak bersih, tampak terdapat tempat sampah di setiap ruangan rawat inap untuk penerima
jasa dan di koridor bangsal. Tempat sampah yang terdapat di ruang rawat inap sudah
memenuhi standar baik secara ukuran maupun pemisahan jenis sampahnya yaitu sampah
infeksius dan non-infeksius, dimana sampah infeksius ditampung dengan menggunakan
kantong plastik berwarna kuning. Tempat sampah yang berada dalam ruang rawat inap setiap
hari dibawa ke tempat pembuangan limbah rumah sakit (B3). Terdapat wastafel yang
dilengkapi dengan sabun cair, cermin, tisu, tempat sampah dan petunjuk cara cuci tangan
yang benar di setiap ruang rawat inap untuk digunakan oleh pemakai jasa dan di luar ruang
rawat inap (koridor bangsal) yang dapat digunakan oleh pekerja medis. Kebersihan pada
ruang tempat penyimpanan obat untuk penerima jasa juga dinilai sudah baik dengan
menggunakan kabinet tertutup.
Pengamatan juga dilakukan di ruangan tempat penyimpanan alat-alat kebersihan
bangsal yang dinilai baik kebersihannya.
Informasi dari narasumber, penyediaan kebutuhan air untuk kebutuhan ruang rawat
inap, menggunakan air pam yang sudah melalui proses sterilisasi dan dijamin kebersihannya
untuk dikonsumsi.
Untuk masalah kebersihan makanan bagi para pekerja medis dinilai baik, dari segi
proses penyajiannya dan dengan tempat makannya. Rumah sakit menyediakan makanan
untuk para petugas medis, yang diolah di ruangan khusus untuk memasak dan diantarkan oleh
petugas pengantar makanan untuk petugas-petugas medis di ruang rawat inap.

24
Penggunaan pendingin ruangan pada ruang rawat inap dinilai juga sudah cukup untuk
kebersihannya karena menurut narasumber, proses pembersihan pendingin ruangan dilakukan
secara rutin setiap bulan.

1.8 PETUGAS HIGIENE RUMAH SAKIT

Hasil pengamatan secara langsung menunjukkan terdapat peraturan untuk petugas


medis yang bertugas untuk selalu menjaga kebersihan diri, terutama mencuci tangan sebelum
dan setelah memberikan pelayanan kepada penerima jasa. Petugas medis juga diharuskan
untuk mencuci tangan setiap akan memberikan pelayanan medis untuk penerima jasa yang
berbeda.

1.9 PENGOLAHAN LIMBAH

1) Pengolahan Limbah Cair


Limbah cair yang dihasilkan oleh RS Universitas Kristen Indonesia dibagi
menjadi limbah kategori Bahan Buangan Berbahaya (B3) dan bukan B3. Untuk
limbah yang termasuk kategori B3, limbah dikumpulkan dan disimpan dalam wadah
terpisah yang kemudian diangkut untuk diolah oleh PT. Jasa Medika setiap seminggu
tiga kali.
Secara singkat, pengolahan limbah cair dilakukan dengan cara semua limbah
cair dimasukkan ke bak penampungan (WWTP). Selanjutnya, dilakukan penyaringan
untuk memisahkan bagian lemak dan airnya. Kemudian, bagian airnya dinetralisasi
dengan penambahan NaOH 100%. Kemudian dimasukkan dalam tangki aerasi untuk
mengaktifkan bakteri pengurai dan sedimentasi.Perusahaan menggunakan proses
recycling air limbah domestik atau sewage treatment plant (STP).

25
Unit pengolahan limbah ini dirancang dan dibangun sebagai utility dalam proyek
pengembangan di dalam ruang lingkup RS UKI, proses pengolahan melalui tahapan-
tahapan sebagai berikut:

a. Pretreatment. Pemisahan padatan berukuran besar agar tidak terbawa pada


unit pengolahan selanjutnya.
b. Aerasi. Tiga tahapan aerasi yang dilalui berupa aerasi alami, aerasi difusi, dan
aerasi mekanik. Secara umum aerasi merupakan proses yang bertujuan untuk
meningkatkan kontak antara udara dan air untuk meningkatkan konsentrasi
oksigen di dalam air limbah.
c. Post aerasi. Untuk memastikan tingkat oksigen terlarut terpenuhi.
d. Clarifier. Pemisahan pasrtikel yang mengendap secara gravitasi.
e. Chlorinasi. Penginjeksian chlorine untuk membunuh bakteri pathogen dan
meningkatkan kejernihan air.
f. Effluent. Pengaliran menuju Effluent Tank untuk selanjutnya dibuang pada
saluran kota. Sebagian air ini diproses lagi untuk keperluan recycling untuk
menyiram tanaman maupun mencuci kendaraan.

Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung, tempat pengolahan limbah air


bukan B3 RS Universitas kristen Indonesia berada di tempat terbuka yang masih
dalam area rumah sakit. Limbah cair diolah secara biologi dengan cara aerobic
lagoons (kolam stabilisasi), yaitu kolam tanah yang luas dan dangkal dengan
melibatkan ganggang dan bakteri. Tempat pengolahan limbah tidak mengeluarkan bau
yang menyebar di sekitar area tersebut. Air hasil pengolahan limbah yang dilakukan
dapat digunakkan untuk mencuci mobil dan menyirami tanaman yang berada di
sekitar Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia. Walaupun demikian, air hasil
pengolahan limbah tidak dapat diminum.

26
2) Pengolahan Limbah Padat
Limbah padat di RS Universitas kristen Indonesia diolah oleh pihak ketiga,
yaitu PT Jasa Medika. Pengambilan limbah padat di RS UKI dilakukan seminggu tiga
kali setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat. Limbah padat sebelum diangkut oleh pihak
ketiga, dikumpulkan di tempat pembuangan sementara (TPS) yang tertutup dan
berjarak lebih kurang 50m dari rumah sakit.

3.7 TABEL RINGKASAN PERMASALAHAN

Faktor Masalah yang dihadapi Dasar Hukum Pemecahan Masalah

Fisik 1. Tidak diketahuinya Permenakertrans 1. Melakukan pengukuran


nilai pengukuran dari No. beberapa faktor fisik
beberapa faktor fisik 13/MEN/X/2011 agar dapat melakukan
(apakah di bawah pengendalian bila
normal atau di atas didapatkan nilai yang
normal), seperti melebihi nilai ambang
intensitas cahaya,suhu batas.
ruangan, dan
kelembaban udara.

Kimia - - -

Biologi 1. Posisi exhaust fan - Standard 1. Memperbaiki posisi


berada pada tempat European Directive exhaust fan agar arah
yang kurang tepat No. 90/679 pembuangan udaranya
karena arah -UU No. 1 Tahun mengarah ke udara
pembuangan 1970 bebas dan tidak
udaranya mengalir ke koridor
mengarah ke tempat orang lalu
koridor, yang lalang.
merupakan tempat 2. Ventilasi yang
orang lalu lalang memang sudah
yang dapat terdapat di ruang rawat
menyebabkan inap, dibuka sesering
penyebaran infeksi mungkin agar sirkulasi
yang berasal dari udaranya baik.
ruang isolasi.
2. Ruang rawat inap
yang merupakan
ruangan tertutup
yang menggunakan
AC tanpa ventilasi,
sehingga sirkulasi
udara bebas tidak

27
terjadi dengan
baik.

Sanitasi - - -

Pengolahan - - -
Limbah

28
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH

4.1 FAKTOR FISIK

1) Bising
 -

2) Pencahayaan
Pencahayaan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan pencahayaan di masing-
masing ruangan/ tempat kerja dengan memperhatikan detail pekerjaan yang akan
dilakukan oleh para pekerja, di mana pekerjaan yang membutuhkan ketelitian tinggi,
membutuhkan lux yang baik (tinggi) dan berdasarkan pengamatan di tempat kerja
petugas medis RS UKI. Pencahayaannya dinilai masih kurang untuk melakukan
pekerjaan di ruangan tersebut.

3) Getaran
 -

4) Radiasi
 -

5) Iklim kerja
 Sebaiknya dilakukan pengukuran suhu di tempat kerja, agar para pekerja dapat
melakukan pekerjaannya dengan aman dan nyaman.
 Melakukan pengukuran kelembaban pada ruangan kerja.
 Menjaga kebersihan pendingin ruangan untuk menjaga sistem sirkulasi di ruang
kerja.

4.2 FAKTOR KIMIA

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di ruang rawat inap kelas II RS Universitas


Kristen Indonesia, tidak ditemukan bahan-bahan kimia yang memiliki potensi bahaya untuk
pekerja medis.

29
4.3 FAKTOR BIOLOGI

Sesuai dengan hasil pengamatan di RS Universitas Kristen Indonesia, untuk


menghindari penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh faktor biologi, perlu dilakukan:
1) Memperbaiki posisi exhaust fan agar arah pembuangan udaranya mengarah ke udara
bebas dan tidak mengalir ke koridor tempat orang lalu lalang.
2) Mengoptimalkan penggunaan ventilasi yang memang sudah terdapat di ruang rawat
inap dengan membukanya sesering mungkin agar sirkulasi udaranya baik.

4.4 SANITASI

Sesuai dengan hasil pengamatan di RS Universitas Kristen Indonesia, sanitasi di


ruang rawat inap kelas II sudah cukup baik, dalam segi ruangan tempat kerja maupun sanitasi
para pekerja medisnya.

4.5 PENGOLAHAN LIMBAH

Hasil pengamatan pengolahan limbah di RS UKI, dinilai sudah baik dan memenuhi
standar baik dalam pengolahan limbahnya maupun pekerja pengolahan limbahnya.

Hazard di departemen kerja:

30
31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Keselamatan dan Kesehatan (K3) merupakan suatu ilmu multidisiplin yang


menerapkan upaya pemeliharaan dan peningkatan kondisi lingkungan kerja, keamanan kerja,
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, serta melindungi tenaga kerja terhadap risiko bahaya
dalam melakukan pekerjaan serta mencegah terjadinya kerugian akibat kecelakaan kerja,
penyakit akibat kerja, kebakaran, peledakan atau pencemaran lingkungan kerja.
RS UKI merupakan rumah sakit yang bergerak dalam bidang jasa, yaitu baik pelayanan
medis rawat inap dan rawat jalan terhadap pasien, juga sebagai rumah sakit pendidikan utama
yang mengunggulkan pendidikan dan penelitian. RS UKI sudah memiliki tim di bidang K3
yang sebagian besar angotanya adalah perawat, dimana sudah tersertifikasi K3.
Secara umum, penatalaksanaan sistem K3 di RS UKI dari penilaian higiene industri
belum berjalan dengan baik. Hal ini terlihat beberapa faktor yang belum terpenuhi, seperi
faktor fisik, biologi dan kerbersihan. Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaknya
diterapkan pada setiap unsurnya dikarenakan RS UKI merupakan usaha dibidang jasa yang
berhubungan langsung dengan pasien (orang sakit), dimana hal tersebut yang mendukung
dalam proses penyembuhan. Akan tetapi, RS UKI sudah menerapkan K3 yang baik di
pengelolaan limbah, dimana proses dan keselamatan tenaga kerja sudah sesuai dengan
ketentuan.

5.2 . SARAN
1) Memberi penyuluhan berkala tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja kepada
seluruh tenaga kerja di RS UKI.
2) Menyediakan lebih banyak media dan sarana untuk mempromosikan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja.
3) Memperbaiki higienitas, sanitasi, serta faktor-faktor yang mepengaruhi keselamatan
kerja yang telah diketahui belum memenuhi ketentuan yang berlaku.
4) Peningkatan pengawasan dan penerapan Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(SMK3), serta higiene industri, dengan melakukan identifikasi hazard dan
pengendalian hazard, serta ketentuan yang tegas mengenai petugas atau tenaga kerja
yang melanggar K3.

32
BAB VI

PENUTUP

Demikian laporan kunjungan perusahaan mengenai higiene industri di RS Universitas


Kristen Indonesia ini kami buat. Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak
kekurangan, baik dalam teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan dan
pengetahuan yang kami miliki. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya
pada umumnya dan RS UKI pada khususnya agar dapat lebih meningkatkan lagi penerapan
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) dan higiene industri di
lingkungan kerjanya sehingga dapat menjamin kesehatan dan keselamatan para pekerjanya
serta peningkatan pelayanan jasa medis dan mutu yang yang baik.

33

Anda mungkin juga menyukai